Anda di halaman 1dari 22

IMPLEMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM

PERSPEKTIF NEGARA HUKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Critical Journal Review Mata Kuliah Hak
Kekayaan Intelektul pada Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan

Dosen Pengampu: Parlaungan Gabriel Siahaan,S.H.,M.hum

Disusun oleh:

Nama : Eka Mei Riska Br Sitepu

NIM : 3213111037

Kelas : PPKn Reg B 2021

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, atas berkat karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan makalah Critical Journal Review ini tanpa halangan yang
berarti dan selesai tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, saya tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada bapak Parlaungan G Siahaan S.H,M.Hum yang telah memberikan tugas
Critical Journal Review ini sehingga saya dapat lebih memahami lebih jauh
mengenai seperti apakah sebenarnya yang di bahas dalam jurnal yang saya review
mengenai Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara
Hukum dan Perlindungan Mengenai Tradisionalnya. Oleh karena itu saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik.

Saya sadar makalah ini mungkin masih jauh dari kata sempurna, untuk itu
saya berharap saran dan kritik dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan
seluruh pembaca pada umumnya.

Medan, 04 September 2023

Eka Mei Riska Br Sitepu

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Informasi Lengkap Identitas Artikel yang dilaporkan.............................. 1

1.2 Relevansi dan Kontribusi ......................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

2.1 Pembahasan Jurnal Utama ............................................................................ 3

2.2 Pembahasan Jurnal Utama Kedua ................................................................. 8

2.3 Pembahasan Jurnal Pembanding ................................................................... 8

BAB III ................................................................................................................. 12

PEMBAHASAN ................................................................................................... 12

3.1 Latar Belakang ............................................................................................ 12

3.2 Permasalahan Yang Dikaji .......................................................................... 14

3.3 Kajian Teori/konsep yang digunakan.......................................................... 15

3.4 Metode yang digunakan .............................................................................. 18

3.5 Analisis Critical Journal Report .................................................................. 19

BAB IV ................................................................................................................. 20

PENUTUP ............................................................................................................. 20

4.1 Kesimpulan ................................................................................................. 20

4.2 Saran ............................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 23

ii
BAB I

INFORMASI ARTIKEL JURNAL YANG DILAPORKAN


1.1 IDENTITAS JURNAL
• Jurnal Utama Pertama

1. Judul Jurnal : Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif


Negara Hukum

2. Nama Jurnal : Jurnal Legislasi Indonesia

3. Tahun Terbit : 29 September 2017

4. Pengarang : Maria Alfons

5. Kota Terbit : Depok, Jawa Barat Indonesia

6. Nomor ISSN : 357 - 368

7. Volume : Vol. 14 No. 03

• Jurnal Utama Kedua

1. Judul Jurnal : Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional Dalam Sistem


Hukum Kekayaan Intelektual

2. Nama Jurnal : Jurnal MMH

3. Tahun Terbit : Juli 2014

4. Pengarang : Kholis Roisah

5. Kota Terbit : Tembalang Semarang

6. Nomor ISSN :-

7. Volume : Jilid 43 No. 3

3
• Jurnal Pembanding

1. Judul Jurnal : Perlindungan Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual


Terhadap Pengetahuan Tradisional Di Indonesia

2. Nama Jurnal : Jurnal Metodologi Penelitian Hukum

3. Pengarang : Ngurah Bagus Indra Putra

4. Penerbit : Rajagrafindo Persada, Jakarta

5. Kota Terbit : Fakultas Hukum Universitas Udayana

6. Nomor ISSN :-

7. Tahun Terbit : 2009

4
1.2 RELEVANSI DAN KONTRIBUSI
Di dalam pemahaman peningkatan hasil belajar di perkuliahan bagi
mahasiswa PPKn salah satunya dengan meningkatkan pemahaman kualitas
perkuliahan dalam mata kuliah Hak Kekayaan Intelektual. Memahami konsep serta
urgensi dalam kehidupan sehari-hari sehingga standar kompetensi mahasiswa dapat
tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran. Disamping itu pada pembelajaran mata
kuliah Hak Kekayaan Intelektual sebagai peningkatan keaktifan siswa dan
memperluas wawasan secara hukum dan umum. Disamping itu, tujuan CJR ini
untuk menumbuhkan rasa cinta mahasiswa terhadap mata kuliah Hak Kekayaan
Intelektual sehingga mereka mau mendalami sendiri materi Hak Kekayaan
Intelektual.

