Anda di halaman 1dari 7

Estetika, Faldi Hendrawan

September 2022
pandangan pertama pada “Symposion” karya tentang
“Pendirian Sokrates, Atau Dialog Sokrates”. Pandangan
atas “yang indah” adalah benda material, umpamnya
tubuh manusia, dan akan meningkat jika ada orang yang
melihat lagi, dan lebih jauh lagi ada yang lebih indah dari
tubuh yaitu jiwa.
Rasa cinta ini bukan hanya tertuju pada keindahan
semata, tetapi kebaikan moral, dan kebenaran (ilmu
pengetahuan), Rasa cinta itu timbul karena adanya
Pendidikan
Dalam karya “ Philebus” sumber segala keindahan adalah yang paling
sederhana, semisal kesatuan sederhana. Adapun keindahan kompleks
menunjukkan adanya ukuran , proporsi dan membentuk kesatuan besar,
tetapi PLATO tidak pernah menyatakan kesatuan bagian dari ciri-ciri
keindahan
Pandangan terhadap karya seni, “Politeia” (republik), segala kenyataan yang
ada didunia merupakan tiruan dari yang asli yang terdapat di dunia “idea”
dan dunia “idea”jauh lebih unggul dari kenyataan di dunia ini.
karya seni merupakan tiruan benda yang indah yang merupakan ilusi dan
dari keindahan sebenarnya/kebenaran sejati, keindahan disini lebih
merupakan tiruan dari ide yang abadi itu, sehingga lebih bersifat
“transedental”
Pandangnya cenderung terlalu “intelektual”/ “jasmaniah” karena dianggap
terlalu menghargai nilai-nilai pengetahuan berdasarkan akal pikiran, bahkan
menganggap nilai pengetahuan dari seni itu rendah karena keterlibatan “
banjir emosi” sehingga membutakan akal sehat dan menganggu satabilitas
kehidupan bernegara
Murid plato, tetapi menolak pandangan Plato bahkan
dikatakan berseberangan dengan gurunya. Dalam
buku “Poiteike” tentang keindahan dan karya seni
Sepakat atas keindahan menyangkut keseimbangan
dan keteraturan ukuran, ukuran material, baik
keteraturan alam, dan benda seni buatan manusia.
konsep “mimesis” tiruan bahwa seni itu imitasi dan
tiruan, meniru itu memberikan kegembiraan dan
keindahan, bukan hanya reproduksi realitas yang
mampu memiliki makna, karya seni memiliki
gambaran atas tingkah laku manusia dan universal.
Sedangkan Plato menganggap hanya ilusi, dan
Aristoteles menganggap nyata dengan kemampuan
pencerapan secara inderawi /sensoris
• Bertumpu pada seni sastra, pada komedi dan tragedi. Selain
menjelaskan rincian dan karakteristik seni drama ini,
Aristoles menggambarkan tragedi manusia digambarkan
lebih baik dari kenyataan sebenarnya dan komedi itu
kebalikannya. Peran emosi dalam tragedi mampu
memunculkan katarsis bagi penontonya/manusia.
• Istilah “katarsis” dari “khataros” menjadi pokok penting
pemikirannya, berarti “pemurnian” atau bersih. katarsis
adalah puncak dan tujuan pada setiap karya seni. Segala
peristiwa, pertemuan, wawancara, permenungan,
keberhasialan , kegagalan, kekecewaan dan dipentaskan
sedemikian rupa hingga serentak semua tampak “logis”
tetapi juga seolah-olah “tak terduga”
• Pengalaman dimana suatu saat muncul perasaaan mencair
dan terjadi secara mengharukan yang terjadi secara “tiba-
tiba” dan menjadi pengalaman terkait pemahaman yang
mendalam tentang manusia
Penyair lirik masa kekaisaran romawi, bukunya Ars poetica, dengan
mengutip nama Plato dan Aristoteles
Ada baberapa syarat seni (sastra, puisi) yang baik adalah:
1. Decorum: harmoni dalam seni, sesuai pokok yang dipilih,
ragam dan gaya, dan sesuai target audience.
2. Natura dan ingenium: kedua unsur bakat/natura dan unsur
keterampilan/teknik/ ars harus seimbang.
3. Fungsi seni: harus bisa menjadi hiburan/penikmatan dan
manfaat/Pendidikan bagi kehidupan manusia
Konsep ini mandatangkan perdebatan abad -19, tenyang tujuan seni
yaitu “seni untuk seni” atau “seni untuk masyarakat”
Filsafat nya disebut Neo Platonisme karena meneruskan
pandangan Plato, Sumber keindahan adalah ide keindahan
yang abadi dan ide keindahan merupakan maha sumber
segalanya.
Bertolak belakang dengan Aristoteles mengenai pengalaman
bersifat inderawi, tetapi lebih transendetal dan intelektual.
Pengalaman keindahan manusia dapat memberikan ketengan
batin, karena manusia mengenal Kembali hubungan dirinya
dengan sumber segala asas, yang Esa itu tadi.
Pendapat bahwa seni itu bersifat kontemplatif, diluar non
duniawi/ materialistik

Anda mungkin juga menyukai