Anda di halaman 1dari 38

DESAIN TULANGAN BAMBU PADA BETON NORMAL

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

M. FAIZAL ALDIYANSYAH. 1930111022

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS SAINS DAN


TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

DESAIN TULANGAN BAMBU PADA BETON NORMAL.

M. Faizal Aldiyansyah. 1930111022

Mengesahkan Tim Pembimbing

Sukabumi, Januari 2023

Pembimbing,

Dr. Yuni Sri Mulyani, M.T


NIP. 117603010

Mengetahui,
Ketua Program Studi,

Ir. Tahadjuddin, M.T.,IPM


NIP. 111670412

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmaanirrohiim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayahnya bagi kita semua, karena dengan
Ridhonya penulis dapat menyelesaikan Seminar proposal yang berjudul “DESAIN
TULANGAN BAMBU PADA BETON NORMAL” .
Tujuan penulisan usulan penelitian ini untuk memenuhi sebagian syarat
Mata Kuliah Seminar Proposal di program studi Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Sukabumi. Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat
terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil.

Penulis mengucapkan berterima kasih kepada :


1. Dr. Reni Mulyani, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Muhammadiyah Sukabumi
2. Ir. Tahadjudin, M.T.,IPM. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Sukabumi,
3. Dr. Yuni Sri Wahyuni, M.T selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Siti Muawanah Robial, M.Si selaku Koordinator Mata Kuliah Seminar
Proposal
5. Orang tua dan keluarga yang telah memberi dukungan moril serta doa.
6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhirnya, Penulis mohon maaf, dengan besar harapan semoga seminar proposal
yang ditulis oleh Penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis sendiri dan
umumnya bagi pembaca.
Sukabumi,…………………

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI........................................................................... ii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... iii
BAB I ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan........................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 3
BAB II............................................................................................................................ 4
2.1 Tinjauan Peneliti terdahulu............................................................................. 4
2.2 Landasan Teori ............................................................................................... 7
2.2.1. Beton ........................................................................................................ 7
2.2.2. Bambu .................................................................................................... 13
2.2.3. Baja Tulangan ......................................................................................... 16
2.2.4. Kuat Lekat .............................................................................................. 17
2.2.5. Panjang Penyaluran.................................................................................. 21
2.3 Kerangka Pemikiran........................................................................................... 23
BAB III......................................................................................................................... 25
3.1 Umum ........................................................................................................... 25
3.2 Persiapan Alat dan Bahan............................................................................. 25
3.2.1 Persiapan Alat................................................................................................ 25
3.2.2 Persiapan Bahan ............................................................................................. 26
3.3 Prosedur Eksperimen.................................................................................... 26
3.3.1 Data Pengujian ........................................................................................ 26
3.3.2 Pengujian Benda Uji ................................................................................ 27
3.4 Diagram Alir ................................................................................................. 29
LAMPIRAN.................................................................................................................. 30

i
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar 2. 1 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan Persentase Lolos . 9


Gambar 2. 2 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan Persentase Lolos 10
Gambar 2. 3 Diagram Tegangan – Regangan Hasil Uji Tarik Baja............................ 17
Gambar 2. 4 Pengujian Pull Out.................................................................................. 19
Gambar 2. 5 Sesar Antara Tulangan dan Beton .......................................................... 20
Gambar 2. 6 Kerangka Berfikir Penelitian .................................................................. 24

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Variasi Sample dan Jenis Pengujian .......................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton adalah konstruksi campuran dari pasir, kerikil ataupun batu pecah,
dengan semen dan air. Meskipun memiliki kekuatan tekan yang tinggi, material
beton memiliki kekuatan tarik yang rendah sehingga akan sangat mudah retak
bahkan hancur saat ada tegangan tarik akibat beban, susut, hingga perubahan
temperatur. Untuk memberikan kekuatan tarik pada beton, maka digunakanlah
tulangan baja pada bagian dalam beton yang mampu memberikan kekuatan tarik
yang tak dimiliki beton. Baja merupakan salah satu material konstruksi yang sudah
terbukti aman dan kokoh. Tak hanya itu, baja juga lebih mudah dirangkai dan
mempercepat proses pembangunan sehingga banyak digunakan. Semakin banyak
penggunaan baja semakin besar pengaruh terhadap indeks harga sehingga tejadi
kenaikan pada harga pasar. Karena materal baja yang bersifat tak dapat
diperbaharui (unrenewable).
Salah satu fenomena yang terjadi adalah pada gempabumi yang mengguncang
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan magnitudo (M) 5,6 pada Senin 21
November 2022 yang menyebabkan kerusakan-kerusakan pada infrastruktur
masyarakat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total
rumah rusak mencapai 56.311 dengan rincian rusak berat 22.267 unit, rusak
sedang 11.836 unit dan rusak ringan 22.208 unit. Faktor utama dalam kerusakan
terjadi pada kolom. balok, dinding dan pondasi yang tidak adanya tulangan pada
setiap komponen struktur. Masyarakat menjelaskan bahwa penggunaan tulangan
baja masih belum bisa di aplikasikan karena biaya material yang relatif tinggi
sehingga masyarakat hanya menggunakan campuran beton sebagai penopang
beban-beban yang ada pada suatu struktur.
Untuk mengatasi kendala yang dialami, para ahli struktur telah banyak
melakukan penelitian-penelitian dan pengembangan guna mencari bahan alternatif
pengganti tulangan baja pada beton bertulang. Salah satunya seperti yang

