TENTANG
PAJAK HIBURAN
BUPATI TANGGAMUS,
dan
BUPATI TANGGAMUS
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
NAMA, OBJEK, SUBYEK DAN WAJIB PAJAK
Pasal 2
(2) Objek Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, lomba kendaraan bermotor, dan permainan
ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness
center); dan
j. pertandingan olahraga.
Pasal 4
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang
menikmati Hiburan.
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang
menyelenggarakan Hiburan.
BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima
atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
Pasal 6
Pasal 7
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN MASA PAJAK
Pasal 8
(2) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim.
BAB V
PENETAPAN PAJAK
Bagian Kesatu
Tata Cara Pemungutan
Pasal 9
(2) Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang dengan dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
(4) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diisi dengan jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau
Kuasanya serta disampaikan kepada pejabat yang berwenang.
(6) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD, SKPDKB, dan/ atau
SKPDKBT ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 10
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Bupati dapat menerbitkan:
a. SKPDKB dalam hal:
1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
2. jika SPTPD tidak disampaikan kepada Bupati dalam jangka
waktu 15 (lima belas) hari kerja dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran;
3. jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang
terutang dihitung secara jabatan.
b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak
yang terutang.
c. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan
jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak.
(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika
Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
Pasal 11
Pasal 12
(1) Setiap Wajib Pajak membayar pajak yang terutang harus dengan
menggunakkan SSPD.
(2) SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas,
benar dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau
kuasanya dan disampaikan kepada pejabat yang berwenang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk,isi dan tata cara pengisian
dan penyampaian SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 13
(3) Bentuk, isi, dan tata cara penyampaian STPD diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 14
(3) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditunjuk oleh Bupati.
(4) Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang
dengan menggunakan SSPD ke kas Daerah melalui tempat
pembayaran yang ditunjuk oleh Bupati.
Pasal 15
Pasal 16
Bagian Ketiga
Keberatan dan Banding
Pasal 17
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atas suatu:
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDLB;
d. SKPDN; dan
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan peraturan perundang - undangan perpajakan daerah.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak.
(6) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Bupati atau
pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui
surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan.
Pasal 18
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak
tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan
yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 19
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak
bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
(3) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian,
Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50%
(lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan
keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum
mengajukan keberatan.
Bagian Keempat
Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Ketetapan, dan
Penghapusan atau Pengurangan Sanksi administratif
Pasal 21
(1) Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Bupati dapat
membetulkan SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis dan/atau
kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu
dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Bagian Kelima
Pengembalian Kelebihan Pembayaran
Pasal 22
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberi keputusan.
(3) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak
diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(4) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan,
permohonan pengembalian pembayaran Pajak dianggap dikabulkan
dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
Bagian Keenam
Kedaluwarsa Penagihan
Pasal 23
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung
sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
Pasal 24
(1) Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk
melakukan penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
BAB VI
PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 25
(1) Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit
Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) pertahun wajib
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan.
(2) Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet serta tata cara
pembukuan atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 26
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Pajak diatur
dengan Peraturan Bupati.
BAB VII
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 27
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 28
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah
pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang - undangan.
BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 29
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang
terutang.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah
pelanggaran.
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini merupakan
penerimaan negara.
Pasal 31
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini, sepanjang mengenai
teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 33
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Tanggamus Nomor 12 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan
(Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus Tahun 1998
Nomor 30 Seri A) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 34
BUPATI TANGGAMUS,
dto
BAMBANG KURNIAWAN
dto
PENJELASAN
ATAS
TENTANG
PAJAK HIBURAN
1. UMUM
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan pameran antara lain pasar
malam, pertunjukan keliling, komedi putar dan
sejenisnya yang diselenggarakan pihak swasta dan
dipungut bayaran.
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (3)
Tidak termasuk penyelenggaraan hiburan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya dilakukan
pihak ketiga/pihak swasta dan dipungut bayaran tetap
dikenakan Pajak Hiburan.
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud hiburan kesenian rakyat/tradisional adalah
hiburan kesenian yang mengandung unsur tradisional
kedaerahan, yang diselenggarakan oleh masyarakat/pihak
swasta dan dipungut bayaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas