Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik kronis yang ditandai
dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah yang sebagai akibat dari adanya
penurunan fungsi sel beta pankreas ataupun resistensi insulin. Sel beta pankreas
merupakan sel yang sangat penting yang berperan untuk memproduksi insulin yang
berfungsi membantu glukosa masuk ke sel sebagai sumber energi dan mengakibatkan
glukosa dalam darah meningkat. Disfungsi sel beta pankreas dapat terjadi akibat
kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Seiring dengan bertambahnya usia,
jumlah sel beta akan menurun karena proses apoptosis melebihi replikasi dan
neogenesis. Hal inilah yang memicu orang tua lebih rentan terhadap terjadinya
diabetes melitus. Selain itu, diabates melitus juga dapat terjadi akibat terjadinya
resistensi insulin. Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel di otot, lemak dan hati tidak
merespon dengan baik terhadap insulin dan tidak dapat mengambil glukosa dari
darah. Akibat dari hal tersebut, pankreas mengkompensasi dengan memproduksi lebih
banyak insulin. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan
meningkat dan mengakibatkan terjadi hiperglikemia kronik (GDS > 200 mg/dL).
Hiperglikemia kronik akan semakin merusak sel beta dan di sisi yang lain juga akan
memperburuk resistensi insulin sehingga penyakit DM semakin progresif (Decroli,
2019).
Program pengobatan harus segera dilakukan untuk mengontrol glukosa darah atau
hingga mencapai kadar gula yang mendekati normal.Terapi insulin merupakan
metode yang direkomendasikan untuk dapat mengontrol kadar glikemik pada pasien
diabetes dan memiliki nilai prediktif yang kuat untuk komplikasi diabetes (CDC,
2007; ADA, 2010; Rymaszewski & Breakwell, 2013). Selain itu, menurut Gumantara
dan Oktarlina (2017) terdapat pula kombinasi terapi pada pasien DM yaitu
penggunaan terapi glibenklamid (sulfonilurea) dengan metformin (biguanid), yang
mana obat ini dinilai efektif dalam mengontrol gula darah. Namun, hipoglikemia
sering dialami oleh pasien pasien DM yang diterapi dengan insulin dan sulfonilurea.
Hipoglikemia dinilai menjadi efek samping yang paling umum dari penggunaan
insulin dan sulfonilurea karena mekanisme aksi dari obat tersebut, yaitu mencegah
kenaikan glukosa darah daripada menurunkan konsentrasi glukosa. Hipoglikemia
ditemukan sebagai hambatan utama dalam mencapai kepuasan jangka panjang kontrol
gula darah dan menjadi komplikasi yang ditakuti sehingga sering kali memengaruhi
pasien terhadap tingkat kepatuhan pengobatan yang dapat mengakibatkan pasien jatuh
pada tahap komplikasi diabetes melitus.
Salah satu komplikasi yang terjadi akibat DM adalah komplikasi mikrovaskular
(pembuluh darah kecil) pada ginjal yang disebut nefropati diabetik dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal. Pada penderita DM, tingginya kadar gula darah dapat
meningkatkan kerja glomerolus sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan nefron
ginjal. Nefropati ditandai dengan penebalan glomerulal basement membrane,
pembentukan mikroaneurisma, dan terbentuknya nodul mesangial. Apabila telah
terjadi nefropati, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya
dipertahankan ginjal bocor keluar melalui urin. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
penumpukan racun seperti ureum dan kreatinin, serta penurunan hipoalbuminemia
yang dapat mengakibatkan penderita mengalami mual muntah, lemas, dan gatal di
seluruh tubuhnya. Selain itu, pada gagal ginjal kronik sekitar 90% dari massa nefron
telah hancur dan mengakibatkan laju filtrasi glomelurus (GFR) menurun. Menurunnya
GFR menyebabkan retensi natrium. Adanya perbedaan tekanan osmotic karena
natrium tertahan menyebabkan terjadi proses osmosis yaitu air berdifusi menembus
membrane sel hingga tercapai keseimbangan osmotic. Hal ini menyebabkan cairan
ekstraselular (ECF) meningkat hingga terjadi edema dan berat badan cenderung
mengalami peningkatan berat badan (Price & Wilson, 2013).
Ginjal manusia bertugas untuk menghasilkan hormon penting yang disebut
eritropietin (EPO). Hormon ini berfungsi merangsang sumsum tulang untuk
membentuk sel darah merah. Jika fungsi ginjal terganggu, maka ginjal tidak dapat
memproduksi cukup EPO, dan sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel darah
merah secara optimal. Semakin buruk fungsi ginjal, semakin sedikit jumlah EPO yang
diproduksi. Seiring waktu, akan terjadi penurunan sel darah merah dan terjadilah
anemia yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah.

