Anda di halaman 1dari 13

Prinsip Kemoterapi

Prinsip dari agen kemoterapi yang ideal adalah hanya membunuh sel kanker saja
tanpa berpengaruh kepada sel yang normal. Namun, hal ini cukup sulit pada penyakit
kanker. Kanker pada dasarnya berasal dari sel tubuh manusia sehingga memiliki materi
dasar serta mekanisme seluler yang sama dengan sel normal. Hanya saja, dikarenakan
adanya mutasi, terdapat beberapa sifat yang berbeda dengan sel normal. Perbedaan inilah
yang kemudian dicoba dimanfaatkan atau dieksploitasi untuk mendapatkan terapi yang
sebesar-besarnya merusak sel kanker dan seminimal mungkin mempengaruhi sel normal.
Terdapat beberapa perbedaan pada sel kanker yang berbeda dari sel normal, yaitu sebagai
berikut:
1. Lebih Aktif Membelah Diri
Salah satu karakteristik utama sel kanker adalah pembelahan atau reproduksi yang
jauh lebih aktif dari sel normal. Pada dasarnya sel memiliki dua kondisi dasar. Kondisi
pertama adalah kondisi aktif membelah yang dalam hal ini berarti dalam fase siklus sel.
Kondisi kedua adalah fase istirahat atau matur yang juga lebih dikenal dalam kondisi G 0.
Sebagai contoh sel saraf dimana sel tersebut tidak aktif membelah maka sel tersebut dalam
fase G0. Sebaliknya, sel mukosa usus atau sel kulit yang sedang beregenerasi berada dalam
fase siklus sel. Adapun sel kanker karena sangat aktif bermitosis, maka hampir senantiasa
berada dalam fase siklus sel. Dikarenakan adanya perbedaan fase ini, maka banyak agen
kemoterapi yang ditujukan menyerang siklus sel dan proses mitosis. Biasanya agen
kemoterapi ini sangat aktif terutama pada kanker yang tumbuh dengan cepat. Akan tetapi,
kelompok kemoterapi ini juga turut berakibat pada sel normal yang aktif membelah seperti
mukosa atau sel rambut sehingga efek samping yang tampak seperti mukositis atau
kerontokan rambut.
2. Metabolisme Sel Kanker Berbeda dengan Sel Normal
Beberapa jenis sel kanker ternyata memiliki sedikit perbedaan metabolisme dari sel
normal. Misalkan leukemia yang sangat tergantung dari asam folat atau kanker saluran cerna
yang sangat tergantung pada urasil. Atas dasar ini, maka dikembangkan kemoterapi
antimetabolit. Selain itu, metabolisme sel kanker juga sangat aktif sehingga proses oksidasi
juga besar. Radiasi memanfaatkan perbedaan ini sehingga efek radiasi lebih kentara pada sel
kanker dari pada sel normal. Selain itu, beberapa agen kemoterapi yang memanfaatkan
produksi radikal bebas atau oksidan juga bergantung dari proses metabolisme dari sel kanker
yang lebih aktif.
3. Perbedaan Struktur Molekul Sel dan Molekul Sinyal Sel Kanker dengan Sel Normal
Akibat mutasi pada sel kanker, maka banyak muncul struktur atau molekul yang
berbeda dari sel normal. Hal ini dimanfaatkan dalam bentuk terapi target. Seperti misalkan
mutasi pada leukemia yang membentuk protein baru Bcr-Abl, maka obat golongan tirosin
kinase inhibitor yang menghamabat hantaran sinyal sel dari Bcr-Abl ini dapat digunakan
untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dengan mutasi tersebut. Keuntungan paling
utama dari terapi target ini adalah dikarena mutasi menghasilkan protein yang terkadang
tidak ditemukan pada sel normal, maka efek samping yang bisa terjadi dapat ditekan
seminimal mungkin.
Siklus Sel sebagai Target Kemoterapi
Telah disebutkan di atas bahwa sel kanker aktif membelah sehingga senantiasa berada pada
siklus sel. Secara umum berdasarkan cara kerjanya, kemoterapi dapat dibagi ke dalam
kemoterapi yang spesifik terhadap siklus sel dan yang tidak spesifik terhadap siklu sel. Sel
dapat dikelompokan berdasarkan fase keaktifannya dalam membelah diri. Sel yang dalam
fase aktif membelah dikatakan sedang masuk dalam fase siklus sel. Adapun dalam siklus sel
sendiri memiliki atau dibagi ke dalam beberapa fase (gambar di bawah, fase G1, S, G2, dan
M). Fase interfase terdiri dari G1, S, dan G2 dan fase mitotosis yang terbagi lagi menjadi
profase, prometafasae, metafase, anafase, dan telofase.
Fase G1 pada interfase meliputi proses pertumbuhan sel beserta organel. Volume
sitoplasma menjadi bertambah disertai dengan pertambahan organel sel. Fase ini adalah
persiapan untuk mitosis. Kemudian pada fase S terjadi replikasi atau sintesis DNA baru.
Setelah fase S, masuk ke G2 dimana sel kembali bertumbuh. Apabila sudah siap, sel
kemudian berhenti tumbuh dan akan menjalani pembelahan atau mitosis.

