Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ETIKA ILMU DAN KENETRALAN ILMU

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu


Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris
Samarinda

Oleh:

Syahril Pahlevi :2320100074

Dosen Pengampuh :
Dr.Khojir, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI
MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA
2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.....................................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan Masalah.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ...........................................................................................................................3

B. Hakikat Ilmu.......................................................................................................................5

C. Netralitas Ilmu....................................................................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Simpulan.............................................................................................................................15

B. Saran....................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Filsafat merupakan ilmu yang erat sekali dengan kehidupan sehari-hari

manusia. Manusia berfilsafat karena terdorong dengan adanya rasa kagum,

keraguan dan kesadaran akan keterbatasan diri. Filsafat merupakan ilmu untuk

memenuhi kebutuhan manusia akan rasa keingin tahuan dan mendapatkan

manfaat dari kehidupannya. Filsafat akan menghasilkan pengetahuan yang

akan ditelaah oleh cabang dari filsafat yaitu filsafat ilmu. Ilmu erat kaitannnya

dengan kehidupan sehari - hari manusia. Oleh karena itu kita juga harus

mempelajari penggunaan ilmu di kalangan masyarakat. Hal itu meliputi tujuan

penggunaan ilmu, akibat dan konsep kesadaran moralitas/etika.1

Pertautan antara ilmu pengetahuan dengan etika tidak bisa

diabaikan, mengingat dalam perkembangannya, ilmu pengetahuan tidak

hanya berdampak tunggal. Secara khusus, ia terkait dengan berbagai realitas

di luarnya, termasuk efeknya bagi kemanusiaan sebagai sesutu efek

universal yang hendak juga dituju oleh ilmu pengetahuan. Universalitas

efek tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya pemikiran posivitistik

yang berupaya mengarahkan dimensi kerja ilmu pengetahuan sebagai

sekedar berelasi secara internal pada dirinya sendiri, rawan terdistorsi

pada kepentingan yang tidak lagi objektif.2

Hal ini menunjukkan bahwa kaitan ilmu pengetahuan dengan etika

tidak sepenuhnya berlaku sebagai sebuah pencapaian ilmu, namun juga

1
Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2014)
2
K. Bertens, Etika(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), 4-7.
1
menakar perjalanan efeknya sesuai dengan perilaku ilmuwan. Sebab etika

sendiri merupakan ilmu yang rerflektif dan kritis tentang tema-tema yang

menyangkut perilaku. Wujud perilaku tersebut akan dinilai secara filosofis

meliputi pola hidup yang baik, menjadi orang baik dan menginginkan hal-hal

yang baik dalam kehidupan. Jika ilmu pengetahuan terkait dengan “apa yang

ada” (das sein), maka etika terkait dengan“apa yang seharusnya ada”(das

sollen). Hal itulah yang tergambar dalam tiga pendekatan yang dilakukan

oleh etika, yakni etika deskriptif, normatif dan metaetika.3

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah

makalah ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Hubungan Antara Etika Dan Ilmu ?

2. Bagaimana Kenetralan Ilmu ?

C. Tujuan Masalah
Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini ialah:

1. Mengetahui Etika Ilmu Serta Korelasinya.


2. Mengetahui Kenetralan Ilmu.

3
Friedrich, Carl J., (ed.), The Philosophy of Kant: Immanuel Kant’s Moral and
Political Writings(New York: The Modern Library, 1949), 13-14.

2
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Pengertian Etika

Dalam bahasa Yunani kuno, etika berarti adat kebiasaan. Etika (ethikos)

berasal dari kata ethos yang berarti watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Etika

membahas tentang tingkah laku moral manusia. Etika dibagi menjadi tiga, antara

lain:

1. Etika deskriptif, membahas tentang tingkah laku moral manusia

dalam arti luas seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan

buruk, hal yang dilarang dan hal yang diperbolehkan.

2. Etika normatif, diperoleh dari penilaian manusia tentang perilaku

manusia di lingkungan sekitar. Manusia bersifat tidak netral karena

manusia mempunyai hak untuk menerima atau menolak etika

tertentu.

