Anda di halaman 1dari 14

Lensa Budaya, Vol. 12, No. 2, Oktober 2017.

15 - 28 Edisi of
Lensa Budaya: Journal Khusus Persembahan
Cultural Untuk
Sciences, 12(2), OktEdward
2017 L Poelinggomang
ISSN: 0126 - 351X

KERAJAAN BONE DALAM LINTASAN


SEJARAH SULAWESI SELATAN
(SEBUAH PERGOLAKAN POLITIK DAN KEKUASAAN
DALAM MENCARI, MENEMUKAN, MENEGAKKAN DAN
MEMPERTAHANKAN NILAI-NILAI ENTITAS
BUDAYA BUGIS)

Anzar Abdullah
Jurusan Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar

Abstrak
Tujuan penulisan ini ialah, untuk mendeskripsikan bagaimana Bone sebagai sebuah kerajaan me-
megang peranan penting dalam konteks hubungan kekuatan politik dan kekuasaan di Sulawesi
Selatan, setidaknya pada kurun waktu abad ke 13 sampai abad ke 16 Masehi. Bone sebagai sebuah
kerajaan besar, mampu eksis hingga memasuki abad ke-XX. Meskipun pada paruh pertama abad
ke-XX itu, Bone sebagai kekuatan politik dan kekuasaan praktis berakhir, karena telah dikuasai
oleh Belanda pada tahun 1905. Kerajaan Bone selama kurang lebih empat abad lamanya, tampil
memegang hegemoni kekuasaan di Sulawesi Selatan pasca Perjanjian Bongaya 1669. Sejak itu
pula, Bone merupakan saingan terberat Kolonial Belanda dalam menanamkan pengaruh politi-
knya di Sulawesi Selatan. Dalam melakukan analisis sejarah Bone, penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode historis melalui empat tahapan, yaitu: heuristic, kritik, interpretasi, dan his-
toriografi. Hasil penelitian menunjukkalah bahwa Bone sebagai salah satu kerajaan terbesar di
Sulawesi Selatan, telah mengalahkan Kerajaan Gowa dan menggantikan posisinya sebagai pemim-
pin dan pemegang hegemoni politik di Sulawesi Selatan dan kawasan Timur Nusantara Pasca
Perjanjian Bongaya 1669-1905 M.

Kata kunci: Bone dalam lintasan Sejarah Sulawesi Selatan.

Abstract
This paer is aimed to describe how Bone as kingdom plays an important role in the context of po-
litical strength and power in South Sulawesi, at least during the period of 13 th century AD. Bone as
a great kingdom, able to exist until well into the twentieth century. Althought the first half of the
century, Bone as a political strength and practical power ends, because it has been controlled by the
Dutch in 1905. The kingdom of Bone for more than four centuries appeared holding a hegemonic
of power in South Sulawesi after the Bongaya Agreement in 1669. Since also, Bone is the heaviest
rival of Dutch colonial to give its political influence in South Sulawesi. In analyzing the history
Bone, the study was done by using historical methods through four stages; heuristic, criticism, in-
terpretation, and historiografhy. The results of study showed that Bone as one of the greatest king-
dom in South Sulawesi has defeated the kingdom of Gowa and substituting its position as leader
and holder of political hegemony in South Sulawesi and the eastern part of the archipelago post
Bongaya Agreement in 1669-1905.

Keywords: Bone in the history passage of South Sulawesi.

Author correspondence
Email: anzarabdullah91@yahoo.co.id
Available online at http://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb1
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

PENDAHULUAN angkat menemui tomanurung untuk men-


Kerajaan Bone, yang sekarang ini menjadi gangkatnya sebagai raja Bone (lihat, Ed-
Kabupaten Administratif Bone, pada ward. L.Poelinggomang., et.al. Sejarah
zamannya adalah gabungan dari unit-unit Sulawesi Selatan Jilid 1 (Cet.I, Makassar:
atau persekutuan politik yang disebut Balitbangda, 2004/2005), h.32-33).
“anang” yang dipimpin oleh seorang Setelah rakyat Bone sampai di ha-
“matoa anang”. Selanjutnya dari anang ini dapan “tomanurung”, mereka memohon
terbentuk sebuah “wanua” (negeri), agar tomanurung bersedia menjadi Raja
seperti Wanua Ujung, Wanua Tibojong, Bone. Namun orang yang dimintai ke-
Wanua T’a, Wanua Tanete Riattang, sediaannya itu, menolak untuk menjadi
Wanua Tanete Riawa, Wanua Ponceng, raja, karena alasannya dia hanyalah orang
dan Wanua Macege. Ketujuh wanua biasa. Tetapi, tomanurung tersebut juga
inilah yang kemudian disebut “ade pitu’e”. menawarkan sesuatu, bahwa jika rakyat
Setiap pembentukan kelompok wanua Bone menginginkan seorang Raja sebagai
sangat dimotivasi oleh rasa ikatan seketu- pemimpin, maka ia bisa membawa
runan dari nenek moyang yang sama dan mereka bertemu langsung dengan calon
membentuk persekutuan territorial yang raja tersebut. Selanjutnya mereka rakyat
tertutup terhadap persekutuan territorial Bone dibawa untuk bertemu langsung
lainnya, dalam system kehidupan patri- dengan calon Raja ke daerah yang dina-
monial (garis keturuan, genealogy dari makan Matajang. Sesampainya di sana,
pihak ayah). Implikasinya menciptakan terlihatlah seorang lelaki duduk ber-
konflik di antara sesama wanua. pakaian kuning di atas batu, yang oleh
Proses lahirnya Bone sebagai se- rakyat Bone disebut “napara” bersama tiga
buah kerajaan, di awali dengan kisah ke- orang pengikutnya, yang masing-masing
hadiran seorang “Tomanurung” sebagai bertugas mengipasi, memayungi, dan
seorang penguasa sentral di Kerajaan membawakan tempat sirih.
Bone. Sebagai sebuah entitas atau bangsa, Rombongan rakyat Bone pun lang-
maka sebelum “tomanurung” bersedia sung memohon kepada lelaki yang sedang
diangkat menjadi raja, maka harus ada duduk di atas batu “napara” itu agar
kesepakatan melalui ikrar atau sumpah bersedia menjadi Raja di Bone. Maka le-
antara “tomanurung” dengan penguasa laki itupun berkata “teddua nawa-
dari tujuh wilayah Wanua tadi. nawaoo” (artinya: orang setia), dan
Munculnya “tomanurung” sebagai “temma’belleo” (artinya: tidak memungkiri
pemimpin di kerajaan Bone, dikisahkan segala janji). Setelah ikrar atau janji itu
dalam sejarah lontarak, bahwa sebelum diucapkan, maka lelaki itupun resmi
kedatangan tomanurung, terjadi hujan diangkat menjadi Raja, sehingga ia pun
badai dan petir yang sambung menyam- “malleke’ dapureng’ni Manurung’e (artinya:
bung selama tujuh hari tujuh malam. Sete- memindahkan Manurung’e ke Bone) dan
lah hujan reda, muncullah sosok seorang kemudian menjadi Raja Bone I di sana.
manusia di suatu tempat yang mengena- Sesampainya di Bone (tepatnya “tanah
kan jubah putih dn berdiri di tengah- bangkala’e), yang sekarang ini menjadi
tengah padang luas. Oleh karena pen- lapangan Merdeka Watampone. Ditempat
duduk tidak mengenal asal-usul orang inilah didirikan Istana Raja untuk Manu-
tersebut, maka penduduk menyebut seba- rung’e.
gai “tomanurung” (orang yang turun dari
langit, dari kayangan). Maka setelah itu PROSES PERTUMBUHAN DAN
berkumpullah rakyat Bone, dan melaku- PERKEMBANGAN KERAJAAN
kan perundingan dengan kesepakatan ber- BONE

