Bajo 12667 36659 2 PB
Bajo 12667 36659 2 PB
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk menginventarisir peluang pengembangan atraksi wisata budaya
Pulau Komodo dan Suku Manggarai Barat di Flores serta menyusun pola perjalanan berdasarkan
potensi budaya dan potensi lainnya. Kerangka analisis yang digunakan adalah invetarisasi terhadap
potensi atraksi budaya tak benda dan potensi atraksi budaya benda. Metode yang digunakan adalah
kualitatif, dengan wawancara dan studi pustaka sebagai alat pengumpul data untuk memaparkan
potensi atraksi yang ada. Data diperoleh sebagian besar merupakan data sekunder dengan beberapa
data primer berdasarkan informasi dari informan penelitian. Informan ditentukan berdasarkan tingkat
pengetahuan mereka tentang potensi atraksi budaya sehingga hanya digunakan dua narasumber yaitu
dinas pariwisata dan tokoh masyarakat. Potensi atraksi wisata budaya yang teridentifikasi dari
penelitian ini; (1) Atraksi wisata budaya benda yaitu bangunan (Mbaru), situs (Situs Warloka), landscape
(Sawah Lingko), dan desa wisata (Liang Ndara); (2) Atraksi wisata tak benda yaitu desa adat (Desa
Adat Todo), tarian adat (Tari Caci), festival (Komodo), dan kuliner (Se’i). Keseluruhan potensi atraksi
tersebut dapat dipadukan dengan jenis atraksi alam dan buatan untuk dikemas menjadi pola perjalanan
wisata. Perpaduan atraksi dalam pola perjalanan akan menjadikan Labuan Bajo mampu memberikan
pengalaman mengesankan bagi wisatawan sehingga benar-benar tercapai destinasi wisata super
prioritas berkelanjutan. Perhatian pemerintah sangat diperlukan dengan rangkaian regulasi untuk
melindungi, mengembangkan, dan melestarikan potensi atraksi budaya yang luar biasa ini.
Kata kunci: potensi atraksi wisata budaya, pola perjalanan wisata, budaya benda, budaya tak benda
The objectives of this study are to take an inventory of the packaging opportunities for cultural tourism
attractions in Komodo Islands and West Manggarai and to develop travel patterns based on cultural and
other potentials. The analytical framework is an inventory of the potential for intangible cultural
attractions and the tangible cultural attractions. The method used is qualitative, with interviews and
literature studies as a data collection. Informants were determined based on their level of knowledge
about potential cultural attractions, namely the tourism office and cultural community leaders. Potential
of cultural tourism attractions identified are (1) Cultural tourism attractions of buildings (Mbaru), sites
(Warloka Site), landscape (Sawah Lingko), and tourist villages (Liang Ndara); (2) Intangible tourist
attractions, namely traditional villages (Todo Traditional Village), traditional dances (Caci Dance),
festival (Komodo), and culinary delights (Se'i). The potential for these attractions can be combined with
types of natural and artificial attractions to be packaged into tourist travel patterns. The combination of
attractions in the travel pattern will make Labuan Bajo able to provide an impressive experience for
tourists. Government attention is needed with a series of regulations to protect, develop, and preserve
the potential of this extraordinary cultural attraction.
Keyword : potential cultural tourism attractions, travel patterns, tangible object culture, intangible culture
Strategis Pariwisata Indonesia
PENDAHULUAN
(Kemenparekraf, 2020b) adalah pembangunan
destinasi pariwisata beserta tiga prioritas
Salah satu prioritas pembangunan
lainnya. Pembangunan destinasi pariwisata
pariwisata seperti diamanatkan pada Rencana
diarahkan untuk mengembangkan daya tarik (Rahmi, 2016). Atraksi wisata budaya
wisata yang sinergis dengan memerhatikan memperoleh perhatian penting saat ini sebab
fasilitas wisata, fasilitas umum, juga merupakan sarana untuk melestarikan
aksesibilitas/sarana prasarana yang ada. budaya masyarakat yang ada (indegegneous
Pembangunan didasarkan pada potensi- people).
