Anda di halaman 1dari 15

STEP 1

Antidotum : obat yang bekerja antagonis dari efek agonis obat yang berguna untuk menetralisir efek
agonisnya

STEP 2

1. Apa interpretasi pemeriksaan fisik di scenario?


2. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pada scenario?
3. Bagaimana cara kerja/ farmakodinamik morfin dalam tubuh?
4. Bagaimana peran reseptor di SSP dan system saraf otonom?
5. Bagaimana patofisiologi di scenario?
6. Apa macam-macam dari intoksikasi?
7. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari kasus di scenario?
8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intoksikasi?
9. Apa antidotum yang diberikan di scenario?
10. Bagaimana penatalaksaan dari kasus di scenario?
STEP 3

1. Apa interpretasi pemeriksaan fisik di scenario?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pada scenario?


 Pupil miosis : apabila kedua positif disebut pin point pupil (ukuran normalnya >3mm)
Terdapat 3 reseptor opioid:
o miu : analgesi, euphoria, depresi respirasi , miosis
Bekerja di spinal cord, mienterikus aorba, otak dan pleksus submucosa
o delta : perubahan mood
Bekerja di plexus mesentericus dan otak
o kappa : analgesi , miosis , depresi pernafasarn , sedasi
Bekerja di pleksus mesentereicus, otak dan spinal cord.
Dari ketiga reseptor juga bekerja di nucleus edinger Westphal  n. III jika terangsang
terus menerus pupil akan miosis terus menerus karena akan mengontraksikan sfingter
pupil
 Muntah : salah satu reseptor bekerja di pleksus mesentericus (mempersarafi otot2 polos
pencernaan)  penurunan sekresi usus, disbiosis microbiota usus, peningkatkan reflex
muntah dan penurunan peristaltic kolon  konstipasi
Efek morfin mempengaruhi CTZ dan stimulasi apparatus vestibule
 Suhu 39,5 : morfin jika berlebihan perangsangan saraf parasimpatis vasodilatasi
pembuluh darah suhu tubuh akan meningkat
Analgesik opioid sama dengan kerja endorphin dalam tubuh yaitu peptide opioid
menstimulasi 3 receptor miu kappa dan delta

3. Bagaimana cara kerja/ farmakodinamik morfin dalam tubuh?


Farmakokinetik
 Absorbsi : jenis opioid diabsorbsi jika diberikan subkutan, IM, IV maupun oral. Efek
maksimal pada pemberian IV 10 menit, IM 30-45 menit, oral sampai 90 menit.
 Distribusi : dipengaruhi oleh afinitas obat dan potensi obat beriktan dengan protein plasma.
Opioid secara cepat meninggalkan kompartemen darah dan terakumulasi secara tinggi di
otak, paru, dan ginjal
 Metabolisme : dimetabolisme oleh hepar. Jika ada sirosis akan mengganggu metabolism
opioid  efek toksik opioid meningkat intoksikasi. Beberapa jenis opioid seperti fentanyl
mudah lebih larut lemak.
 Eksresi : pengeluarannya melalui urin

Farmakodinamik
 Morfin dosis kecil 5-10 mg
o Pada pasien sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah  menimbulkan gejala euphoria
o Pada orang normal  menimbulkan gejala disforia berupa perasaan khawatir, gelisah dan
mual muntah
 Pada dosis kecil dapat menyebabkan depresi pernafasan.
 Di lambung : dapat menghambat sekresi HCl pergerakan lambung berkurang tonus
antrum meninggi dan motilitas berkurang sfingter pylorus berkontraksi  pergerakan isi
lambung ke duodenum diperlambat
 Di usus halus : dapat mengurangi skresi empedu dan pankreas dan memperlembat
encernaan makanan di usus halus
 Di usus besar : morfin dapat mengurangi gerakan propulsi usus besar dan meninggikan tonus
dan menyebabkan spasme usus besar penerusan isi kolon diperlambat  feses keras
 Di kulit : vasodilatasi kulit sehingga tampak kulit kemerahan dan terasa panas

4. Bagaimana peran reseptor di SSP dan system saraf otonom?


Tempat kerja opioid :
 SSP : kortex, hippocampus, thalamus dan hipotalamus , system mesolimbic, medulla
oblongata, medulla spinalis
 Otonom : plexus mientericus, plexus submucosa

Morfin masuk ke Opioid receptor (miu kappa)  inhibitor dopamine tidak bekerja, endorphin
akan keluar memicu hormone kesenangan  mempengaruhi sinaps dopamine jika
dopamine terpicu morfin euphoria .