16
2
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Raja Bone atau Arung Pone, Manurung’e Panre Bessi’e. Disebut Petta Panre Bessi’e
ri Matajang yang begelar Mata Silompo’e. (Pandai Besi) karena dialah Raja Bone
Raja ini memerintah selama kurang lebih yang mula-mula menciptakan alat dan
40 tahun lamanya (1330-1370 M). Mata perkakas dari besi. Ketika La-Ummase
Silompo’e kawin dengan Manurung’e ri bepergian, ia selalu dinaungi tameng yang
Toro, yang bernama Tenriawaru. Dari terbuat dari besi untuk melindungi dir-
pernikahannya ini lahirlah lima orang inya, baik dari panas maupun hujan.
anak, masing-masing bernama: La- Sebagai Raja Bone II, ia melakukan
Ummasa, Pattanra Wanua, Tenri Salogo, ekspansi atau perluasan wilayah taklukan
We Arattiga, dan Isamateppa (lihat Dar- di sekitarnya. Anro Biring, Matajang,
was Rasyid, Latenritatta Arung Palakka Biru, Macege, dan Cellu (dikisahkan
dalam Konteks Sejarah Sulawesi Selatan dalam Lontara Akkureng ri Bone). Politik
(Cet.I, Ujung Pandang: Balai Kajian Se- ekspansinya berhasil menaklukkan kera-
jarah dan Nilai Tradisional Sulawesi Sela- jaan kecil tetangganya tadi, seperti:
tan, 1994), h.59). Macege, Biru, Matajang, Anro Biring,
Setelah Manurung’e ri Matajang Cellu, Palakka, dan Tanete Riattang
menjadi Raja Bone I, barulah ketertiban (lihat, Darwas Rasyid, Latenritatta Arung
dan keamanan dapat ditegakkan, dan ke- Palakka, h.61).
sejahteraan rakyat dapat dikembalikan. La-Ummase tidak memiliki putera
Ditetapkannya Manurung’e sebagai Raja mahkota yang kelak bisa menggantikan
Bone, kemudian disusul pula pembentu- kedudukannya sebagai Raja Bone atau
kan Dewan Penasehat Raja, yang disebut Mangkau’ di Bone. Dia hanya memiliki
“Ade’ Pitu’e, yang artinya Dewan Hadat anak perempuan, masing-masing ber-
Tujuh. Disebut Dewan Hadat Tujuh, nama: To Sulle dan To Sulewakkang dari
karena anggota-anggotanya terdiri dari isterinya yang berasal dari orang biasa,
tujuh komunitas Wanua. Dengan bantuan bukan keturunan bangsawan. Oleh karena
Ade’ Pitu’e, Raja Bone I membuat pera- itu, setelah dia tahu bahwa We Pattanra
turan dan perundang-undangan bagi kera- Wanua akan melahirkan (saudara perem-
jaan. Raja Bone I menegakkan hukum puan La-Ummase), maka La-Ummase
dan adat istiadat untuk menegakkan keter- menyuruh anaknya ke Palakka ke rumah
tiban masyarakat. Selama pemerin- saudaranya yang diperisterikan oleh
tahannya, rakyat Bone mencapai tingkat Arung Palakka La Pattikkeng. We Pat-
kesejahteraan hidup makmur. Pada suatu tanra Wanua pun melahirkan seorang
hari, Raja Bone I atau Arungpone Mata anak laki-laki yang kemudian diberi nama
Silompo’e ini telah mangkat dengan cara Lasaliyu Karampeluwa.
gaib menghilang entah kemana. Rakyat Setelah Lasaliyu Karampeluwa de-
Bone menyebutnya “mallajang (lihat, wasa, maka beliau mengambil alih tam-
h t t p : / / puk pemerintahan kerajaan Bone dari tan-
sejarah.kompasiana.com/2011/04/22/ gan kedua sepupu perempuannya. Dalam
riwayat-raja-bone).” Lontarak Akkarungeng ri Bone,diebutkan
Setelah Arung Pone Mata Silom- bahwa Lasaliyu Karampeluwa (1424-
po’e Raja Bone I mangkat, beliau diganti- 1496 M) adalah Arungpone (Raja Bone)
kan oleh puteranya yang bernama La- III yang menggantikan pamannya, La-
Ummase’. Dalam Lontara Akkarungeng Ummase.Dia diberi gelar “Makkaleppi’e-
ri Bone, La-Ummase (1358-1424), disebut- Massulappe Lawelareng atau Petta Lawe-
kan bahwa dialah yang menggantikan lareng.” Sebagai raja Bone ke III, Lasaliyu
Manurung’e ri Matajang sebagai Arung Karampeluwa melanjutkan politik
Mangkau di Bone. Beliau bergelar “Petta ekspansi pendahulunya, bahkan lebih gen-

17
3
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

car dan berhasil menduduki serta menak- Lasaliyu Karampeluwa Raja Bone III dari
lukkan kerajaan kecil disekitarnya, seperti: isteri keduanya yang bernama We Tenri
Pallengoreng, Sinring, Melle, Sancereng, Roppo Arung Paccing. Inilah untuk per-
Corawali, Apala, Bakke, Attang Salo, tama kalinya Kerajaan Bone dipimpin
Soga, Lampoko, Lemoape, Parippung, oleh seorang perempuan. We Benrigau
Lempu, Limampanua Rilau Ale’, Daeng Marowa Makkaleppi’e, naik tahta
Barebbo, Pattiro, Cinennung, Ureng, Pas- menggantikan ayahnya dengan gelar Bissu
sempe, Kaju, Ponre, dan Aserabate’ Ria- Lalempili . Di masa pemerintahan Raja
wang Ale’. Bone IV, We Banrigau Daeng Marowa
Dari data-data sejarah yang Makkaleppi’e yang bergelar Bissu Lalem-
diperoleh dari Lontara Akkarungeng ri pili, kerajaan Bone mencapai stabilitas
Bone, menunjukkan bahwa raja Lasaliyu dalam negeri yang mantap, kesejahteraan
Karampeluwa, Raja Bone III telah men- rakyat terjamin, hasil-hasil pertanian
guasai wilayah yang luas menurut ukuran melimpah. Raja perempuan pertama dari
kekuasaan pada waktu itu. Konsek- kerajaan Bone ini memerintah dari tahun
wensinya, ialah organisasi pemerintahan 1470-1489 M. Raja Bone IV ini, tidak
harus ditingkatkan. Untuk itu Lasaliyu melanjutkan pendahulunya dalam melan-
membagi wilayah pemerintahan Kerajaan carkan ekspansi atau perluasan wilayah
Bone menjadi tiga wilayah administrative, kekuasaan, tetapi beliau aktif dalam usaha
sesuai dengan pembagian warna bendera memperluas dan mengintensifkan lahan
Kerajaan Bone. Pertama, negeri-negeri pertanian rakyat kerajaan. Misalnya, be-
yang memakai bendera “Worongporong”, liau membeli gunung (bulu’) Cina untuk
wilayahnya adalah: Matajang, Maroang- dijadikan lahan pertanian, dengan menu-
ing, Bukaka Tengah, Kawerrang, Pallen- karnya 90 ekor kerbau; dan sawah di seki-
goreng, Macege. Wilayah ini semuanya tar kampung Lalliddong dengan menu-
dibawah koordinasi Matoa Matajang. karnya 30 ekor kerbau (lihat, Darwas Ra-
Kedua, negeri-negeri yang memakai syid, Latenritatta Arung Palakka, h.61).
bendera umbul merah di sebelah kanan Meskipun usahanya begitu keras
Worongporongng’e. Wialayahnya ialah: dalam menciptakan kesejahteraan rakyat
Paccing, Tanete, Lemo Ape, Masalle, dan kerajaan, di masa pemerintahnnya terjadi
Belawa. Semua wilayah ini dibawah koor- pemberontakan yang dilakukan oleh La
dinasi Kajao Ciung. Ketiga, negeri-negeri Dati Arung Katumpi, karena persoalan
yang memakai umbul merah di sebelah pembelian areal persawahan; tetapi pem-
kiri Worongporong’e, yaitu: Arasoe, Ujung, berontakan itu dapat dipadamkan. Setelah
Ponceng, Ta’, Katumpi, Padaccengnga, memerintah selama kurang lebih 20 tahun
dan Madello. Wilayah ini dibawah koor- lamanya, beliau kemudian menyerahkan
dinasi Kajao Araso’e (lihat, Darwas Ra- kekuasaan pemerintahan kepada puter-
syid, Latenritatta Arung Palakka, h.61). anya yang bernama Latenrisukki. Setelah
Sejalan perkembangan kerajaan pelantikan sebagai Raja Bone V, Latenri
Bone, kebijakan mengenai pertanahan dan Sukki bersama keluarganya meninggalkan
hukum warisan diumumkan secara resmi pusat kerajaan, dan pergi menetap di Cina
untuk menjamin stabilitas keamanan dan hingga beliau menghilang dan diberilah
ketertiban rakyat kerajaan. Setelah genap gelar Mallajang ri Cina. Mengenai kasus
berusia 70 tahun Arungpone III, ia ke- ini, informasi kesejarahan belum mene-
mudian mengumumkan kepada rakyat mukan titik terang tentang kebenaran in-
Kerajaan Bone, bahwa raja berikutnya formasi tersebut. Karena ada pertanyaan”
adalah We Banrigau Daeng Marowa Cina yang mana yang dimaksudkan,
Makkaleppi’e; yakni anak perempuan dari apakah Cina yang ada di daratan Tiong-