potensi yang dimiliki dan sejauh mungkin Status Labuan Bajo sebagai destinasi super
melibatkan masyarakat secara berkelanjutan. prioritas mendorong pengembangan
Disamping itu pembangunan ini juga kepariwisataan lebih lanjut. Penetapan status
menjangkau sektor ekonomi kreatif berdasar tersebut kemudian diikuti oleh sejumlah
(1) keragaman budaya dan sumber daya program pemerintah pusat sebagai wujud
manusia yang tinggi; serta (2) keragaman dukungan penuh terhadap perkembangan
sumber daya alam sebagai bahan baku kuliner pariwisata di Labuan Bajo (Sugiarto & Gusti,
dan kriya. 2020). Labuan Bajo dengan atraksi unggulan
Terlepas dari strategi dan kebijakan yang komodo, keindahan alam serta potensi atraksi
diambil, dengan memperhatikan karakteristik budaya yang luar biasa sebagai aset propinsi
daya tarik wisata, tradisi masyarakat, dan Nusa Tenggara Timur. Labuan Bajo juga
tuntutan pasar wisata, maka (Baggio & Cooper, ditetapkan sebagai destinasi super prioritas,
2010) menyatakan bahwa dalam sehingga dibentuklah Badan Otorita Pengelola
pengembangan pariwisata harus mengikuti Labuan Bajo (BOPLBF). Untuk mencapai
prinsip-prinsip; target-target pembangunan sebagai destinasi
a) Prinsip keberlanjutan (sustainability) dari kelas dunia maka pembangunan dilakukan
pariwisata itu sendiri, secara masif untuk layanan kepada wisatawan
b) Prinsip partisipasi masyarakat atau (Kiwang & Arif, 2020)
community-based tourism development Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo
c) Prinsip terhadap daya dukung lingkungan merupakan satu kesatuan destinasi.
pariwisata (environmental carrying Meningkatnya nilai jumlah pengunjung di
capacity) agar pengembangan pariwisata Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo
di Indonesia tetap dapat dijaga mampu memberikan citra dan dampak yang
kelestariannya. positif bagi perkembangan dan pengelolaan
Sementara itu (Fletcher et al., 2017) pariwisata. Namun demikian berbagai kendala
menyatakan bahwa berdasarkan perspektif ditemukan dalam pengembangan destinasi ini,
perencanaan, pengembangan destinasi wisata terutama masalah pengayaan atraksi budaya.
harus mendasari pertimbangannya dengan Saat ini pengembangan terkesan terpusat
keseimbangan antara fasilitas umum dan hanya di sekitar Labuan Bajo, padahal dengan
fasilitas yang dibutuhkan wisatawan. Hal ini berkembangnya Labuan Bajo diharapkan dapat
juga berlaku untuk pembukaan destinasi baru menjadi trigger bagi pengembangan Manggarai
atau pengembangan destinasi dengan Barat sebagai wilayah administratif yang
pengayaan atraksi. Undang-Undang Republik menaungi kedua wilayah tersebut (Agas, 2019).
Indonesia No 10 Tahun 2009 (Kemenpar, 2009) Jumlah kunjungan wisatawan ke Labuan
menyatakan bahwa atraksi wisata merupakan Bajo menunjukkan perkembangan setiap
perpaduan antara keunikan, keindahan, dan tahunnya (Aneldus & Dewi, 2020). Namun
nilai yang dapat menarik kunjungan wisatawan. perkembangan tersebut mengalami stagnasi
Oleh sebab itu potensi daya tarik diartikan setelah adanya pandemi. Kondisi ini
sebagai segala hal yang dapat menarik merupakan dampak langsung dari pandemi
kunjungan wisatawan di destinasi wisata. yang dialami oleh seluruh destinasi di dunia.
Termasuk didalamnya komponen atraksi Disamping itu, pengembangan Labuan Bajo
budaya. dan Taman Nasional Komodo masih
Atraksi wisata budaya adalah penggunaan mengandalkan komodo sebagai icon
kebudayaan untuk dikemas menjadi atraksi utamanya. Hal ini perlu memperolah perhatian
wisata. Keunikan atraksi budaya di destinasi mengingat daya dukung destinasi yang
adalah kesempatan interaksi antara wisatawan terbatas. Untuk itu perlu dilakukan pengayaan
dan masyarakat lokal sebagai pemilik budaya. atraksi wisata sebagai bagian dari cara Labuan
Wisatawan juga berkesempatan untuk Bajo meningkatkan kunjungan.
mempelajari dan terlibat dalam berbagai atraksi Salah satu peluang pengembangan atraksi
yang ada di destinasi tersebut. Jenis atraksi ini wisata adalah dengan mengangkat budaya
memberikan variasi yang luas menyangkut Manggarai di Pulau Flores sebagai alternatif
budaya, mulai dari seni pertunjukkan, seni rupa, atraksi wisata Labuan Bajo. Budaya Flores
festival, makanan tradisional, sejarah, dapat dikembangkandanmenjadi daya tarik
pengalaman nostalgia dan cara hidup yang lain yang selama ini belum dikemas dalam atraksi
Naskah diterima: 2022-03-30, direvisi: 2022-04-14, disetujui: 2022-04-17
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/khasanah
82
Inventarisasi Peluang Pengembangan Atraksi Budaya Komodo dan Manggarai di Labuan Bajo,
Manggarai Barat
wisata. Bangunan, tari, lagu daerah, upacara fasilitas, aksesibilitas, sumber daya manusia,
adat adalah beberapa contoh kekayaan budaya citra dan harga. Destinasi adalah tempat umum
yang dimiliki oleh Labuan Bajo. Acara-acara yang menawarkan kesempatan untuk
tersebut merupakan modal dasar mengeksploitasi berbagai atraksi dan layanan
pengembangan atraksi budaya Labuan Bajo kepada subyek yang terlibat dalam migrasi
(Aslianti, 2018). wilayah (Baggio & Cooper, 2010).
Berdasar identifikasi diatas dapat Dalam perkembangannya (Fletcher et al.,
dikemukakan pertanyaan penelitian tentang 2017) kemudian menyajikan bahwa destinasi
peluang budaya apa yang dapat dikembangkan pariwisata memiliki atribut destinasi pariwisata
sebagai atraksi wisata di Labuan Bajo sebagai terdiri dari enam jenis, yaitu atraksi aatau daya
bagian dari pengayaan atraksi? Inventarisasi tarik wisata, amenitas atau fasilitas wisata,
tersebut merupakan dasar dari penyusunan aksesibilitas atau keterjangkauan, serta
travel pattern bagi wisatawan dengan layanan tambahan yang disediakan Labuan
memadukan potensi eksisting dan peluang Bajo kepada wisatawan.
pengembangan ini. Atraksi Wisata Budaya
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Kebudayaan adalah hasil karya manusia
menemukenali berbagai peluang
pada suatu masyarakat dan membentuk sistem
pengembangan atraksi wisata budaya berdasar
nilai. Sementara masyarakat itu sendiri adalah
potensi budaya Suku Manggarai Barat di
kumpulan manusia yang mendiami suatu
Flores. Peluang pengembangan ini terdiri dari
wilayah dan berinteraksi satu dengan lainnya
atraksi budaya benda dan atraksi budaya tak
dengan sistem nilai tersebut. (Horton & Kraftl,
benda. Atraksi budaya benda adalah bukti fisik
2013). (Koentjaraningrat, 1984) juga memberi
keberlangsungan sistem budaya tersebut.
batasan tentang kebudayaan bahwa
Termasuk dalam komponen ini adalah:
kebudayaan selalu berkembang dari waktu ke
bangunan, struktur, situs, dan sebagainya.
waktu sesuai dengan respon masyarakat
Sementara itu atraksi budaya tak benda adalah
terhadap perkembangan peradaban.
sistem yang mengatur segala kehidupan
(Rahmi, 2016) mengutip dari Ife (2014)
masyarakat dalam bentuk sistem
menyatakan bahwa pembangunan kebudayaan
(Koentjaraningrat, 1984), yaitu sistem
meliputi empat komponen yaitu:
pengetahuan, teknologi, tradisi lisan, seni
a) Pelestarian dan penghargaan terhadap
pertunjukan, dan sebagainya.
budaya lokal.(local culture)
KAJIAN PUSTAKA b) Pelestarian dan penghargaan terhadap
budaya asli (indigenous culture)
Destinasi Pariwisata
c) Penghargaan terhadap Multikulturalisme.
Menurut UU no 10 tahun 2009 (Kemenpar, Berdasarkan pengertian diatas,
2009) adalah kawasan geografis yang berada pengembangan atraksi wisata budaya dapat
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang dilakukan bersamaan dengan upaya
didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas pelestariannya. Disamping itu pengemasan
umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta atraksi juga akan meningkatkan penghargaan
masyrakat yang saling terkait dan melengkapi wisatawan terhadap budaya lokal yang
terwujudnya kepariwisataan. (Żemła, 2016) biasanya belum pernah mereka ketahui.
mengutip dari UNWTO (2002) sebagai “the Pengemasan yang baik berbanding lurus
fundamental units of analysis in tourism”. dengan pengayaan pengalaman wisata yang
Definisi awal tentang destinasi pariwisata diperoleh wisatawan.
adalah ruang fisik yang memiliki batas – batas
fisik dan administrasi yang mencakup Kerangka Pemikiran
campuran (bauran) dari layanan, produk, serta Kerangka pikiran penelitian yang
daya tarik wisata. Daya tarik wisata dan dikembangkan untuk menginventarisasi potensi
pengalaman berkunjung ke destinasi dapat pengembangan atraksi wisata budaya di
dibentuk oleh berbagai elemen seperti atraksi,
Jenis menggunakan
Peluang
Atraksi tari Caci sebagai
Pengembanga Deskripsi Atraksi
Wisata representasi
n Atraksi
Budaya tarian ada
Pengembangan Manggarai.
Labuan Bajo Penyelenggaraa
tidak lepas n festival
kaitannya Komodo
dengan desa- merupakan icon
desa wisata Festival pertunjukan
yang yang merupakan
dikembangkan di representasi
Desa Wisata sekitar kota festival di
Labuan Bajo. Labuan Bajo
Desa Wisata Ragam kuliner
Batu Cermin yang dimiliki
merupakan desa Manggarai Barat
wisata yang jumlahnya
paling dekat sangat banyak
dengan Labuan Kuliner sehingga dipilih
Bajo salah satu
Desa adat makanan khas
merupakan yang paling
upaya representatif
pelestarian yaitu se’i
beberapa desa Sumber: Hasil Analisis Data (2022)
yang masih
menyimpan Deskripsi masing-masing potensi dapat
warisan benda- dilihat pada paparan berikut ini.
benda dan Rumah Adat Manggarai (Mbaru)
bangunan yang Rumah adat (mbaru: rumah) adalah rumah
didalamnya yang merupakan pusat acara adat pada suatu
masih bisa komunitas di Suku Manggarai. Mbaru Gendang
dipertunjukkan rumah adat tempat menyimpan gendang
Desa Adat
upacara adat sebagai perangkat upacara. Memiliki bentuk
dengan kerucut, yang menggambarkan sawah ladang
sempurna. Desa mereka, mBaru merupakan hunian dengan
Adat Todo arsitektur yang rumit. Pengaruh unsur spiritual
Atraksi merupakan dan nilai simbolis sangat mendominasi,
Wisata salah satu desa sehingga dalam pembuatan mBaru, setiap
Takbend yang detail rumah selalu diupacarai (Terisno et al.,
a direkomendsi 2019)..
oleh para Kerangka atap pada rumah adat terbuat dari
informan tujuh kayu yang di ikat tanpa menggunakan
sebagai paku, dan membentuk jaring laba-laba yang
representasi memiliki beberapa pembagian tanah ulayat
Desa Adat. kepada setiap Kilo (Anggota keluarga lingko).
Beberapa tarian Pada rumah adat bagian tengah terdapat kayu
adat besar yang mempunyai arti sebagai Tiang
sesungguhnya penyangga dari rumahadat itu sendiri, tiang itu
dapat disajikan sebagai penengah dalam sebuah rapat (Lonto
sebagai icon Leok). Pada tiang tengah rumah adat dibuat
Tarian atraksi budaya di beberapa ranting dimana dibuat untuk
Adat/Tradisi Manggarai menggantung alat alat musik tradisoanal adat
Barat, namun Manggarai. Rumah adat dibuat menyerupai
sebagian besar panggung yang dibawah terdapat kolong
informan dengan tujuan agar terhindar dari binatang
menyarankan buas dan juga banjir dikala musim hujan, di
untuk bagian depan Rumah adat terdapat Compang
Naskah diterima: 2022-03-30, direvisi: 2022-04-14, disetujui: 2022-04-17
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/khasanah
86
Inventarisasi Peluang Pengembangan Atraksi Budaya Komodo dan Manggarai di Labuan Bajo,
Manggarai Barat
yang menjadi sentral dari semua rumah adat delapan lodok (delapan sawah sarang laba-
dan menjadi bagian paling saklar, yang disebut laba), menggambarkan proses pembagian
bongkok di depan tiang inilah ketua adat akan awal lahan. Senioritas suku digambarkan
duduk dalam setiap acara ataupun pertemuan. oleh akses terhadap sumberdya tyang
Di dalam rumah tersebut juga disimpan semakin strategis.
berbagai alat-alat permainan Caci seperti,
2. Struktur sawah juga aturan yang mengatur
nggiling (perisai penangkis yang berbentuk
pola tindakan masyarakatnya dalam
bulat), larik (cambuk), dan agang (busur
memelihara status dan solidaritas
penangkis). Untuk mengenal lebih dalam
kekerabatan.
mengenai mbaru gendang, pertama-tama saya
akan mengulas tiga konstruksi dasar Mbaru 3. Dalam masing-masing lodok memiliki ritus
Gendang. sendiri-sendiri dengan tujuan untuk
Situs Warloka menjaga harmonisasi antara lingkungan
Situs Warloka terletak di Desa Warloka di dan masyarakat dengan Pencipta. Jaringan
sebelah barat Labuan Bajo. Oleh sebab Pulau lodok juga menjadi representasi hubungan
Rinca tempat desa Waloka berada dikelilingi dengan leluhur.
oleh laut maka mata pencaharian penduduk
4. Dahulu sawah lodok mengandung makna
Warloka adalah nelayan.
kekerabatan, menjalankan ritual adat yang
Situs Warloka dulunya diyakini sebagai cikal
berkaitan dengan siklus pertanian dan
bakal berdirinya Labuan Bajo oleh sebab
bergotong-royong (dodo) dalam
adanya penemuan menhir, dolmen, alat batu,
mengerjakan sawah mereka (Sumardi et
gerabah dan keramik. Penemuan tersebut
al., 2017).
membuktikan Desa Warloka merupakan situs
permukiman dan pemujaan pada masa Desa Wisata Liang nDara
prasejarah hingga masa setelahnya. Penelitian Desa Wisata Liang Ndara adalah desa
lain juga berhasil menemukan berbagai tulang wisata yang seringkali disebut dalam
homo sapiens dan beberapa tulang manusia pengembangan pariwisata Labuan Bajo. Desa
modern. Juga ditemukan berbagai benda ini berjarak 30 km dari Labuan Bajo. Sebagai
peninggalan lain seperti gelang, rantai desa wisata, berbagai atraksi budaya dapat
perunggu, mangkok, batu nisan, tulang-tulang ditampilkan disini seperti tarian caci tarian
binatang serta alat-alat pada zaman sejarah rangkuk alu, tarian ako mawo dan beberapa
(Artanegara, 2019). tarian lain. Hampir semua acara adat dapat
Warisan budaya di Desa Warloka ditampilkan di Liang Ndara, kecuali beberapa
merupakan bukti sejarah perjalanan hidup acara adat perlu memiliki lokasi yang luas dan
nenek moyang orang Flores yang harus ritual khusus seperti lodok, maka acara tersebut
diselamatkan sehingga menjadi bukti adanya tidak dapat dilaksanakan.
peradaban manusia bahkan sebelum Disamping memiliki atraksi wisata budaya,
prasejarah. Di Desa Warloka terdapat Liang Ndara memiliki banyak sekali atraksi
beberapa lokasi yang menyimpan peninggalan alam terutama mata air akibat masih terjaganya
purbakala yang khas, berupa peninggalan dari hutan disekitarnya. Gunung Mbeliling adalah
masa megalitik. kawasan resapan air bagi Labuan Bajo dan
Sawah Lingko (Lodok) sekitarnya. Secara permukiman, desa Liang
Sawah lingko (lodok) yang sempurna hanya Ndara terdiri 3 (tiga) kampung, yaitu: Melo,
dapat ditemukan di Desa Meler, Kecamatan Cecer, dan Mamis yang dengan pusat desa
Ruteng. Bentuk sawah ini seperti jaring laba- terletak di Melo (Berybe et al., 2021).
laba pada bagian tengahnya disebut lodok. Kawasan Gunung Mbeliling merupakan
Sawah ini menggambarkan dan berinterrelasi tempat yang dikonservasi oleh beberapa LSM
dengan struktur masyarakat Manggarai. untuk pengamatan burung endemic Flores.
Sawah lodok menggambarkan tingkat Disamping itu LLiang Ndara memiliki Cunca
senioritas masyarat dan poisisi sosial Rumi sebuah air terjun yang memiliki goa alam
masyrakat yang digambarkan dalam di lereng Mbeliling yaitu Gua Liang Niki yang
kepemilikan. memiliki keunikan seperti spesies kelelawar,
Sawah Lingko (lodok) memiliki beragam berbagai warna stalaktit dan stalagmit yang di
makna yang dapat dijelaskan sebagai berikut:: bentuk dari proses air kapur yang jatuh dari atas
(Bertomi et al., 2015).
1. Sawah Lodok berkaitan dengan struktur
kekerabatan kampung. Sawah berjumlah
Desa Adat Todo Kampung Todo merupakan kampung
secara tradisional sudah dikenal sebagai
Naskah diterima: 2022-03-30, direvisi: 2022-04-14, disetujui: 2022-04-17
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/khasanah
87
Inventarisasi Peluang Pengembangan Atraksi Budaya Komodo dan Manggarai di Labuan Bajo,
Manggarai Barat
sistem yang berlaku. Sistem kekerabatan dan penataan ruang, serta pengembangan
sistem religi merupakan hal yang menonjol destinasi, daya tarik dan produk wisata. Namun
dimiliki oleh masyarakat Manggarai. Dalam demikian apabila dilihat dari nilai eksotisme
kerangka sistem budaya (Koentjaraningrat, berbagai budaya yang dapat ditampilkan
1984) nampaknya Manggarai Barat memiliki nampaknya hany perlu beberapa sentuhan
seluruh kelangkapan tersebut. Keseluruhan profesional untuk mengemas potansi atraksi
sistem budaya tersebut diidentifikasi dan dapat tersebut benar-benar dapat disajikan kepada
disaksikan dimiliki oleh suku Manggarai atau wisatawan.