Mekanisme hemostasis : morfin hemostasis turun maka tubuh tidak akan terhemostasis
sendiri dengan baik release dopamine terlalu banyak  timbul gejala negative seperti
respiration depression, nyeri ulu hati, euphoria, sesak nafas, vomit, dll. Jika berkelanjutan timbul
gejala kronik seperti less sensitivity dan withdrawal

Morfin mempengaruhi hemostasis karena jika dosis morfin terlalu banyak perangsangan
tubuh mengeluarkan histamine  banyak efek : menyebabkan syok anafilatik (HR turun, TD
turun)
5. Bagaimana patofisiologi di scenario?
Tempat kerja opioid :
 SSP : kortex, hippocampus, thalamus dan hipotalamus , system mesolimbic, medulla
oblongata, medulla spinalis
 Otonom : plexus mientericus, plexus submucosa

Morfin masuk ke Opioid receptor (miu kappa)  inhibitor dopamine tidak bekerja, endorphin
akan keluar memicu hormone kesenangan  mempengaruhi sinaps dopamine jika
dopamine terpicu morfin euphoria .

Mekanisme hemostasis : morfin hemostasis turun maka tubuh tidak akan terhemostasis
sendiri dengan baik release dopamine terlalu banyak  timbul gejala negative seperti
respiration depression, nyeri ulu hati, euphoria, sesak nafas, vomit, dll. Jika berkelanjutan timbul
gejala kronik seperti less sensitivity dan withdrawal

Morfin mempengaruhi hemostasis karena jika dosis morfin terlalu banyak perangsangan
tubuh mengeluarkan histamine  banyak efek : menyebabkan syok anafilatik (HR turun, TD
turun)

6. Apa macam-macam dari intoksikasi? (bedakan gejala intoksikasi dan withdrawal)


Macam obat narkotika
 Stimulan : berefek sistem saraf simpatis.
Contoh : Amfetamin, kokain, kafein, MDMA/dopping, nikotin
o Gejala intoksikasi : takikardi, midriasis, agitasi.
o Gejala withdrawal : bradikardi, miosis, depresi pernafasan
 Benzodiazepin : meningkatkan GABA, menghambat simpatis.
Contoh : diazepam, loratadin
o Gejala intoksikasi : menenagkan, bicara gak jelas (slurred speech), inkoordinasi
Terapi : flumazenil
o Gejala withdrawal : cemas, takikardi, sesak nafas, insomnia
Terapi : fenobarbital
 Opioid :
Contoh morfin, heroin, tramadol, kodein
o Gejala intoksikasi : miosis/pin point pupil, depresi pernafasan, konstipasi, mual
muntah, penurunan kesadaran, TD turun, bradikardi
Terapi : naloxon
o Gejala withdrawal : agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala, (Dosis
sangat tinggi  kejang/kompulsi), koma, lakrimasi, berkeringat banyak, TD
meningkat , nadi cepat, suhu tubuh meningkat/hiperpireksia
Terapi : metadon

Intoksikasi : penggunaan obat2an berlebihan dalam suatu waktu


Withdrawal : penghentian obat2an secara mendadak

7. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari kasus di scenario?


 Paru-paru : bronchitis, pneumonitis
 Hati : sirosis hati
 Ginjal : nefrotoxin, gagal ginjal
 Sistem saraf : fungsi otak lambat, hilang kesadaran

8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intoksikasi?


 Sifat zat : apakah keracunan akut/ kronis/ sistemik
o akut : baru pertama kali
o kronis : menahun
o sistemik : dapat mempengaruhi seluruh tubuh (contoh ginjal, otak)
 Cara masuk ke dalam tubuh : apakah melalui aspirasi/ mulut/ GIT/ absorbsi kulit
 Sifat dari kandungan zat :
o racun bersifat korosif dan iritatif (merusak jaringan di pernafasan, pencernaan dan
kulit)
o racun yang merusak saraf/neurotoksik (racun yang terdapat pada binatang berbisa)
o racun yang dapat merusak sel darah ( yang mengandung senyawa Arsen)
 Jenis atau macam dan kadar racun : kecepatan absorbsi ditentukan oleh daya larut zat
tersebut. Morfin dalam tubuh normalnya timbul gejala 5-10 menit setelah injeksi, jika
diberikan dosis berlebih semakin cepat menimbulkan gejala/intoksikasi semakin tinggi

