Anda di halaman 1dari 12

IMOBILITAS PADA LANSIA :

Imobilitas adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama ≥ 3 hari dengan gerak anatomik
tubuh (kemampuan untuk melakukan aktivitas mobilitas di tempat tidur, transfer, atau ambulasi)
menghilang akibat perubahan fungsi fisiologis. Perubahan pada fungsi sensorik persepsi,
keterampilan motorik, kondisi fisik, tingkat kognitif, kesehatan premorbid, dan variabel eksternal
mendukung terjadinya imobilitas. Imobilitas sering ditemui pada pasien usia lanjut. Berbagai
komplikasi dapat timbul sebagai akibat imobilisasi. Penatalaksanaan secara non-farmakologis
dan farmakologis diperlukan untuk mencegah komplikasi, mengatasi komplikasi, dan
mempercepat proses penyembuhan. Oleh karena itu, kesepahaman dalam tatalaksana imobilitas
dan komplikasi sangat diperlukan.

Etiologi secara umum :

- Jatuh
- Fraktur
- Stroke
- Demensia dan depresi
- Instabilitas
- Medikasi hipnosis
- Gangguan penglihatan
- Polifarmasi
- Takut jatuh

Penyebab umum imobilitas dapat diklasifikasikan sbb :


Efek imobilisasi pada berbagai sistem organ :
Tatalaksana imobilitas :

- Evaluasi  CGA adalah suatu keharusan!!


o Anamnesis
 Riwayat dan lama disabilitas/imobilitas
 Kondisi medis
 Kondisi premorbid
 Nyeri
 Konsumsi obat
 Dukungan pramurawat
 Interaksi sosial
 Faktor psikologis dan lingkungan
o Pemeriksaan fisis
 Kulit
 Status kardiopulmonal
 Muskuloskeletal
 Neurologis
o Evaluasi status fungsional, mental dan kognitif
o Evaluasi tingkat mobilitas
o Evaluasi adanya komplikasi/penyulit
o Pemeriksaan penunjang sesuai indikasi :
 Menilai berat-ringan kondisi medis penyebab imobilisasi
 Komplikasi imobilisasi (misal : albumin, gula darah, elektrolit,
hemostasis)
- Tatalaksana secara umum :
o Kerjasama tim interdisiplin  evaluasi pasien, target fungsional, rencana terapi
o Edukasi pasien dan keluarga  bahaya tirah baring lama, perlu latihan bertahap
dan ambulasi dini
o Review obat-obatan
o Atasi infeksi, melanutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit, defisiensi
vitamin dan/atau mineral, kondisi/penyakit penyerta lainnya
o Latihan mobilitas di tempat tidur, penguatan otot, koordinasi dan keseimbangan,
transfer, dan ambulasi
o Penyediaan dan latihan penggunaan alat bantu berdiri dan ambulasi
o Manajemen miksi dan defekasi
- Tatalaksana secara khsus :
o Tatalaksana faktor risiko
o Tatalaksana komplikasi
o Pada keadaan khusus, konsultasi ke dokter spesialis yang kompeten

Komplikasi :

- Ulkus dekubitus (pressure ulcer)

o Lokasi yang mendapatkan tekanan > 25 mmHg berisiko lebih untuk mengalami
ulkus dekubitus
o Epidemiologi :
 Insiden selama perawatan 7,7-29,5%
 Umumnya terjadi pada 2 minggu pertama perawatan di rumah sakit
 Prevalensi di panti jompo sama dengan di rumah sakit
o Faktor terkait : tekanan, daya regang, gesekan, kelembapan
o Patofisiologi :
o Klasifikasi Shea yang dimodifikasi AHCPR :
 Stadium I : eritema non-blanchable pada kulit yang masih utuh
 Stdium II : lapisan epidermis dan/atau dermis hilang
 Stadium III : lesi hingga ke jaringan lunak dan lapisan fascia dalam
 Stadium IV : jaringan otot dan tulang sudah terlibat
o Pencegahan :
 Penilaian risiko terjadinya ulkus dekubitus dengan skala Norton :