18
4
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

kok sana atau Cina yang ada di daerah bahwa pada hakikatnya, Perjanjian Unnyi
Bone sendiri, suatu tempat atau daerah adalah perjanjian persekutuan antara
kecil yang terdapat di pedalaman.” Oleh Bone dan Luwu. Persekutuan semacam
karena itu masih memerlukan penelitian ini, baru untuk pertama kalinya terjadi
sejarah lebih lanjut. dalam sejarah Kerajaan Bone. Arti strate-
Pada masa pemerintahan Raja gis “Polo Malella’e ri Unnyi” bagi Bone ia-
Bone V, Latenri Sukki sebagai pewaris lah sukses di bidang politik dan militer.
tahta dari ibunya, We Benrigau, Laten- Melalui peristiwa tersebut, menempatkan
risukki merupakan Raja Bone pertama Bone dalam posisi strategis dan prestisius
yang disebutkan dalam lontara memiliki yang kuat terhadap kerajaan kecil di seki-
hubungan kerjasama dengan kerajaan be- tar wilayah Kerajaan Bone, bahkan juga
sar lainnya di Sulawesi Selatan. Raja Bone kerajaan lainnya di kawasan Sulawesi Se-
ini memerintah pada akhir abad ke XV latan.
sampai permulaan abad ke XVI M. Di Pada masa pemerintahnnya, Raja
masa pemerintahannya, berhasil memukul Bone V Latenri Sukki, lagi-lagi mengha-
mundur pasukan kerajaan Luwu, De- dapi pemberontakan dari orang-orang
waraja Batara Lattu. Setelah perang sele- Mampu, salah satu kerajaan kecil di seki-
sai (Perang itu dikenal dengan “Perang tar Bone. Namun sekali lagi, pemberonta-
Cellu”), karena pasukan dari kerajaan kan itu dengan mudahnya dapat dipadam-
Luwu berlabuh di Cellu sebelum menyer- kan. Setelah memerintah selama kurang
ang pusat kerajaan Bone. Perang Cellu lebih 27 tahun lamanya, beliau pun wafat.
dimenangkan oleh pasukan Bone. Sebagai penggantinya, ditunjuklah puter-
Pasca Perang Cellu, Raja Bone V, anya yang bernama La Uliyo Bote’E, hasil
Latenrisukki mengadakan perjanjian den- perkawinannya dengan sepupunya We
gan Datu Luwu To Serangeng Dewaraja Tenri Songke, sebagai Raja Bone VI. Di-
yang terkenal dengan Perjanjian “Polo gelar Bote’E, karena putera Raja ini pos-
Malella’e ri Unnyi” (Perjanjian Gencatan tur tubuhnya subur (gempal).
Senjata) di daerah Unnyi, karena terjadi di Pada masa pemerintahan La-Uliyo
kampong Unnyi. Usai perjanjian Polo Bote’E, Kerajaan Luwu kembali menyer-
Malella’e ri Unnyi ini, kedua raja dari ang Bone, namun dikalahkan kembali
Bone dan Luwu kembali ke negerinya oleh tentara Bone. Bone setelah itu mem-
masing-masing. Isi perjanjian di Unnyi peroleh bantuan dari Gowa untuk memer-
tersebut, tidak memuat unsur-unsur yang angi sekutu utama Luwu dan Wajo.
menetapkan pembayaran kerugian perang Tetapi perlu diketahui, bahwa Gowa
dari pihak Luwu (yang kalah perang) ke membantu Bone karena niat tersembunyi,
pada pihak Bone (sebagai pemenang per- yakni ingin merebut kekuasaan di sebelah
ang). Dengan demikian perjanjian per- Timur Semenanjung Sulawesi Selatan.
damaian tersebut menyimpang dari kelazi- Memang belakangan terbukti bahwa
man perjanjian gencatan senjata yang Gowa mengundurkan diri, dan berkonsen-
pada umumnya menetapkan sanksi trasi untuk mencapai tujuannya di Se-
kerugian perang yang harus dibayar oleh menanjung Barat Sulawesi Selatan. Pada
Negara agressor terhadap Negara yang masa pemerintahan La-Uliyo Bote’E ini
kalah perang. Ini menunjukkan pendeka- pula Bone mulai diincar oleh Gowa.
tan diplomasi secara kekeluargaan dari La-Uliyo Bote’E sebagai Raja Bone
Latenrisukki raja Bone V ini sangat jitu VI, pada masanya inilah untuk pertama
dan berhasil. kalinya dalam sejarah Bone, seorang Raja
Berdasarkan hasil telaah dari nas- di dampingi oleh Juru Bicara Kerajaan,
kan perjanjian Unnyi, dapat disimpulkan yakni Kajao Lalliddong (Kajao Laliddong

