Tambahan - Integrasi Numerik
Tambahan - Integrasi Numerik
Metoda Numerik
Integrasi Numerik
06
Teknik Teknik Sipil - Ir. Pariatmono Sukamdo, MSc, DIC, PhD
Abstract Kompetensi
Berbagai metoda pendekatan • Mahasiswa memahami berbagai
numerik untuk menyelesaikan metoda untuk menghitung
integral dari suatu daftar nilai atau integral dari suatu fungsi secara
suatu fungsi dijelaskan dalam numerik.
modul ini. Disajikan pula • Mahasiswa mampu
kelemahan dan besarnya memprogram komputer untuk
kesalahan pada masing-masing melakukan perhitungan integral
pendekatan tersebut
1. Pendahuluan
Secara bahasa, integral berasal dari kata kerja to integrate yang berarti “menggabungkan
bersama-sama bagian-bagian menjadi satu kesatuan”. Secara matematis, integral ditulis
dengan
𝑏
∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 (6.1)
𝑎
yang dibaca sebagai integral dari fungsi 𝑓(𝑥) terhadap variabel bebas 𝑥 dihitung di antara
batas 𝑥 = 𝑎 sampai 𝑥 = 𝑏. Seperti pengertian bahasanya, integral suatu fungsi pada
persamaan 6.1 adalah jumlah (𝑠𝑢𝑚) nilai dari fungsi itu dalam batas-batas yang diberikan.
Bahkan, tanda integral ∫ sebenarnya adalah huruf S yang melambangkan jumlah atau sum.
Gambar 6.1 menunjukkan secara grafis arti dari persamaan 6.1.
a
ò f (x) dx y = f (x)
x
x=a x=b
𝑏
Gambar 6.1: Arti dari ∫𝑎 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 yang setara dengan luas daerah di bawah kurva
Fungsi yang harus diintegralkan umumnya masuk dalam salah satu dari tiga kelompok berikut:
1. Fungsi menerus sederhana seperti fungsi polinomial, eksponensial atau trigonometri.
2. Fungsi menerus yang rumit dan sulit atau tidak mungkin untuk diintegralkan secara
langsung
3. Fungsi berupa tabel pasangan 𝑥 dan 𝑓(𝑥) pada titik-titik yang diskrit (tidak menerus)
seperti yang sering dihadapi dengan data percobaan atau data lapangan.
3. Aturan Trapesium
Aturan trapesium (trapezoidal rule) merupakan rumus integral dari Newton-Cotes orde
pertama (linier). Jadi,
𝑏 𝑏
Hasil integrasi pada persamaan (6.6) ini sebenarnya adalah luas trapesium pada Gambar
2(a), karena itu hasil integrasi ini disebut aturan trapesium. Seperti terlihat pada persamaan
tersebut, bobot untuk nilai fungsi pada batas-batas integral adalah sama, yaitu 1⁄2. Bobot
inilah yang berbeda-beda untuk masing-masing metoda perhitungan integral secara numerik.
Persamaan (6.7) juga menunjukkan bahwa jika fungsi yang diintegralkan itu linier, aturan
trapesium akan memberikan jawaban yang eksak. Sedangkan jika fungsi yang diintegralkan
tidak linier, dapat terjadi kesalahan.
’’
Gambar 6.3: Daerah yang dihitung dengan aturan trapesium tunggal dan kesalahannya1
Dalam keadaan sebenarnya, jawaban eksak tidak diketahui. Karena itu, diperlukan
perhitungan perkiraan kesalahan. Untuk itu, dihitung turunan kedua dari fungsi tersebut, yaitu:
𝑓 ′′ (𝑥) = −400 + 4050𝑥 − 10800𝑥 2 + 8000𝑥 3
Nilai rata-rata dari turunan kedua ini adalah nilai 𝑓 ′′ (𝑥) di atas dibagi dengan panjang
selangnya (atau nilai 𝑏 − 𝑎). Sehingga,
0,8
1
̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 ′′ (𝑥) = ∫ (−400 + 4050𝑥 − 10800𝑥 2 + 8000𝑥 3 ) 𝑑𝑥 = −60
(0,8 − 0)
0
1 Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
2 Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
Dengan kata lain, pada pendekatan banyak segmen, nilai fungsi tengah bobotnya dua kali
nilai fungsi tepi (𝑓(𝑥0 ) dan 𝑓(𝑥𝑛 )).