1
dilakukan oleh (Morisco 1996) yang memanfaatkan bambu sebagai tulangan pada
beton. Berdasarkan hasil penelitiannya, bambu sebagai alternatif pengganti
tulangan pada beton memiliki kuat tarik yang tinggi mendekati dua kali kuat tarik
baja. Namun bambu juga memiliki kelemahan yaitu memiliki sifat higroskopis.
Bambu dapat mengalami kembang susut dan terjadi berkurangnya kuat lekat
dengan beton. Proses kembang susut berlangsung selama kadar air bambu belum
mencapai kadar air keseimbangan dengan lingkungan. Basri dan Saefudin (2006),
melakukan penelitian kembang susut bambu tali umur 3, 4, dan 5 tahun dengan
tingkat kekeringan 0%, 6% dan 12% menghasilkan penyusutan sebesar 3,81%
sampai 14,03%, dan pengembangan sebesar 4,23% sampai 16,67%. Hal ini
menyebabkan tulangan bambu dengan beton tidak melekat kuat, sehingga elemen
struktur beton bertulang bambu akan mempunyai kekuatan yang rendah. Usaha
yang telah dilakukan untuk mengatasi kembang susut bambu, diantaranya
Triwiyono (2000) menunjukkan bahwa kuat lekat tulangan bambu petung yang
dilapisi cat dapat mencapai 1,0 MPa, dan kuat lekat tulangan bambu petung yang
dipilin dapat mencapai 1,1 MPa. Habib M. (2016) dengan pemberian ulir kawat
pada tulangan bambu dapat meningkatkan nilai tegangan lekat 36% dari nilai
tegangan lekat tulangan bambu petung polos. Balok beton bertulang bambu yang
merupakan salah satu elemen struktur bangunan harus dirancang dengan baik
sehingga kuat menahan beban yang bekerja sama seperti balok beton bertulang
baja. Balok merupakan elemen struktur yang memegang peranan penting pada
struktur bangunan, yaitu untuk menahan beban lentur dari beban pada bangunan
yang berada di atasnya yang akan diteruskan ke kolom. Balok beton dengan
menggunakan tulangan bambu lebih ekonomis dan mudah dalam pelaksanaannya
dibandingkan dengan balok beton menggunakan tulangan baja. Janssen, JAA
(1988) dalam Morisco (1999) memberikan rekomendasi tentang keunggulan
bambu, yaitu bambu dapat tumbuh sangat cepat (renewable) dan dapat
dibudidayakan dengan cepat serta modal dapat diputar berkesinambungan, bambu
mempunyai sifat-sifat mekanika yang baik, pengerjaan bambu hanya

2
membutuhkan peralatan yang sederhana, kulit luar bambu mengandung banyak
silika yang membuat bambu terlindungi.
Oleh sebab itu, peneliti akan melakukan penelitian terkait pemodelan praktis
pada bambu sebagai tulangan beton, tanpa mengurangi kadar silika dan
meminimalisir sifat higroskopis pada bambu, dan tanpa menggunakan pelapis atau
bahan campuran lainnya.

1.2 Rumusan Masalah


Peneliti ingin melakukan penelitian tentang tulangan bambu pada beton
normal dengan melihat pengaruhnya penggunaan pemodelan praktis pada
tulangan bambu terhadap efektivitas lekatan antara tulangan dan beton sehingga
dapat dijadikan alternatif dari penggunaan baja sebagai tulangan dan bersifat
ekonomis

1.3 Maksud dan Tujuan


1. Untuk mengetahui kuat lekat antara beton dengan tulangan
2. Untuk mengetahui kekuatan beton normal dengan pemodelan tulangan
bambu

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini yaitu :
1. Untuk pemanfaatan material lokal yang melimpah sebagai material
konstruksi yang bersifat renewable
2. Sebagai alternatif tulangan yang ekonomis dan praktis sehingga tulangan
bambu mudah didapat dan digunakan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Peneliti terdahulu
Pada penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Sudarsana, Dharma Putra, dan I
Gusti Ayu Putu Wegie Puryandhari (2020), menuliskan bahwa nilai kuat lekat
antara bambu yang dicoating vernis dalam beton dengan variasi panjang tulangan
tertanam dalam beton dan jenis bamboo yang dipakai. Bambu yang digunakan
adalah bambu Petung yang berasal dari Desa Sidemen, Karangasem dan bambu
Tali yang berasal dari Desa Manggisari, Negara. Benda uji berupa tulangan bambu
Petung dan bambu Tali dengan dimensi lebar 15 mm dan tebal 5 mm tertanam
kedalam kubus beton 150 mm x 150 mm x 150 mm dengan kuat rencana 20 MPa.
Tulangan ditanam pada pusat kubus sedalam 100 mm dan 75 mm dilakukan
penarikan dengan Universal Testing Machine (UTM). Untuk mengetahui kuat
tarik bambu, maka dilakukan uji tarik bambu dengan buku (nodia) dan tanpa buku
(nodia) dengan dimensi lebar 5 mm dan tebal 5 mm untuk bambu Petung,
sedangkan dimensi lebar 5 mm dan tebal 3 mm untuk bambu Tali. Hasil pengujian
kuat tarik bambu Petung dengan buku dan tanpa buku diperoleh masing-masing
155.14 MPa dan 268.08 MPa. Sedangkan kuat tarik bambu Tali dengan buku dan
tanpa buku diperoleh masing-masing 138.42 MPa dan 182.13 MPa. Hasil
pengujian lekatan diperoleh nilai kuat lekat rata-rata pada beton dari tulangan
bambu Petung, panjang penanaman 100 mm dengan nodia adalah 1.44 MPa dan
tanpa nodia adalah 1.34 MPa, sedangkan panjang penanaman 75 mm dengan nodia
adalah 2.61 MPa dan tanpa nodia adalah 1.74 MPa. Kuat lekat rata-rata pada beton
dari tulangan bambu Tali, panjang penanaman 100 mm dengan nodia adalah 1.07
MPa dan tanpa nodia adalah 0.91 MPa, sedangkan panjang penanaman 75 mm
dengan nodia sebesar 1.39 MPa dan tanpa nodia sebesar 0.94 MPa.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hiadayati (2017), “ditinjau kuat
lekat antara tulangan bambu dengan beton geopolimer. Tulangan bambu yang
digunakan berupa tulangan bambu petung yang diberi lilitan kawat. Tulangan baja
polos diameter 10mm dan bambu petung polos digunakan sebagai pembanding.