19
5
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

adalah sebuah gelar bagi seorang pemikir jian ini di dasarkan pada keinginan untuk
politik dan negarawan dari Tanah Bugis mengikat tali persaudaraan ketiga kera-
Bone. Kajao Laliddong pula yang men- jaan Bugis tersebut. Selain itu motivnya
coba menanamkan nilai-nilai atau sifat- ialah untuk bersatu menentang agresi
sifat yang harus dimiliki oleh raja dan Kerajaan Gowa yang merupakan pen-
rakyat, yaitu: Lempu’ (kejujuran), Acca guasa adi daya di daratan Sulawesi pada
(kepandaian, kecerdasan, Assitinajang zamannya.
(kepatutan), Getteng (keteguhan pada Sebelum perjanjian dilakukan oleh
prinsip), Reso (usaha, kerja keras), ketiga triple alliance, Bone, Soppeng, dan
Siri’ (harga diri, martabat)). Pada masa Wajo ini, memang pada pemerintahan
pemerintahannya diadakan perjanjian Raja Bone VII, Latenri Rawe Bong-
dengan Gowa dibawah kepempinan raja kang’nge telah terjadi beberapa kali seran-
Gowa Karaeng To Mapparisi Kallonna. gan militer dari Kerajaan Gowa yang dise-
Peristiwa perjanjian diplomatic pertama babkan masuknya Bone ke dalam pengga-
antara Bone dengan Gowa, diupacarakan bungan “Tellulimpo’e”, yang terdiri dari
dengan pergelaran senjata sakti dari kedua Luwu, Gowa, dan Bone (lihat, Mattulada,
kerajaan “sitettongenna Sudeng’nge-Lateya Bugis-Makassar: Manusia dan Kebu-
Riduni” di Tamalate. Kunjungan Raja dayaannya (Jakarta: Fakultas Sastra UI,
Gowa secara formal, dan berhasil mem- 1974), h.5).
bentuk hubungan persahabatan bilateral Ketika terjadi peperangan antara
antara Gowa dengan Bone. Dengan Gowa dan Bone; Wajo yang ketika itu
upacara khidmat, memperhadapkan sen- bersekutu dengan Gowa ikut serta dalam
jata kebesaran Kerajaan Bone dan senjata pertempuran melawan Bone. Setelah tiga
kebesaran Kerajaan Gowa di Laccokkong, hari lamanya pertempuran berlangsung,
Watampone, ibu kota Kerajaan Bone pasukan Bone terdesak. Namun berkat
(1538 M). semangat dari pasukan Bone, peperangan
Setahun kemudian, Raja Bone VI berlangsung dengan sengitnya, dan pasu-
La-Uliyo Bote’E melakukan kunjungan kan Gowa yang dibantu pasukan dari
balasan ke Kerajaan Gowa dan berhasil Wajo berhasil dipukul mundur oleh ten-
membentuk dualalliance antara Bone den- tara Bone. Tidak berhenti di situ. Gowa
gan Gowa yang disebut “Ulu Ada’e ri Ta- tampaknya tidak mau menerima kekala-
malate” (Perjanjian Tamalate). Perjanjian han itu, di bawah kepemimpinan Raja
ini berisikan bahwa Bone dan Gowa ber- Gowa Tonibate, ia balik menyerang Bone.
sepakat untuk saling memberikan bantuan Namun Raja Gowa jatuh sakit, dan tewas
militer, bilamana ada diantara mereka setelah kepalanya dipancung oleh tentara
dalam keadaan bahaya, berupa ancaman Bone. Lalu setelah itu, Juru Bicara Kera-
militer dari negeri lain. Peristiwa ini, me- jaan Bone, Kajao Lalliddong mewakili
rupakan kesuksesan di bidang politik dari Bone, dan Karaeng Tallo yang mewakili
Raja Bone V La-Uliyo Bote’E. Setelah Gowa mengadakan pertemuan yang
memerintah selama 25 tahun lamanya, La menghasilkan perjanjian “Cappa’e ri
-Uliyo Bote’E menunjuk puteranya La Caleppa.” Yang isinya tentang penentuan
Tenri Rawe Bongkangng’E sebagai Raja batas wilayah kedua kerajaan, sebagai
Bone VII menggantikan dirinya. pembatasnya ialah Sungai Tangka di Sela-
tan (Nur, 2009: 64).
PERJANJIAN TELLUMPOCCOE Raja Gowa Karaeng Bonto Lang-
Perjanjian Tellumpoccoe, adalah perjan- kasa memberi perintah kepada Arung Ma-
jian yang melibatkan tiga kerajaan Bugis, towa Wajo sebagai abdi Gowa untuk
yaitu Bone, Soppeng dan Wajo. Perjan- mengangkut kayu dari pegunungan Barru

20
6
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

ke pinggir laut untuk dipergunakan Raja Gowa yang mengetahui


mendirikan istana di Tamalate sebagai Ibu bahwa Bone, Soppeng, dan Wajo
kota Kerajaan Gowa. Namun Arung Ma- (BOSOWA) membangun kekuatan baru
towa Wajo merasa tidak senang diperla- dalam perjanjian Tellumpoccpo’e, marah
kukan sewenang-wenang oleh Gowa, dan kemudian berencana menyerang se-
maka perintah itu disampaikan kepada kutunya sendiri, yakni Wajo yang dicap-
Raja Bone. Setelah mendengar hal terse- nya sebagai penghianat. Dua tahun sete-
but, Raja Bone merasa tidak senang juga, lah Perjanjian Tellumpoccoe, Latenri
dan mengajak Arung Matowa Wajo dan Rawe Bongkang’nge (Raja Bone VII)
Datu Soppeng untuk bersama-sama ke wafat karena sakit. Sebagai penggantinya
Barru. Sesampainya di Barru, di sana Raja ialah saudaranya yang bernama La Inca,
Gowa heran melihat ketiga pembesar yang ditunjuk sebagai Raja Bone VIII.
kerajaan Bugis tersebut datang; karena Pada tahun 1585 M, terjadilah perang
yang dia panggil hanyalah Raja Wajo. antara Bone dan Gowa dalam mempere-
Tetapi Raja Bone menjawab, bahwa butkan wilayah pengaruh kekuasaan. Ke-
“orang Wajo takut melewati daerah yang pemimpinan La Inca, tidak sebaik dan
tidak dihuni manusia” (Nur, 2009: 64). setangkas saudaranya Raja Bone VII.
Kemudian Raja Bone, Soppeng, dan Pemberontakan terjadi di mana-mana,
Wajo secara bersama-sama memotong tali hingga akhirnya ia mati di atas tangga is-
pengikat kayu-kayu itu secara bergantian tana setelah berkuasa selama 11 tahun
dengan menyanyikan lagu-lagu, yang inti- lamanya.
nya sesama kerajaan yang terintimidasi Sesuai anjuran dari Arung Mata-
atau dijajah ingin bersatu mengadakan jang, maka ditunjuklah La Pattawettu
perlawanan dengan menyatukan kekua- menggantikan La Inca sebagai Raja Bone
tan. IX. Pada masa pemerintahan La Pat-
Setelah kejadian itu, ketiga kerajaan tawettu, tidak banyak diungkap oleh lon-
Bugis, Bone, Soppeng, dan Wajo tara Akkarungeng Bone. Juga tidak ada
(BOSOWA) bermusyawarah untuk men- berita atau informasi sejarah tentang
yerang Cenrana tujuh hari ke depan. Pada adanya serangan militer dari Gowa ke
hari yang ditentukan telah tiba, mereka Bone. Hanya ada informasi, bahwa sete-
pun menyerang dan membumi hanguskan lah tujuh tahun menjadi Mangka’u di
Cenrana, yang merupakan wilayah kekua- Bone (Raja Bone), ia pergi ke Bulukumba
saan Gowa yang dirampas pada masa dan disitulah ia sakit pada tahun 1602.
penyerangannya ke Bone. Lalu mereka, Setelah wafat, tahta kerajaan Bone dis-
Bone, Soppeng, dan Wajo sepakat untuk erahkan kepada puterinya yang bernama
kembali ke daerah Timurung untuk mem- We Tenri Tuppu yang berkuasa dari ta-
pererat persaudaraan mereka dalam hun 1602-1611 M.
menghadapi serangan dari Kerajaan Pada tahun 1607, Raja Gowa men-
Gowa. girimkan tentara untuk menyerang kera-
Di Timurung, mereka betemu kem- jaan Bugis. Namun persekutuan Tellum-
bali dan mengadakan perjanjian persauda- poccoe amat kuat pertahannannya untuk
raan yang kemudian disebut dengan ditembus. Selama tiga tahun peperangan
“Tellumpocco’e” (tiga puncak) dengan berlangsung, kemenangan selalu diraih
bersama-sama menanamkan batu sebagai oleh gabungan BOSOWA. Bahkan tentara
symbol persaudaraan di Timurung pada dari BOSOWA ini melancarkan serangan
tahun 1582 M. Batu yang ditancapkan itu militernya terhadap kekuatan Gowa di
kemudian oleh orang Bugis disebut Akkotengeng, dan berhasil memukul
“Lamumpatu’e ri Timurung”. mundur tentara Gowa.