9. Apa antidotum yang diberikan di scenario?


Antidotum : Naloxon
 Untuk pengobatan darurat narkotika yang diketahui atau diduga overdosis
 Naloxone sifatnya antagonis kompetitif. Jika diberi naloxone bisa menggeser opioid dari
reseptornya. Efektif pada reseptor miu.
Diberikan 0,4 mg IV tiap 5 menit, dapat diulangi sampai pasien merespon.
Maksimal dosis 10 mg

1. Kasih oksigen memakai BVM sebelum naloxone


Dosis : dewasa : 0,04 mg / kgbb
Pediatric 0,1 mg/KGBB
2. 2-3 menit RR blm naik ulangi naloxone 0,5 mg
3. Nilai lagi 2-3 menit tambah  2 mg
4. Masih tidak berespon  4 mg
5. Masih tidak respon 10 mg
6. Terakhir  15 mg dosis maksimal

Observasi : kembalinya pernafasan pasien : adekuat atau tidak

10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada skenario?


11. Bagaimana penatalaksaan dari kasus di scenario?
STEP 7

1. Apa interpretasi pemeriksaan fisik di scenario?

2. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pada scenario?


 Pupil miosis : apabila kedua positif disebut pin point pupil (ukuran kurang lebih 1mm,
sedangkan ukuran normalnya >3mm)
Terdapat 3 reseptor opioid:
o miu : analgesi, euphoria, depresi respirasi , miosis
Bekerja di spinal cord, mienterikus aorba, otak dan pleksus submucosa
o delta : perubahan mood
Bekerja di plexus mesentericus dan otak
o kappa : analgesi , miosis , depresi pernafasarn , sedasi
Bekerja di pleksus mesentereicus, otak dan spinal cord.
Dari ketiga reseptor juga bekerja di nucleus edinger Westphal  n. III  jika terangsang
terus menerus pupil akan miosis terus menerus karena akan mengontraksikan sfingter
pupil
 Muntah : salah satu reseptor (miu dan kappa) yang bekerja di pleksus mesentericus
(mempersarafi otot2 polos pencernaan)  penurunan sekresi usus, disbiosis microbiota
usus, peningkatkan reflex muntah dan penurunan peristaltic kolon  konstipasi
Efek morfin mempengaruhi CTZ dan stimulasi apparatus vestibule
 Suhu 39,5 : morfin jika berlebihan perangsangan saraf parasimpatis vasodilatasi
pembuluh darah suhu tubuh akan meningkat
Analgesik opioid sama dengan kerja endorphin dalam tubuh yaitu peptide opioid
menstimulasi 3 receptor miu kappa dan delta
3. Bagaimana cara kerja/ farmakodinamik morfin dalam tubuh?
Farmakokinetik
 Absorbsi : jenis opioid diabsorbsi jika diberikan subkutan, IM, IV maupun oral. Efek
maksimal pada pemberian IV 10 menit, IM 30-45 menit, oral sampai 90 menit.
 Distribusi : dipengaruhi oleh afinitas obat dan potensi obat berikatan dengan protein
plasma. Opioid secara cepat meninggalkan kompartemen darah dan terakumulasi secara
tinggi di otak, paru, dan ginjal. Tergantung volume distribusi, Vd> 5 (opioid, propranolol,
anti-depresan), Vd<1 (salisilat, ethanol, lithium)
Vd= 2-5 L/kg, protein binding = 12-35%, T ½ = 1,8-2,9 jam
 Metabolisme : dimetabolisme oleh hepar. Jika ada sirosis akan mengganggu metabolism
opioid  efek toksik opioid meningkat intoksikasi. Beberapa jenis opioid seperti fentanyl
mudah lebih larut lemak.
Didalam hati, 70% morfin dimetabolisme melalui senyawa konjugasi dengan asam
glukoronat menjadi morfin 3-glukoronida yang tidak aktif dan hanya sebagian kecil (3%) dari
jumlah ini terbentuk morfin-6-glukoronida dengan daya analgetik 6 kali lebih kuat dari
morfin sendiri.
 Eksresi : pengeluarannya melalui urin 90% dan 10% melalui feses . Kira-kira 87% dosis
morfin diekskresikan dalam 72 jam melalui urin.