3. Metaetika, bergerak seolah-olah melampaui taraf yang lebih tinggi

daripada perilaku etis, yaitu dalam taraf bahasa etis yang digunakan

di bidang moral.

Moral berasal dari kata moralis yang berarti adat istiadat, kebiasaan, cara,

dan tingkah laku. Moral adalah sesuatu yang menjadi standar perilaku manusia

terkait prinsip benar atau salah dari perilaku manusia. Menurut M. Adib (2010:

207), moral mengandung empat pengertian, antara lain:

a) Baik-buruk, benar-salah, tepat-tidak tepat dalam aktivitas manusia


3
b) Tindakan benar, adil, dan wajar

c) Kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan kepastian

untuk mengarahkan kepada orang lain sesuai dengan kaidah tingkah

laku yang dinilai benar-salah

d) Sikap seseorang dalam hubungannya dengan orang lain

Etika merupakan cabang utama dari filsafat yang mempelajari nilai atau

kualitas. Etika seringkali disebut filsafat moral. Etika dan moral mempunyai arti

yang sama, namun ada sedikit perbedaan dalam penerapannya. Moral digunakan

untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika digunakan untuk mengkaji

system nilai yang ada. 4

B. Pengertian Ilmu

Sementara itu ilmu dalam KBBI ilmu adalah pengetahuan tentang suatu

bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat

digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Ilmu

merupakan buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan.

Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang terdapat dalam kehidupan

manusia. Manusia tentu tidak hanya membutuhkan ilmu, akan tetapi hal lain yang

terkait dalam kehidupan yaitu falsafah, seni, dan agamanya. Sejalan dengan yang

dikemukakan Enstein “ilmu tanpa agama adalah buta” sedangkan “agama tanpa

ilmu adalah lumpuh”.5

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ ilm (‘alima - ya’lamu - ‘ ilm ),

yang berarti pengetahuan. 6 kemudian berkembang menjadi pengetahuan

tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam. Dari asal kata‘ilm

4
The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu .Yogyakarta: Liberty. 1997.
5
Suriasumantri, S. Jujun, Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1999
6
Ahmad Warson Munawwir, Al - Munawwir; Kamus Arab - Indonesia (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku - Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al - Munawwir, 1984),
hlm.1037
4
ini selanjutnya di Indonesikan menjadi ‘ilmu’.Dalam perspektif Islam, ilmu

merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh - sungguh (ijtihad)

dari para ilmuwan muslim (ulama/mujtahid) atas persoalan - persoalan

duniaw dan ukhrawi dengan bersumber kepada wahyu Allah. 7

Ilmu pengetahuan yang dalam bahasa Inggris science, bahasa latin

scientia berarti mempelajari atau mengetahui. Ilmu pengetahuan berbeda

dengan pengetahuan (episteme). Ilmu pengetahuan bisa berasal dari

pengetahuan tetapi tidak semua pengetahuan itu adalah ilmu. Ada

beberapa syarat suatu pengetahuan dikategorikan ilmu.

Sehingga dapat dipahami bahwasannya ilmu dan etika sebagai suatu

parameter baik buruknya suatu metode. Hal ini digunakan oleh antropologi dalam

mempelajari aspek kehidupan manusia. Dilain sisi, ilmu dan etika adalah suatu

pengetahuan yang diharapkan dapat menghambat dan mengehentikan perilaku

menyimpang di kalangan masyarakat, yang diteliti oleh ilmu Antropologi.8

C. Hakikat Ilmu
Ilmu adalah adalah hal sistematis yang membangun dan mengatur

pengetahuan dalam bentuk penjelasan serta prediksi yang dapat diuji melalui

metode ilmiah tentang alam semesta. Ilmu terdiri dari dua hal, yaitu bagian

utama dari pengetahuan, dan proses di mana pengetahuan itu dihasilkan. Proses

pengetahuan memberikan individu cara berpikir dan mengetahui dunia. Proses

ilmiah adalah cara membangun pengetahuan dan membuat prediksi tentang dunia

dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat diuji Tujuan ilmiah yang berbeda

biasanya menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda untuk

7
A.Qadri Azizy, Pengembangan Ilmu - Ilmu Keislaman, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi
Agama Islam Departemen Agama RI, 2003), hlm. 13
8
Hamersma, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 2008.