4
Benda uji berupa silinder beton dengan diameter 100 mm dan tinggi 200 mm.
Tulangan ditanam sedalam 150 mm pada beton. Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh rata-rata nilai kuat lekat tulangan bambu berulir kawat pada beton
geopolimer sebesar 0 21401 MPa. Kuat lekat ratarata tulangan bambu petung
polos sebesar 0 14621 MPa. Sedangkan kuat lekat tulangan baja polos diameter
10mm rata-rata sebesar 0 41415 MPa. Pemberian ulir kawat pada tulangan bambu
petung mampu meningkatkan kuat lekat sebesar 31 68%. Pola runtuh pasca
pengujian pull out pada tulangan baja polos bambu petung polos dan bambu
petung berulir kawat tidak ada perbedaan. Pola runtuh yang terjadi yaitu selip
tercabutnya tulangan keluar tanpa diikuti keruntuhan pada beton.”
Pada penelitian Adi Saputra (2017), “membahas tentang penggunaan
pelapisan tulangan bambu ori dengan akrilik untuk meningkatkan kuat lekat dan
ketahanan terhadap air yang direbus 60 C. Penelitian dilakukan dengan membuat
mix design beton normal f c 30 MPa. Pelapisan tulangan bambu dengan akrilik
menggunakan 4 permodelan yaitu tanpa lapisan (permodelan A) 2 lapisan akrilik
(permodelan B) 3 lapisan akrilik (permodelan C) dan 4 lapisan akrilik (permodelan
D). Adapun pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi kuat lekat
tulangan bambu (pull-out) dan ketahanan terhadap air yang direbus 60 C.
Pengujian kuat lekat tulangan bambu benda uji dengan 2 lapisan akrilik mimiliki
kuat lekat sebesar 0 65 MPa untuk benda uji dengan 3 lapisan akrilik mimiliki kuat
lekat sebesar 0 90 MPa dan benda uji dengan 4 lapisan akrilik mimiliki kuat lekat
sebesar 0 79 MPa. Sedangkan benda uji tanpa lapisan akrilik mimiliki kuat lekat
sebesar 0 63 MPa. Pelapisan tulangan bambu dengan akrilik mampu meningkatkan
kuat lekat tulangan bambu dan permodelan yang paling efektif adalah permodelan
C dengan 3 lapisan akrilik. Pada pengujian ketahanan air yang direbus 60 C semua
benda uji yang dilapisi akrilik mampu menahan rembesan air sesuai waktu yang
ditentukan yaitu sampai 45 menit. Penelitian ini menunjukkan bahwa kekuatan
lekat tulangan bambu yang dilapisi akrilik lebih tinggi daripada tulangan bambu
ori tanpa lapisan akrilik dan ketahanan terhadap air yang direbus 60 C tulangan
bambu yang dilapisi akrilik lebih tinggi daripada tulangan bambu tanpa lapisan

5
akrilik sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai cara alternatif
meningkatkan kuat lekat tulangan bambu.”
Pada penelitian Surya Sefgan dan Farlin Rosyad (2019), “Pengaruh
penambahan bambu petung sebagai tulangan yang berbentuk rajutan dan
susunan berdampak positif pada nilai kuat lentur, hal ini seiring dengan
meningkatnya nilai kuat lentur pada tiap variabel benda uji seperti tulangan
bambu rajutan memiliki nilai kuat lentur rata-rata sebesar 5,13 Mpa dan tulangan
bambu susunan memiliki nilai kuat lentur rata-rata sebesar 7,20 Mpa Mpa,
artinya ada kenaikan nilai kuat lentur sebesar 2.07 Mpa antara 2 variabel ini.
Sehingga tulangan bambu petung ini berpengaruh positif dan layak sebagai
alternatif pengganti tulangan baja, serta cocok digunakan pada balok beton
struktural pada bangunan rumah tinggal. Peningkatan nilai kuat lentur beton
tulangan bambu petung ini yang signifikan terjadi antara pada beton tanpa
tulangan dan beton tulangan bambu susunan dengan selisih nilai rata-rata
sebesar 4,11 Mpa.”
Pada Penelitian Muryati dan Arman (2018), “Penggunaan tulangan bambu
sebagai tulangan balok beton, tulangan dari bambu petung menghasilkan kuat
lentur yang lebih tinggi 5,67% sampai 24,43% dibandingkan dengan tulangan dari
bambu wulung. Bentuk tulangan bambu yang menghasilkan kuat lentur tertinggi
adalah tulangan persegi dililit dengan kawat, yaitu sebesar 3,00 MPa untuk
tulangan bambu petung, dan 2,83 MPa untuk tulangan bambu wulung. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa tulangan bambu petung lebih baik dari pada
tulangan bambu wulung, bentuk tulangan persegi keempat sudutnya dapat melekat
dengan kuat ke dalam beton, dan perlakuan tulangan bambu dililit dengan kawat
dapat meningkatkan kuat lentur balok. Dari pengamatan yang dilakukan pada
pengujian balok beton bertulang bambu, terlihat retak vertikal pada daerah tarik
sekitar sepertiga bentang bagian tengah balok.”