Lalu terdapat juga manfaat lain dari penerapan HKI. Sebagai perlindungan
hukum kepada pencipta, juga terhadap hasil cipta karya serta nilai ekonomis yang
terkandung di dalamnya. Juga sebagai sebuah perlindungan akan aset berharga yang
dipunyai perorangan ataupun kelompok dalam bentuk hasil karya. fungsi
utama HKI adalah untuk mendorong kreativitas dan inovasi yang bermanfaat bagi
masyarakat luas.

Hak cipta melindungi seni, sastra, dan ilmu pengetahuan yang diantaranya
mencakup buku, karya tulis, pidato, sinematografi, musik/lagu, program komputer,
permainan, seni rupa, fotografi, dan lain-lain. Dalam hal ini, hak cipta tidak
melindungi ide namun ekspresi dari ide dalam bentuk yang nyata. Dengan
memahami HKI, kita dapat menerima banyak manfaat, di antaranya: Tidak
melakukan tindakan yang melanggar hukum. Tidak mencederai kekayaan
intelektual orang lain. Mengamankan karya sendiri agar dilindungi.

5
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL

2.1 Pembahasan Jurnal Utama


Konsep Negara Hukum diberbagai negara memiliki latar belakang sejarah
dan pemikiran yang berbeda. Konsepsi negara hukum dianggap sebagai terjemahan
dari dua istilah yaitu rechtstaat dan the rule of law. Kedua konsep ini biasanya
berkaitan dengan konsep perlindungan hukum, dimana kedua konsep ini
mempunyai latar belakang yang berbeda walaupun pada intinya keduanya
menginginkan perlindungan bagi HAM melalui lembaga peradilan yang bebas dan
tidak memihak sebagaimana telah dituangkan diatas. Istilah rechtstaat banyak
dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu pada sistem civil law
yang mengutamakan prinsip wetmatigheid yang kemudian disamakan dengan
rechtmatigheid sedangkan the rule of law banyak digunakan oleh negara-negara
Anglo Saxon yang bertumpu pada sistem comman law lebih mengutamakan prinsip
equality before the law. Walaupun kedua istilah ini berbeda namun keduanya
memberikan kedudukan yang sama dihadapan hukum.

Konferensi Bangkok yang dilaksanakan tahun 1965 merumuskan kembali


ciri-ciri konsep negara hukum yang dinamis atau negara hukum material sebagai
berikut:

1. perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu


konstitusi harus menentukan pula cara prosedur untuk memperoleh
perlindungan atau hak-hak yang dijamin;
2. adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3. adanya pemilihan umum yang bebas;
4. adanya kebebasan menyatakan pendapat;
5. adanya kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi ; dan
6. adanya pendidikan kewarganegaraan.

Sedangkan negara hukum formal didasarkan pada paham legisme yang


berpandangan bahwa hukum itu sama dengan undang-undang sehingga terhadap
tindakan melawan hukum berarti perlu adanya usaha menegakkan undang-undang.