Theory goal setting is just one more tool that managers can use to unlock this
mystery of human motivation at work. A setting goals can be very effective in
increasing motivation so the basic relationship that we are talking about here is this
relationship between goals and employee performance. And I have close course and
employee performance can include things like productivity increases cost
improvement and so forth the goals that can lead to higher levels of performance are
those that are spesific so they clearly spell out what the nature the goal is they are
observable measurable and so forth and they are aldo ones that are diffi ult meaning
that they challenge the person but of course in an overly crezy level of diffivulty
that’s no gonna work. so it needs to be a reasonable difficulty to level where
someone’s challanged but not overhelmed now interestingly we know that this
relationship between settings specific difficult goals and higher levels of performance.
this relationship can be increase by a number of factors so those factors include a
number of things. First of all first off we know that goalcommitment matters and goal
commitment is all about whether or not the person is attached to the goal. whether or
not they are accepted the goal. Secondly the importance of the goal the person matters
kind of goes hand in hand with the commitment. Thirdly self efficacy helps with this
relationship between setting goals and higher levels of performance, beacuse self
efficacy is all about one’s confidence in the ability to do something. So if we set a
goal and we have high level of self efficacy that that means that we are very confident
that we can do it so having higher levels of self efficacy makes this relationship
between goals and performance stronger. fourth getting some sort of feedback about
how one is doing in terms of progressing towars a goal can be motivating and
continue to drive one towars higher levels of performance and finnaly a reasonable
level of task complexity can be something that strengthens this relationship between
goal setting and performance because we like to have thing that relatively complex
something that can help us be challenged and stimulated mentally in terms of our
performnce and our behavior at work. so for managers goal setting theory has a
number of em book page implications. First of all, set goals with employees this can
be very powerful and setting goals with people at having ones that are spesific and
difficult can challenge people to new levels of performance now of coruse involve
people in the goal setting process because this can increase those different aspects of
goal commiitmen as well as goal improtance. So asking people about their goals
incorporating those into your goals for them. Thirdly, a third implicatins is training
and doing things that can help people in terms of their efficay. These are just three
types of implications for goal setting theory. There are several other but these are
three big one and they can help you increase the motivation of your employees
Penetapan tujuan teori hanyalah satu alat lagi yang dapat digunakan manajer
untuk membuka misteri motivasi manusia di tempat kerja. Menetapkan tujuan bisa
sangat efektif dalam meningkatkan motivasi sehingga hubungan dasar yang kita
bicarakan di sini adalah hubungan antara tujuan dan kinerja karyawan. Dan saya
memiliki kursus yang dekat dan kinerja karyawan dapat mencakup hal-hal seperti
peningkatan produktivitas, peningkatan biaya, dan sebagainya, tujuan yang dapat
mengarah pada tingkat kinerja yang lebih tinggi adalah tujuan yang spesifik sehingga
mereka dengan jelas menguraikan apa sifat tujuannya, dapat diamati, terukur dan
sebagainya dan mereka juga adalah orang-orang yang sulit yang berarti bahwa mereka
menantang orang tersebut tetapi tentu saja dalam tingkat kesulitan yang terlalu gila itu
tidak akan berhasil. jadi perlu kesulitan yang masuk akal untuk tingkat di mana
seseorang ditantang tetapi tidak dikuasai sekarang menarik kita tahu bahwa hubungan
antara pengaturan tujuan sulit tertentu dan tingkat kinerja yang lebih tinggi. hubungan
ini dapat ditingkatkan oleh sejumlah faktor sehingga faktor-faktor tersebut mencakup
beberapa hal. Pertama-tama pertama-tama kita tahu bahwa komitmen tujuan itu
penting dan komitmen tujuan adalah tentang apakah orang tersebut terikat pada tujuan
atau tidak. apakah tujuan tersebut diterima atau tidak. Kedua, pentingnya tujuan yang
menjadi perhatian orang itu sejalan dengan komitmen. Ketiga, efikasi diri membantu
hubungan antara menetapkan tujuan dan tingkat kinerja yang lebih tinggi, karena
efikasi diri adalah tentang keyakinan seseorang pada kemampuan untuk melakukan
sesuatu. Jadi jika kita menetapkan tujuan dan kita memiliki tingkat efikasi diri yang
tinggi itu berarti bahwa kita sangat yakin bahwa kita dapat melakukannya sehingga
memiliki tingkat efikasi diri yang lebih tinggi membuat hubungan antara tujuan dan
kinerja ini menjadi lebih kuat. keempat mendapatkan semacam umpan balik tentang
bagaimana seseorang melakukan dalam hal kemajuan menuju tujuan dapat
memotivasi dan terus mendorong seseorang menuju tingkat kinerja yang lebih tinggi
dan akhirnya tingkat kompleksitas tugas yang wajar dapat menjadi sesuatu yang
memperkuat hubungan antara penetapan tujuan dan kinerja karena kita menyukai
sesuatu yang relatif kompleks yang dapat membantu kita tertantang dan terstimulasi
secara mental dalam hal kinerja dan perilaku kita di tempat kerja. jadi bagi manajer,
teori penetapan tujuan memiliki sejumlah implikasi halaman buku. Pertama-tama,
menetapkan tujuan dengan karyawan ini bisa sangat kuat dan menetapkan tujuan
dengan orang-orang yang memiliki tujuan yang spesifik dan sulit dapat menantang
orang ke tingkat kinerja yang baru. Sekarang tentu saja melibatkan orang dalam
proses penetapan tujuan karena ini dapat meningkatkan perbedaan tersebut. aspek
komitmen tujuan serta improtansi tujuan. Jadi, tanyakan kepada orang-orang tentang
tujuan mereka dengan memasukkannya ke dalam tujuan Anda untuk mereka. Ketiga,
implikasi ketiga adalah melatih dan melakukan hal-hal yang dapat membantu orang
dalam hal keefektifannya. Ini hanya tiga jenis implikasi untuk teori penetapan tujuan.
Ada beberapa lainnya tetapi ini adalah tiga yang besar dan mereka dapat membantu
Anda meningkatkan motivasi karyawan Anda

Anda mungkin juga menyukai