Anda di halaman 1dari 8

Prisma Pemikiran Gusdur Toleransi Umat Beragama

“islam muslim di Alor”

Laysi Prabila

712021292@student.uksw.edu

Universitas Kristen Satya Wacana

salatiga

Latar belakang

Indonesia merupakan negara Multikultural yang memiliki keanekaragaman suku,ras, Bahasa dan
agama. Sehingga hal ini merupakan aset yang perlu dijaga oleh bangsa Indonesia. Berkaitan
dengan keanekaragaman beragama, dalam konteks Indonesia sendiri ada 6 agama Resmi yang
diakui. Diantara lain ada islam, Kristen Protestan,Khatolik,Hindu Budha dan Konghucu.
Keanekaragaman beragama sendiri merupakan hal yang tidak dapat dihindari sehingga setiap
agama harus mampu menghargai, mengakui dan menghormati agama lain tanpa harus membeda
bedakan. Namun fenomena yang terjadi di Indonesia sikap intoleran dalam beragama masih
sangat marak terjadi. Mengapa demikian? Hal yang terjadi dikarenakan pemeluk keagaaman
masih memiliki sikap ego dan fanatisme terhadap keyakinan yang dianut. Sehingga sangat
memiliki potensi besar untuk merendahkan dan tidak menghargai agama lain.

Hasil penelitian The Wahid Institute menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2018 saja telah terjadi
192 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kasus ini melibatkan 138 aktor
negara dan 148 aktor non-negara. Ironisnya, dari beberapa kasus yang terjadi kelompok Muslim
menempati posisi jumlah tertinggi sebagai pelaku pelanggaran dan intoleransi beragama.

Hasil penelitian tersebut tentu saja dapat mencoreng identitas Islam sebagai agama yang toleran
dan menghargai hak beragama seseorang. Di tengah buruknya kondisi toleransi antar umat
beragama tersebut, umat Islam— sebagai kelompok mayoritas—di negeri ini sebetulnya
memikul tugas dan tanggung jawab besar dalam membangun kehidupan yang toleran antar umat
beragama. Kesadaran tentang ini sangat diperlukan untuk menjaga kesucian ajaran Islam itu
sendiri dari stigma-stigma yang negatif. Sebab, pada dasarnya ajaran Islam memiliki visi misi
untuk terwujudnya kehidupan masyarakat yang egaliter dan menghargai sesama. Oleh karena itu,
untuk menjernihkan kekeruhan hubungan antarumat bergama di negeri ini perlu dicari solusinya,
agar bangsa ini khususnya umat Islam tetap menjadi “uswatun hasanah” dan lokomotif dalam
menyuarakan sekaligus menghadirkan toleransi di Indonesia. Abdurahman Wahid(Gusdur)
bapak Pluralisem Indonesia telah banyak berkontribusi menuangkan pikirannya tentang
pentingnya toleransi dalam beragama dan bagaimana perspektif islam tentang toleransi namun
sikap sikap intoleran bagi para pemeluk keagaaman dan agama mayoritas cendrerung masih
menanamkan sikap intoleran. Namun Meskipun maraknya kasus intoleran yang cukup tinggi
terjadi di Indonesia, masih ada wilayah di Indonesia yang memiliki sikap toleransi dan saling
menghargai dalam beragama. Salah salah satunya adalah kabupaten Alor provinsi nusa tenggara
1
timur.

mayoritas penduduk kabupaten Alor adalah penganut agama Kristen dengan presentase 74,80%
yang mana protestan sendiri sebanyak 71,71% dan katolik sebanyak 3,09%. Sementara pemeluk
agama islam sekitar 25,14%, dan selebihnya adalah pemeluk agama hindu 0,06% dan budha
kurang dari 0,01%. Kerukunan antar umat beragama dan sikap toleransi masyarakat alor
sangatlah tinggi. Hal ini dibuktikan dari kurangnya kasus intoleran yang terjadi di alor dan
bagaimana peranan islam muslim di alor untuk menjaga kerukunan beragama dan menanamkan
sikap toleransi dalam beragama. 2

1
Gusnanda dan Nuraini. MENIMBANG URGENSI UKHUWAH WATHANIYAH DALAM KASUS INTOLERANSI
BERAGAMA DI INDONESIA. (Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, 01, Januari-Juni 2020) Vol. 04 No.
01.Hal 2
2
Badruzzaman. BERSAMA DALAM PERBEDAAN “Studi Kasus Pasca Konflik di Kabupaten Alor”. ( Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar,2005.) Vol 11 No 2 Hal 124
Pembahasan