5
menyelidiki dunia, tetapi proses pengujian adalah inti dari proses ilmiah untuk

semua ilmuwan. Pada proses menganalisis dan menginterpretasikan data,

ilmuwan menghasilkan hipotesis, teori, atau hukum yang membantu menjelaskan

hasil temuan dan menempatkannya dalam konteks pengetahuan ilmiah yang

lebih luas. Berbagai macam penjelasan ini diuji oleh para ilmuwan melalui

eksperimen tambahan, observasi, pemodelan, dan studi teoritis. Dengan demikian,

pengetahuan ilmiah dibangun di atas ide-ide sebelumnya dan terus berkembang.

Hal ini sengaja dibagi dengan orang lain melalui proses peer review dan kemudian

melalui publikasi dalam literatur ilmiah, di mana disana didapatkan evaluasi dan

integrasi oleh komunitas yang lebih besar. Salah satu keunggulan dari

pengetahuan ilmiah adalah bahwa hal itu dapat berubah, karena data baru

dikumpulkan dan interpretasi ulang dari data yang sudah ada. Teori-teori utama,

yang didukung oleh banyak bukti, jarang sekali diubah sepenuhnya, tetapi

data baru dan penjelasan teruji menambah nuansa dan detail.

Sembilan ciri utama ilmiah menurut Mondal adalah sebagai berikut:

1. Objektivitas

Pengetahuan ilmiah bersifat objektif. Objektivitas berarti kemampuan

untuk melihat dan menerima fakta apa adanya. Untuk menjadi objektif,

seseorang harus waspada terhadap bias, keyakinan, harapan, nilai, dan

preferensi sendiri. Objektivitas menuntut bahwa seseorang harus menyisihkan

segala macam pertimbangan subyektif dan prasangka.

2. Verifiability

Sains bersandar pada data indra, yaitu data yang dikumpulkan melalui

indera kita, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan sentuhan. Pengetahuan ilmiah

didasarkan pada bukti yang dapat diverifikasi, melalui pengamatan faktual


6
konkret sehingga pengamat lain dapat mengamati, menimbang atau mengukur

fenomena yang sama dan memeriksa observasi untuk akurasi.

3. Netralitas Etis

Sains bersifat etis netral. Ilmu hanya mencari pengetahuan. Bagaimana

pengetahuan ini akan digunakan akan ditentukan oleh nilai-nilai

kemasyarakatan. Pengetahuan dapat digunakan berbeda. Etika netralitas tidak

berarti bahwa ilmuwan tidak memiliki nilai. Di sini hanya berarti bahwa ia

tidak boleh membiarkan nilai-nilainya mengubah desain dan perilaku

penelitiannya. Dengan demikian, pengetahuan ilmiah adalah netral terhadap nilai-

nilai atau bebas-nilai.

4. Eksplorasi sistematis

Sebuah penelitian ilmiah mengadopsi prosedur sekuensial tertentu,

rencana yang terorganisir atau desain penelitian untuk mengumpulkan dan

menganalisis fakta tentang masalah yang diteliti. Umumnya, rencana ini

mencakup beberapa langkah ilmiah, seperti perumusan hipotesis, pengumpulan

fakta, analisis fakta, dan interpretasi hasil.

5. Keandalan atau Reliabilitas

Pengetahuan ilmiah harus terjadi di bawah keadaan yang ditentukan

tidak sekali tetapi berulang kali dan dapat direproduksi dalam keadaan yang

dinyatakan di mana saja dan kapan saja. Kesimpulan berdasarkan hanya ingatan

tanpa bukti ilmiah sangat tidak dapat diandalkan.

6. Presisi

Pengetahuan ilmiah harus tepat, tidak samar-samar seperti beberapa

tulisan sastra. Presisi membutuhkan pemberian angka, data atau ukuran yang

tepat.