6
2.2 Landasan Teori
2.2.1. Beton
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang telah umum digunakan
untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lain lain. Beton merupakan satu
kesatuan yang homogen. Beton ini didapatkan dengan cara mencampur agregat
halus (pasir), agregat kasar (kerikil), atau jenis agregat lain dan air, dengan semen
portland atau semen hidrolik yang lain, kadang-kadang dengan bahan tambahan
(additif) yang bersifat kimiawi ataupun fisikal pada perbandingan tertentu, sampai
menjadi satu kesatuan yang homogen. Campuran tersebut akan mengeras seperti
batuan. Pengerasan terjadi karena peristiwa reaksi kimia antara semen dengan air.
Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus
(pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara.
Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedimikian rupa,
sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan
tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1 dalam
Supriadi,2016). Beton adalah suatu bahan bangunan yang telah digunakan secara
luas. Bahan tersebut diperoleh dengan cara mencampurkan semen, air dan agregat
pada perbandingan tertentu, dimana dalam jangka waktu tertentu akan mengeras
(Rosida, 2007 dalam Supriadi,2016). Defenisi beton menurut SK SNI T-15-1990-
03 adalah campuran antara semen, air dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan campuran yang membentuk massa padat. Beton yang banyak dipakai
pada saat ini yaitu beton normal. Beton normal ialah beton yang mempunyai berat
isi 2200–2500 kg/m³ dengan menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa
dipecah. Beton normal dengan kualitas yang baik yaitu beton yang mampu
menahan kuat desak/hancur yang diberi beban berupa tekanan dengan dipengaruhi
oleh bahan-bahan pembentuk, kemudahan pengerjaan (workability), faktor air
semen (F.A.S) dan zat tambahan (admixture).

7
2.2.1.1. Semen PPC (Portland Pozolan Cement)
Suatu semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen
portland dengan pozolan halus, yang di produksi dengan menggiling klinker (clinker)
semen portland dan pozolan bersama-sama, atau mencampur secara merata bubuk
semen portland dengan bubuk pozolan, atau gabungan antara menggiling dan
mencampur, dimana kadar pozolan 6 % sampai dengan 40 % massa semen portland
pozzolan.

1. Pozolan
bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan alumina, yang tidak
mempunyai sifat mengikat seperti semen, akan tetapi dalam bentuknya yang
halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi secara kimia
dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk senyawa yang
mempunyai sifat seperti semen
2. Jenis dan penggunaan
a) Jenis IP-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
semua tujuan pembuatan adukan beton.
b) Jenis IP-K yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
semua tujuan pembuatan adukan beton, semen untuk tahan sulfat sedang dan
panas hidrasi sedang.
c) Jenis P-U yaitu semen portland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.
d) Jenis P-K yaitu semen porland pozolan yang dapat dipergunakan untuk
pembuatan beton dimana tidak disyaratkan kekuatan awal yang tinggi, serta
untuk tahan sulfat sedang dan panas hidrasi rendah.

8
2.2.1.2. Agregat
Material berbutir, misalnya pasir, kerikil, batupecah, dan kerak tungku pijar, yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau
adukan semen hidrolik (SNI 03-2847-2002).

Pada material beton, agregat memenuhi sekitar 60-80 % dari isi total beton,
sehingga perilaku beton sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya agregat biasanya terdiri dari 2 macam yaitu agregat halus yang
umumnya berupa pasir dan agregat kasar yang pada umumnya berupa kerikil.

a. Agregat Halus

Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-
5 mm yang didapat dari hasil penghancuran batuan alam (natural sand) atau dapat
juga dengan memecahnya (artificial sand). Agregat halus adalah bahan yang
lolos dari saringan no. 4 (lebih kecil dari 3/16 inci, berdasarkan ASTM).
Persyaratan gradasi agregat halus dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut ini :

Gambar 2. 1 Persyaratan Gradasi Agregat Halus Ukuran Saringan Persentase Lolos

(Sumber: ASTM C33-03)

9
b. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya sudah melebihi 5 mm
(PBI, 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah.
Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami dari batu-
batuan dan berbentuk agak bulat serta permukaannya yang licin, sedangkan
batu pecah ialah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling/dipecah menjadi
pecahan berukuran 5-70 mm. Persyaratan gradasi untuk agregat kasar dapat
dilihat pada gambar 2.2. berikut ini:
Gambar
Gambar2.2.2.
2 Persyaratan Gradasi Agregat Kasar Ukuran Saringan Persentase Lolos

(Sumber: ASTM C33-03)

2.2.1.3. Air
Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air akan
bereaksi dengan semen dan menjadi pasta pengikat agregat dari yang paling besar
sampai paling halus dan menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar dapat
mudah dikerjakan dalam proses pengadukan, penuangan, maupun pemadatan. Air
yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula untuk bahan
campuran beton. Tetapi tidak berarti air bahan campuran harus memenuhi persyaratan
air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan
pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak berbau,
tidak asin dan cukup jernih. Jika masih diragukan, dapat dilakukan uji Laboratorium
sehingga memenuhi persyaratan sebagai berikut:

10
1. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2
gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

1. Keseimbangan air di permukaan tanah

Keseimbangan air di permukaan tanah dihitung berdasarkan besarnya curah hujan


bulanan dikurangi nilai evapotranspirasi terbatas rata-rata bulanan sehingga
dperoleh persamaan:
ΔS = P – ET

Dimana:

ΔS = perubahan kandungan air tanah (soil storage).

Nilainya positip apabila P > ET, air masuk ke dalam tanah

Nilainya negatif apabila P < ET, sebagian air tanah keluar sehingga terjadi defisit

Soil Storage (SS) adalah perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang
besarnya tergantung pada ΔS dan SS bulan sebelumnya.
Soil Moisture (SM) adalah volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya
tergantung ΔS, SS, dan SM bulan sebelumnya.
Soil Moisture Capacity (SMC) adalah volume air yang diperlukan untuk mencapai
kapasitas kelengasan tanah.
Water Surplus (WS) adalah volume air yang akan masuk ke permukaan tanah,
yaitu:

WS = ΔS – SS dan WS = 0 jika ΔS < SS

WS = 0 jika ΔS < SS

11
Simpanan awal (initial storage) didefinisikan sebagai besarnya volume pada saat
permulaan mulainya perhitungan. Ditaksir sesuai keadaan musim, untuk musim
hujan bisa sama dengan SMC tetapi untuk musim kemarau pada umumnya dipakai
data kadar air tanah.

