BAB I Proposal Bryan
BAB I Proposal Bryan
PENDAHULUAN
1
C.S.T.Kansil dan Christine S.T.Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum,Anem Kosong
Anem, Jakarta, 2003, h.1.
2 ?
Adnan Murya dan Urip Sucipto, Etika dan Tanggung Jawab Profesi, Deepublish,
Yogyakarta, 2016, h.4.
3
Ibid
1
Menurut pengertian undang-undang nomor 30 tahun 2004 dengan pasal 1
disebutkan definisi notaris yaitu notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan laiinya sebagaimana maksud dalam
undang-undang ini. Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagaian
fungsi public dari negera, khususnya dibidang hukum perdata.
Notaris sebagai pejabat umum adalah pejabat yang wajib menaati hukum yang
berlaku di Indonesia serta telah disumpah jabatan oleh pihak yang ditunjuk oleh
undang-undang yang mana mana mengerti bahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Notaris sebagai pejabat umum yang professional yang ikut serta dalam
pembangunan nasional dibidang hukum di Indonesia dan juga menjunjung tinggi
kehormatan dan martabat. 4
4
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Jakarta, 2008, h.13.
5 ?
Ibid
2
Akta otentik yang dibuat oleh Notaris ada 2 macam yaitu ambtelijk acted an
party acte. Ambtelijk acte yaitu akta yang dibuat oleh Notaris yang berdasarkan
pengamatan yang dilakukan Notaris tersebut. Akta jenis jenis ini diantaranya
adalah akta berita acara Rapat umum pemegang saham (RUPS) Perseroan terbatas,
akta pendaftaran atau inventarisasi harta peninggalan. Selain itu, definisi dari
party acte atau para pihak adalah akta yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris
berdasarkan kehendak atau keinginan para pihak dalam kaitannya dengan
perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Contoh akta ini diantaranya
adalah akta sewa menyewa dan akta perjanjian kredit.6
b. membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian
dari prokol notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta;
d. mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta
akta;
f. menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
membuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku. Akta tersebut dapat dijilid menajdi lebih dari satu
6
Abdul Ghofur Anshori dalam Yogi Priyambodo, Tinjauan Terhadap Pelanggaran Kode Etik
Jabatan Notaris Di Kabupaten Purbalingga, Jurnal Akta, Magister KenotariatanFakultas Hukum
UNISSULA, Volume 4 Nomor 3 Tahun 2017, h.331.
7
Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris.
3
buku, dan mencatat jum jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatanya
pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
h. membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu
pembuatan akta setiap bulan;
j. mencatat dan reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir
bulan;
Sebagaimana tugas dan tanggung jawab yang diuraikan diatas, Notaris dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai notaris yang mana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewenangan notaris
berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris. Selain dari kewenangan
yang diatur dalam undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, Perkumpulan Notaris yang membentuk organisasi yang disebut
perkumpulan organisasi ikatan notaris Indonesia (INI). Perkumpulan ikatan notaris
Indonesia (INI) membentuk peraturan yang berlaku untuk semua anggota-anggota
yang ikut dalam perkumpulan ikatan notaris Indonesia. Dimana ketentuan-
ketentuan yang telah dibuat dan disepakati disebut dengan kode etik Notaris.
Kode etik notaris adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan
organisasi ikatan notaris Indonesia. Kode etik notaris wajib diperhatikan oleh
4
seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku jabatan Notaris
dalam melaksanakan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Notaris
diwajibkan untuk menghetahui dan memahami serta menjalankan kode etik. Kode
etik tersebut juga mencantumkan sanksi yang dijatuhkan bila anggota dan atau
orang lain yang memangku jabatan sebagai notaris.8
Keberadaan kode etik notaris mengikat bagi anggota dan atau orang yang
mengaku jabatan sebagai notaris. Perkumpulan notaris Indonesia terdiri dari
pengurus pusat, pengurus wilayah, pengurus daerah. Menurut perubahan kode etik
Notaris luar biasa ikatan notaris Indonesia di Banten tanggal 29-30 Mei 2015.