A. Pengertian Toleransi beragama


Dalam kamus besar Bahasa Indonesia toleransi berasal dari kata “Toleran” yang berarti
batas ukur yang berkaitan dengan pengurangan dan penambahan yang masih di
perbolehkan. Sedangkan dalam arti Etimologi, toleransi selalu berkolrelasi dengan sikap
sabar, ketahanan emosional dan kelapangan dada. Sedangkan dalam terminology,
toleransi memiliki arti sifat atau sikap menenggang
(membiarkan,menghargai,memperbolehkan) dari pendirian tetap pendiri lainya. Dapat
disimpulkan bahwa toleransi beragama sendiri merupakan sikap sabar menghargai dan
menahan diri tanpa menghina dan melecehkan agama lain.3
B. Prisma Pemikiran Gusdur Tentang Toleransi Beragama
Toleransi menjadi wacana yang sangat diperjuangkan oleh gusdur Bahkan dalam
berbagai kondisi dan latar belakangnya, gusdur disebut sebagai bapak Pluralisme
Indonesia. Karena perjuangan dan pemikirannya terhadap hak-hak minoritas. Gusdur
menempatkan toleransi dalam bertindak dan berfikir. Toleransi tidak selalu bergantung
pada tingginya pendidikan seseorang. Namun toleransi berkaitan dengan persoalan hati
dan perilaku. Sikap toleransi tidak harus memiliki kekayaan bahkan orang orang yang
memiliki sikap toleransi biasanya datang dari kalangan orang miskin dan bukan dari
kaum intelektual.Sebagai seorang muslim, gagasan dan pemikiran tentang toleransi
Abdurahman Wahid ( Gusdur) tidak terlepas dari normative islam, berbagai ayat ayat
dalam Alquran, menjadi acuan gusdur dalam mengemukakan pandangan serta
pemikirannya tentang toleransi seperti (Haikal, 199: 199- 205). “Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (Yayasan
Penyelenggara Penterjemah AlQur‟an, 1990: 832).

3
Dwi Ananta Tefi.Toleransi Beragama.( Alprin, 2020) hal 2
Bagi Abdurrahman Wahid, kata rahmatan lil „alamin dalam ayat ini bukan sekedar
mengandung arti sebagai umat manusia semata, lebih jauh lagi ia memahaminya sebagai
semua makhluk yang ada di dunia ini. Dengan kata lain, Islam dalam pandangannya
adalah sebagai pelindung semua makhluk. Hal ini bukan berarti islam sebagai agama
terkuat atau agama lain sebagai yang terlemah sehingga perlu untuk di lindungi. Namun
hal ini mengacu pada sebuah tanggung jawab yang diperlukan untuk mengikat suatu
ikatan tali persaudaraan dalam beragama.
Oleh karenanya, toleransi bagi Abdurrahman Wahid bukan sekedar menghormati atau
tenggang rasa, tetapi harus diwujudkan pengembangan rasa saling pengertian yang tulus
dan diteruskan dengan saling memiliki (sense of bilonging) dalam kehidupan menjadi
“ukhuwah basyariyah”. (Wahid, 1981: 173). Terkait dengan kehidupan berbangsa, ia
menegaskan bahwa kewajiban muslim sebagai pemeluk mayoritas adalah menempatkan
ajaran agamanya sebagai faktor komplementer, sebagai komponen yang membentuk dan
mengisi kehidupan bermasyarakat di Indonesia (Wahid, 1981: 173). Toleransi dalam
pemikiran Abdurrahman Wahid tampak memberikan artikulasi dari sebuah relasi yang
bersifat aktif dalam kerangka besar kehidupan berbangsa. Dalam konteks yang demikian,
toleransi Abdurrahman Wahid ini lebih tepat disebut sebagai toleransi beragama yang
berkebangsaan. Artinya, selain membangun relasi aktif dalam responnya terhadap agama
lain, juga harus mengarah pada bagaimana terciptanya kehidupan damai, setara, dan
berkeadilan dalam kehidupan berbangsa. Toleransi juga tidak tergantung pada
kepemilikan materi, sebab toleransi justru sering ditemukan pada orang-orang yang tidak
“pintar” maupun kaya (Abas, 1997: 37). Dengan kata lain, toleransi beragama
sebagaimana yang dimaksud oleh Abdurrahman Wahid bukan saja mengarah pada
penghormatan dan pengakuan, tetapi juga penerimaan atas perbedaan agama dan status
sosial. Ruang implementasi inilah yang menjadi titik tekan dari pemikiran Abdurrahman
Wahid tentang toleransi. Berkaitan dengan pengaruhnya di Indonesia, Abdurrahman
Wahid adalah sosok yang cukup dipertimbangkan dalam hal mensosialisasikan ide
pluralisme agama. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai salah satu tokoh yang
cukup berpengaruh dan tak kalah kontroversialnya berkenaan dengan segala bentuk aksi
dan pemikirannya. Ia menjadi pondasi pelindung atas berbagai ketidakadilan setidaknya
begitulah anggapan banyak orang yang pernah mengenal sosok Gus Dur atas kiprah dan
perjuangannya membela hak minoritas dan berbagai ketimpangan social lainnya di negeri
ini (Barton, 2008: 243-244).4