6
Dalam konferensi tersebut negara hukum terbagi dalam dua arti yakni dalam arti
material dan arti formal. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat) dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Ini berarti
bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia berketetapan untuk memilih bentuk
negara hukum sebagai pilihan satu-satunya. Akibat dari pemilihan tesebut yaitu
bahwa semua aspek kehidupan yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan
Negara Republik Indonesia harus tunduk dan patuh pada norma-norma hukum, baik
yang berkaitan dengan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain lainnya.
Hukum harus menampilkan perannya secara mendasar sebagai titik sentral dalam
seluruh kehidupan orang perorangan, kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
implementasi atas hak kekayaan intelektual merupakan suatu proses untuk
melakukan pendaftaran KI oleh masyarakat baik secara pribadi maupun kelompok
agar dapat dilindungi oleh Pemerintah. Dalam hal ini, wewenang implementasi
tersebut terdapat pada:
1. Ditjen KI Kementerian Hukum dan HAM RI sebagai wakil dari Pemerintah
Pusat yang yang diberi kewenangan untuk membantu memberikan
implementasi kepada masyarakat tentang peran pentingnya KI dalam
pertumbuhan ekonomi rakyat sehingga masyarakat. Dengan demikian,
diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan pendaftaran atas
KI yang mereka miliki agar mendapat perlindungan hukum.
2. Pemerintah Daerah seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan Dinas
UMKM untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat daerah dalam melindungi
KI nya.
3. Aparat Penegakan Hukum yang dalam hal ini pihak PPNS yang membawahi
bidang KI dan Polri sebagai Korwasnya, perguruan tinggi dan lembaga-
lembaga hukum yang bergerak dibidang KI untuk dapat menjalankan amanat
undang-undang untuk melindungi KI dari pengambilan KI yang dilakukan
pihak lain.

7
Selaku negara hukum, disamping memiliki aturan tersendiri terkait dengan KI,
Indonesia juga terikat pada perjanjian-perjanjian internasional terkait dengan KI,
dimana Indonesia sebagai salah satu anggotanya seperti Marakesh Treaty maupun
TRIPs Agreement. Perlindungan atas KI dalam kaitannya dengan peran negara
adalah bagaimana negara mewujudkan cita hukum, yang lebih lanjut dirumuskan
dalam cita perlindungan dengan konsep tanggung jawab pemerintah untuk
melindungi seluruh rakyatnya, hal ini telah diatur secara eksplisit dalam Undang-
Undang Dasar 1945 yang telah memberikan pengaturan yang bersifat perlindungan
dan promosi terhadap kesejahteraan rakyat. Peran pemerintah dalam melaksanakan
implementasi kepada masyarakat merupakan bentuk perlindungan yang diberikan
negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat atas KInya.

2.2 Pembahasan Jurnal Utama 2

Kekayaan intelektual merupakan kreatifitas yang dihasilkan dari olah pikir


manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup manusia.
Kreatifitas manusia yang muncul sebagai asset intelektual seseorang telah lama
memberi pengaruh yang signifikan terhadap peradaban manusia, antara lain melalui
penemuan-penemuan (inventions) dan hasil-hasil di bidang 1 karya cipta dan seni
(art and literary work) Semakin berkembang kreatifitas seseorang maka semakin
berkembang juga peradaban manusia. Pada akhirnya diperlukan pengakuan dan
juga penghargaan (reward) terhadap hasil kreatifitas seseorang dengan tatanan
hukum yang disebut rejim hukum hak kekayaan intelektual.
Hal ini membawa dampak terhadap upaya peningkatan perlindungan HKI
di tinkgat lokal /nasional termasuk Indonesia. Pada dasa warsa terakhir ini
Indonesia telah meratifikasi perjanjian-perjanjian internasional di bidang HKI dan
melakukan revisi juga mengeluarkan peraturan baru di bidang perundang undangan
HKI. Persoalan terjadi pada ekspresi budaya tradisional atau EBT (Traditional
Cultural Expressions/Expressions of Folklore) sebagai salah satu bentuk dari
kekayaan intelektual tradisional. EBT memiliki nilai budaya yang sangat besar
sebagai bentuk warisan budaya yang terus menerus berkembang bahkan dalam
masyarakat modern di penjuru dunia. Sementara di sisi lain, mereka juga
memegang peran penting sebagai bagian dari identitas sosial dan wujud ekspresi

8
budaya dari suatu masyarakat lokal.Ekspresi budaya tradisional Indonesia juga
mempunyai potensi ekonomi yang menjanjikan terutama terkait dengan industri
pariwisata dan industri ekonomi kreatif. Di bidang industri pariwisata misalnya,
industri pariwisata di Bali yang hampir semuanya berbasis EBT mempunyai
sumbangan yang sangat besar sebagai sumber pendapatan ekonomi daerah dan
menjadikan Bali dikenal seluruh dunia. Di bidang industri ekonomi kreatif terutama
produk kerajinan berbasis EBT seperti, kerajinan batik, ukir kayu, ukir tembaga,
perak adalah produk mempunyai sumbangan yang cukup besar untuk menyumbang
devisa negara. Namun perkembangan teknologi modern terutama di bidang
telekomunikasi dapat menimbulkan berbagai penggunaan secara tak pantas dari
EBT yang ada. Berbagai bentuk komersialisasi terhadap EBT terjadi bahkan hingga
tingkat global tanpa seijin masyarakat adat pemiliknya.