Farmakodinamik
 Morfin dosis kecil 5-10 mg
o Pada pasien sedang menderita nyeri, sedih dan gelisah  menimbulkan gejala euphoria
o Pada orang normal  menimbulkan gejala disforia berupa perasaan khawatir, gelisah dan
mual muntah
 Pada dosis kecil dapat menyebabkan depresi pernafasan.
 Di lambung : dapat menghambat sekresi HCl pergerakan lambung berkurang tonus
antrum meninggi dan motilitas berkurang sfingter pylorus berkontraksi  pergerakan isi
lambung ke duodenum diperlambat
 Di usus halus : dapat mengurangi skresi empedu dan pankreas dan memperlembat
encernaan makanan di usus halus
 Di usus besar : morfin dapat mengurangi gerakan propulsi usus besar dan meninggikan tonus
dan menyebabkan spasme usus besar penerusan isi kolon diperlambat  feses keras
 Di kulit : vasodilatasi kulit sehingga tampak kulit kemerahan dan terasa panas
 Bekerja direseptor miu dan kappa : menyebabkan miosis karena bekerja di segmen otonom
n III.
 Di otot polos : meninggikan tonus dan amplitude kontraksi ureter dan kandung kemih
 Di urin : morfin dapat mengurangi volume urin karena rendahnya filtrasi glomerulus dan
berkurangnya aliran darah ke ginjal dan pelepasan ADH.

4. Bagaimana peran reseptor di SSP dan system saraf otonom?


Tempat kerja opioid :
 SSP : kortex, hippocampus, thalamus dan hipotalamus, system mesolimbic, medulla
oblongata, medulla spinalis
 Otonom : plexus mientericus, plexus submucosa

Morfin masuk ke Opioid receptor (miu kappa)  inhibitor dopamine tidak bekerja, endorphin
akan keluar memicu hormone kesenangan  mempengaruhi sinaps dopamine jika
dopamine terpicu morfin euphoria .

Mekanisme hemostasis : morfin hemostasis turun maka tubuh tidak akan terhemostasis
sendiri dengan baik release dopamine terlalu banyak  timbul gejala negative seperti
respiration depression, nyeri ulu hati, euphoria, sesak nafas, vomit, dll. Jika berkelanjutan timbul
gejala kronik seperti less sensitivity dan withdrawal

Morfin mempengaruhi hemostasis karena jika dosis morfin terlalu banyak perangsangan
tubuh mengeluarkan histamine  banyak efek : menyebabkan syok anafilatik (HR turun, TD
turun)

5. Bagaimana patofisiologi di scenario?


Tempat kerja opioid :
 SSP : kortex, hippocampus, thalamus dan hipotalamus , system mesolimbic, medulla
oblongata, medulla spinalis
 Otonom : plexus mientericus, plexus submucosa

Morfin masuk ke Opioid receptor (miu kappa)  inhibitor dopamine tidak bekerja, endorphin
akan keluar memicu hormone kesenangan  mempengaruhi sinaps dopamine jika
dopamine terpicu morfin euphoria .

Mekanisme hemostasis : morfin hemostasis turun maka tubuh tidak akan terhemostasis
sendiri dengan baik release dopamine terlalu banyak  timbul gejala negative seperti
respiration depression, nyeri ulu hati, euphoria, sesak nafas, vomit, dll. Jika berkelanjutan timbul
gejala kronik seperti less sensitivity dan withdrawal

Morfin mempengaruhi hemostasis karena jika dosis morfin terlalu banyak perangsangan
tubuh mengeluarkan histamine  banyak efek : menyebabkan syok anafilatik (HR turun, TD
turun)
6. Apa macam-macam dari intoksikasi? (bedakan gejala intoksikasi dan withdrawal)
Macam obat narkotika
 Stimulan : berefek sistem saraf simpatis.
Contoh : Amfetamin, kokain, kafein, MDMA/dopping, nikotin
o Gejala intoksikasi : takikardi, midriasis, agitasi.
o Gejala withdrawal : bradikardi, miosis, depresi pernafasan
 Benzodiazepin : meningkatkan GABA, menghambat simpatis.
Contoh : diazepam, loratadin
o Gejala intoksikasi : menenagkan, bicara gak jelas (slurred speech), inkoordinasi
Terapi : flumazenil
o Gejala withdrawal : cemas, takikardi, sesak nafas, insomnia
Terapi : fenobarbital
 Opioid :
Contoh morfin, heroin, tramadol, kodein
o Gejala intoksikasi : miosis/pin point pupil, depresi pernafasan, konstipasi, mual
muntah, penurunan kesadaran, TD turun, bradikardi
Terapi : naloxon
o Gejala withdrawal : agitasi, nyeri otot dan tulang, insomnia, nyeri kepala, (Dosis
sangat tinggi  kejang/kompulsi), koma, lakrimasi, berkeringat banyak, TD
meningkat , nadi cepat, suhu tubuh meningkat/hiperpireksia
Terapi : metadon