7
7. Akurasi

Pengetahuan ilmiah itu akurat. Akurasi secara sederhana berarti kebenaran

atau kebenaran suatu pernyataan, menggambarkan hal-hal dengan kata-kata yang

tepat sebagaimana adanya tanpa melompat ke kesimpulan yang tidak beralasan,

harus ada data dan bukti yang jelas.

8. Abstrak

Sains berlanjut pada bidang abstraksi. Prinsip ilmiah umum sangat

abstrak. Tidak tertarik untuk memberikan gambaran yang realistis.

9. Prediktabilitas

Para ilmuwan tidak hanya menggambarkan fenomena yang sedang

dipelajari, tetapi juga berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi juga.

Dalam bukunya yang berjudul Methods in Psychological Research, Evans

dan Rooney berpendapat dengan orientasi psikologi yang mempelajari individu

sebagai subject matter-nya, bahwa ilmu memiliki empat fungsi, antara lain:

a. To Describe (mendeskripsikan)

b. To Explain (menjelaskan)

c. To Predict (memprediksikan)

d. To Control (mengontrol atau mengendalikan)

D. Netralitas Ilmu
Kata “netral” biasanya diartikan tidak memihak atau imbang atau murni.

Dalam isitilah “ilmu netral” atau “sains netral” maupun “netralitas ilmu” berarti

bahwa ilmu itu tidak memihak pada apapun termasuk kebaikan dan tidak juga pada

kejahatan. Ilmu berdiri sendiri (independent) tidak terpengaruh oleh apapun.

8
Kebaikan atau keburukan adalah hal lain di luar permasalahan keilmuan. 9

Keduanya adalah nilai yang sama sekali tidak boleh mempengaruhi ilmu. Itulah

sebabnya kemudian istilah “netralitas ilmu” atau semacamnya sering juga disebut

dan diganti dengan istilah ilmu yang bebas nilai (value free)

Di samping kedua istilah tersebut, yang secara jelas menunjukkan saling

keterkaitannya, juga dikenal dengan istilah lain berupa “ilmu objektif”. Artinya

bahwa ilmu pengetahuan terbentuk dari gugusan teori yang didapat dari objek

pengetahuan yang berupa data-data fakta empirik (semesta). Data-data tersebut

harus sesuai dengan fakta empiri tanpa melibatkan karakteristik tertentu di luar

objek ilmu itu sendiri termasuk dari seorang ilmuwan. Hal yang berada di luar

objek ilmu berfungsi sebagai subjek. Ilmuwan misalnya hanyalah sebagai subjek

yang mengamati/meneliti objek dan menyimpulkan fakta-fakta empiri darinya.

Fakta-fakta tersebut disusun sebagai teori-teori pengetahuan yang independen tanpa

dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat subjektif. Teori-teori yang dikumpulkan dari

fakta objek terSebut kemudian disebut dengan ilmu. Karena ilmu itu terbentuk dari

fakta-fakta empiris dari objek maka kemudian ia disebut dengan ilmu yang

objektif.

Kebenaran objektifitas ilmu hanya dapat dinilai ketika unsur-unsur

subjektifitas ilmu tersebut tidak mempengaruhinya atau tidak masuk sebagai salah

satu unsur dari bangunan teori-teorinya. Dalam hal ini berarti unsur-unsur

subjektifitas ilmu dihilangkan. Unsur-unsur tersebut dapat berupa keyakian-

keyakinan, kepercayaan, paradigma, kepentingan, nilai dan lain sebagainya.