Komersialisasi ini juga disertai dengan berbagai bentuk distorsi,


pengubahan maupun modifikasi terhadap EBT secara tidak pantas Kasus-kasus
yang terjadi belakangan ini di Indonesia, walaupun belum ada penyelesaian secara
hukum. Kasus mebel ukir Jepara, yaitu pengusaha asing P.T. Harrison & Grill-Java
mendaftarkan katalog yang berisi gambar-gambar desain mebel ukir tradisional
Jepara, kemudian dengan berpegang hak cipta atas katalog tersebut Harrison
melakukan somasi untuk melarang para pengrajin lokal memproduksi model ukiran
yang 2 tertera di dalam katalognya. Lebih tragis lagi beberapa motif tradisional
yang menjadi bagian perjalanan sejarah budaya ukir perak Bali seperti batun timun,
batun poh, parta ulanda, kuping guling dan jawan (ada sekitar 1.800 motif lagi)
didaftarkan oleh para warga asing baik yang tinggal di Indonesia maupun di luar
negeri, bahkan ada beberapa pengrajin lokal yang sudah digugat oleh para
pengusaha asing di Indonesia sendiri maupun di negara tujuan ekspor yang dituduh
melanggar hak 3 cipta . Kasus pengrajin perak tradisional perak di Bali yang
dituntut oleh pengusaha raksasa asing atau juga pengrajin perak yang digugat di
pengadilan Negara Bagian Amerika oleh pengusaha Amerika belum lagi adanya
fakta bahwa sebagian besar desain perak tradisional di daftarkan hak ciptanya oleh
sebagian besar pengusaha Asing.
Prinsip-prinsip hukum cipta yang terdapat The Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne 1967) mengatur konsep

9
kepemilikan terhadap karya cipta anonim atau “anonymous works”. Walaupun
tidak secara khusus mengatur mengenai perlindungan EBT, ketentuan dalam
Konvensi Berne 1967 ini dapat diterapkan terhadap terutama dalam hal ini ekspresi
budaya yang tidak diketahui penciptanya.

Kemudian negara mempunyai kewajiban untuk mendepositorikan 5 karya


tersebut ke Direktur Jenderal WIPO Setelah didaftarkan, karya cipta anonim pun
juga mendapat perlindungan selayaknya karya biasa. Negara sebagai pemegang hak
atas karya cipta anonim memperoleh hak-hak eksklusif atas karya cipta tersebut.
Hak-hak eksklusif yang diatur dalam Konvensi Berne 1967 termasuk hak untuk
translasi (Pasal 8), hak reproduksi dalam berbagai bentuk termasuk rekaman audio
visual (Pasal 9), hak untuk menampilkan drama, drama-musikal, dan karya musik
(Pasal 11), hak untuk untuk menyiarkan dan mengkomunikasikan kepada publik
(Pasal 11bis), hak untuk menampilkan penampilan publik (public recitation) (Pasal
11ter), hak untuk membuat adaptasi, aransemen, maupun perubahan terhadap karya
cipta (Pasal 12), hak untuk membuat adaptasi dan reproduksi sinematografis
terhadap karya cipta (Pasal 14), hak “droit de suite” berkaitan dengan karya seni
dan manuskrip asli (Pasal 14ter) serta hak moral (Pasal 6bis).