2. Simpanan air tanah (ground water storage)

Nilai runoff dan ground water besarnya tergantung dari keseimbangan air dan
kondisi tanahnya. Data yang diperlukan adalah:
Koefisien infiltrasi ( I ) diambil 0,2 - 0,5

Faktor resesi aliran air tanah (k) diambil 0,4 - 0,7


Persamaan:
In = WS x I

Vn = k . V n-1 + 0,5 (1 + k). In

ΔVn = Vn – Vn-1

Dimana:

In = infiltrasi, volume air yang masuk ke dalam tanah

Vn = volume air tanah

Vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)

ΔVn = perubahan
volume air tanah I =
koefisien infiltrasi k =
faktor resesi aliran air
tanah
3. Aliran Sungai

Base Flow (BF) = Infiltrasi ( I ) – perubahan volume air tanah (ΔVn)

Direct Run Off (DR) = kelebihan air (WS) – Infiltrasi (I)

12
Aliran = Base Flow (BF) + Direct Run Off (DR)

2.2.2. Bambu
Bambu adalah rumput berkayu berbentuk pohon atau perdu. Bambu adalah
tanaman yang termasuk ordo Gramineae, familia Bambuseae. Bambu merupakan
tumbuhan berumpun, berakar serabut yang batangnya berbentuk silinder dengan
diameter bervariasi mengecil mulai dari ujung bawah sampai ujung atas, berongga,
keras dan mempunyai pertumbuhan primer yang sangat cepat tanpa diikuti
pertumbuhan sekunder, sehingga tingginya dapat mencapai 30 m. Silinder batang
bambu tersebut dipisahkan oleh nodia/ruas, yaitu diafragma-diafragma yang
arahnya transversal.
Bambu adalah tanaman yang termasuk Bamboidae, salah satu anggota sub
familia rumput, pertumbuhannya sangat cepat. Pada masa pertumbuhan, bambu
tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per jam, atau 120 cm per hari. Sifat – sifat
dasar pada bambu meliputi :
a. Sifat Fisika Bambu

1. Berat Jenis

Berat jenis bambu adalah perbandingan berat bambu terhadap berat


suatu volume air yang sama dengan volume bambu tersebut. Menurut
Leise (1980), berat jenis bambu berkisar antara 0,5 – 0,9 gr/cm2 .
Perhitungan besarnya berat jenis kering tanur bambu dipergunakan
Persamaan 2.1 dengan benda uji sama seperti benda uji kadar air.

BJ = Wa/Gb................................................................................... (2.1)

Keterangan:

BJ = Berat jenis bambu

Wa = Berat benda uji kering oven (gram)

Gb = Berat air yang volumenya sama dengan volume benda uji kering
oven (gram)

13
2. Kandungan Air

Menurut Liesse (1980), kandungan air dalam batang bambu bervariasi


baik arah memanjang maupun arah melintang. Hal itu juga tergantung
pada umur, waktu penebangan, dan jenis bambu. Untuk menghitung
kadar air benda uji tersebut dapat digunakan Persamaan 2.2 sebagai
berikut :
………………………………………………….(2.2)

Keterangan :
Wb = berat kering udara
Wa = berat kering oven
Ka = kadar air (%)
3. Penyusutan
Menurut Prawiroatmodjo (1990), perubahan dimensi bambu tidak
sama dalam ketiga arah struktur radial, tangensial dan longitudinal
sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropik.

b. Sifat Kimia Bambu

Penelitian sifat kimia bambu telah dilakukan oleh Gusmailina dan


Sumadiwangsa (1988) dalam Ganie (2008) meliputi penetapan kadar
selulosa, lignin, pentosan, abu, silika, kelarutan dalam air dingin, air panas,
dan alkohol benzen. Hasil pengujian menunjukan bahwa kadar selulosa
berkisar antara 42,4%-53,6%, kadar lignin bambu berkisar antara 19,8%-
26,2%, kadar pentosan 1,24%-3,77%, kadar abu 1,24%-3,77%, kadar silika
0,10%-1,78%, kadar kelarutan dalam air dingin 4,5%-9,9%, air panas 5,3%-
11,8%, kadar kelarutan dalam alkohol benzen 0,9%-6,9%.

14
c. Sifat Mekanik Bambu
1. Kuat Tarik
Untuk pengujian kuat tarik sejajar serat dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.3.

…………………………………………………..(2.3)

Keterangan:
tr// = Kuat tarik sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tarik maksimal bambu (N)
A = tebal x lebar = luas bidang yang tertarik (mm2 )
Kekuatan tarik bambu untuk menahan gaya-gaya tarik berbeda-beda
pada bagian batang dalam atau bagian luar, garis tengah batang (batang
yang langsing memiliki ketahanan terhadap gaya tarik yang lebih
tinggi), serta pada bagian batang mana yang digunakan karena bagian
kepala atau ujung memiliki kekuatan terhadap gaya tarik yang 12%
lebih rendah dibandingkan dengan bagian batang kaki atau pangkal.

2. Kuat tekan
Kekuatan tekan merupakan kekuatan bambu untuk menahan gaya
dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung
memperpendek atau menekan bagian bambu secara bersama-sama
(Pathurahman, 1998). Kekuatan tekan bambu semakin meningkat
seiring dengan umur bambu tersebut.
Menurut penelitian morisco (1999) kekuatan tekan bambu juga
dipengaruhi oleh posisinya yaitu di bagian pangkal, tengah, dan ujung.
Pengujian kuat tekan sejajar serat bambu berdasarkan prosedur ISO
3132-1975 dihitung menggunakan Persamaan 2.4.

