Anda di halaman 1dari 4

Belakangan ini banyak orang yang menganggap bahwa biaya pendidikan yang mahal

berarti kualitasnya sangat bagus artinya output mahasiswa yang dihasilkan lebih
berkualitas dari pada kuliah yang biayanya relatif murah.
Sebenarnya Mutu pendidikan(khususnya dalam dunia perkuliahan) tergantung pada
Dosen yang menyampaikan materi dan kekreatifan dari mahasiswa tersebut juga sangat
berpengaruh pada mutu pendidikan yang dihasilkan oleh Akademi tersebut, bukan dari
biaya yang sangat mahal.karena Dosen yang mengajarpun sama-sama S2, dan memilki
keprofesional dalam mengajar.
Mahasiswa dalam mencari ilmu di perkuliahan berbeda dengan Anak SMA/SMK,
mahasiswa lebih ditekankan pada kekreatifan diri dalam mengembangkan ilmu yang di
peroleh dari perkuliahan artinya dosen menyampaikan meteri dan mahasiswa
mengembangkan ilmunya dengan sumber berbagai buku yang bersangkutan dari
materi tersebut, sedangkan model pembelajaran Anak SMK/SMA lebih ketat dalam
pengawasan dari pihak guru, artinya seorang siswa di paksa untuk memahami materi
yang disampaikan oleh guru karena biasanya setelah pembahasan satu Bab habis
kemudian dilanjutkan dengan ulangan harian.
Tidak hanya itu saja pengetahuan bisa di dapat dengan membaca berbagai sumber
ilmu, tapi pengalaman organisasipun juga mempengaruhi pengetahuan, misalnya dalam
kampus: ikut organisasi dema,ikut program ukm,ikut program dari perkuliahan,dll. Kalau
di luar kampus: ikut aktif dalam organisai IPNU,IPM,pemuda karang taruna,IRMAS,dll.
Sehingga selain dalam pemahaman materi mahasiswa juga bisa
mengembangkan/mencari ilmunya lewat organisasi.
Kesimpulannya bahwa bagus atau tidaknya kualitas mahasiswa tergantung pada
kekreatifan masing-masing bukan tergantung pada kemahalan biaya pendidikan.