21
7
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Enam bulan setelah peristiwa di yang dilakukan oleh kerajaan Gowa.


Akkotengeng, kerajaan Gowa mem- Menurut Bone, Gowa tidak tulus menye-
perkuat kembali pasukannya dan mem- barkan Islam, melainkan bermotiv politis.
bangun benteng di daerah Rappang Asumsi itu, tentu sangat beralasan, karena
(sekarang masuk dalam wilayah Kabu- dalam sejarah sebelum masuknya Islam
paten SIDRAP). Namun berselang tiga telah terjadi pertempuran-pertempuran
hari Raja Gowa meninggalkan benteng itu dengan semua kerajaan yang ada di Su-
lalu kembali ke Makassar. Melihat hal ini, lawesi Selatan. Menurut mereka, ini
pasukan BOSOWA melakukan pengepun- adalah siasat Gowa untuk menguasai selu-
gan dan menyerang sisi pertahanan Gowa ruh kerajaan di Sulawesi Selatan
di Rappang. Namun sekali lagi pasukan (Borahima, 1971., Lihat juga hamid,
BOSOWA terdesak mundur. 1965).
Mundurnya pasukan BOSOWA, Karena Bone menolak masuk Is-
memberikan inspirasi kekuatan, bahwa ini lam, akhirnya Gowa menyerang Bone
menunjukkan pasukan BOSOWA tidak dengan kekuatan penuh. Terjadilah
terkoordinir dengan baik, sehingga Raja pertempuran yang sengit yang dalam se-
Gowa terus meningkatkan serangannya jarah Bone dikenal dengan “musu sel-
terhadap BOSOWA dan sekutunya. Lima leng’nge” atau perang pengislaman. Proses
bulan setelah itu, Gowa melanjutkan islamisasi yang dilancarkan oleh Gowa
ekspansinya dengan menyerang Soppeng, terhadap semua kerajaan di Sulawesi Sela-
lalu dilanjutkan dengan serangan terhadap tan ialah dengan jalan politik ekspansi
Wajo. Setelah Wajo ditaklukkam, ke- atau melalui tekanan politik, khususnya
mudian terakhir adalah Bone, yang jatuh kerajaan Bone. Berturut-turut dikuasai,
pada tahun 1611 M. Soppeng tahun 1609 M, Wajo 1610 M,
dan Bone yang terakhir diduduki oleh
ISLAMISASI DI KERAJAAN BONE Gowa tahun 1611M. Ketika itu, yang me-
Proses Islamisasi di kerajaan Bone, tidak merintah di Bone ialah Raja Bone XI, La-
bisa dilepaskan dari proses islamisasi yang tenri Ruwa. Latenri Ruwa hanya berkuasa
sedang beralangsung di kerajaan Gowa. selama 3 bulan, disebabkan dirinya masuk
Setelah Islam menjadi agama kerajaan di Islam, sementara Dewan Hadat Tujuh
Gowa, maka penyebaran Islam pun di (Ade’Pitu’e) di Bone menolak bersama
mulai ke seluruh wilayah di luar kerajaan rakyat. Akhirnya beliau meninggalkan
Gowa. Setelah Raja Gowa memeluk Is- Bone menuju Makassar untuk memper-
lam,yakni Sultan Alauddin Awwalul Is- dalam agama Islam, dan akhirnya men-
lam, maka islamisasi pun semakin gencar inggal di Bantaeng. Latenri Ruwa Raja
dilakukan. Atas perintahnya, siar Islam Bone XI ini, setelah memeluk agama Is-
dilakukan dengan pertama-pertama men- lam berganti nama menjadi Sultan Adam
gajak kerajaan tetangganya, seperti Ta- bergelar Matinroe ri Bantaeng. Beliau
kalar, Jeneponto,dan Bantaeng. Ala- adalah Raja Bone yang pertama kalinya
sannya ialah berdasarkan perjanjian yang memeluk agama Islam dalam sejarah
berbunyi “…bahwa barang siapa mene- Kerajaan Bone.
mukan jalan yang lebih baik, maka ia ber- Setelah Sultan Adam wafat, diang-
janji akan memberitahukan kepada raja- katlah penggantinya Latenri Pali Arung
raja sekutunya (Nur, 2009: 64).” Timurung pada tahun 1611 M sebagai
Meskipun demikian kehendak Raja Raja Bone XII. Nama lengkapnya ialah
Gowa, jalan damai tampaknya tidak ber- Latenri Pali To Akkeppiang Arung Timurung
laku bagi Bone. Bone bersama sekutunya (1611-1625 M). Beliau adalah anak dari
tidak mempercayai penyebaran Islam La-Inca Matinroe ri Addenenna, Raja

22
8
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Bone VIII. Latenri Pali sebagai Raja Bone ungnya sendiri, Datu Pattiro We Ten-
XII sangat menentang islamisasi yang di- risoloreng yang menolak ajaran Islam yng
lakukan oleh Gowa, karena menurutnya digagas oleh anaknya, karena dianggap-
ini adalah politik pintu masuk bagi Gowa nya sangat keras dan tidak toleran, ibunya
untuk menjajah Bone. lebih tertarik dengan ajaran Islam versi
Namun karena kekuatan tentara kerajaan Gowa dan Tallo, karena lebih
dan persenjataan yang tidak seimbang se- sufistik dan sesuai dengan nilai-nilai pra
cara terus menurus dilancarkan Gowa, Islam di Bone (lihat, Ahmad M. Sewang,
akhirnya Bone dapat ditaklukkan pada Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai
tahun 1611 M. Ini berarti Bone telah ma- Abad XVII (Jakarta: Yayasan Obor Indo-
suk Islam secara politik, tetapi belum nesia, 2005), h.12).
tentu secara kultural. Meskipun ketika itu, Tersebutlah dalam sejarah Bone,
semua pembesar kerajaan dan seluruh bahwa Raja Lamaddaremmeng sangat
Arung Palili (Raja negeri bawahan Bone) menjunjung tinggi ajaran agama Islam
diundang ke Istana untuk mengucapkan dan menerapkannya dalam praktik ke-
dua kalimat syahadat. Selama masa pe- hidupan masyarakat di kerajaan Bone
merintahan Latenri Pali to Akkeppiang pada masa pemerintahannya. Bahkan
(1611-1631 M), rakyat Bone mengalami Lamaddaremmeng berusaha agar kera-
penderitaan disebabkan tekanan dari jaan yang tergabung dalam BOSOWA
Gowa. (Bone, Soppeng, Wajo) ditambah Ajatap-
Lain halnya juga, ketika Lamad- pareng menirunya, terutama dalam mem-
daremmeng (1625-1640) yang mengganti- bebaskan hamba sahaya atau system per-
kan pamannya Latenri Pali to Akkeppiang budakan. Praktik menegakkan syariat Is-
sebagai Raja Bone XIII. Beliau sangat lam telah dilakukannya selama pemerin-
mengamalkan agama Islam, bahkan lebih tahannya. Baginda bertindak tegas kepada
keras dari penerapan Islam di Kerajaan siapa saja yang melanggar kebijakan kera-
Gowa dan Tallo. Gagasannya yang sangat jaan.
terkenal ialah menghapuskan system per- Kerajaan Gowa yang tidak senang
budakan di Bone (ata’), karena alasannya kepada Bone, dengan alasan menegakkan
manusia dilahirkan bukan untuk diperbu- ketertiban dan keamanan dalam negeri
dak. Beliau juga menegakkan hukum Is- dan menentang penghapusan perbudakan,
lam dan menghukum pelaku zina, pencu- kembali melakukan serangan terhadap
rian, minuman keras, penyembah berhala, Bone di masa pemerintahan Karaeng Sul-
dan berbagai macam kejahatan lainnya. tan Malikus Said pada tahun 1644 M. Ini
Inilah sejarah awal penerapan syariat Is- menunjukkan bahwa Gowa tidak setuju
lam secara legal formal di Sulawesi Sela- terhadap penghapusan perbudakan.
tan dimulai dari Kerajaan Bone (lihat, Lamaddaremmeng sendiri dalam mengha-
Amansyah, Pengaruh Islam dalam Adat dapi serangan Gowa tersebut dibantu oleh
Istiadat Bugis-Makssar, Bingkisan II-5 saudaranya Latenriaji Tosenrima. Ber-
(Ujung Pandang:YKSST, 1969). Lihat h u bu n g s e r a n g an G o w a y a n g
juga, Undang-Undang Bone, translated to mengerahkan pasukan dalam jumlah be-
Indonesian by Daeng Latuppu, in colectie sar, sehingga pertahananan Bone jebol,
Korn, Celebes 12, KITLV, Leiden, 1914). dan Raja Bone XIII Lamaddaremmeng
Tepatnya, pada masa pemerintahan menyingkir ke daerah Larompong (lihat,
Lamaddaremmeng, Raja Bone XIII. Tin- Zainal Abidin Farid, Perkembangan Ke-
dakan dan sikap tegas dari Lamaddarem- kuasaan Datu Luwu’ sepanjang yang sam-
meng, mendapat tantangan berat dari para pai pada kita melalui keterangan-
pembesar kerajaan, termasuk ibu kand- keterangan orang-orang Luwu, dalam