2.3 Pembahasan Jurnal Pembanding


Pengetahuan tradisional merupakan hasil dari kreasi dan pemikiran manusia
baik berupa lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Hal ini sesuai dengan
maksud kata Ciptaan yang ada pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, sehingga dengan demikian pada dasarnya
pengetahuan tradisonal dapat juga disebut sebagai HKI. Jika dalam sistem Trade-
Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) ditetapkan bidang industri,
ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Hal tersebut secara analogis juga dapat
ditemukan di pengetahuan tradisional. Tidak dimasukkannya pengetahuan
tradisional sebagai HKI yang perlu dilindungi dalam sistem TRIPs bukan karena
semata-mata banyaknya prinsip HKI dalam TRIPs yang tidak sejalan dengan
dengan pengetahuan tradisional tetapi lebih daripada bagian dari strategi global
negara-negara maju untuk mengeksploitasi dan mengksplorasi pengetahuan
tradisional masyarakat yang tersebar di berbagai negara berkembang, termasuk
Indonesia, tanpa ingin memberikan kompensasi yang wajar.

10
Pengetahuan tradisional di Indonesia walaupun belum diberikan
perlindungan hukum secara jelas, namun sesungguhnya Pemerintah Indonesia telah
mengakui pentingnya nilai kekayaan intelektual yang ada dalam folklor Indonesia
sejak pertama kali diundangkan undang-undang Hak Cipta nasional 1982 ada dalam
Pasal 10 UU Nomor 6 tahun1982 tentang Hak Cipta, yang selanjutnya diakui juga
dalam Pasal 10 UU Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan terakhir dalam
Pasal 13 RUU Hak Cipta tahun 2010. 3 Sengketa dengan Malaysia atas beberapa
Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisonal (PTEBT) membuktikan
bahwa pemerintah harus segera dan dengan serius dalam memberikan perlindungan
hukum bagi PTEBT di Indonesia.

Pemerintah harus melakukan segala macam cara guna memberikan


perlindungan hukum bagi PTEBT di Indonesia atau produk – produk berbasis hak
komunal dengan adanya traditional knowledge yang ada di wilayah Indonesia,
sehingga kepemilikannya tidak dapat diklaim dan bahkan dimanfaatkan secara
ekonomi tanpa izin oleh negara lain. Perlindungan hukum ini bertujuan untuk
memberikan jaminan pengembangan produk yang dimiliki oleh setiap daerah yang
lebih kompetitif dan berkelanjutan tanpa mengabaikan kearifan lokal, mencegah
penggunaan klaim kepemilikan produk – produk tersebut yang dilakukan oleh
pihak lain tanpa izin, dan memastikan seluruh masyarakat Indonesia atau bangsa
Indonesia yang mengembangkannya bahwa ke depannya mereka akan memperoleh
manfaat baik moneter dan non-moneter secara layak.

11
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Latar Belakang


Permasalahan yang terjadi di bidang KI tidak hanya terjadi di Indonesia,
namun telah menjadi isu global yang dialami oleh berbagai negara di dunia. Di
satu sisi bangsa Indonesia ingin melindungi kekayaan intelektualnya yang
berupa makanan khas seperti; tempe, kopi, rendang, kemudian keseniannya
yaitu tarian, bahkan batik, yang saat ini banyak diakui dan/ atau dimanfaatkan
oleh negara luar. Namun di sisi lain, Indonesia juga melakukan pelanggaran
terhadap KI negara lain, seperti pembajakan atas film, musik yang berupa
penyebaran CD maupun VCD bajakan. Perlindungan dimaksud agar pemilik
KI baik perorangan, kelompok atau badan usaha dapat menggunakan haknya
atau mengeksplorasi kekayaannya dengan aman yang pada gilirannya dapat
menciptakan iklim ekonomi dari hasil yang dikaryakannya dan dapat
menciptakan iklim ekonomi juga bagi negara sehingga dapat memberikan
manfaat dan kesejahteraan bagi bangsanya karena adanya perlindungan.
Dalam hal ini Pemerintah memberikan perlindungan dengan turut serta
melakukan implementasi bagi masyarakat termasuk instansi-instansi dan perguruan
tinggi yang berada diseluruh Indonesia yang menangani bidang KI. Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang akan diuraikan dalam artikel ini
yaitu bagaimana implementasi Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dalam
perspektif negara hukum. Beberapa gambaran diatas tampak jelas jika berbagai
bentuk pelanggaran, penyerobotan dan penggunaan tidak pantas terhadap EBT itu
belum ada usaha menangani, mengendalikan dan mengatasinya bahkan rezim
hukum yang eksis pun belum cukup melindungi secara memadai, maka hal ini akan
berdampak buruk. Dampak itu tidak hanya dirasakan oleh komunitas masyarakat
adat pemilik EBT bahwa nilai budaya dan identitas sosialnya dilecehkan dan
bahkan secara perlahan terdistorsi dan kehilangan nilai-nilai budaya dan adat
istiadat yang sakral dan luhur, berubah menjadi sekedar komoditas komersial
belaka. Inilah yang menjadi latar belakang perlunya sistem hukum yang dapat
memberikan perlindungan secara komprehensif terhadap EBT.
Masalah perlindungan HKI terhadap pengetahuan tradisional di Indonesia
hampir terletak di setiap aspek seperti minimnya pengetahuan masyarakat