Sudah jelas dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan akan dikatakan

objektif apabila ia terlepas dari unsur-unsur lain di luar dirinya, termasuk nilai

9
Kwee Berling, Mooij Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu. Yokyakarta: Tiara wacana, 2003

9
(value free). Begitu ilmu terbebas dari nilai atau unsur-unsur lainnya, maka ilmu

dalam keadaan posisi netral, karena ia tidak memihak kepada sesuatu apapun

kecuali pada dirinya sendiri (independent). Netralitas ilmu menekankan pentingnya

objektifitas ilmu pengetahuan, mencoba meminimalisir subjektifitas di luarnya,

bahkan berusaha untuk menghilangkan subjektifitas itu sendiri. Paradigma

netralitas ilmu ini meyakini bahwa semakin objektif (terbebas dari nilai) ilmu

pengetahuan semakin mendekati kebenaran (positif)

Paradigma netralitas ilmu atau bebas nilai ini pertama kali dianut serta

dikembangkan oleh paham positivisme dalam sejarah filsafat ilmu pengetahuan.

Paham ini memandang bahwa pengetahuan positif-ilmiah adalah pengetahuan yang

pasti, nyata dan berguna. Objek-objek fisik hadir independen dari subjek dan hadir

secara langsung melalui data inderawi. Data-data inderawi ini adalah satu. Apa

yang dipersepsi adalah fakta sesungguhnya, tanpa melibatkan unsur diluarnya.

Sebuah masalah keilmuan harus dirumuskan sedemikian sehingga

pengumpulan data dapat dilakukan secara objektif, bebas nilai dan netral. Objektif

artinya bahwa data dapat tersedia untuk penelaahan keilmuan tanpa ada

hubungannya dengan karakterisktik individual dari seorang ilmuwan. Bebas nilai

berarti dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti

mengambil jarak dengan semesta dengan bersikap imparsial-netral. Sedangkan

netral berarti ilmu tidak memihak pada selain dirinya sendiri.

Selain itu paradigma netralitas sain juga penting untuk dikaji karena

pemahaman ini terkait dengan dengan pemahaman sains, di mana banyak sekali

aspek kehidupan manusia yang diatur secara langsung oleh sains. Paham bahwa

sains itu netral atau terikat oleh nilai akan mempengaruhi hubungan cara kerja sains

dan manusia itu sendiri.

10
Ide netralitas ilmu pengetahuan baru mendapat legitimasinya pada zaman

modern ketika muncul Filsafat Positivisme yang dimotori oleh Auguste Comte

dimana pemikiran-pemikirannya tertuang dalam bukunya yang berjudul “The

Course of Positive Philosophy” yang berisi garis-garis besar prinsip positivisme-

nya.Ia berpendapat bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai

dengan hukum alam (natural law). Tanpa ada pengaruh apapun di luarnya (objektif)

karena realitas itu independen dari subjek. Dengan begitu paham ini juga

mengenyampingkan realitas metafisika, termasuk di dalamnya mitologi dan hal-hal

yang bersifat esoteris lainnya seperti nilai.

Diantara ciri-ciri positivisme adalah bahwa ilmu pengetahuan dipandang

sebagai sesuatu yang ‘bebas nilai’ atau ‘netral’ atau ‘objektif’. Inilah yang menjadi

dasar prinsip filosofis pemikiran positivisme. Paham ini mencoba memberi garis

demarkasi antara fakta dan nilai. Fakta berdiri sendiri di luar nilai. Dengan begitu

subjek peneliti harus mengambil jarak dengan realita dengan bersikap imparsial-

netral. Ciri lainnya adalah ‘mekanisme’, yaitu paham yang mengatakan bahwa

semua gejala alam dapat dijelaskan secara mekanikal-determinis seperti layaknya

mesin.

Posistivisme telah menjadi wacana filsafat ilmu yang dominan diterapkan

pada berbagai sains hari pada abad ini. Hingga dari semakin pervasifnya dominasi

tersebut, positivisme bukan hanya menjadi bagian dari paham filsafat ilmu,

menurut Ian Hacking ia juga telah dianggap menjadi semacam agama baru, karena

ia telah melembagakan pandangan-pandangan menjadi doktrin bagi berbagai

bentuk pengetahuan manusia, dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas

nilai, objektif, dan sekularismenya.10

10
Suria sumantri jujun s, Filsafat ilmu sebuah pengantar popular, Jakarta: Pustaka sinar
11
Meski demikian paham ini mendapat sorotan tajam dari kalangan ilmuwan.