………………………………………………….(2.4)

15
Keterangan:
tk // = Kuat tekan sejajar serat (MPa)
Pmaks = Gaya tekan maksimal bambu (N)
A = tebal x lebar = luas bidang yang tertekan (mm2 )

3. Modulus Elastisitas

Bambu Modulus elastisitas bambu berkisar antara 98,07 kg/cm2


sampai 294,200 kg/cm2 , hal itu didasarkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Tular dan Sutidjan dalam Muhammad (2007). Modulus
elastisitas bambu (MOE) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.5.

………………………………………………..(2.5)

Keterangan:
MOE = Modulus elastisitas bambu (MPa)
Pmaks = Beban maksimum (N)
L = Panjang (mm)
b = Lebar bambu (mm)
t = Tebal bambu (mm)
 = Lendutan proporsional dari benda uji (mm)

2.2.3. Baja Tulangan

Beton tidak mampu menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu sehingga
diperlukan perkuatan penulangan yang akan menahan gaya tarik yang timbul
dalam suatu sistem struktur. Di dalam setiap struktur beton bertulang, harus
dapat diusahakan supaya tulangan baja dan beton dapat mengalami deformasi
secara bersamaan agar terdapat ikatan yang kuat diantara keduanya. Jenis baja
yang sering digunakan untuk bahan struktur bangunan adalah baja karbon lunak
(kandungan karbon 0,3 – 0,9 %). Baja karbon merupakan material yang daktail,
artinya mampu mengalami deformasi besar tanpa mengalami keruntuhan. Sifat

16
daktail baja dapat diketahui dari diagram tegangan-regangan (stress-strain) dari
hasil uji tarik maksimal seperti Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Diagram Tegangan – Regangan Hasil Uji Tarik Baja

Modulus elastisitas baja (E baja) kurang lebih 210000 Mpa atau 29000 ksi.
Diatas batas elastis, tegangan yang terjadi relatif konstan sedangkan regangan
terus bertambah hingga mencapai menunjukkan keadaan plastis.

2.2.4. Kuat Lekat

Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perancangan dan analisis
struktur beton bertulang adalah bahwa lekatan antara tulangan dan beton yang
mengelilinginya berlangsung sempurna tanpa terjadi pergeseran. Berdasarkan
atas tanggapan tersebut maka pada waktu struktur beton bertulang bekerja akan
timbul tegangan lekat berupa shear interlock pada permukaan tulangan dan
beton. Kuat lekat dapat terjadi akibat adanya saling geser antara tulangan dan
beton di sekelilingnya. Pada penggunaan sebagai salah satu komponen
bangunan, beton selalu diperkuat dengan batang tulangan yang diharapkan
bambu dapat bekerja sama dengan baik, sehingga hal ini akan menutup
kelemahan yang ada pada beton yaitu kurang kuat dalam menahan gaya tarik,
sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.

17
Menurut Nawy (1986), kuat lekat antara bambu tulangan dan beton yang
membungkusnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Adhesi antara elemen beton dan bahan penguatnya.
b. Efek gripping (memegang) sebagai akibat dari susut pengeringan beton
disekeliling tulangan dan saling geser antara tulangan dengan beton di
sekitarnya.
c. Efek kualitas beton dan kekuatan tarik dan tekannya.
d. Efek mekanis penjangkaran ujung tulangan, yaitu dengan panjang
penyaluran (development length), panjang lewatan (splicing),
bengkokan tulangan (hooks) dan persilangan tulangan.
e. Diameter, bentuk, dan jarak tulangan karena kesemuanya
mempengaruhi pertumbuhan retak.
f. Kuat lekat antara beton dan bambu tulangan akan berkurang apabila
mendapat tegangan yang tinggi karena pada beton terjadi retak-retak.
Hal ini apabila terus berlanjut akan dapat mengakibatkan retakan yang
terjadi pada beton menjadi lebih lebar dan biasanya bersamaan dengan
itu akan terjadi defleksi pada balok.

Dalam pengujian pull out secara langsung, panjang penanaman


tulangan baja dan bambu diperoleh dengan memperhitungkan tulangan
yang ditanam di dalam massa beton. Gaya tarik sebesar P diberikan pada
tulangan sehingga tercabut dan mengalami gaya geser antara permukaan
tulangan dan beton. Gaya ini selanjutnya akan ditahan antara tulangan
dengan beton di sekelilingnya. Tegangan lekat bekerja sepanjang tulangan
yang tertanam di dalam massa beton, sehingga total gaya yang harus
dilawan sebelum tulangan tercabut keluar dari massa beton adalah
sebanding dengan luas selimut bambu tulangan yang tertanam dikalikan
dengan kuat lekat antara beton dengan bambu tulangan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

18
F

Gambar
Gambar
2. 2.4.
4 Pengujian Pull Out

Agar terjadi keseimbangan gaya horisontal, maka beban (P) yang dapat ditahan
sama dengan luas penampang tulangan dikalikan kuat lekatnya. Pengujian
terhadap beton bertulangan baja dapat menggunakan rumus:
P = Ld    ds .  …………………….................................... (2.6)
 = P …………………………………………… (2.7) (Ld d s )
Luas bidang kontak pada tulangan bambu dapat disesuaikan dengan keliling
penampang melintang dikalikan panjang penanaman.
 = P ……………….… (2.8) Ld (2(lb + tb )) + (lb tb)
keterangan :
P = beban (N)
ds = diameter tulangan (mm)
Ld = panjang penanaman (mm)
lb = lebar tulangan bambu (mmy)
tb = tebal tulangan bambu (mm)
µ = kuat lekat antara beton dengan tulangan (MPa)