Pengawas atas pelaksanaan kode etik dilakukan oleh:
b. Pada tingkat Provinsi oleh Pengurus Wilayah dan Dewan Kehormatan wilayah;
c. Pada Tingkat Nasional oleh Pengurus Pusat dan Dewan kehormatan pusat dan
Dewan Kehormatan Pusat.
Notaris adalah setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatan
sebagai pejabat umum, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 Juncto
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Ikatan
Notaris Indonesia membuat suatu lembaga pengawas bernama Dewan Kehormatan
Notaris dengan urgensi etik Notaris. Tugas Dewan Kehormatan Notaris antara lain
melakukan keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik Notaris yang
bersifat internal serta memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas
Notaris atas dugaan kode etik dan jabatan Notaris. Pengawas atas pelaksanaan atas
kode etik notaris oleh dewan kehormatan Notaris dilakukan secara bertingkat yaitu
pada tingkat pertama oleh pengurus daerah ikatan notaris Indonesia dan dewan
kehormatn daerah, pada tingkat banding oleh pengurus wilayah ikatan notaris
Indonesia dan dewan kehormatan wilayah, dan pada tingkat akhir oleh Pengurus
pusat ikatan notaris Indonesia dan dewan kehormatan pusat.9
8
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1991, h.301
9
Ibid
5
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan
atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak
mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarkat secara langsung; memberikan
saran dan pndapat kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik
jabatan notaris. 10
Dewan kehormatan pusat adalah dewan kehormatan pada tingkat nasional dan
yang bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan
anggota dalam menjunjung tinggi kode etik; memeriksa dan mengambil keputusan
atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris.
Dewan pada tingkat provinsi atau yang setingkat dengan itu. Yang bertugas
untuk melakukan pembinaan, bimbingan, pegawasan, pembenahaan anggota dalam
menjunjung tingggi kode etik, memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan
pelanggaran ketentuan kode etik atau displin organisasi, yang bersifat internal atau
yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarkat secara langsung pada
tingakat banding, dan dalam keadaan tertentu pada tingkat pertama; memberikan
saran dan pendapat kepada majelis pegawas wilayah dan atau majelis pengawas
daerah atas dugaan pelanggaran kode etik jabatan notaris.11
Dewan kehormatan daerah yaitu dewan kehormatan tingkat daerah yaitu pada
tingkat kota atau kabupaten yang bertugas untuk melakukan pembinaan,
bimbingan pengawas, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik;
memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik
kode etik; memeriksa dan mengambil keputusann atas dugaan pelanggaran
ketentuan kode etik dan atau displin organisasi, yang bersifat internal atau yang
tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan dengan kepentingan masyarakat
secara langsung, pada tingkat pertama; Memberikan saran dan pendapat kepada
majelis pegawas daerah atas dugaan pelanggran kode etik dan jabatan notaris.12
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk badan khusus bernama
majelis pegawas notaris. Majelis pengawas notaris yang mempunyai kewenangan
dan berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawas terhadap Notaris.
10
Liliana Tedjosaputro dalam Laurensius Arliman, Sumbangsih Werda Notaris dalam
Organisasi Ikatan Notaris Indonesia, Jurnal Yuridika, Fakultas Hukum Universitas
Airlangga,Volume 30 Nomor 3 Tahun 2015, h.458.
11
Ibid
12
Enny Mirfa, Perbandingan Hukum Jabatan Notaris Di Indonesia dan Di Negara Belanda,
Jurnal ilmiah Research Sains, Universitas Samudera Langsa, Volume 2 Nomor 2 Tahun2016, h.61.
6
Pengawas ini mencakup perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris. Majelis
Pengawas Notaris bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan eksternal dan
berjenjang mulai dari majelis pengawas notaris daerah, majelis pengawas wilayah
dan majelis pengawas pusat.
Pada status status quo terdapat beberapa notaris yang melakukan pelanggaran
kode etik. Yang melakuakn pelanggaran kode etik melalui ruang lingkup social.
Notaris, melalui lingkup media social, khususnya media instagram, facebook,
twitter, Pelanggaran yang dilakukan oleh notaris baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan membuat nama disosial media mereka dengan gelar
sarjana hukum (SH), Magister Kenotariatan (M.Kn). Pelangaran Notaris terjadi
karena kemudahaan dalam mengunduh dan mengunduh instagram, facebook,
twitter.
