Anda di halaman 1dari 6

MASALAH KESEHATAN MENTAL YANG DIPANDANG SEBELAH MATA OLEH PENDUDUK

INDONESIA

Sejak kecil semua orang selalu diajarkan bahwa kesehatan adalah suatu hal yang
berharga dan sangat mahal. Namun definisi kesehatan di mata masyarakat Indonesia masih
sangat sempit, bagi mereka kesehatan yang pantas dijaga itu hanyalah kesehatan fisik dan
jasmani saja. Kepedulian masyarakat terhadap mental di Indonesia masih sangat rendah.
Kesehatan mental itu sendiri dapat diartikan dengan keadaan jiwa manusia yang dapat
memengaruhi perkembangan fisik, intelektual, dan emosional manusia yang optimal dan
perkembangan-perkembangan tersebut berhubungan dengan keadaan diri sendiri dan
orang lain. Kesehatan mental masih dianggap sebagai hal kecil yang tidak terlalu
diperhatikan, sehingga masih banyak masyarakat yang diabaikan penyakit mentalnya.
Namun nyatanya pasien penderita penyakit mental di Indonesia selalu meningkat tiap
tahunnya. Kalangan yang paling rentan terkena gangguan jiwa adalah manusia diusianya
yang produktif seperti remaja dan dewasa muda. Namun karena kepedulian penyakit
mental di Indonesia masih sangat negatif dan mendiskriminasi sehingga masih banyak
pasien yang tidak berani untuk melaporkan dirinya sebagai korban penyakit mental. Karena
semua anggapan remeh inilah yang membuat situasi kesehatan mental di negara Indonesia
sangatlah memprihatinkan.

Pola pikir masih merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kesehatan mental
Indonesia sangatlah buruk. Masyarakat masih berfikir gangguan jiwa adalah hal yang sangat
negatif adalah karena ajaran orang tua sejak kecil mengajarkan bahwa penyakit mental
hanyalah “orang gila” yang biasanya ditemui dipinggir jalan dengan keadaan yang sangat
buruk. Meskipun hal itu bukanlah hal yang salah namun nyatanya ada banyak kesehatan
mental yang diabaikan oleh para masyarakat. Contoh penyakit mental yang sering diabaikan
oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit seperti depresi, anxiety, dan panic attack. Bagi
mereka penyakit ini hanyalah hal yang wajar dan sudah biasa terjadi. (Olga, 2019)

Masa remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang.
Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil, namun belum dapat dikatakan sebagai
sebagai orang dewasa. Hal ini dapat terjadi karena di masa remaja penuh dengan perubahan
biologis, psikologis, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan serba tanggung ini, seringkali
memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri (konflik internal) yang dapat
1
memberikan dampak negatif terhadap perkembangan masa remaja di masa mendatang,
terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya gangguan
mental. Jenis masalah kesehatan mental yang umum terjadi seperti depresi dan kecemasan.
Gangguan ini dialami oleh para remaja tanpa pertolongan, cenderung mengarah pada rasa
putus asa karena tidak adanya pengertian dari lingkungan sekitar seperti orang tua,
keluarga, dan teman sebay. Dalam beberapa kasus, didapati remaja yang kurang pengertian
seperti ini memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan alasan klasik akibat kurangnya
bimbingan dari orang-orang terdekatnya. (Fakhriyani, 2019)

Pada era globalisasi ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para remaja.
Mereka dituntut untuk menghadapi berbagai kondisi, baik yang datang dari diri mereka
sendiri atau yang datang dari lingkungannya. Akan tetapi, tuntutan tersebut juga diimbangi
dengan semakin maraknya kasus di kalangan remaja akibat kurangnya kemampuan
mengontrol pola emosional yang datang dalam diri remaja. Di Indonesia Kementrian
Kesehatan juga meriset depresi pada tahun 2018. Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
mengungkapkan prevalensi depresi di Indonesia adalah 6% dari total jumlah penduduk
Indonesia. Selain itu, usia depresi juga banyak terjadi di kalangan anak muda yang berusia
15-24 tahun dan sebanyak 6.2% dari kaum milenial muda. Menurut Karl Peltzer dan Supa
Pengpid dalam “Generasi Muda Dihantui Gangguan Mental” oleh Anindhita Maharani 2019
gejala depresi pada kaum muda di Indonesia melalui riset berskala nasional yang mereka
lakukan mengungkap, remaja berusia 15-19 tahun menunjukkan gelaja depresi dibanding
kelompok usia yang lain. (Putri, 2019).