suku Ata Modo di Pullau Komodo saat ini. Sampai saat ini beberapa atraksi yang
Dengan demikian pengembangan atraksi sudah ada seperti tari caci dan berbagai
wisata budaya ini maka diperlukan kesenian lainnya ditampilkan kepada
pengemasan bahan baku budaya tersebut wisatawan dalam bentuk aslinya. Rumah adat,
dengan baik. sawah lingko, dan desa wisata misalnya juga
Berkaitan dengan atraksi budaya ini faktor masih menyajikan atraksi yang terkesan apa
kelestarian merupakan salah satu factor adanya. (Edwin, 2017) mengemukakan bahwa
penting sebab menyangkut identitas yang di dalam pengemasan atraksi wisata pertlu
wariskan dari nenek moyang. Untuk itu diperhatikan tiga hal utama yaitu: (1)
diperlukan perangkat regulasi yang bertujuan Pengemasan fasilitas, yaitu pengemasan
untuk mengembangkan atraksi budaya tersebut destinasi pariwisata dimana atraksi berada,
dalam kerangka pelestariannya. Regulasi menyangkut akses dan amenitas yang ada; (2)
dimaksud seharusnya mengacu pada Undang- Pengemasan Layanan, yaitu pemenuhan
undang no 5 tahun 2017 (Kemendikbud, 2017) kebutuhan wisatawan selama berwisata:
tentang pemajuan kebudayaan. Pemajuan keramahan, ketepatan, kepuasan, dan
Kebudayaan adalah upaya meningkatkan engagement (kedekatan hubungan) dengan
ketahanan budaya dan kontribusi budaya wisatawan; (3) Jaminan atau komitmen
Indonesia di tengah peradaban dunia melalui penyedia jasa untuk menyajikan atraksi sesuai
pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dengan yang dijanjikan. Oleh sebab prinsip
dan pembinaan kebudayaan. Namun pariwisata adalah no transfer ownership dan
sayangnya perhatian pemerintah terhadap perishable maka perlu pendekatan layanan
pengembangan pemajuan kebudayaan sampai dengan kedekatan hubungan personal
terutama perhatian terhadap masyarakat adat antara frontliner dengan wisatawan.
baik Ata Modo maupun Manggarai. Hal ini (Saputra & Ambiyar, 2019) mengemukakan
terjadi oleh sebab sampai saat ini belum ada bahwa pengemasan atraksi budaya di museum
payung kebijakan tentang masyarakat adat di identic dengan penataan benda-benda budaya.
tingkat nasional terkait dengan upaya Kemasan museum yang belum menarik, akan
pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan mendapat citra buruk, menyeramkan, kuno,
masyarakat adat membuat hak-hak masyarakat dan membosankan. Fakta ini dapat digunakan
hukum adat dan masyarakat tradisional belum sebagai referensi penataan rumah adat atau
sepenuhnya terlindungi yang mengakibatkan situs misalnya yang ada di Labuan Bajo.
keberadaannya terpinggirkan. Pengemasan dalam konteks ini juga berkaitan
Masyarakat adat dalam penataan ruang dan dengan dipadukannya antara situs budaya dan
kepariwisataan masih “diposisikan mendua”, seni yang ada. Penyajian tari-tarian, nyanyian,
yaitu pada satu sisi sangat ditekankan bahwa atau keseharian masyarakat lokal dapat
budaya dan istiadat menjadi bagian penting ditampilkan dengan latar belakang rumah adat.
dalam pembangunan tata ruang dan (Edwin, 2017) juga menekankan tentang
kepariwisataan di Kabupaten Manggarai Barat, pentingnya kerjasama dan kolaborasi antar
tetapi pada sisi lain tidak terlalu tegas atau jelas berbagai pelaku pariwisata untuk
dalam implementasinya, termasuk dalam aspek mengoptimalkan peran sumberdaya pariwisata
kelembagaan dan tata kelola. Kebijakan dalam pengemasan atraksi.
pengembangan Desa Adat seperti yang Fakta lain yang menarik adalah bahwa
diamanatkan dalam Undang-Undang Republik potesi atraksi yang ada di Labuan Bajo
Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan atraksi yang terpisah-pisah, dalam
belum sepenuhnya bisa dilaksanakan yang arti bahwa masing-masing potensi berjarah
kemudian membuat masyarakat adat di cukup jauh satu dan lainnya. Padahal
Kabupaten Manggarai Barat tidak mempunyai mengingat efisiensi waktu wisatawan maka
pijakan dan posisi tawar yang kuat dalam
penyajian atraksi harus dikemas sebagai suatu kreativitas menyusun paket perjalanan wisata
pola perjalanan wisata (travel pattern). Pola yang dibutuhkan wisatawan (Firdaus, 2018).
perjalanan wisata mengantarkan pada
Naskah diterima: 2022-03-30, direvisi: 2022-04-14, disetujui: 2022-04-17
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/khasanah
89
Inventarisasi Peluang Pengembangan Atraksi Budaya Komodo dan Manggarai di Labuan Bajo,
Manggarai Barat