Dari beberapa pemikir yang mempermasalahkan tersebut adalah Karl R. Popper,

para filsuf Frankfurt Schule, Feyerabend, N. A. Withehead, Nashr, Al-Attas, Paul

Illich dan lainnya. Mereka menemukan fakta bahwa ilmu itu mesti terikat oleh

nilai, subjek dan tidak netral. Di balik klaim bebas nilai, tersembunyi nilai-nilai

ideologis yang mempunyai maksud tersendiri. Ada beberapa pendalaman terkait

dengan netralitas ilmu yang diantaranya :

1. Netralitas ilmu dalam ontology

Ontologi adalah salah salah satu diantara lapangan penyelidikan filsafat


yang paling kuno, awal mula alam pikiran barat sudah menunjukan munculnya
perenungan dibidang ontologi. Apa yang ingin diketahui oleh ilmu, Atau dengan
lkata lain apakah yang menjadi telaah bidang kajian ilmu adalah hal-hal yang
dibahas ontology. Menurut jujun obyek penelaah ilmu mencakub seluruh aspek
kehidupan yang dapat diuji oleh panca indr manusia dalam batas-batas tersebut
maka ilmu mempelajari obyek empiris. Karena dalam bidang ini kewenangan
ilmu hanya dalam batas empiris, maka ilmu itu netral, dan pada tataran ini pula
ilmuan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada
hakikatnya mengharuskan dia menentukan sikap. Kenetralan atau kebebasan ilmu
yang dituntut tidak sama dengan ketidak terikatan mutlak, akan tetapi kenetralan
disini adalah diberlakukanya nilai khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan.
Karena kebenaran dijunjung tingi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara
murni dan semua nilai lain dikesampingkan.

2. Netralitas ilmu dalam epistimologi


Apa untungnya bila sain itu netral? Bila sain itu kia angap netral, atau
kita mengatakan bahwa sain sebaiknya netral netral keuntunganya adalah
perkembangan sain akan cepat terjadi. Karena tidak ada yang menghambat atau
menghalangi peneliti memilih dan menetapkan obyek yang hendak diteliti, cara
meneliti dan mengunakan produk penelitian. Orang yang mengangap sain tidak
netral akan dibatasi oleh nilai dalam memilih obyek penelitian, cara meneliti dan
mengunaka hasil penelitian.

12
Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melelui proses tertentu yang
dinamakan metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan
buah pikiran lainya atau dengan perkataan lain ilmu adalah pengetahuan yang
diperoleh melelui metode keilmuan. Metode menurut Senn sebagaimana dikutib
Jujun, merupakan produser atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai
lagkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu kajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metode ini
secara filsafati termasuk apa uyang diamakan epistimologi. Epistimologi dalah
pembahasan bagaimana kita mendapatkan pengetahuan: Apakah sumber-sumber
pengetahuan? Apakah manusia dimungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan?
Sampai mana mungkin pengetahuan yang ditangkap manusia.
Kenetralan seorang ilmuan disebabkan angappannya bahwa ilmu
pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah pada penemuan
selanjutnya. Kemajuan ilmu pengetahun tidak melelui loncatan loncatan yang
tidak berketentuan melainkan melalui proses kumulatif yang teratur. Dengan
demikian usaha menyembunyikan kegiatan kegiatan kebenaran dalam kegiatan
ilmiah merupakan kerugian bagi kemajuan ilmu pengetahuan seterusnya , dalam
penemuan ini ilmu itu bersifat netral. Dri aspek inilah pengetahuan terbebas dari
aspek-aspek yang mengikat
Seoarang ilmuan tidak boleh memutar balikan penemuanya bikla
hipotesisnya yag dijunjung tingi yang disusun diatas kerangka pemikiran yang
terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantaklan karena bertentangan
dengan fakta-fakta pengujian. Disini hitam dikatakan hitam dan putih dikatakan
putih apapun juga konsekuensinya bagi obyek moral yang mendorong dia untuk
melekukan penelaahnya, penyimpangan dalam halini merupakan pelangaran
moral yang sangat dikutuk dalam masyarakat ilmuan.