23
9
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Bingkisan, III. No.1 & 2, III No. 3 &4 tan Alauddin. Orang tua Arung Palakka
(Ujung Pandang: YKSST, 1969)). Di sana yang bernama Lapottobune ditangkap
kemudian, Lamaddaremmeng ditawan dan ditawan bersama Raja Bone dan pem-
dan selanjutnya dibawa ke Gowa, dan besar kerajaan lainnya, dan kemudian di-
diasingkan di suatu tempat yang bernama bawa ke Gowa, dan di sana mereka se-
Sanrangan pada tahun 1644 M. Setelah muanya dijadikan tenaga kerja paksa
itu, diangkatlah adiknya Latenriaji Tosen- (rodi) dalam membangun benteng Somba
rima sebagai Raja Bone XIV untuk melan- Opu. Penaklukan Bone oleh Gowa dalam
jutkan perlawanan Bone terhadap Gowa. sejarah dikenal dengan “Musu Pas-
Setelah ditawan beberapa tahun lamanya, sempe” (perang di Passempe), karena
Lamaddaremmeng dibebaskan dan kem- ditempat inilah mereka dikalahkan
bali ke Bone, tepatnya di daerah Bukaka. (Edward L.Poelinggomang, 2004/2005:
Di tempat inilah beliau wafat, sehingga 92).
digelar Lamaddaremmeng Raja Bone XII Kisah sejarahpun berlanjut, Laten-
Matinroe ri Bukaka. ritatta Arung Palakka dan semua bangsa-
wan Bugis Bone dan Soppeng, merasakan
ARUNG PALAKKA DAN KOMPENI penderitaan dan malu (siri’) yang luar bi-
BELANDA (VOC) asa tercabik-cabik diperlakukan di luar
Arung Palakka, adalah Raja Bone XV prikemanusiaan. Tidak terkecuali Arung
yang paling terkenal dalam sejarah Su- Palakka, ia juga ikut bergabung sebagai
lawesi Selatan, bahkan Sejarah Nasional penggali parit dan pembuat benteng
dan Dunia. Nama lengkapnya, Latenritatta (Darwas Rasyid, 1993: 2-3). Arung
Arung Palakka Petta Torisompa’e Malempe’e Palakka turut merasakan bagaimana
Gemmena Matinroe ri Bontoala (1667-1696 penderitaan bangsanya, rakyat Bone
M) (lihat, Abdul Razak Daeng Patunru, disiksa oleh tentara dan bangsawan Gowa
Sedjarah Gowa (Makassar: YKSST, yang mengawasi pekerja paksa (rodi).
1969)). Beliaulah yang bersekutu dengan Ayah Arung Palakka, Lapottobune men-
Kompeni Belanda bersama Buton dalam gamuk, karena membela dua pelarian
menaklukkan Gowa pada masa pemerin- pekerja paksa bangsanya yang disiksa dan
tahan Sultan Hasanuddin. Atas dasar dipukuli. Dalam lontarak dijelaskan,
bersekutu dengan Belanda dalam usaha bahwa sejak peristiwa itu Latenritatta
membebaskan kerajaan Bugis dari penjaja- Arung Palakka, tidak bisa tidur lagi. Hati-
han Gowa, maka dirinya dicap sebagai nya gusar memikirkan bagaimana cara
penghianat. Padahal untuk konteks mengembalikan harkat dan martabat ke-
zamannya waktu itu, Indonesia atau Re- besaran kerajaan Bone (lihat, La Side
publik Indonesia belum lahir. Yang ada Daeng Tapala, Sekelumit roman dari
waktu itu adalah Negara-negara kerajaan penghidupan Arung Palakka Malempe’e
yang memiliki pemerintahan sendiri- Gemmena, dalam Bingkisan (Makassar:
sendiri. Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan
Dalam Lontara Akkarungeng Tenggara, 1968), h. 1-12., Lontara Petta
Bone, disebutkan bahwa Latenritatta Malempe’e Gemmena: Sulawesi riattang 1611-
Arung Palakka baru berusia 11 tahun, 1696, Vol.3 (Ujung Pandang: YKSST)).
ketika Kerajaan Bone diperintah oleh La- Kisah perjalanan hidup Latenritatta
tenri Ruwa, dan masa itu pula Bone dapat Arung Palakka dan para bangsawan Bugis
dikalahkan oleh Gowa pada tahun 1611 Bone dan Soppeng yang melarikan diri
M. Penaklukan Gowa atas Bone ini ber- dari barak-barak kerja paksa di Gowa,
langsung pada masa pemerintahan Raja dikejar oleh tentara Gowa, meminta du-
Gowa Imangerangi Daeng Manrabia Sul- kungan kepada Buton, Sumpah Arung