C. Sejarah Perkembangan Islam Di Alor


Islam merupakan agama pertama di alor sebelum masuknya Kristen protestan
penyebaran Islam di alor terjadi pada abad ke 15 hal ini dibuktikan lewat peninggalan
Alquran tua yang ada di Desa Alor Besar, Kecamatan Alor Barat Laut. Alquran tua
tersebut terbuat dari kulit kayu dan berisikan ayat-ayat Al-Quran lengkap 30 Juz (114
surat). penyebaran islam di alor disebarkan oleh 5 orang bersaudara. (Ilyas Gogo,Iang
Gogo,Djou Gogo,Boi Gogo,Kimalis Gogo ) dan kelima bersaudara tersebut memiliki
tempat masing-masing dalam melakukan tugas mulia yaitu menyiarkan Agama Islam
kepada pada penduduk yang saat itu masih menganut kepercayaan lokal. Kepercayaan
terhadap benda-benda keramat yang mereka jadikan sebagai tempat beradu, meminta dan
memohon segala hal. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme seperti ini sudah ada sejak
berabad-abad bagi masyarakat local.
Jejak perkembangan penyebaran islam yang ada di alor sudah menjadi sala satu tanda
bahwa penyebaran yang dilakukan mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat
dikabupaten Alor yang beragama Islam. Selain pengaruh dari Sulawesi Selatan,
masuknya agama Islam di NTT disebabkan pula oleh masuknya orang-orang yang
beragama Islam dari Ternate (Maluku) ke daerah ini. Tiga desa pertama yang memeluk
agama Islam berada di Bungabali Alor Besar (Laffong Beng), Alor Kecil (Laffo Kisu)
dan Dulolong (Dalolu). daerah-daerah kepulauan yang manjadi bagian dari penyebaran
islam di kabupaten alor memberikan gambaran bahwa ajaran Islam ini berdampak sangat
besar sehingga masyarakatnya sampai saat ini memberlakukan tradisi yang sejak dulu
dilakukan misalnya menjunjung agama Islam sebagai pedoman kehidupan mereka.
Baberapa kecamatan yang berada di daerah pesisir pantai menjadi pusat agama Islam dan
mempunyai tradisi sangat kental. Salah satunya adalah Desa Kangge yang berada di
kecamatan pantar barat laut, dimana seluruh masyarakat beragama Islam dan
melaksanakan syariat sesuai dengan tuntunan yang telah diajarkan oleh orang-orang
terdahulu. Hal ini menjunjukan bahwa tradisi mengajarkan Al Qur’an dan ajaran yang di
4
Suwardiyamsyah. PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG TOLERANSI BERAGAMA.( Universitas Islam
Nusantara,2 Desember 2019.) hal 156-157
bawah oleh kelima penyebar Islam ini berdampak besar terhadap kepercayaan
masyarakat pesisir yang beragama Islam dikabupaten Alor.5

D. Peran masyarakat muslim di alor dalam mempertahankan sikap toleransi


beragama
Sejalan dengan pemikiran gusdur bahwa islam merupakan pelindung semua mahkluk dan
sebuah tanggungjawab dalam mempertahankan ikatan tali persaudaran, maka masyarakat
muslim di alor menjaga tali persaudaran dengan menunjukan sikap saling menghargai
dengan menjaga tali persaudaran terhadap agama lain yaitu Kristen protestan. Realita
yang terjadi bahwa islam dan Kristen di alor memiliki hubungan persaudaran yang sangat
tinggi. Hal ini dibuktikan lewat berbagai kesempatan dan berbagai momen. Misalnya
dalam perayaam natal tanggal 25 desember, masyarakat muslim di alor selalu berupaya
memberikan kontribusi, baik itu menjaga ketertiban dan lain sebagainya. Begitupun
sebaliknya. Tidak pernah terjadi konflik agama yang terjadi secara meluas. Semua selalu
diselesaikan dalam dialog keagamaan oleh berbagai pemuka agama setempat. Baik itu
muslim, maupun Kristen.
Sikap toleransi dan kerukunan yang telah dibangun oleh umat muslim Kabupaten Alor,
terwujud dalam interaksi antar umat yang berbeda agama, umat Muslim dan non-Muslim
menjalin ukhuwah insaniyah (persatuan umat) secara moral yang terwujud dalam bentuk
ta’awun insani (saling membantu) dalam menghadapi berbagai masalah bersama atas
dasar persamaan kemanusian. Perilaku ini tentunya merujuk bahwa adanya kesejajaran
manusia sebagai makhluk Allah swt. yang hidup di muka bumi. Jika dianalisis dalam
konteks maqashid al-syariah, yaitu menciptakan perdamaian dalam kehidupan umat
manusia berada pada peringkat daruriyyat; upaya-upaya dalam menyelesaikan konflik,
melakukan kesepakatan dan perjanjian yang harus ditaati bersama berada pada peringkat
hajiyyat; sedangkan berperilaku yang baik (akhlak al-karimah) terhadap sesame manusia
berada pada peringkat tahsiniyyat.
Masyarakat Kabupaten Alor menyikapi secara dewasa dan konfrehensif terhadap adanya
perbedaan-perbedaan yang terbangun dalam kehidupan sosial Agama, Kekerasan Dan
5
Samsul J Pana .SEJARAH ISLAMISASI DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR.( UIN Sunan Gunung Djati
Bandung,2022) Hal 2-3
Pluralisme Dalam Islam Ini menjadi dinamika dan kewajaran dalam bermasyarakat,
saling melengkapi dan memberikan kontribusi terhadap warna-warni kehidupan
masyarakar Alor dengan tujuan yang sama yaitu menciptakan ketertiban, keamanan,
kedamaian dan kebahagiaan bersama. Apalagi dibingkai dalam kearifan lokal masyarakat
Kabupaten Alor tersebut.6