12
terhadap konsepsi perlindungan HKI, mahalnya biaya, serta lambatnya birokrasi
dalam merealisasikan Rencana Undang-Undang Perlindungan dan Pemanfaatan
Kekayaan Intelektual Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional
(RUU PTEBT) menjadi Undang-Undang (UU).

3.2 Permasalahan Yang Dikaji


Perlindungan HKI ini ternyata tidak mampu melindungi EBT secara utuh.
Ketidak mampuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap EBT melalui
sistem hukum kekayaan intelektual, karena perbedaan karakteristik antara HKI dan
EBT, sebagaimana terlihat dalam dialektika pada konsep dan karakteristik antara
HKI dan EBT. Walaupun sama-sama bersumber pada kreativitas intelektual
manusia tetapi antara HKI dan EBT selebihnya terdapat perbedaan dalam
karakternya.
Bentuk gagasan HKI harus diwujudkan dalam bentuk ekspresi yang nyata
(in material form) bisa dilihat dan di dengar, tapi kalau dalam EBT bentuk gagasan
tidak selalu dalam ekspresi nyata, bisa dalam bentuk ekspresi verbal/oral, ekspresi
gerak ataupun ekspresi bunyi (tidak berwujud). Gagasan dalam HKI berbentuk
karya cipta (works) dalam seni dan ilmu pengetahuan, disain, merek, temuan
teknologi dan species sebagai karya atau temuan yang baru (novelty) dan tidak sama
dengan pengungkapan sebelumnya (originality), kalau dalam EBT hasil gagasan
dalam bentuk karya cipta seni dan pengetahuan serta teknik tertentu yang berakar
dari tradisi turun temurun.
Faktor penyebab terjadinya pelanggaran terhadap hak cipta dapat
disebabkan oleh berbagai faktor seperti, faktor ekonomi, faktor budaya, faktor
teknologi, faktor penegak hukum, faktor pendidikan, faktor pengangguran dan
faktor lingkungan. Dengan adanya teknologi yang semakin berkembang pesat ini,
memberikan banyak kerugian bagi para pencipta karya digital, untuk itu akan lebih
baik jika , para pencipta sebaiknya melakukan usaha preventif dengan
mendaftarkan hasil karya/ciptaannya secara legal kepada pemerintah untuk
mencegah terjadinya pelanggaran Hak Cipta. Selain itu, Upaya perlindungan
hukum juga harus sesuai dengan pemberian sanksi yang tegas dan tepat kepada para
pelanggar Hak Cipta oleh aparat penegak hukum sesuai dengan aturan
perundangundangan yang berlaku.

13
Pada umumnya pelanggaran atas Hak Cipta meliputi
tindakan memperbanyak maupun menyebarluaskan sesuatu ciptaan tanpa adanya
hak dan atau izin dari si pencipta atau pemegang Hak Cipta. Maka pelanggaran hak
cipta dapat mematikan industri yang berhubungan karena akan terjadinya
persaingan yang kotor dengan saling mencuri ciptaan dan akan menjadikan industri
tersebut tidak orisinil lagi.

3.3 Kajian Teori/konsep yang digunakan


Hak Cipta mengacu pada hak eksklusif penulis untuk menerbitkan atau
menyalin ciptaannya di bidang ciptaannya, sains, seni, dan sastra, yang meliputi
buku, program komputer, ceramah, ceramah, pidato, dan konten lainnya. Karya
dengan jenis dan hak yang sama terkait dengan hak cipta. Rekaman dan / atau
gambar pertunjukan pemain (misalnya, penyanyi atau penari di atas panggung)
dilindungi hak cipta. Sedangkan menurut Paricia Lounghlan, hak cipta merupakan
bentuk kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk
mengawasi, penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi karya intelektual,
sebagaimana kreasi yang ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu kesustraan,
drama, musik dan pekerjaan seni serta rekaman suara, film, radio dan siaran televisi,
serta karya tulis.
Menurut undang-undang tentang hak cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif
pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu
ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang yang secara sendiri sendiri atau bersamasama menghasilkan suatu
ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan Ciptaan adalah setiap hasil karya
cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,
kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang
diekspresikan dalam bentuk nyata.

Pelanggaran hak cipta pada dasarnya ada dua, yaitu pelanggaran terhadap hak moral
dan pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta. Pelanggaran hak moral diatur
dalam pasal 98 Undang-undang Hak Cipta, dan dapat dilakukan dengan gugatan
perdata dang ganti rugi melalui pengadilan niaga. Pelanggaran atas hak ekonomi

14
secara perdata diatur dalam pasal 96 Undang-Undang Hak Cipta.18 Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, kegiatan yang termasuk
dalam pelanggaran hak cipta antara lain sebagai berikut:

a. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan lambang


Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli.
b. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan segala
sesuatu yang dilaksanakanoleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan
dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada ciptaan
tersebut, atau ketika terhadap ciptaan tersebut dilakukan pengumuman,
pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan.
c. Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi
informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau
menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan
tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.
d. Penggandaan, pengumuman, dan/atau pendistribusian Potret Presiden, Wakil
Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional,
pimpinan lembaga Negara, pimpinan kementrian/lembaga pemerintah non
kementrian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan
kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berkaitan dengan ketentuan pidana yang menimpa pelaku pelanggaran hak


cipta dijelaskan pada pasal 112-114 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
hak Cipta mengenai ketentuan pidana antara lain yaitu:

a. Pasal 112 “Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 3 dan pasal 52 untuk penggunaaan
secara komersial dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atas
pidana denda paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)”.
b. Pasal 114 “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala
bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui, membiyarkan penjualan, dan
atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan atau hak terkait di
tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam pasal 10

15
dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta
rupiah)”.

3.4 Metode yang digunakan


Jenis penelitian hukum yang dilakukan secara yuridis normatif adalah
yuridis normatif dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam
peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai
kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap
pantas. Penelitian hukum normatif ini diadasrakan kepada bahan hukum primer dan
sekunder, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan.

3.5 Analisis Critical Journal Report


Berdasarkan analisis terhadap jurnal utama dan jurnal pembanding yang
sudah disandingkan diatas, dapat dilihat bahwa kedua jurnal tersebut membahas
tentang perlindungan budaya tradisional dalam sistem hukum kekayaan intelektual
yang saat ini maraknya terjadi. Termasuk didalamnya membahas fenomena-
fenomena yang menjadi alasan atau faktor terjadinya pelanggaran hak ciptaSuatu
ciptaan dibatasi untuk pemanfaatan dan mencegah pemanfaatan secara tidak sah
yang memungkinkan dilakukan oleh pemegang hak tersebut berdasarkan hak cipta.
Hak eksklusif dalam hak cipta memiliki masa berlaku yang terbatas, dikarenakan
hak eksklusif memuat nilai ekonomis yang semua orang tidak bisa membayarnya.
Pengetahuan tradisional merupakan hasil dari kreasi dan pemikiran manusia baik
berupa lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Hal ini sesuai dengan maksud
kata Ciptaan yang ada pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta, sehingga dengan demikian pada dasarnya pengetahuan
tradisonal dapat juga disebut sebagai HKI. Kedua jurnal diatas memiliki kelebihan
yang tentunya menjadi daya tarik dalam jurnal tersebut, dimana dalam penyajian
nya terdapat banyak teori yang dikemukakan oleh para ahli kemudian juga
dilengkapi dengan Undang-Undang yang berkaitan dengan Hak Cipta, sehingga
menjadikan isi kedua jurnal dapat dengan mudah dipercayai kebenarannya. Tetapi
jurnal tersebut juga tidak terlepas dari yang namanya kekurangan. Hal itu dapat
dilihat dari volume isi jurnal, yang dimana pada kedua jurnal yang telah