19
Tegangan lekat pada persamaan (2.7) adalah tegangan lekat diambang
keruntuhan atau disebut tegangan lekat kritis. Menurut ASTM C-234-91a yang
disebut dengan tegangan lekat kritis adalah tegangan terkecil yang
menyebabkan terjadinya penggelinciran pada beton sehingga bambu yang
tertanam di dalam beton bergeser sebesar 0,25 mm. Oleh karena itu bila sesar
beton melebihi 0,25 mm maka beton bisa dianggap sudah runtuh.
Tegangan lekat dari beton menahan tulangan tetap berada pada posisinya

Z
Silinder Beton

Gambar 2. 5 Sesar Antara Tulangan dan Beton

sebagaimana Gambar 2.4. Modulus elastisatitas tulangan berperan dalam


terjadinya pertambahan panjang tulangan sampai terjadi penggelinciran ketika
beban tarik (P) bekerja. Sesar (∆s) yang terjadi setelah pembebanan adalah:
s = z − L …………………………………….…. (2.9)

…………………………………………..(2.10)

Dengan :
∆s = sesar (mm)
z = pertambahan panjang total (mm)
∆L = pertambahan panjang bambu (mm)
P = beban (N)
Lo = panjang bambu mula-mula (mm)
E = modulus elastisitas (MPa)

20
A = luas penampang bambu (mm2 )

2.2.5. Panjang Penyaluran

Panjang penyaluran adalah panjang penanaman yang diperlukan untuk


mengembangkan tegangan baja hingga mencapai tegangan luluh, merupakan
fungsi dari tegangan leleh, diameter dan tegangan lekat baja tulangan. Panjang
penyaluran menentukan tahanan terhadap tergelincirnya tulangan. Salah satu
konsep dari pemindahan gaya antara tulangan dan beton sekelilingnya
dilakukan dengan jalan memberi panjang penyaluran (Ld). Surya Sebayang
(2009). Dasar utama teori panjang penyaluran adalah dengan memperhitungkan
suatu baja tulangan yang ditanam di dalam masa beton. Agar batang dapat
menyalurkan gaya sepenuhnya melalui ikatan, harus tertanam di dalam beton
hingga suatu kedalaman tertentu yang dinyatakan dengan panjang penyaluran.
Sebuah gaya tarik P bekerja pada baja tulangan tersebut. Gaya ini ditahan oleh
lekatan antara beton sekeliling dengan baja tulangan. Bila tegangan lekat ini
bekerja merata pada seluruh bagian batang yang tertanam, total gaya angker
(gaya yang harus dilawan sebelum batang tersebut keluar dari beton) akan sama
dengan panjang bagian yang tertanam dikalikan keliling baja tulangan kali
tegangan lekat. Gaya maksimum yang dapat dilawan oleh batang itu sendiri
sama dengan luas penampang batang dikalikan dengan kekuatan tarik baja.
Agar terjadi keseimbangan antara gaya, maka kedua gaya ini harsu sama besar.
Untuk menjamin lekatan antara baja tulangan dan beton tidak mengalami
kegagalan, diperlukan adanya syarat panjang penyaluran.
Ld . π . d . fb = P .................................................................................. (2.11)
Dimana nilai P = A . fy maka didapat persamaan :
Ld . π . d . fb = A . fy ........................................................................... (2.12)
Dengan luas penampang tulangan adalah A = π . d2 / 4
Ld . π . d . fb = π . d2 / 4 . fy ............................................................... (2.13) Dari
persamaan 2.12 diperoleh panjang penyaluran :

21
Ld = fy / 4 . fb x d .................................................................................. (2.14)
Dan nilai tegangan lekat :
fb = fy / 4 . Ld x d .................................................................................. (2.15)

dengan :
P = gaya tarik keluar.
A = luas penampang baja tulangan.
fy = tegangan baja leleh.
d = diameter baja tulangan.
Ld = panjang penyaluran.
fb = kuat lekat / tegangan lekat.

Menurut SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.5.2 menetukan bahwa panjang


penyaluran Ld untuk batang tulangan baja tarik deformasian dan tulangan
rangkai las adalah sebagai berikut :
Ld = Ldb x faktor modifikasi................................................................... (2.16)
dengan :
Ld = panjang penyaluran
Ldb = panjang penyaluran dasar

a. Panjang penyaluran dasar :


1) Batang D-36 dan lebih kecil : 0,02 Ab fy / √f’c
Tetapi tidak kurang dari : 0,06 db fy
2) Batang D-45 : 25 fy √f’c
3) Batang D-55 : 40 fy √f’c
4) Kawat berulir : 3/8 db . fy √f’c

b. Faktor modifikasi diambil :


1) Tulangan atas : 1,4

22
2) Tulangan dengan fy > 400 Mpa : 2 – (400/fy)
3) Beton ringan dengan spesifikasi beton tahan sulfat : √f’c / (1,8fct)
4) Beton ringan tanpa menetukan kekuatan tarik
Beton ringan berpasir : 1,18
Beton ringan total : 1,33
5) Penulangan mendatar spasi pkp 150 mm
Jarak besi antara tulangan < 70 mm : 0,80
6) Tulangan dalam lilitan spiral diameter > 5 mm
Dan jarak lilitan < 100 mm : 0,75

Panjang penyaluran Ld tidak boleh kurang dari 150 mm.


f’c = satuan dalam Mpa
fy = satuan dalam Mpa
db = satuan dalam mm
Ab = satuan dalam mm2
fct = satuan dalam Mpa Panjang penyaluran Ld yang didapat dalam satuan
millimeter (mm).