Kesalahan pada aturan trapesium banyak segmen diperoleh dari menjumlahkan kesalahan
pada masing-masing segmen. Jadi,
𝑛
(𝑏 − 𝑎)3
𝐸𝑡 = − ∑ 𝑓′′(𝜉𝑖 ) (6.13)
12
𝑖=1
dengan 𝑓′′(𝜉𝑖 ) adalah turunan kedua pada titik 𝜉𝑖 yang terletak pada segmen ke-𝑖. Hasil ini
dapat lebih disederhanakan dengan memasukkan perdekatan terhadap rata-rata turunan
kedua untuk seluruh segmen, yaitu
𝑛
̅̅̅̅̅̅̅̅
′′ (𝑥)
1
𝑓 ≅ ∑ 𝑓′′(𝜉𝑖 ) (6.14)
𝑛
𝑖=1
sehingga
(𝑏 − 𝑎)3 ′′
𝐸𝑎 = − ̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 (𝑥) (6.15)
12𝑛2
Seperti terlihat dari persamaan 6.15, jika segmen dinaikkan dua kali lipat, kesalahan akan
berkurang seperempatnya. Namun demikian, harus digaris-bawahi bahwa persamaan 6.15
ini adalah pendekatan karena berdasarkan pada persamaan 6.14 yang juga merupakan
pendekatan.
Seperti terlihat dari Contoh 2, menambah segmen akan memperkecil kesalahan. Tabel 1
menunjukkan hasil perhitungan seiring dengan penambangan segmen hingga 10.
0,8
Tabel 6.1: Hasil perhitungan ∫0 [0,2 + 25𝑥 − 200𝑥 2 +
675𝑥 3 − 900𝑥 4 + 400𝑥 5 ] 𝑑𝑥 menggunakan aturan trapesium
dengan 𝑛 buah segmen. Jawaban eksak masalah ini adalah
𝐼 = 1,640573
Seperti terlihat pada Tabel 1, kesalahan semakin berkurang dengan bertambahnya segmen.
Namun demikian, harus digaris-bawahi bahwa pengurangan kesalahan ini berlangsung
dengan lambat.
4. Aturan Simpson
Selain menggunakan aturan trapesium dengan jumlah segmen yang banyak, ketelitian
perhitungan integral juga dapat diperoleh dengan menggunakan polinomial dengan orde yang
lebih tinggi dalam menghubungkan nilai-nilai fungsi. Jika ada satu titik tambahan di tengah-
tengah 𝑓(𝑎) dan 𝑓(𝑏), maka ketiga titik tersebut dapat dihubungkan dengan para bola.
Demikian pula, jika diketahui dua titik tambahan yang membagi selang 𝑥 = 𝑎 dan 𝑥 = 𝑏
menjadi tiga interval yang sama, maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan dengan
polinomial orde 3. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6.5. Rumus-rumus yang disusun
berdasarkan integrasi dari polinomial-polinomial ini disebut dengan aturan Simpson
(Simpson’s rule).
Perlu digaris-bawahi bahwa angka 𝑛 haruslah genap, karena dalam satu segmen ada 3 titik
dan jumlah titik harus ganjil (titik dihitung dari 0 sampai 𝑛). Dengan demikian, terdapat 𝑛⁄2
buah segmen.
Jika digunakan aturan 1/3 Simpson untuk masing-masing integral (lihat persamaan (6.18)),
akan diperoleh
𝑓(𝑥0 ) + 4𝑓(𝑥1 ) + 𝑓(𝑥2 ) 𝑓(𝑥2 ) + 4𝑓(𝑥3 ) + 𝑓(𝑥4 )
𝐼 ≅ 2ℎ { } + 2ℎ { }+⋯
6 6
(6.22)
𝑓(𝑥𝑛−2 ) + 4𝑓(𝑥𝑛−1 ) + 𝑓(𝑥𝑛 )
+ 2ℎ { }
6
dalam hal ini,
𝑏−𝑎
ℎ= (6.23)
𝑛
Bila disederhanakan, persamaan (6.22) menjadi
Seperti pada aturan trapesium bersegmen banyak, perkiraan besarnya kesalahan untuk
aturan Simpson dengan banyak segmen adalah jumlah dari perkiraan kesalahan untuk
masing-masing segmen, atau
(𝑏 − 𝑎)5 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝐸𝑎 = − 𝑓 (4) (𝑥) (6.25)
180𝑛4
dengan ̅̅̅̅̅̅̅̅̅
𝑓 (4) (𝑥) adalah rata-rata dari turunan ke-empat untuk selang tersebut.
Seperti terlihat dalam Contoh 4 di atas, aturan 1/3 Simpson memberikan hasil yang tepat.
Karena itulah, aturan ini dianggap lebih baik dari aturan trapesium untuk hampir semua
keadaan. Namun demikian, keduanya memiliki kelemahan yaitu hanya berlaku pada selang
yang dibagi sama besar. Seperti telah disinggung sebelumnya, keterbatasan lain dari aturan
1/3 Simpson adalah harus ada jumlah titik yang ganjil.
Algoritma 6: Aturan Simpson yang umum, dapat berlaku untuk titik berjumlah ganjil maupun
genap
FUNCTION SIMPINT (A, B, N, F)
H = (B – A) / N
Seperti telah disebutkan, keseluruhan perhitungan integral yang telah disajikan adalah
berdasarkan pada perumusan Newton-Cotes, yaitu perumusan yang berbasis kepada
penyederhanaan fungsi rumit proses integralnya menjadi fungsi-fungsi polinomial yang lebih
mudah di-integral-kan. Pendekatan menggunakan fungsi linier (orde 1) menghasilkan aturan
trapesium, sedangkan aturan Simpson merupakan pendekatan menggunakan fungsi
parabola (orde 2). Perumusan Newton-Cotes bisa terus dikembangkan menggunakan
pendekatan polinomial orde yang lebih tinggi. Pada Lampiran 3, disajikan ringkasan berbagai
pendekatan Newton-Cotes. Seperti yang diperkirakan, pemakaian orde yang lebih tinggi akan
menurunkan tingkat kesalahan namun memerlukan semakin banyak jumlah nilai fungsi yang
diketahui.
6. Integral Lipat
Integral lipat sangat umum dijumpai dalam perumusan masalah-masalah rekayasa. Biasanya
bentuknya adalah
𝑑 𝑏 𝑏 𝑑
Bentuk integral semacam ini disebut integral lipat dua atau integral ganda (double integral).
Arti fisik dari integral lipat dua adalah luas daerah di bawah permukaan suatu fungsi (lihat
Gambar 6.6).
Gambar 6.6: Integral ganda sebagai luas daerah di bawah permukaan suatu fungsi
Cara-cara perhitungan yang telah dibahas dapat diterapkan langsung untuk menghitung
besarnya integral lipat. Perlu diingat bahwa dalam kalkulus berlaku
𝑑 𝑏 𝑏 𝑑 𝑏 𝑑
Jadi, integral dalam salah satu dimensi dihitung dulu, hasilnya kemudian digunakan untuk
menghitung integral pada dimensi kedua. Persamaan (6.30) menunjukkan bahwa urutan
dimensi mana yang dihitung terlebih dahulu, tidak menjadi masalah.
Secara numerik, integral tersebut dapat dihitung dengan menggunakan dua segmen pada
kedua arah dan menerapkan aturan trapesium pada masing-masing arah. Dengan dua
segmen pada setiap arah, ada 9 titik berjarak sama yang masing-masing dapat dihitung nilai
fungsinya (lihat gambar di bawah). Selanjutnya, menggunakan aturan trapesium, dilakukan
integrasi numerik pada arah 𝑥 terlebih dahulu. Lalu, setelah melakukan integrasi dalam arah
𝑦, diperoleh nilai 2688 sebagai nilai akhir. Dengan membagi nilai tersebut dengan luas,
2688
diperoleh nilai rata-rata sebesar = 56.
6×8
Selain menggunakan aturan trapesium dengan dua segmen, integral dapat dihitung juga
dengan menggunakan aturan 1/3 Simpson dengan segmen tunggal dan menghasilkan 2816
sebagai hasil integralnya. Dengan nilai ini, rata-rata suhu plat menjadi 58,6667yang sama
persis dengan nilai eksaknya. Hal ini dapat dimengerti karena fungsi di atas adalah fungsi
orde 2 dan aturan 1/3 Simpson dapat menghasilkan harga yang eksak sampai polinomial orde
3.
7. Kuadratur Gauss
Seperti yang dapat diamati, integrasi numerik bisa diberlakukan untuk dua macam bentuk
data. Yang pertama, data yang berbentuk tabel atau daftar nilai-nilai fungsi tanpa harus
mengetahui fungsinya itu sendiri seperti apa. Persoalan dengan data seperti ini telah kita
bahas menggunakan aturan trapesium dan aturan Simpson. Selanjutnya, yang kedua, adalah
data dalam bentuk fungsi. Berbeda dengan data dalam bentuk tabel yang terbatas jumlah
nilainya, data dalam bentuk fungsi dapat memiliki nilai berapapun banyaknya sesuai dengan
yang diinginkan. Pembatas jumlah nilai ini umumnya adalah ketepatan yang diinginkan.
Selain itu, selama ini juga telah dibahas pendekatan nilai integral dengan nilai fungsi pada
titik-titik yang berjarak sama. Dengan demikian, titik-titik ini telah ditentukan terlebih dahulu
(pre-determined) dan tetap (fixed). Sebagai contoh, seperti terlihat pada Gambar 6.7, aturan
trapesium didasarkan pada menghitung daerah di bawah garis lurus yang menghubungkan
nilai-nilai fungsi pada batas selang integral. Seperti yang telah disampaikan pada persamaan
6.6, luas daerah itu adalah
𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏)
𝐼 = (𝑏 − 𝑎) { } (6.31)
2
Pada persamaan (6.31), 𝑎 dan 𝑏 adalah batas-batas integral, sedangkan (𝑏 − 𝑎) adalah lebar
selang integral. Karena daerah pada aturan trapesium harus dibatasi dengan nilai fungsi,
maka aturan ini dapat membawa kesalahan yang besar (lihat Gambar 6.31a). Jika keharusan
untuk dibatasi pada nilai fungsi ini dihilangkan, maka ada garis lurus yang menghubungkan
dua titik di antara batas-batas integral yang diletakkan sedemikian rupa sehingga luas
trapesium yang terbentuk akan sama dengan luas daerah di bawah kurva. Dengan kata lain,
kedua titik itu akan menyamakan luas daerah di atas kurva dengan luas daerah di bawah
kurva yang berada di luar trapesium pendekatan. Cara seperti ini disebut dengan Kuadratur
Gauss. Yang akan dibahas adalah perumusan Kuadratur Gauss yang tertentu, yaitu yang
disebut dengan rumus Gauss-Legendre.
Sebelum dilanjutkan, lihat kembali perumusan untuk aturan trapesium, yaitu persamaan
(6.31) di atas. Hasil perumusan aturan trapesium seperti pada persamaan (6.31) dapat diubah
menjadi
𝑏−𝑎 𝑏−𝑎
𝐼= 𝑓(𝑎) + 𝑓(𝑏) (6.32)
2 2
Sehingga bentuk umum dari suatu pendekatan integral dengan aturan trapesium adalah
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) (6.33)
Jika 𝑥0 tidak harus sama dengan 𝑎 dan 𝑥1 tidak harus sama dengan 𝑏, maka persamaan
(6.33) di atas mempunyai 4 parameter yang tidak diketahui, yaitu 𝑐0 , 𝑐1 , 𝑥0 dan 𝑥1 . Untuk
persamaan 𝑦 = 1 (lihat Gambar 6.8a), berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑓(𝑥1 ) = 1, sehingga
+(𝑏−𝑎)⁄2
𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 1 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 + 𝑐1 = 𝑏 − 𝑎 (6.34)
−(𝑏−𝑎)⁄2
Untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 (lihat Gambar 6.8b), berlaku 𝑓(𝑥0 ) = − (𝑏 − 𝑎)⁄2 dan 𝑓(𝑥1 ) =
+ (𝑏 − 𝑎)⁄2 sehingga
+(𝑏−𝑎)⁄2
(𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎) (𝑏 − 𝑎)
−𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 ⟹ −𝑐0 + 𝑐1 =0 (6.35)
2 2 2 2
−(𝑏−𝑎)⁄2
Persamaan (6.34) dan (6.35) adalah dua persamaan dengan dua yang tidak diketahui (yaitu
𝑐0 dan 𝑐1 ), sehingga jika diselesaikan akan diperoleh
(𝑏 − 𝑎)
𝑐0 = 𝑐1 = (6.36)
2
yang sebenarnya kembali ke aturan trapesium seperti yang telah dinyatakan dalam
persamaan (6.31) atau persamaan (6.32).
Penurunan yang sama untuk aturan trapesium dapat digunakan untuk menentukan koefisien
Kuadratur Gauss. Lihat kembali bentuk umum persamaan kuadratur, yaitu persamaan (6.33)
di atas, atau
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) (6.37)
𝑐0 + 𝑐1 = ∫ 1 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 + 𝑐1 = 2 (6.38)
−1
𝑐0 𝑥0 + 𝑐1 𝑥1 = ∫ 𝑥 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 𝑥0 + 𝑐1 𝑥1 = 0 (6.39)
−1
Untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 , berlaku berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑥02 dan 𝑓(𝑥1 ) = 𝑥12 sehingga
2
+1
2
𝑐0 𝑥02 + 𝑐1 𝑥12 = ∫ 𝑥 2 𝑑𝑥 ⟹ 𝑐0 𝑥02 + 𝑐1 𝑥12 = (6.40)
3
−1
Dan terakhir, untuk persamaan 𝑦 = 𝑥 3 , berlaku berlaku 𝑓(𝑥0 ) = 𝑥03 dan 𝑓(𝑥1 ) = 𝑥13 sehingga
+1
Selain perumusan menggunakan dua-titik seperti yang telah dibahas di atas, kuadratur
Gauss-Legendre juga bisa dirumuskan menggunakan titik yang lebih banyak. Dalam hal ini,
perumusan dimulai dengan pendekatan dalam bentuk yang umum berikut
𝐼 ≅ 𝑐0 𝑓(𝑥0 ) + 𝑐1 𝑓(𝑥1 ) + ⋯ + 𝑐𝑛−1 𝑓(𝑥𝑛−1 ) (6.50)
dengan 𝑛 adalah banyaknya titik. Untuk 𝑛 = 2,3, ⋯ ,6 hasil pendekatan dapat dilihat pada
Tabel 6.2.
Karena kuadratur Gauss mempunyai titik-titik yang jaraknya tidak seragam, metoda ini tidak
cocok digunakan jika fungsi yang akan di-integrasi-kan tidak diketahui, termasuk jika yang
diketahui adalah daftar nilai dalam tabel. Namun, jika fungsinya diketahui, menggunakan
kuadratur Gauss sangat menguntungkan, apalagi jika berhadapan dengan masalah yang
memerlukan integrasi fungsi dalam jumlah banyak.
Kesalahan dalam penerapan rumus Gauss-Legendre adalah
2(2𝑛+3) [(𝑛 + 1)!]4
𝐸𝑡 = 𝑓 (2𝑛+2) (𝜉) (6.51)
(2𝑛 + 3)[(2𝑛 + 2)!]3
dengan 𝑛 adalah jumlah titik dikurangi satu dan 𝑓 (2𝑛+2) (𝜉) adalah turunan ke (2𝑛 + 2) dari
fungsi setelah dilakukan perubahan batas-batas integral, dan 𝜉 terletak di dalam selang −1
dan +1.
8. Tugas
1. Buatlah berbagai program komputer untuk berbagai metoda yang dijelaskan dalam
modul ini. Program komputer tersebut hendaknya juga menghitung perkiraan
kesalahan yang terjadi. Gunakan program-program tersebut untuk menghitung
besarnya fungsi kesalahan (error function) berikut
3 diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2010,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
Jawaban eksak untuk masalah ini4 adalah 𝐼 = 0,8427 0079 2949 71484
𝐼 = ∫ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 ≅ ∫ 𝑓3 (𝑥)𝑑𝑥
𝑎 𝑎
dengan menggunakan 4 nilai fungsi yang diketahui. Gunakan rumusan yang diperoleh
untuk menghitung integral pada Contoh 1 sampai dengan Contoh 4, yaitu:
4. Buatlah program komputer untuk menyelesaikan integral dengan segmen yang tidak
sama seperti pada no. 3 di atas. Pseudocode di bawah ini6 bisa digunakan sebagai
bantuan.
4 Kahaner, D., Moler C. and Nash, S., 1989, “Numerical Method and Software”, Prentice Hall, bisa diunduh dari
http:lya.fciencias.unam.mx/pablo/an20072/material/kahaner.pdf
5 Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2010, bisa diunduh
dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
6
Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009,
bisa diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
5. Buatlah program komputer untuk menghitung integral lipat dua. Ujilah program
tersebut dengan masalah pada Contoh 5. Selanjutnya, tentukanlah nilai rata-rata dari
Gambar pada halaman berikutnya.
Daftar Bacaan
Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill,
2010, bisa diunduh dari
http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
Diambil dari Chapra, S.C., Canale, R.P., “Numerical Methods for Engineers”, 6th Edition, McGraw-Hill, 2009, bisa
diunduh dari http://search.4shared.com/q/CCAD/1/numerical%20methods%20for%20engineers
𝑏−𝑎
ℎ=
𝑛