Siklus sel dan tempat obat kemoterapi bekerja sesuai fase siklus sel

Memahami siklus sel penting untuk rasionalisasi penggunaan agen sitotoksik seperti
kemoterapi. Banyak agen kemoterapi bekerja dengan merusak DNA. Potensi kerusakan tersebut
paling besar pada fase S dimana terjadi sintesis dari DNA. Adapun yang lain seperti alkaloid
vinca dan taxane mengganggu kerja mikrotubul yang banyak berfungsi pada fase M. Karenanya,
agen sitotoksik mengganggu sel kanker karena sel kanker sangat aktif melakukan pembelahan.
Di sisi lain, jaringan normal yang aktif membelah seperti sumsum tulang, folikel rambut, dan
epitel usus banyak terganggu dengan obat sitotoksik. Akan tetapi kanker yang relatif lebih
lambat membelah seperti karsinoma kolon atau non-small cell lung cancer kurang berespon
terhadap kemoterapi yang spesifik terhadap siklus sel. Pada kondisi ini, obat-obatan yang tidak
spesifik terhadap siklus sel yang dapat merusak DNA seperti alkylating agent atau obat yang
memiliki konsentrasi tinggi di dalam sel dalam jangka waktu lama seperti fluoropyrimidine akan
lebih efektif.
Jenis-jenis Agen Kemoterapi Secara Umum
Berdasarkan struktur kimiawi dan mekanisme kerjanya, obat kemoterapi dapat dikelompokan
sebagai berikut:
 Antimetabolit
o Antimetabolit pirimidin
o Antifolat
 Platina dan alkylating agent
o Alkylating agents
o Platinum agents
 Antimikrotubul
o Taxane
o Alkaloid vinca
 Inhibitor topoisomerase
o Inhibitor topoisomerase I
o Inhibitor topoisomerase II
 Antibiotik antitumor
o Anthracycline
o Bleomycin
 Differentiating agents
o Retinoid
o Arsenic trioxide (ATO)
o Histone deacetylase (HDAC) inhibitors
 Hormon dan antagonis
o Anti estrogen
o Selective Estrogen Receptor Downregulators
o Aromatase inhibitor
o Gonadotropin-Releasing Hormone Agonists dan Antagonists
o Anti-Androgens
 Enzim
 Terapi target Tirosin kinase inhibitor
 Antibodi monoklonal
 Tipe lain-lain
o Hidroksiurea
Ringkasan Mekanisme Kerja Kemoterapi
Adapun mekanisme kerja kemoterapi tersebut dapat disederhanakan dengan gambar di bawah
ini:

Ringkasan mekanisme kerja obat kemoterapi. A reaksi aktivasi; B alkilasi dari N7 guanin.
Antimetabolit
Kemoterapi golongan antimetabolit memanfaatkan perbedaan kebutuhan relatif sel-sel
kanker terhadap beberapa zat tertentu. Kebutuhan yang tinggi akan asam folat dan pembentuk
asam nukleat oleh sel kanker disebabkan sifat sel kanker yang memiliki aktivitas mitosis yang
tinggi. Oleh sebab itu, dibuatlah kemoterapi dengan mekanisme kerja menghambat metabolisme
dari zat-zat tersebut.
Antifolat
Asam folat merupakan salah satu nutrien yang penting karena di dalam sel, asam folat
direduksi secara enzimatik menjadi tetrahidrofolat (FH4). FH4 ini merupakan kofaktor yang
menyediakan grup metil untuk sintesis prekursor DNA (timidilat dan purin) dan RNA (purin).
Gangguan pada metabolisme folat menyebabkan terganggunya proses transfer satu karbon dan
reaksi metilasi yang penting dalam sintesis ribonukleotida purin dan thymidine
monophosphate (TMP).
AICAR, aminoimidazole carboxamide; TMP, thymidine monophosphate; dUMP, deoxyuridine
monophosphate; FH2Glun, dihydrofolate polyglutamate; FH4Glun, tetrahydrofolate
polyglutamate; GAR, glycinamide ribonucleotide; IMP, inosine monophosphate; PRPP, 5-
phosphoribosyl-1-pyrophosphate.

Agen antifolat yang pertama dikembangkan yaitu methothrexate dapat menghambat dihidrofolat
reduktase (DHFR) dan juga menghambat secara langsung enzim yang tergantung dengan folat
secara de novo yang terlibat dalam proses sintesis purin dan thymidilate. Setelah itu kemudian
dibuat agen antifolat yang menghambat secara spesifik enzim yang dependen folat. Agen
antifolat generasi baru seperti pralatrexate memiliki kapasitas yang lebih besar dalam transport
ke dalam sel tumor. Antifolat yang lain spesifik menghambat sintesis purin pada tahap awal
(lometrexol) dan pemetrexed (Alimta) merupakan agen antifolat yang multitarget. Gambar di
samping adalah bagan yang menjelaskan tempat antifolat menghambat sintesis dari DNA.
Analog Basa Deoksinukleotida (Analaog Purin dan Pirimidin)
DNA terdiri dari rantai utama deoksiribosa dengan gugus basa purin dan pirimidin.
Pirimidin terdiri dari dua jenis basa yaitu thymine dan cytosine sedangkan purine terdiri atas
guanine dan adenine. Obat-obatan antimetabolit analog basa DNA ini pada intinya menghambat
produksi serta fungsi DNA dan RNA. Beberapa analog seperti fluoropyrimidine dan beberapa
analog purin (6-mercaptopurine dan 6-thioguanine) menghambat sintesis dari prekursor DNA.
Analog lain seperti cytidine dan analog nukleosida adenosine dimasukan ke dalam rantai DNA
dan menghambat proses elongasi lebih lanjut sehingga menhentikan fungsi DNA.
Modifikasi basa dari DNA untuk memproduksi analog purin dan pirimidin
Dari gambar, diperlihatkan bahwa DNA terdiri dari empat basa dua purin dan dua
pirimidin. Beberapa basa yaitu jenis guanin pada mamalia pada sel ditemukan dalam bentuk basa
bebas sedangkan pirimidin ditemukan hanya dalam bentuk aktif sebagai nukleosida. Bentuk
prekursor ini kemudian diubah menjadi bentuk nukleosida trifosfat. Sel mamalia memiliki
kekurangan yaitu kuran gbisa mengutilisasi cytosine, thymine, dan adenine sebagai basa
sehingga basa yang ditemukan dalam darah berupa nukleosida dan dalam sel berupa nukleosida
dan nukleotida.
Alkylating Agent dan Platinum Coordinating Complex
Mekanisme kerja kemoterapi alkylating agent yaitu dengan membentuk intermediet ion
karbonium yang sangat reaktif. Molekul reaktif ini akan membentuk ikatan kovalen pada
molekul lain yang memiliki kepadatan molekul yang tinggi seperti gugus fosfat, amin, sulfhidril,
dan hidroksil. DNA yang merupakan target teurapetik dari alkylating agent memiliki gugus
amin, oksigen, dan fosfat yang menjadi sasaran dari obat golongan ini.
Atom nitrogen N7 dari guanin terutama sangat rentan terhadap serangan alkylating agent. Atom
lain dari basa purin dan pirimidin yaitu N1 dan N3 dari cincin adenine, N3 dari cystosine, dan
O6 dari guanine. Selain DNA, gugus sulfihidril dari protein dan sulfihidril dari glutahione juga
rentan terhadap serangan alkylating agent.
Terdapat sedikit perbedaan mekanisme dari platinum coordinating complex dengan alkylating
agent. Dasar mekanisme kimia dari kedua kelompok ini sama, namun platinum coordinating
complex tidak melalui proses alkilasi melainkan membentuk produk ikatan kovalen antara DNA
dengan metal (platina).
Proses Alkilasi Residu DNA
Pada contoh gambar adalah reaksi alkylating agent dari mechlorethamine (nitrogen mustard).
Pertama, satu dari sisi 2-chlorethyl mengalami siklasi intramolekuler orde pertama (S N1) yang
diikuti dengan dilepasnya Cl– dan terbentuknya molekul intermediet ethyleneimine yang sangat
reaktif. Amin quaterner yang terbentuk sangat tidak stabil sehingga bereaksi dengan bagian
molekul lain yang padat akan elektron.
Mekanisme kerja alkylating agent. A Reaksi aktivasi obat. B. Alkilasi dari N7 guanin.
Reaksi kedua dengan amin quatrner ini merupakan reaksi orde kedua (S N2) berupa
substitusi nukleofilik. Reaksi yang paling sering dan dominan adalah alkilasi dari N7 guanin.
Residu guanin pada DNA predominan berupa keto tautomer dan membentuk pasangan basa
Watson-Crick dengan melalui ikatan hidrogen dengan residu cytosine. Akan tetapi, ketika N7
dari guanin dialkilasi (menjadi nitrogen amonium kuaterner) menyebabkan guanin menjadi lebih
asam sehingga membentuk enol tautomer. Guanin yang termodifikasi ini dapat membentuk
mispair dengan residu tymine saat sintesis DNA sehingga menyebabkan strand breakage.
Alkylating agent bifungsional seperti nitrogen mustard memiliki dua sisi 2-chloroethyl dimana 2-
chloroethyl yang kedua dapat menjalani reaksi aktivasi yang kedua. Sisi yang kedua ini juga
dapat melakukan reaksi dengan guanin yang lain atau moietas nukleofilik lain. Hal ini akan
menyebabkan cross-linking diantara dua rantai asam nukeat atau antara asam nukleat dengan
protein sehingga menyebabkan rusaknya fungsi dari DNA.
Anggota
Tipe obat Penyakit
kelompok