24
10
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Palakka ketika akan menyeberang dari Rauf Rahim, Hubungan Perjanjian Bongaya
Tanah Bugis ke Tanah Buton (1660 M), dengan proses kemunduran kerajaan Gowa
semuanya dapat disimak di dalam Lonta- (Ujung Pandang: Institut Keguruan dan
rak Akkureng ri Bone (lihat, Andi Mak- Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Sosial,
karaka, Tjeritera orang dahulu jang mula 1974)). Leonard Andaya dalam bukunya
pertama ditulis pada daun-daunan “The Heritage of Arung Palakka” (Warisan
digulung dan kelak kemudian dikenal se- Arung Palakka)-Sejarah Sulawesi Selatan
bagai awal mula tulisan Bugis (Lontara) Abad ke-XVII, mengurai dengan panjang
dalam Bingkisan, I-6, I-7 (Makassar: lebar tentang peran dan sepak terjang
Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan Arung Palakka sebagai pemegang utama
Tenggara)). hegemoni kekuasaan di Sulawesi Selatan
Ketika Arung Palakka sudah dan kawasan Timur Nusantara pasca Per-
berada di Kerajaan Buton, atas kebaikan janjian Bongaya. Sementara itu, Gowa
hati sahabatnya Raja Buton, Arung semakin redup gaunnya dalam percaturan
Palakka kemudian menyeberang ke Pulau politik dan perdagangan di Nusantara
Jawa, tepatnya ke Batavia (1663 M) untuk sepanjang abad ke 17.
mencari bantuan atau sekutu dalam usa- Sepeninggalnya, Latenritatta Arung
hanya menaklukkan Gowa. Sesampainya Palakka Petta Torisompa’e Malempe’e
di Batavia, Arung Palakka menawarkan Gemmena telah meletakkan dasar-dasar
kerjasama dengan Belanda (VOC). Na- pemerintahan dan hegemoni politik den-
mun sebelumnya, Belanda meminta ban- gan cara “model tiga ujung”. Pertama, ia-
tuan Arung Palakka untuk bersama-sama lah “Cappa Lila” yaitu kelihaian berdiplo-
berangkat ke Pariaman untuk membantu masi dan berunding. Kedua, “Cappa
Belanda dalam menghadapi Perang Padri. Tappi,” yaitu perjuangan bersenjata. Cara
Di sinilah Belanda melihat keberanian, kedua ini dipakai apabila dengan cara dip-
dan ketangkasan Arung Palakka berper- lomasi dan berunding gagal ditempuh.
ang, sehingga peperangan itu dimenang- Ketiga, “Cappa Laso atau Cappa kataw-
kan oleh Belanda atas bantuan Arung wang,” yaitu dengan cara perkawinanan
Palakka beserta pengikutnya (lihat, Rid- atau kawin politik. Cara model ketiga ini
wan Borahima, Sejarah Bone pada masa adalah cara yang ditempuh apabila cara
pemerintahan Arung Palakka (Malang: Fa- kesatu dan kedua gagal ditempuh. Cara
kultas Keguruan Ilmu Sosial, 1971)). ini pulalah yang dipakai oleh keturunan
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu Bugis, sehingga orang Bugis eksis di
pun tiba waktunya, pada tahun 1667 M, mana saja di seluruh dunia (lihat Leonard
terjadilah perang terbuka antara Arung Andaya, The Heritage of Arung Palakka: A
Palakka Raja Bone dengan bantuan History of South Sulawesi (Celebes) In The
Belanda melawan Gowa dibawah pimpi- Seventeenth Century (The Hague: Martinus
nan Sultan Hasanuddin. Perang inilah Nijhoff, 1981)).
yang kemudian meruntuhkan dan men-
gakhiri kebesaran Gowa sebagai kerajaan RUNTUHNYA BONE SEBAGAI
yang tersohor di kawasan Timur Nusan- KERAJAAN
tara. Perang Makassar (1667 M) memaksa Sejak runtuhnya kerajaan Gowa pasca
Gowa menyerah dan menanda tangani isi Perjanjian Bongaya, Bone bangkit men-
Perjanjian Bongaya (1669 M) (lihat, Sul- jadi satu-satunya kerajaan yang memiliki
tan Kasim, Latar belakang perdjandjian per- pengaruh besar di kawasan Sulawesi Sela-
sahabatan antara Arung Palakka dan Kom- tan dan Timur Nusantara, hingga mema-
peni Belanda/VOC pada tahun 1669 suki awal abad ke XX M. Dalam konteks
(Makassar: IKIP, 1970). Lihat juga, Abdul sejarah Sulawesi Selatan, dijelaskan

25
11
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

bahwa pada abad ke XIX M, kerajaan gannya. Akibat taktik ini, pasukan
Bone adalah merupakan saingan utama Belanda menderita kekalahan dan kehi-
Belanda dalam usahanya memperluas langan sepertiga pasukannya. Dibawah
wilayah kekuasannya dalam bidang eko- pimpinan Kapten De Stuers, pasukan
nomi dan politik. Akibatnya, kedua belah Belanda mengundurkan diri untuk ke-
pihak ini pernah terlibat dalam perang mudian melancarkan kembali ekspedisi
besar. Dikatakan di dalam sejarah, bahwa lain.
perang terjadi pada tahun 1824-1825 M. Perang dalam usaha menaklukkan
Ketika Arung Palakka wafat, dan diganti- Kesultanan Bone sebagai pemimpin kera-
kan oleh saudarinya Arung Datu bergelar jaan-kerajaan di Sulawesi terus dilakukan
I-Maneng Paduka Sri Ratu Sultana Salima oleh Belanda. Lalu perang secara berturut-
Rajiatuddin, pemerintahanan Kesultanan turut pada tahun 1859 M sampai tahun
Bone mencoba untuk merevisi Perjanjian 1950. Peperangan yang dilancarkan
Bongaya, beserta seluruh anggota perseku- Belanda pada tahun 1905 terhadap pusat
tuanya supaya diberlakukan hukum yang kekuasaan Kesultanan Bone, mengakibat-
sama. Antara tanggal 8 Maret sampai 21 kan benteng pertahanan Bone jebol, dan
September 1824, Gubernur Jenderal Hin- Belanda berhasil menaklukkan Bone.
dia Belanda Van der Capellen mengada- Inilah akhir perjalanan sejarah Kerajaan
kan kunjungan ke Sulawesi dan Maluku. Bone ketika dipimpin oleh Raja Bone tera-
Semua raja-raja datang memberikan pen- khir Lapawawoi Karaeng Sigeri. Lapawa-
ghormatan, termasuk perwakilan Sultan woi Karaeng Sigeri sendiri tidak berhasil
Bone, kecuali Raja Suppa dan Tanete. ditangkap, karena dapat meloloskan diri
Gubernur Van der Capellen dan lari ke pedalaman untuk mengumpul-
mengharapkan bahwa perundingan den- kan pasukan yang tersisa, dan berencana
gan kerajaan-kerajaan tersebut tidak akan membangun kekuatan kembali.
membawa keuntungan apapun. Sekem- Sementara pengejaran terhadap La-
balinya ke Batavia, sebuah armada diper- pawawoi karaeng Sigeri oleh Belanda,
siapkan dengan prajurit sekitar 500 orang Tomarilaleng bersama anggota Ade’ Pi-
diberangkatkan dengan membawa 4 tu’e menyatakan tunduk kepada Belanda.
meriam, 2 howitzer, beserta 600 tentara Serangan Belanda pada tahun 1905 telah
cadangan dari kalangan pribumi untuk menyebabkan Bone menderita banyak
menyerang Bone (Edward kerugian, termasuk tewasnya Panglima
L.Poelinggomang, 2004/2005: 24). Besar Kerajaan Bone Petta Ponggawae Baso
Dalam perang ini, Sri Ratu Sultana Pagilingi Abdul Hamid. Begitupun, pada
Salima Rajiatuddin terdesak,dan melari- akhirnya juga Lapawawoi Karaeng Sigeri
kan diri ke pedalaman. Meskipun rakyat dapat ditangkap, kemudian diasingkan ke
Bone dan rakyat kerajaan bawahan Bone Bandung dan meninggal pada Januari
mengadakan perlawanan dengan sengit- 1911.
nya, namun persenjataan tidak seimbang.
Tanete di Barru dapat dikuasai, sementara KESIMPULAN
Suppa di Pinrang belum berakhir. Letnan Dalam mengungkap kisah sejarah kelahi-
Reeder dari pasukan Belanda melancar- ran, pertumbuhan dan perkembangan
kan serangan bersama 240 prajurit yang kerajaan Bone, yang paling menarik dari
dipersenjatai menyerang tentara Bugis di semua episode itu, ialah ketika tampilnya
Suppa. Namun, karena tentara Bugis me- sosok Latenritatta Arung Palakka Petta
masang strategi dengan cara membiarkan Torisompa’e Malempe’e Gemmena memai-
pasukan Belanda mendekat di sebuah nkan perannya sebagai tokoh sentral
bukit, barulah mereka melancarkan seran- dalam Sejarah Bone dan Sejarah Sulawesi