13
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
Refika Aditama, Jakarta, 2013, h.144
7
secara langsung maupun tidak langsung karena dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran kode etik notaris. Hal ini disebabkan karena menurut ketentuan dari
Pasal 4 ayat (3) kode etik disebutkan bahwa:
“ Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan
Notaris) dilarang melakukan publikasi atau promosi dir, baik sendiri maupun
secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya menggunakan
sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk:
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
e. Kegiatan pemasaran;
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini penting untuk diteliti karena
alasan-alasan adalah masalah hukum pelanggaran kode etik notaris salah satunya
pelanggaran promosi media social dan bagaiamana kebijakan majelis pengawas
daerah khususnya majelis pengawas notaris kota medan dalam memberi sanksi
kepada anggota perkumpulan dan atau yang memangku jabatan sebagai notaris
yang bertentangan dengan kode etik notaris. Permasalahan ini menjadi menarik
untuk diteliti dan dikaji dalam judul tesis “Analisis Yuridis Kebijakan Majelis
Pengawas Daerah Notaris Terhadap Pelanggaran Kode Etik Iklan Notaris (Studi
Kota Medan)
B. Rumusan Masalah
8
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dirumuskan
untuk dapat dilakukan pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
D. Manfaat Penelitian
9
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, secara teoritis dan
secara praktis, sebagai berikut:
1.Secara Teoretis
2. Secara Praktis
a.Notaris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman bagi notaris
dalam menjalankan tugas,tanggung jawab atau profesi Notaris.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan
memberikan kontribusi positif bagi majelis pengawas notaris khususnya di Kota
Medan.
E. Keaslian Penelitian
10
1. ANITA PUTRI HERAWATI, NIM: 17921003, Magister Kenotariatan
Universitas Islam Indonesia dengan judul “Larangan notaris mempromosikan
diri melalui internet berdasar undang-undang jabatan notaris kode etik”.
Adapun rumusan masalah yang dibahas sebagai berikut:
11
b. Bagaimana prespektif kode etik jabatan notaris terhadap publikasi dan
promosi jabatan Notaris?
1.Kerangka Teori
M.Solly Lubis yang menyatakan bahwa: “Teori yang dimaksud di sini adalah
penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap
merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional
digabungkan dengan pengalaman empiris.” Artinya teori ilmu hukum merupakan
suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek. yang dijelaskannya.
Suatu penjelasan walau bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh
fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.15
14
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2017, h.92
15
J.J.H.Bruggink dalam Otjie Salman Soemadiningrat dan Anthon F.Susanto, Teori
Hukum Mengingat,Mengumpulkan, dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Jakarta,
2015, h. 60.
12
Berdasarkan pengertian teori dan kegunaan serta daya kerja teori tersebut di atas
dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang “hasil penelitian yang sudah ada,
maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Analisis Yuridis Kebijakan
Majelis Pengawas Daerah Notaris Terhadap Pelanggaran Kode Etik Iklan Notaris
(Studi Kota Medan). maka dipergunakan teori kesepakatan, teori keadilan, dan
teori kepastian hukum.
1.Teori Keadilan
Teori keadilan dipakai dalam penelitian ini agar terciptanya tujuan kehidupan
dimana tidak ada keadilan diantara kehidupan bermasyrakat. Kata keadilan tentu
saja juga digunakan dalam pengertian hukum, dari segi kecocokan dengan hukum
positif, terutama kecocokan dengan undang-undang. Jika sebuah norma umum
diterapkan pada satu kasus tetapi tidak diterapkan pada kasus sejenis yang muncul,
akan dikatakan tidak adil. Ketidakadilan tersebut terlepas dari beberapa
pertimbangan nilai norma umum itu sendiri. Menurut pemakaian kata-kata ini,
menganggap sesuatu adil hanya mengungkapkan nilai kecocokan relatif dengan
sebuah norma, adil hanya kata lain dari benar.17
17
Lili Rasjidi dan I.B.Wyasa Putra dalam Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Posisi
Dan
Fungsinya Dari Perspektif Hukum, Gramedia, Jakarta, 2005, h.99-100
18
Ibid
13
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur ialah keadilan dengan
memberikan kepada tiap-tiap orang apa yang berhak ia terima serta memerlukan
peraturan tersendiri bagi tiap-tiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut, maka
menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan peraturan/ketentuan
umum (algemeene regels). Pertautan hukum dan keadilan dibangun berdasarkan
maxim, principat, postulat, principle sehingga hukum lahir secara concreto.