16
disandingkan hanya menyaji sedikit isi, sehingga kurang menarik perhatian
pembaca untuk menganalisis kebenaran yang terdapat di dalamnya.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Perlindungan atas KI dalam kaitannya dengan peran negara adalah
bagaimana negara mewujudkan cita hukum, yang lebih lanjut dirumuskan dalam
cita perlindungan dengan konsep tanggung jawab pemerintah untuk melindungi
seluruh rakyatnya, hal ini telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar
1945 yang telah memberikan pengaturan yang bersifat perlindungan dan promosi
terhadap kesejahteraan rakyat. Peran pemerintah dalam melaksanakan
implementasi kepada masyarakat merupakan bentuk perlindungan yang diberikan
negara untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat atas KInya.
Bentuk gagasan HKI harus diwujudkan dalam bentuk ekspresi yang nyata
(in material form) bisa dilihat dan di dengar, tapi kalau dalam EBT bentuk gagasan
tidak selalu dalam ekspresi nyata, bisa dalam bentuk ekspresi verbal/oral, ekspresi
gerak ataupun ekspresi bunyi (tidak berwujud). Gagasan dalam HKI berbentuk
karya cipta (works) dalam seni dan ilmu pengetahuan, disain, merek, temuan
teknologi dan species sebagai karya atau temuan yang baru (novelty) dan tidak sama
dengan pengungkapan sebelumnya (originality), kalau dalam EBT hasil gagasan
dalam bentuk karya cipta seni dan pengetahuan serta teknik tertentu yang berakar
dari tradisi turun temurun.

Berdasarkan pembahasan diatas, maka kesimpulan yang dapat ditarik


sebagai berikut:

1. Pengetahuan tradisional merupakan hasil dari kreasi dan pemikiran manusia,


sehingga dengan demikian pada dasarnya dapat juga disebut sebagai HKI. Jika
dalam sistem TRIPs ditetapkan bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra dan
seni. Hal tersebut secara analogis juga dapat ditemukan di pengetahuan
tradisional.
2. Jadi urgensi terhadap perlindungan pengetahuan tradisional tidak dapat lagi
sebatas menunggu konsensus tingkat internasional, tetapi harus terdapat

18
beberapa regulasi perlindungan nasional. Selama menunggu RUU PTEBT
direalisasikan menjadi UU solusi yang ditawarkan guna melindungi PTEBT di
Indonesia yaitu dengan cara mendaftarkan setiap inovasi milik daerah ke kantor
Dirjen HKI.

4.2 Saran
Pelanggaran terhadap hak cipta terutama pada pembajakan VCD/DVD yang
sangat sering terjadi dengan latar belakang sosial ekonomi timbul karena didorong
rasa ingin hidup berkecukupan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan
seperti ini menimbulkan ketidakmerataan kebutuhan hidup antara satu dengan yang
lainnya. Atas pelanggaran itu, pencipta atau pemegang hak cipta untuk melindungi
ciptaannya dapat melakukan upaya hukum arbitrase, mediasi, negosiasi, konsiliasi,
atau jalur litigasi dengan mengupayakan gugatan perdata bahkan tuntutan pidana.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alfons, M. (2017). IMPLEMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM. Jurnal Legislasi Indonesia,
301-302.
Putra, N. B. (2009). PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI
INDONESIA. Metodologi Penelitian Hukum, 1-5.
Roisah, K. (2014). PERLINDUNGAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL
DALAM SISTEM HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL. MMH, 372-
379.

20
DAFTAR LAMPIRAN

21

Anda mungkin juga menyukai