Kesimpulan

Sebagai agama mayoritas di Indonesia, umat muslim perlu menanamkan sikap toleransi
beragama sebagai wujud mengahargai setiap perbedaan keagaaman yang ada, dan sejalan
dengan pemikiran gusdur dalam mewujudkan Pluralisme. Melihat dari berbagai kebudayaan dan
berbagai kearifan lokal di Indonesia dengan berbagai keagaamaan yang ada sangat diperlukan
rasa saling menghargai untuk menjaga keharmonisan dalam bernegara. Penerapan paham gusdur
tentang toleransi seharusnya menjadi dasar dan tonggak utama dalam bernegara.

Salah satu kabupaten di Indonesia yaitu kabuapten Alor dengan sejarah perkembangan agama
islam sebagai agama tertua dan juga bagaimana peran islam dalam mempertahankan sikap
toleransi menjadi bagian penting dan menjadi acuan bagaimana semestinya umat muslim harus
mempertahankan dan harus menjaga sikap saling menghargai sesama manusia dibalik berbagai
perbedaan yang ada.

Daftar pustaka

6
Husnul Qodim dan Rizal Darwis. PLURALISME DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI KABUPATEN ALOR NUSA
TENGGARA TIMUR PERSPEKTIF MAQĀṢID AL-UMMAH. ( UIN Sunan Gunung Djati Bandung, IAIN Sultan Amai
Gorontalo,Desember 2022 ) hal 149-150.
1.Gusnanda dan Nuraini. MENIMBANG URGENSI UKHUWAH WATHANIYAH DALAM
KASUS INTOLERANSI BERAGAMA DI INDONESIA. (Universitas Islam Negeri (UIN)
Imam Bonjol Padang, 01, Januari-Juni 2020) Vol. 04 No. 01.
file:///C:/Users/User%20Acer/Downloads/3237-8372-1-PB.pdf di akses 3 Desember 2023

2.Badruzzaman. BERSAMA DALAM PERBEDAAN “Studi Kasus Pasca Konflik di Kabupaten


Alor”.( Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar,2005.) Vol 1 No 2
http://www.jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/view/592/438 di akses 3 desember
2023

3. Ananta. T.D.Toleransi Beragama.( Alprin, 2020)

4. Suwardiyamsyah. PEMIKIRAN ABDURRAHMAN WAHID TENTANG TOLERANSI


BERAGAMA.( Universitas Islam Nusantara,2 Desember 2019.)
https://core.ac.uk/download/pdf/287159415.pdf di akses 3 desember 2023

5. Samsul J Pana .SEJARAH ISLAMISASI DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA


TIMUR.( UIN Sunan Gunung Djati Bandung,2022)
https://etheses.uinsgd.ac.id/54909/4/4_bab1.pdf di akses 4 desember 2023

6. Husnul Qodim dan Rizal Darwis. PLURALISME DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
DI KABUPATEN ALOR NUSA TENGGARA TIMUR PERSPEKTIF MAQĀṢID AL-
UMMAH. ( UIN Sunan Gunung Djati Bandung, IAIN Sultan Amai Gorontalo,Desember 2022 )
file:///C:/Users/User%20Acer/Downloads/02.+Pluralisme+Agama,+Maqashid+al+Ummah.pdf di
akses 5 desember 2023

Anda mungkin juga menyukai