3. Netralitas Ilmu dalam Aksiologi


Yang paling merugikan umat manusia adalah bila paham sain netral itu
telah menerapkan pemahamanya pada aspek aksiologi. Mereka dapat saja
mengunakan hasil penelitianya untuk keperluan apapun tanpa mempertimbangkan
nilai.
Paham sain netral sebenarnya tidak telah melawan atau menyimpang dari
maksud penciptaan sains. Tadinya sains dibuat untuk membantu manusia dalam
13
menghadapi kesulitan hidupnya. Paham ini sebenarnya telah bermakna bahwa
sains itu tidak netral, sains memihak pada kegunaan membantu menyelesaikan
kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Sementara itu paham sains netral terus
justru akan memberikan kesulitan bagi manusia menyelesaikan kesulitan yang
dihadapi manusia. Kata kunci terletak di aksiologi sain yaitu ini: peneliti akan
membuat teori, sebenarnya ia telah berniat membantu manusia menyelesaikan
masalah dalam kehidupanya, mengapa justru demikian temuanya dapat
menambah masalah bagi manusia? karena karena ia menganut sain netral padahal
sebenarnya seharusnya ia menganut sain yang tidak netral.
Berdasarkan uraian sederhana diatas diatas dapatkah ditarik kesimpulan
bahwa yang paling bijaksana ialah kita memihak atau memilih paham bahwa sain
tidaklah netral. Sain itu bagian dari dari kehidupan, sementara kehidupan itu
secara keseluruhan tidaklah netral.
Paham sain tidak netral adalah paham yang sesuai dengan ajaran semua
agama dan sesuai pula dengan niat ilmuan tatkala menciptakan teori sain. Jadi
sebenarnya tidak ada jalan bagi penganut sain netral.11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Kattsorf Louis O, Pengantar Filsafat,Yokyakarta: Tata wicara, 1995

14
Etika adalah suatu pengetahuan yang diharapkan dapat mengurangi

perilaku penyimpangan sosial di lingkungan masyarakat. Ilmu pengetahuan

dikembangkan bukan semata-mata untuk memajukan ilmu pengetahuan, tetapi

juga demi menjawab berbagai persoalan hidup manusia. Dalam membangun suatu

masyarakat ilmiah diperlukan kemampuan berpikir kritis dan rasional.

ilmu sungguh fleksibel dan biaskepentingan. Sesuatu yang

menuntun kita pada arah kebahagiaan dan tujuan yang sesungguhnya.

Netralitas ilmu pengetahuan yang terpasung seperti ini jelas menepis adanya

dikotomi dalam tubuh ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan kata lain

bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya tidaklah bebas nilai dan selalu

diiringi oleh berbagai kepentingan yang melatarinya. Dengan begitu, maka

nilai dari ilmu pengetahuan akhirnya tergadaikan.

B. Saran

Kami menyadari dalam penyusunan dan penyulisan makalah ini terdapat

banyak sekali kekurangan dan kesalahan oleh karena itu kami siap menyerima

kritik dan saran dari pembaca dan pendengar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Muhammad. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu

Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2014

Hamersma, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 2008

Kwee Berling, Mooij Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu. Yokyakarta: Tiara wacana,
2003
Keraf, A Sonny dan Mikhael Dua. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.

Yogyakarta: Kanisius. 2001.

Kattsorf Louis O, Pengantar Filsafat,Yokyakarta: Tata wicara, 1995

Keraf, Sony, dan Mikhel Dua, (2001). Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis.
Yogyakarta: Kanisius.

Redaksi, Tim KBBI, (1997). Kamus Besar Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

Suria sumantri jujun s, Filsafat ilmu sebuah pengantar popular, Jakarta: Pustaka sinar

Sumantri, Jujun S., (tt.) Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.

Suseno, Franz Magnis, (1992). Filsafat Sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Kanisius.

The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu .Yogyakarta: Liberty. 1997.

Jujun S Sumantri, Ilmu dalamperspektif. Jakarta: Obor.

Anda mungkin juga menyukai