Teori keadilan dalam hukum dapat disimpulkan sebagai wujud dari suatu
penerapan hukum secara adil sesuai dengan posisi masing-masing yang berbeda
tiap kasus, sehingga terdapat beberapa tolak ukur untuk dapat menyatakan suatu
putusan sudah adil atau tidak. Berdasarkan penjelasan tentang teori keadilan
tersebut di atas, maka dapat dilihat bagaimana suatu putusan hakim yang
diterapkan telah sesuai atau tidak dengan prinsip-prinsip keadilan itu.
Menurut Lili Rasjidi dan I.B.Wyasa Putra, sistem hukum dapat diartikan sebagai
satu kesatuan sistem besar yang tersusun atas sub-subsistem yang kecil, yaitu
subsistem pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lainlain, yang
hakikatnya merupakan sistem tersendiri dengan proses tersendiri pula. 20 Hal ini
19
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial prudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis prudence), Kencana, Jakarta, 2009,
h.181.
20 ?
Atmasasmita dalam Mahdi Bin Achmad Mahfud dan Vinaricha Sucika Wiba, Teori Hukum
dan Implementasinya, R.A.De.Rozarie, Surabaya, 2015, h.95
14
menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yangmembutuhkan
kecermatan tajam untuk memahami keutuhan prosesnya. Sistem pembentukan
hukum memiliki komponen-komponen sistemnya sendiri, seperti lembaga
pembentuk hukum, aparatur pembentuk hukum, sarana pembentuk hukum,
prosedur-prosedur pembentukan hukum, dan lain-lainnya, yang hakikatnya
merupakan kesatuan integral, yang berfungsi dan bertujuan menghasilkan bentuk
hukum seperti peraturan perundang-undangan. Sementaraitu, sistem penerapan
hukum merupakan proses kelanjutan dari proses pembentuk hukum, yang meliputi
lembaga, aparatur, sarana, dan prosedur-prosedur penegakan hukum. Maka dapat
disimpulkan bahwa sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum yang terdiri atas
bagian-bagian (hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, tersusun
secara tertib dan teratur menurut asas-asasnya, yang berfungsi untuk mencapai
suatu tujuan sistem hukum tersebut, itu, sistem penerapan hukum merupakan
proses kelanjutan dari proses pembentuk hukum, yang meliputi lembaga, aparatur,
sarana, dan prosedur-prosedur penegakan hukum.Maka dapat disimpulkan bahwa
sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum yang terdiri atas bagian-bagian
(hukum) yang mempunyai kaitan (interaksi) satu sama lain, tersusun secara tertib
dan teratur menurut asas-asasnya,yang berfungsi untuk mencapai suatu tujuan
sistem hukum tersebut.21
21 ?
Abdul Salam Siku, Perlindungan Hak Asasi Saksi Dan Korban Dalam ProsesPeradilan
Pidana, Indonesia Prime, Jakarta, 2016, h. 15
22 ?
Ibid
15
3).Budaya hukum (legal culture) adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum sistem hukum itu sendiri tidak akan
berdaya.
23 ?