Data tingkat depresi antarnegara 2023 yang dimuat laman World Population Review
menyebutkan, Ukraina menjadi urutan pertama sebagai negara dengan penduduk
terdepresi sebanyak 2.800.587 kasus atau sebesar 6,3 persen dari jumlah penduduk. Urutan
kedua ditempati Amerika Serikat dengan 17,491,047 kasus (5,9 persen) dan disusul Estonia
75.667 kasus (5,9 persen). Ada pun Indonesia ditemukan 9.162.886 kasus depresi dengan
prevalensi 3,7 persen. Di sisi lain, jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bisa bertambah
sampai lebih dari 3 juta jiwa yang kini sudah menyentuh total 278.16.661 jiwa.
Kemungkinan angka penduduk depresi akan jauh lebih besar lagi. Menurut data yang
dimuat laman Our Better World dari data Kementerian Kesehatan 2013, sekitar 9 juta
penduduk Indonesia mengalami depresi. Ada pun sebagai akibatnya ditemukan 3,4 kasus

2
bunuh diri per 100.000 orang di Indonesia. Sekitar 16 juta orang berusia 15 tahun ke atas,
ditemukan kasus bunuh diri yang diawali gejala kecemasan dan depresi oleh pelakunya.
Kasus bunuh diri turut dipicu dengan penyakit kejiwaan yang lebih parah seperti psikosis,
dengan angka sekitar 400.000 orang. Ada pun penderita gangguan jiwa yang mendapatkan
pemasungan dari lingkungannya mencapai 57.000 orang. Depresi juga sudah dialami oleh
remaja Indonesia hingga membuat 19 persen di antaranya mempunyai ide untuk bunuh diri.
Sebanyak 45 persen remaja bahkan sudah melakukan tindakan untuk menyakiti diri sendiri.
Mengutip laman ITS, menurut pendapat profesor Universidade Federal do Rio Grande do
Sul, Christian Kieling, MD. PhD., perkiraan peningkatan depresi yang dialami remaja memiliki
peningkatan 10 - 20 persen setiap tahunnya. Sementara itu, pada 2019 WHO mencatat
sekitar 300 juta orang di seluruh dunia telah mengalami depresi. Sebanyak 15,6 juta juta di
antaranya berasal dari Indonesia. Menurut penelitian I-NAMHS yang dipublikasikan 2022,
seperti dikutip dari laman UGM, ada sejumlah faktor risiko berkaitan dengan kemunculan
gangguan mental pada remaja. Faktor tersebut meliputi perundungan, sekolah dan
pendidikan, hubungan teman sebaya dan keluarga, perilaku seks, pemakaian zat,
pengalaman trauma masa kecil, hingga penggunaan fasilitas kesehatan. remaja yang
mengalami gangguan mental mengalami masalah atau kesulitan melakukan aktivitas
kesehariannya. Penelitian tersebut juga menemukan 1 dari 3 remaja Indonesia mempunyai
masalah kesehatan di rentang usia 10-17 tahun. Angka tersebut setara dengan 15,5 juta
remaja. Jenis gangguan mental yang banyak diderita remaja adalah gangguan kecemasan
(gabungan fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) 3,7%, gangguan depresi mayor
(1,0%), gangguan perilaku (0,9%), hingga gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) dengan angka masing-masing 0,5%. (Anwar,
2023).

Cara mengatasi masalah mental health dengan efektif, masalah kesehatan mental
perlu diatasi supaya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Dengan melakukan 10 langkah
berikut ini:

1. Terapi Psikologis

Terapi psikologis merupakan langkah efektif untuk mengatasi masalah kesehatan mental.
Dalam terapi psikologis, bisa diatasi dengan cara berbicara tentang perasaan, pikiran, dan
pengalaman kepada terapis profesional. Terapi akan membantu mengidentifikasi dan
3
mengatasi penyebab masalah mental serta strategi supaya menghadapinya dengan lebih
baik.

2. Meditasi

Meditasi bisa membantu mengurangi stres, kecemasan, dan depresi yang merupakan
bagian dari masalah kesehatan mental, karena melalui meditasi lebih fokus pada
pernapasan, mengurangi pikiran yang mengganggu, dan meningkatkan kesadaran diri.