Intoksikasi : penggunaan obat2an berlebihan dalam suatu waktu


Withdrawal : penghentian obat2an secara mendadak

 Berdasarkan cara terjadinya


o Self poisoning : meracuni diri sendiir bunuh diri atau coba2 obat
o Attempt poisoning : sudah bertujuan untuk bunuh diri dan bisa berakhir dengan
kematian atau sembuh
o Accidental poisoning : contoh anak kecil minum baygon
o Humicidal poisoning : kejahatan
 Menurut jenis bahan kimia
o Alcohol, fenol, logam berat, organofosfat
 Berdasarkan keadaan fisik
o Gas : CO
o Cair : organofosfat
o Padat : seafood, jamur, jengkol, singkong

7. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari kasus di scenario?


 Paru-paru : bronchitis, pneumonitis
 Hati : sirosis hati
 Ginjal : nefrotoxin, gagal ginjal
 Sistem saraf : fungsi otak lambat, hilang kesadaran

8. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi intoksikasi?


 Sifat zat : apakah keracunan akut/ kronis/ sistemik
o akut : baru pertama kali
o kronis : menahun
o sistemik : dapat mempengaruhi seluruh tubuh (contoh ginjal, otak)
 Cara masuk ke dalam tubuh : apakah melalui aspirasi/ mulut/ GIT/ absorbsi kulit
 Sifat dari kandungan zat :
o racun bersifat korosif dan iritatif (merusak jaringan di pernafasan, pencernaan dan
kulit)
o racun yang merusak saraf/neurotoksik (racun yang terdapat pada binatang berbisa)
o racun yang dapat merusak sel darah ( yang mengandung senyawa Arsen)
 Jenis atau macam dan kadar racun : kecepatan absorbsi ditentukan oleh daya larut zat
tersebut. Morfin dalam tubuh normalnya timbul gejala 5-10 menit setelah injeksi, jika
diberikan dosis berlebih semakin cepat menimbulkan gejala/intoksikasi semakin tinggi

9. Apa antidotum yang diberikan di scenario?


Antidotum : Naloxon
 Untuk pengobatan darurat narkotika yang diketahui atau diduga overdosis
 Naloxone sifatnya antagonis kompetitif. Jika diberi naloxone bisa menggeser opioid dari
reseptornya. Efektif pada reseptor miu.
Diberikan 0,4 mg IV tiap 5 menit, dapat diulangi sampai pasien merespon (pupil tidak miosis).
Maksimal dosis 10 mg

1. Kasih oksigen memakai BVM sebelum naloxone


Dosis : dewasa : 0,04 mg / kgbb
Pediatric 0,1 mg/KGBB
2. 2-3 menit RR blm naik ulangi naloxone 0,5 mg
3. Nilai lagi 2-3 menit tambah  2 mg
4. Masih tidak berespon  4 mg
5. Masih tidak respon 10 mg
6. Terakhir  15 mg dosis maksimal

Observasi : kembalinya pernafasan pasien : adekuat atau tidak

10. Apa saja pemeriksaan penunjang pada skenario?


 Nalorfine test : kadar morfin dalam urin, bila sama dengan 5 mg% berarti pasien minum
morfin dengan jumlah sangat banyak. Bila kadar morfin dalam urin 5-20% atau kadar
morfin dalam darah 0,1-0,5 mg% berarti pemakaiannya lebih besar dari dosis lethal.
 Darah rutin
 Ureum creatinine
 Elektrolit
 Gula darah

11. Bagaimana penatalaksaan dari kasus di scenario?


Dewasa : 0,4 mg IV tiap 5 menit. Jika pasien belum respon diulang kembali. Maksimal dosis 10
mg.

1. Detoksifikasi : Rawat inap


 Abtinens : berhenti dari kecanduannya. Boleh menerima obat tapi yang non narkotik
/ obat yang simptomatik seperti anti-analgesik dan antidepresan.
 Pakai antidotum
2. Rehabilitasi : rawat jalan
 Untuk memperbaiki psikis dan social
 Berhubungan dengan komunikasi terhadap orang beragama dan aktivitas fisik

Anda mungkin juga menyukai