26
12
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

Selatan; terutama ketika kita berusaha filsafat, seni, adat istiadat, mistik, ritual
menyingkap keterlibatan Arung Palakka dan sebagainya. Semua ini adalah pem-
dalam Perang Makassar 1660-1669 M. bentuk harga diri dari orang Bugis. Arung
Maka kita akan mencoba memahami apa Palakka sebagai Raja Bone dan pemimpin
sesungguhnya yang terjadi ketika itu? Dari persekutuan terbesar kerajaan di Sulawesi
sini kemudian melahirkan kegiatan ber- Selatan dan Timur Nusantara, telah men-
pikir apa? Kegiatan berpikir inilah yang gantarkan masyarakat Sulawesi Selatan
paling penting diketahui sebagai upaya memasuki era baru dalam babakan se-
akademis untuk menempatkan suatu ke- jarahnya.
jadian pada tempat yang sesungguhnya Memperhatikan perjuangan rakyat
(sesuai konteks zamannya atau jiwa Bone dibawah kepemimpinan Arung
zamannya). Palakka dalam menegakkan harkat dan
Pemahaman tersebut sangat martabat kemanusiaan yang terinjak-injak
penting artinya dalam memahami dasar ketika itu, akibat diperlakukan sebagai
filsafat dan etika Bugis yang menguasai budak oleh Gowa dengan cara kerja
jalannya sejarah ketika itu; itulah yang paksa, adalah factor penyebab keterli-
disebut dengan jiwa zaman. Bagi orang batannya untuk menyejarah. Hal itu dila-
Bugis hidup ini adalah harga diri yang kukan untuk mencari keseimbangan, dan
selalu harus dipelihara dan dipertaruhkan merebut harga dirinya yang hilang. Begitu
agar keseimbangannya dengan yang lain juga yang pernah dilakukan oleh penda-
tetap terjaga. Apabila seseorang dibuat hulu-pendahulunya dari Raja Bone lain-
siri’/masiri’ yang menyebabkan harga dir- nya dalam menghadapi ekspansi Gowa.
inya terganggu atau hilang, maka Persoalannya sekarang ialah se-
masyarakatnya menuntut untuk mengam- berapa besar pengaruh perjuangan ke-
bil langkah dengan cara menyingkirkan manusiaan yang dikobarkan Arung
penyebab siri’ yang merusak keseimban- Palakka mampu melampaui batas-batas
gannya sebagai manusia, karenanya wajib wilayah, daerah, dan kawasannya.
menyingkirkan penyebab siri’ di matanya Apakah tema perjuangan kemanusiaan
sendiri maupun di mata masyarakatnya. Arung Palakka ketika itu mampu men-
Dalam upaya mengembalikan siri’ galahkan tema actual di abad ke XVII,
atau menegakkan siri’ kadang nyawa sehingga tema perjuangan itu dapat diter-
menjadi taruhannya. Ketika nyawa ini ima secara universal oleh zamannya?
dipertaruhkan, disitulah awal manusia Dengan begitu, akan tampak jelas bahwa
Bugis memasuki sejarahnya. Bagi orang persoalan yang perlu mendapat perhatian
Bugis masa menyejarah inilah yang sangat bukan peristiwanya atau kejadiannya, me-
penting. Maka Arung Palakka telah me- lainkan filsafat sejarahnya, yakni ide
mulai keterlibatannya dalam menyejarah, keterlibatan Arung Palakka dalam perang,
melalui Perang Makassar dengan lewat bukan jalannya peperangan.
pintu sejarah menurut filsafat sejarah
Bugis, yakni menegakkan siri’ (harga diri). DAFTAR PUSTAKA
Kehadiran Arung Palakka adalah Abidin Farid, Zainal. 1969. Perkemban-
realitas sejarah sebagai awal bagi suatu gan Kekuasaan Datu Luwu sepan-
babak baru dalam percaturan politik dan jang yang sampai pada kita melalui
kepemimpinan di Sulawesi Selatan. Se- keterangan-keterangan orang
jarah bukan hanya hikayat seseorang, me- Luwu, dalam Bingkisan III,
lainkan riwayat masyarakat yang penuh
No.1,2,dan 3. Ujung Pandang:
dengan berbagai rona dalam dimensi-
Yayasan Kebudayaan Sulawesi Se-
dimensi social, budaya, agama, politik,

27
13
Lensa Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2), Okt 2017

latan Tenggara. Makkaraka, Andi. 1970. Tjeritera Orang


Amansyah, Andi Makkasau. 1969. Penga- dahulu yang Mula pertama yang
ruh Islam dalam Adat Istiadat ditulis pada daun-daunan, digulung
Bugis-Makassar, dalam Bingkisan II, dan kelak kemudian dikenal seba-
No.5. Ujung Pandang: Yayasan gai awal mula tulisan Bugis Lon-
Kebudayaan Sulawesi Selatan tara, dalam Bingkisan No.6. Makas-
Tenggara. sar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi
Andaya, Leonard. 1975. The Heritage of Selatan Tenggara.
Arung Palakka: A History of South M.Sewang, Ahmad. 2005. Islamisasi Kera-
Sulawesi in the Seventeenth Century. jaan Gowa Abad ke-XVI sampai Abad
The Hague: Martinus Nijhof. ke-XVII. Jakarta: Yayasan Obor
Borahima, Ridwan. 1971. Sejarah Bone Indonesia.
pada Masa Pemerintahan Arung Nur, Azhar. 2009. Trialiance Tellumpocco’e.
Palakka. Malang: Fakultas Kegu- Yogyakarta: Cakrawala.
ruan Ilmu Sosial. Poelinggomang, Edward. L. 2004/2005.
Daeng Patunru, Abdul Razak. 1969. Se- Sejarah Sulawesi Selatan, Jilid 1.
jarah Gowa. Makassar: Yayasan Makassar: Balitbangda.
Kebdudayaan Sulawesi Selatan Rasyid, Darwas. 1994. Latenritatta Arung
Tenggara. Palakka dalam Konteks Sejarah Su-
Daeng Tapala, Laside. 1968. Sekelumit lawesi Selatan, Cetakan I. Ujung
Roman dan Penghidupan Arung Pandang: Balai kajian Sejarah dan
Palakka Malempe’e Gemme’na, Nilai Tradisional Sulawesi Selatan.
dalam Bingkisan No.3. Ujung Pan- Rasyid, Darwas. 1993. Laporan Hasil
dang: Yayasan Kebudayaan Su- Penelitian Sejarah Sulawesi Selatan
lawesi Selatan Tenggara. (Biografi Arung Palakka). Ujung Pan-
Daeng Tapala, Laside. 1969. Lontara dang: Balai Kajian Sejarah dan
Malempe’e Gemme’na: Sulawesi Nilai Tradisional Sulawesi Selatan.
Riattang 1611-1796, dalam Bing- Rahim, Abdul Rauf. 1974. Hubungan Per-
kisan No.5. Ujung Pandang: janjian Bongaya dengan Proses Ke-
Yayasan Kebudayaan Sulawesi Se- munduran Kerajaan Gowa. Ujung
latan Tenggara. Pandang: Insititut Keguruan dan
Hamid, Abu. 1965. Tinjauan Struktur atas Ilmu Pendidikan, Fakultas Kegu-
Peranan Kehidupan dalam Masyarakat ruan Ilmu Sosial.
Bone. Makassar: Universitas Hasa- Undang-Undang Bone. 1914, diterje-
nuddin, Faculty of Arst. Thesis Un- mahkan oleh Daeng Latuppu dari
published. sumber aslinya “in Colectie Korn Cel-
Kasim, Sultan. 1970. Latar Belakang Per- ebes 12, KITLV, Leiden.
janjian Persahabatan Arung Palakka
dan Kompeni Belanda/VOC tahun
1669. Makassar: IKIP Ujung Pan-
dang.
Mattulada. 1974. Bugis-Makassar: Manusia
dan Kebudayaannya. Jakarta: Fakul-
tas Sastra Universitas Indonesia.

28
14

Anda mungkin juga menyukai