Bobi Aswandi, Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila Dalam Kaitannya Dengan Hak
Asasi Manusia (HAM), Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro, Volume 1 Nomor 1 Tahun 2019, h.140
16
5).Faktor kebudayaan.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, oleh karena itu merupakan
esensinya dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur suatu efektivitas
penegakan hukum Unsur budaya dapat dikaitkan dengan Teori Moralitas menurut
Immanuel Kant bahwa moralitas (Moralitat/Sittlichkeit) adalah kesesuaian sikap
dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah, yakni apa yang di pandang
sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai apabila mentaati hukum lahiriah bukan
lantaran hal itu membawa akibat yang menguntungkan atau lantaran takut pada
kuasa sang pemberi hukum, melainkan menyadari sendiri bahwa hukum itu
merupakan kewajiban.24
Ketiga unsur pembentuk sistem hukum ini memiliki keterkaitan satu sama lain
dimana diantara ketiga unsur tersebut terharmonisasi di dalam proses pencapaian
tujuan hukum itu sendiri. Penguatan budaya hukum nasional ini tentunya tidak
terlepas dari norma-norma atau nilai-nilai dasar yang disepakatibersama sebagai
bangsa dan negara yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Setiap warga negara di dalam system hukum tersebut dapat
mengambil alih dalam subsistem budaya hukum. Dari ketiga unsur pembentuk
sistem hukum menurut Friedman, budaya hukumlah (legal culture) yang
mendahului dua unsur lainnya. Aturan hukum tidak dapat dipisahkan dari budaya
hukum karena hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku
manusia. Keduanya sama-sama mengatur tingkah laku agar selalu baik dan tidak
terjerumus pada yang tidak baik. 25Begitu pula dengan struktur yang tidak dapat
dipisahkan, karena pada akhirnya negara dan hukum tidak hanya bersama sebagai
bangsa dan negara yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Setiap warga negara di dalam system hukum tersebut dapat
mengambil alih dalam subsistem budaya hukum. Dari ketiga unsur pembentuk
sistem hukum menurut Friedman, budaya hukumlah (legal culture) yang
mendahului dua unsur lainnya.Aturan hukum tidak dapat dipisahkan dari budaya
hukum karena hukum dan moral sama-sama berkaitan dengan tingkah laku
manusia. Keduanya sama-sama mengatur tingkah laku agar selalu baik dan tidak
terjerumus pada yang tidak baik. Begitu pula dengan struktur yang tidak dapat
dipisahkan, karena pada akhirnya negara dan hukum tidak hanya seperangkat
lembaga yang kosong makna sosial melainkan konstruksi produk budaya. Maka
24
25
Soerjono Soekanto, Loc.cit
17
dapat dikatakan sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan
hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat
tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan
masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.26
Berkaitan dengan rumusan masalah dalam tesis ini maka struktur (aparat penegak
hukum) berkaitan erat dengan budaya karena sanksi dalam pelanggaran kode etik
dalam mempromosikan diri , untuk itulah diharapkan adanya suatu sinergitas
dalam pemberian sanksi dimana dapat dilakukan pada hal pemeriksaan laporan
yang diterima keduanya, dapat diperiksa terlebih dahulu oleh Dewan Kehormatan
Notaris dan kemudian hasil pemeriksaan dari Dewan Kehormatan Notaris tersebut
dapat dijadikan sebagai dasar bagi Majelis Pengawas Notaris untuk memberikan
sanksi. Yang kemudian dalam putusan Majelis Pengawas Notaris dapat berisikan
Notaris tersebut tidak hanya melanggar kode etik berdasarkan Undang-Undang
Jabatan Notaris tetapi juga kode etik berdasarkan Kode Etik Notaris. Dengan
adanya ketentuan tersebut, maka diharapkan pelanggaran kode etik akan berkurang
karena apabila Kode Etik Notaris sudah dijalankan dengan baik maka Notaris tidak
akan melanggar Undang-Undang Jabatan Notaris dan akan juga menjamin
pengamanan dari kepentingan pribadi seorang Notaris yang memangku jabatan
sebagai Notaris. bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilai-nilai dan ukuran
etika serta melalaikan keluhuran martabat dan tugas jabatannya kepentingan umum
terhadap Notaris yang menjalankan jabatannya.27
c.Teori Kewenangan
Berkaitan dengan permasalahan dalam tesis ini, dapat dikaitkan juga dengan teori
kewenangan yang mana teori tersebut berfokus pada yang berkaitan dengan
sumber kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum, baik
dalam hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan
hukum private, yang meliputi:28
26
Soerjono Soekanto, Loc.cit
27
Endang Purwaningsih, Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris Di Wilayah Provinsi Banten Dan
Penegakan Hukumnya, Mimbar Hukum, Fakultas Hukum Universitas YARSI, Volume 27 Nomor 1
Tahun 2015, h.25
28
Immanuel Kant dalam Franz Magnis Suseno, Etika Abad ke-20, Kanisius, Yogyakarta, 2006, h.
136
18
2)Delegasi merupakan penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ
pemerintahan kepada organ yang lain
2. Landasan Konsepsi
a. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak.29
c. Kode etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan
iklan notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut perkumpulan
berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan atau yang ditentukan oleh
dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. 31
29 ?
Ensklopedia
30 ?
Kode etik Notaris
31 ?
Kode etik Notaris
19
d. Media social adalah sering juga disebut sebagai sosial media adalah platform
digital yang memfasilitasi penggunanya untuk saling berkomunikasi atau
membagikan konten berupa tulisan, foto, video, dan merupakan platform
digital yang menyediakan fasilitas untuk melakukan aktivitas sosial bagi
setiap penggunanya.32
e. Iklan adalah iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara adalah
segala bentuk pesan promosi benda seperti barang, jasa, produk jadi, dan ide
yang disampaikan melalui media dengan biaya sponsor dan ditunjukan kepada
sebagian besar masyarakat.33
G. Metode Penelitian.
Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak
harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan. Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali
yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis
serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk
menyelesaikan atau menjawab permasalahan itu.34
32 ?
Ensklopedia
33 ?
Ensklopedia
34
alim HS & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis Dan
Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2017, h. 193.
20
kegiatan penelitian dinilai dari pengumpulan data sampai pada analisis data
dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut:35
2. Pendekatan Penelitian
35 ?
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, h.19
36 ?
ardijan Rusli, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana? ,Law Review, Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan, Volume V Nomor 3 Tahun 2006, h.50
21
hukum yang tetap secara horizontal yang mempunyai keserasian antara
perundang undangan yang sederajat di bidang yang sama. penelitian ini
tidak hanya berguna bagi penegak hukum akan tetapi juga bagi ilmuwan
dan pendidikan hukum.
3. Lokasi Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dengan cara melakukan penelitian lapangan . Alat pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara dan penelitian studi dokumen terkait kode etik
notaris dan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan majelis
pengawas notaris daerah. Studi dokumen tersebut dilakukan untuk mendapatkan
konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang dilakukan
oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara menelaah dan
menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar belakang
pemikiran tentang tentang ketentuan kode etik .
Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan dengan
objek penelitian ini, artikel yang termuat dalam bentuk jurnal, majalah ilmiah,
ataupun yang termuat dalam data elektronik seperti pada internet dan sebagainya
maupun dalam bentuk dokumen atau putusan berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini.
5.Analisis Data.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Ali, Achmad, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence),
Jakarta: Kencana.
Arief, Barda Nawawi, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Cetakan
kedua, Bandung: Citra Aditya Bakti.
23
Ashshofa, Burhan, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Effendy, Marwan, 2005, Kejaksaan RI: Posisi Dan Fungsinya Dari Perspektif
Hukum, Jakarta: Gramedia..
Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2017, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Fuady, Munir, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa,
HS, Salim & Erlies Septiana Nurbani, 2017, Penerapan Teori Hukum Pada
Kansil, C.S.T. dan Christine S.T.Kansil, 2003, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum,
Kanter, E.Y. dan S.R.Sianturi, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Kelsen, Hans, 2008, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Bandung: Nusa
Media.
Rosdakarya.
Bakti,
Murya, Adnan dan Urip Sucipto, 2016, Etika dan Tanggung Jawab Profesi,
Yogyakarta: Deepublish.
University Press.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
B. Peraturan Perundang-undangan :
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.02.PR.08.10 Tahun 2004, Tentang Tata Cara Pengangkatan
Anggota,Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Tata
Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Notaris.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 40 Tahun 2015,
Tentang Susunan Organisasi, Tata Cara Pengangkatan Anggota,
Pemberhentian Anggota dan Tata Kerja Majelis Pengawas;
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 61 Tahun 2016,
Tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Terhadap Notaris;
Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten
Tahun 2015.
Perubahan Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia Kongres Luar Biasa Ikatan
Notaris Indonesia di Banten tahun 2015.
JURNAL
Suryani, Anik, Peranan Ikatan Notaris Indonesia (INI) Dalam Pelaksanaan Tugas
Notaris Sesuai Kode Etik, Jurnal Repertorium, Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret, Volume III Nomor 2 Tahun 2016.
26