2.3 Kerangka Pemikiran


Adapun kerangka berfikir pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

Mulai

Rumusan masalah

23
Studi literatur

Studi Eksperimen

Persiapan Pengujian

Pengujian

Analisis Data

Kesimpulan

Selesai

Gambar 2. 6 Kerangka Berfikir Penelitian

24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Umum
Penelitian ini dimulai dengan beberapa tahapan yaitu persiapan bahan,
pembuatan tulangan bambu, pembuatan benda uji, pengujian, dan analisis data.
Setiap tahapan dan pekerjaan yang dilakukan berpedoman pada standar yang
berlaku dengan menyesuaikan kondisi dan fasilitas yang ada di laboratorium.
Pada penelitian ini akan menggunakan benda uji sebanyak 3 benda uji tehadap
masing-masing pemodelan pada tulangan bambu, yaitu pemodelan dengan
takikan zig-zag 25% pada bambu petung, takikan zig zag 50% pada bambu
petung, dan takikan zig-zag 100% pada bambu petung. Benda uji yang
digunakan adalah silinder beton dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30
cm dengan pengujian kuat tekan dan benda uji lekatan mempergunakan kubus
dengan ukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm.

3.2 Persiapan Alat dan Bahan


3.2.1 Persiapan Alat
a) Concrete Mixer
b) Timbangan digital
c) Cetakan/bekisting Silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan
cetakan kubus dengan ukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm
d) Ember dan Sekop
e) Set Pemeriksaan Agregat
Terdiri atas pan, oven shieve shaker, oven, dan saringan agregat
f) Kerucut abrams
g) Kerucut abrams
h) Pisau Besar/Golok
i) Alat Pengujian
Terdiri dari mesin UTM (Universal Testing Machine) dan Compression
machine.
i) Alat Bantu

25
Untuk mendukung penelitian digunakan beberapa alat bantu yang dapat
mempermudah penelitian antara lain meteran, stopwatch, trolley, spatula dan
tropol
j) Peralatan penunjang lainnya

3.2.2 Persiapan Bahan


a) Bambu yang sudah diberikan pemodelan
b) Semen
c) Agregat kasar
d) Agregat halus
e) Air
3.3 Prosedur Eksperimen
Bambu sebagai tulangan beton diambil bagian pangkal sepanjang 2 meter,
terlebih dahulu dilakukan perlakuan pengawetan dengan cara merendam dalam
air selama kuang lebih tiga minggu, lalu dikeringkan.
Tulangan bambu dibuat dalam bentuknya dan diberi takikan zig-zag guna
untuk mempertahankan kandungan silika dan mengurangi sifat higroskopis
yang dimiliki pada bambu, dengan tiga variasi takikan zig-zag pada tulangan
bambu yaitu, dengan takikan zig zag 25%, 50% dan 100% pada bambu tersebut.

Gambar 3. 1 Ilustrasi pemodelan takikan zig-zag pada tulangan bambu

3.3.1 Data Pengujian

Pengujian yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu pengujian kuat tekan
dan pengujian porositas. Adapun variasi sample yang akan digunakan dapat
dilihat pada tabel berikut :

26
No. Jenis Pengujian Jumlah Satuan

Sampel

1. Pengujian Kuat Tekan dan Kuat Tarik

a. Tulangan bambu takikan zig-zag 25% 3 Buah

b. Tulangan bambu takikan zig-zag 50% 3 Buah

c. Tulangan bambu takikan zig-zag 100% 3 Buah

2. Pengujian Kuat Lekat

a. Tulangan bambu takikan zig-zag 25% 3 Buah

b. Tulangan bambu takikan zig-zag 50% 3 Buah

c. Tulangan bambu takikan zig-zag 100% 3 Buah

Tabel 3. 1 Variasi Sample dan Jenis Pengujian

3.3.2 Pengujian Benda Uji


Beberapa pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengujian kuat
Tarik bambu, kuat tekan beton dan pengujian lekatan dengan benda uji kubus
serta tulangan bambu Petung dengan takikan zig-zag.
1. Pengujian kuat tekan beton
Pengujian dilakukan terhadap benda uji silinder pada umur 28 hari.
2. Pengujian kuat tarik bambu dan kuat lekat tulangan bambu
Sebelum dilakukan pengujian lekatan, bambu yang digunakan terlebih
dahulu dilakukan pengujian kuat tarik bambu. Kuat tarik bambu merupakan
kekuatan dari bambu tersebut didalam menerima gaya tarik sampai bambu
tersebut putus. Pengujian kuat tarik bambu ini dilakukan terhadap bambu

27
Petung dengan takikan zig-zag. Jumlah benda uji tarik bambu adalah 3 buah
dengan variasi persentase takikan pada bambu.
Setelah dilakukan pengujian kuat tarik bambu, maka dilanjutkan dengan
pengujian lekatan tulangan bambu. Pengujian kuat lekat ini dilakukan
dengan menggunakan mesin yang sama dengan pengujian Tarik tulangan
yaitu mesin UTM (Universal Testing Machine). Benda uji disetup pada
mesin UTM dan batang tulangan yang menonjol dijepit. Kemudian batang
tulangan dibebani dengan kecepatan maksimal 22 kN/menit. Besarnya
beban maksimum yang dapat diterima dibaca dan dicatat.

28
3.4 Diagram Alir

Mulai

Fenomena

Studi Literatur

Persiapan Bahan dan Alat

Pengujian Karakteristik Material

• Pembentuk Beton
- Semen
- Pasir
- Kerikil
• Tulangan Beton
- Bambu takikan zig-zag 25%
- Bambu takikan zig-zag 50%
- Bambu takikan zig-zag 100%

Mix design

Pembuatan Benda Uji

Perawatan Benda Uji

Pengujian

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

29
Selesai
Gambar 3. 2 Diagram Alir
LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Bimbingan

30
Lampiran 2 Dokumentasi Bimbingan

31
Lampiran 3 Fenomena Dampak Gempabumi Cianjur

32

Anda mungkin juga menyukai