http://stikap.com
Di era globalisasi saat sekarang ini dimana persaingan semakin ketat, banyak orang
menghalalkan segala cara untuk memperoleh kesuksesan. Tidak sedikit yang
menyatakan “mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal”. Permasalahan
ini hampir menyangkut semua lini kehidupan mulai dari tingkat bawah sampai atas.
Mahasiswa sebagai pribadi terdidik memiliki tanggungjawab untuk ikut serta dalam
menghadapi permasalahan sosial yang melanda negeri ini.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin
mencapai 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen, pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta jiwa
atau 15,42 persen. Meskipun jumlahnya menurun namun angka itu tetap terhitung
jumlah yang cukup tinggi. (Koran Tempo, 4 Maret 2009)
Tahun 2000 jumlah pengangguran lulusan universitas mencapai 277.000 orang, pada
tahun 2001 meningkat menjadi 289.000, pada tahun 2005 mencapai 358.000.
Sedangkan untuk tingkat SLTA menurut BPS pada bulan Agustus 2008 tercatat sebanyak
9,39 juta orang (8,39%) dari total angkatan kerja sekitar 111,4 juta orang. (Kompas, 22
September 2006)
Kondisi sosial-ekonomi yang sulit seperti ini tidak menutup kemungkinan akan
membangun paradigma “mencari yang halal susah”, jika keadaan terus berlanjut maka
akan membangun paradigma “mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang
halal”. Paradigma yang terakhir ini sudah menjadi slogan sebagian orang, jangan sampai
akan menjadi paradigma baru lagi yaitu “Halal atau haram yang penting bisa bertahan
hidup”
Iman Sebagai Pondasi Menghadapi Masalah Sosial
Merujuk dari asal kata iman yang biasa diartikan dengan percaya, iman berasal dari akar
kata yang sama dengan “aman” dan “amanat”. Karenanya iman harus membawa rasa
aman dan menjadikan seseorang mempunyai dan menjalankan amanat. Agar iman yang
dimiliki seseorang dapat menumbuhkan adanya perasaan aman serta semakin
menjadikannya mempunyai amanat, sesungguhnya tidak cukup, bahkan tidak bisa
hanya bermodal percaya semata. (Nasihun Amin, 2009 : 85).
Imam Ahmad, Malik, dan Syafi’i berpendapat arti iman adalah: “Iman adalah sesuatu
yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota
tubuh”
Jika melihat definisi iman di atas maka syetan tidak dapat dimasukkan kedalam kategori
beriman. Karena syetan percaya kepada Allah hanya sebatas meyakini dengan hatinya,
dan mengucapkan dengan lisannya tanpa menerapkannya ke dalam perilakunya sehari-
hari.
Konsekuensi dari iman yang harus menciptakan seorang yang amanat dan menciptakan
rasa aman sesungguhnya sudah merupakan tugas manusia terutama bagi para
mahasiswa yang bergelut dalam bidang keilmuan dan sebagai makhluk yang telah
diberikan bekal berupa akal oleh Allah SWT. Ketika amanat telah diberikan, maka
selanjutnya sudah merupakan kewajiban manusia untuk melaksanakan amanat. Dalam
menjalankan amanat, sisi hukum ikut berperan serta demi terlaksananya amanat. Allah
SWT berfirman :
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa : 58)
Kesempurnaan penciptaan manusia dengan diberikan akal oleh pencipta untuk
mengelola dan memakmurkan alam semesta, masih memerlukan hukum sebagai
pembatas bagi manusia agar tidak melampaui batas. Hal ini karena manusia juga
memiliki kecenderungan untuk berbuat kerusakan di maka bumi atau dengan kata lain
manusia memiliki kecenderungan untuk tidak melaksanakan amanat yang telah
diberikan. Kecenderungan ini tidak lepas dari unsur jasmaniyah manusia yang terbuat
dari tanah yang lebih condong kearah nafsu dari pada unsur ruh manusia yang lebih
condong kepada urusan ilahiyah.
Implementasi Iman dalam Masalah Sosial
Iman bukan saja yakin dalam hati dan mengucapkan dengan lisan terhadap apa yang
disampai oleh Rasulullah tapi juga melaksanakan melalui perbuatan dengan
melaksanakan segala amanat sehingga dapat menciptakan rasa aman bukan saja bagi
dirinya sendiri tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya. Implementasi iman yang demikian
akan memecahkan segala masalah sosial yang ada.
Kebodohan yang melanda akan dapat diatasi jika benar-benar iman kepada ayat yang
berbunyi “Iqro !” (bacalah !) baik membaca dalam artian luas maupun sempit.
Pengangguran dapat berkurang drastis dengan mengamalkan ayat “Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi , dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Aljumuah : 10).
Kemiskinan dapat ditekan dengan iman kepada hadits “Carilah duniamu seakan-akan
kamu akan hidup selamanya dan carilah akhiratmu seakan-akan kamu akan mati besok”
Mahasiswa Sebagai Ujung Tombak Kemajuan
Mahasiswa yang umumnya adalah anak muda dan tentunya juga berjiwa muda haruslah
memiliki semangat maju yang pantang menyerah. Gemblengan universitas haruslah
menjadikan mahasiswa insan yang tahan banting dan dapat mengatur arus zaman
menuju ke arah yang lebih baik dan lebih maju, bukan menjadi insan yang lembek yang
selalu terbawa arus sehingga tidak dapat menentukan arah sendiri melainkan selalu
mengekor kepada orang lain.
Masih segar diingatan kita bagaimana kekuatan orde baru dapat dihancurkan oleh
kekuatan mahasiswa yang peduli dengan kondisi sosial negaranya. Ini menandakan
peran serta mahasiswa sangat luar biasa urgent. Sebegitu urgentnya peran mahasiswa
dalam mengukir sejarah negeri ini jangan sampai menjadi kurang indah bagi mahasiswa
itu sendiri dengan turut menyumbang angka pengangguran terdidik setelah ia lulus
kuliah.
Untuk bertanggungjawab terhadap masalah sosial sekitarnya, seseorang terutama
seorang mahasiswa harus dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Itu semua
dapat terlaksana manakala yang bersangkutan memiliki iman yang mantap sehingga
dapat mengimplementasikan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam itu sendiri. Tidak
hanya sekedar keyakinan dalam hati dan ucapan dengan lisan tetapi juga dibuktikan
melalui tindakan nyata.
Setelah Globalisasi mendatangkan masalah yang tidak sedikit untuk dihadapi.
Persaingan ketat yang dilakukan kebanyakan hanya untuk menguntungkan diri pribadi.
Perjuangan yang telah dilakukan oleh para nabi seharusnya menunjukkan kepada
umatnya bahwa kesuksesan yang sesungguhnya bukanlah apa yang diperoleh oleh diri
pribadi saja melainkan juga lingkungannya.
Semua manusia saling terhubung satu dengan lainnya, sehingga untuk menjadi pribadi
yang benar-benar bertanggungjawab, manusia harus saling mengingatkan satu sama
lain dengan nasihat menasihati dalam kebenaran dan nasihat menasihati dalam
kesabaran, seperti yang tercantum dalam surat Al-‘Ashr dan akhirnya melaksanakan
perintah kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Adalah tugas utama
mahasiswa untuk kembali mengokohkan iman dan mengimplementasikan iman dalam
kehidupan.

http://stikap.com

Anda mungkin juga menyukai