3. Olahraga

Olaharaga menghasilkan endorfin, yakni senyawa kimia dalam otak yang dapat
meningkatkan mood dan mengurangi stres. Selain itu,olahraga bisa mengurangi gejala
depresi dan kecemasan serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

4. Mengatur Pola Makan

Mengonsumsi makanan yang bergizi seperti buah, sayuran, ikan, akan memberikan nutrisi
yang diperlukan untuk fungsi otak yang optimal. Hindari mengonsumsi makanan olahan
yang mengandung gula berlebihan, dan minuman yang mengandung alkohol agar emosi
tetap stabil dan resiko gangguan mental dapat diatasi.

5. Menghindari Kebiasaan Buruk

Penggunaan obat-obatan terlarang, atau merokok dapat memperburuk dan memengaruhi


keseimbangan kimia otak yang bisa memperburuk gejala masalah mental.

6. Memperkuat Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang kuat dapat mengatasi masalah mental. Rajinlah dalam bersosialisasi
dan berbicara dengan orang tua, keluarga, dan teman.

7. Menjaga Kesehatan Fisik

Rawatlah tubuh dengan tidur yang cukup, menjaga pola makan yang sehat, dan
menghindari kebiasaan yang merugikan, ketika tubuh berfungsi dengan baik, maka otak
akan berfungsi lebih baik sehingga bisa mengurangi resiko gangguan mental dan menjaga
kesehatan mental yang optimal.

8. Tidur yang Cukup

4
Waktu istirahat atau tidur yang cukup sangat berpengaruh pada kesehatan mental, kurang
tidur dapat memengaruhi suasana hati, kemampuan konsentrasi, dan daya tahan tubuh.
Usahakan untuk tidur cukup setiap malam sekitar 7-8 jam untuk menjaga kualitas tidur yang
optimal.

9. Mengembangkan Keterampilan Koping

Keterampilan koping atau cara menghadapi stres adalah langkah penting dalam mengatasi
masalah kesehatan mental. Strategi mengembangkan keterampilan koping terdiri dari
mengelola emosi, mengatur waktu, berbicara dengan orang yang terdekat, atau mengubah
pola pikir negatif menjadi positif. Dengan itu akan mental dan pikiran akan mampu
menghadapi tantangan dan tekanan hidup lebih baik.

10. Mengurangi Stres

Stres adalah salah satu resiko utama bagi masalah kesehatan mental. Oleh karena itu,
kurangi stres dalam kehidupan sehari-hari untuk menjaga mental yang lebih baik. Susunlah
rencana, atur waktu dengan bijaksana, bicaralah bersama orang yang terpercaya, dan
lakukan aktivitas yang mengurangi stress seperti kegiatan spiritual, seni, untuk kesehatan
mental yang optimal.

Masalah mental health bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan. Masalah ini perlu
mendapat perhatian sedini mungkin agar tidak berkembang menjadi depresi atau penyakit
lainnya yang lebih serius. Karena masalah kesehatan mental tidak memandang umur. Anak-
anak juga beresiko terkena masalah mental sebagaimana remaja dan dewasa. Hanya saja
gejala yang ditunjukkan berbeda-beda sesuai dengan tahapan usia manusia. (Prudential,
2023).

5
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, I. C. (2023, Oktober). Info Data Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia 2023.
https://tirto.id/info-data-kesehatan-mental-masyarakat-indonesia-tahun-2023-gQRT.
Diakses pada 22 November 2023.

Fakhriyani, D. V. (2019). Kesehatan Mental. Pamekasan: Duta Media Publishing.

Olga, G. (2019, Oktober). Penyakit Mental di Mata Masyarakat Indonesia.


https://www.scribd.com/document/445394764/Essai-Bahasa-Indonesia-Penyakit-Mental.
Diakses 22 November 2023., p. 1.

Prudential. (2023, Agustus). Cara Mengatasi Depresi dan Penyakit Mental.


https://www.prudential.co.id/id/pulse/article/cara-mengatasi-mental-health/. Diakses pada
22 November 2023.

Putri, G. D. (2019, Agustus). Essay Kesehatan Mental Remaja.


https://www.scribd.com/document/496814983/Mental-Health-and-Morality. Diakses pada
22 November 2023., p. 1.

Anda mungkin juga menyukai