 Interpretasi :
o Skor < 14 : risiko tinggi
o Skor < 12 : risiko meningkat 50 kali
o Skor 12-13 : risiko sedang
o Skor ≥ 14 : risiko sangat kecil
 Ubah posisi pasien tiap 2-3 jam (miring kiri-kanan)
 Menggunakan bantal di antara tungkai, di bawah punggung, dan
penyangga lengan untuk posisi optimal  bantal donat dikatakan
meningkatkan risiko ulkus
 Pasien yang harus posisi duduk di tempat tidur atau kursi roda direposisi
setiap 1 jam atau diminta mengubah tumpuan BB-nya setiap 15 menit
 Jangan mendudukkan pasien pada sudut 30o
 Pasien harus diangkat dan jangan digeser atau ditarik dari tempat tidur
 Gunakan pelindung pergelangan kaki dan tumit untuk mencegah gesekan
 Untuk mencegah maserasi kulit, jaga agar kulit tetap kering tapi
licin/terlubrikasi
 Hindari penggunaan alat bantu berbentuk seperti donat untuk kursi dan
kursi roda
 Gunakan kasur air atau kasur udara (kasur anti dekubitus)
o Tatalaksana :
 Pendekatan sistemik :
 Faktor nutrisi dan hidrasi
 Antibiotik sistemik spektrum luas sebagai terapi atau inisial pada
sepsis, selulitis, osteomyelitis, dan pencegahan endokarditis
bakterial pada debridement pasien dengan penyakit katup jantung
 Perawatan luka lokal :
 Jaga kebersihan dan kelembapan ulkus
 Hindari povidon-iodin, iodofor, natrium hipoklorit, hidrogen
peroksida, dan asam asetat
 Antibiotika topikal pada ulkus bersih yang belum sembuh atau
tetap bereksudat setelah 2-4 minggu perawatan optimal
 Debridement jaringan nekrotik
 Atasi nyeri
 Pijat manual sirkular, phonophoresis dengan transducer
ultrasound dan ZnO2 serta TENS berfrekuensi rendah pada tepi
luka
 Penggunaan kasur atau matras khusus
 Pembedahan :
 Penutupan luka
 Skin graft
 Flap mukokutan
 Membuang tulang yang menonjol
 Amputasi bila perlu
 Terapi eksperimental :
 Oksigen hiperbarik  masih belum ada bukti yang baik
- Atropi otot dan kontraktur sendi

o Kekuatan otot berkurang 1-2% setiap harinya


o Selama periode imobilitas yang lama, kehilangan kekuatan otot dapat mencapai
40%
o Lingkar otot menghilang 2,1-21% akibat malnutrisi, disuse atrophy, dll
o Pencegahan :
 Mobilisasi bertahap secepatnya
 Proper positioning
 Static splinting (pemberian foot board, ankle foot orthosis)
 Menggerakkan pergelangan kaki dan tungkai sesuai kemampuan pasien
o Terapi : latihan LGS ekstremitas aktif dan pasif disertai slow stretching minimal
1-2 kali per hari untuk menjaga seluruh rentang gerak sendi
o Untuk memudahkan stretching digunakan ultrasound diatemi pada otot yang
hendak dilatih
- Retensi sputum
o Imobilitas menyebabkan fungsi otot diafragma dan interkosta menurun, sehingga
pergerakan pada dinding dada terbatas  kesulitan dalam sekresi sputum
o Selain itu, proses penuaan juga menyebabkan :
 Penurunan elastisitas recoil
 Penurunan refleks batuk
 Penurunan fungsi silia
o Kombinasi hal-hal tersebut di atas memudahkan pasien untuk mengalami
atelektasis pulmoner dan pneumonia
- Konstipasi
- DVT dan emboli pulmoner
o Faktor-faktor yang memicu thrombosis :

o Bekuan darah dapat menyebabkan :


o DVT adalah pembentukan bekuan darah di dalam salah satu vena dalam yang
besar pada tungkai atas atau bawah

 Tanda khas : edema ekstremitas unilateral (bisa bilateral), dilatasi vena


superfisial, perubahan warna kulit, perabaan hangat, tanda Homans
 Patofisiologi :
 Perjalanan penyakit :

 Pemeriksaan tanda Homan :


 Goldstandard : USG Doppler
o Emboli pulmoner adalah komplikasi DVT yang terjadi ketika bekuan darah vena
menjadi copot dan dibawa oleh darah ke paru-paru di mana ia menghalangi arteri
dan mengurangi atau mencegah aliran darah ke paru-paru.
o Pencegahan :
 Prediksi klinis dari Wells :

 Metode mekanik :
 Risiko perdarahan (-)
 Tidak seefektif antikoagulan
 Antikoagulan :
 UFH, LMWH, antikoagulan oral
 Dosis terapeutik > profilaksis
 Alteplase (biasanya pada arteri), streptokinase
 48 jam pasca terapi antikoagulan dapat latihan LGS pasif sampai
dengan aktif dengan bantuan dan pemberian stocking elastis
 Agen antitrombotik (selective factor Xa inhibitor) : fondaparinux dengan
injeksi
- Hipotensi postural
o Pencegahan :
 Mobilisasi bertahap secepatnya
 Diutamakan agar segera dapat duduk di tempat tidur dengan kaki
menggantung ke bawah sambil digerak-gerakkan
o Terapi :
 Evaluasi obat dan status hidrasi
 Latihan rekondisi dengan tilt table
 Latihan rekondisi yang dimulai dengan menegakkan sandaran tempat tidur
secara bertahap
 Penggunaan stocking elastis pada abdomen dan ekstremitas bawah
- Osteoporosis
o Imobilitas dapat menyebabkan :
 Peningkatan resorpsi tulang
 Peningkatan serum kalsium
 Menghambat sekresi PTH dan produksi vitamin aktif vitamin D3
(1,25(OH)2D)
o Patofisiologi :

- Malnutrisi
- ISK

Anda mungkin juga menyukai