Nitrogen mustard Mechlorethamine Hodgkin's disease

Cyclophosphamide ALL, CLL, Hodgkin's disease, limfoma


non-Hodgkin, mieloma multipel,
Ifosfamide neuroblastoma, kanker payudara,
ovarium, kanker paru, tumor Wilms,
kanker serviks, kanker testis, sarkoma
jaringan lunak

Melphalan Multipel mieloma

Chlorambucil CLL, makroglobulinemia

Derivat Procarbazine Hodgkin's disease


Methylhydrazine

Alkil sulfonat Busulfan CML, transplantasi sumsum tulang

Nitrosurea Carmustine Hodgkin's disease, limfoma non-


(BCNU) Hodgkin, glioblastoma
Anggota
Tipe obat Penyakit
kelompok

Streptozocin Malignant pancreatic insulinoma,


malignant carcinoid

Bendamustine Limfoma non-Hodgkin

Triazene Dacarbazine Melanoma maligna, Hodgkin disease,


sarkoma jaringan lunak

Temozolamide Glioma maligna

Platinum Cisplatin Kanker testis, ovarium, kandung kemih,


coordination esofagus, paru-paru, kepala dan leher,
complex Carboplatin kolon, kanker payudara

Oxaliplatin
Penyebab Kematian Sel oleh Alkylating Agent
Penyebab spesifik kematian sel oleh alkylating agent tidak diketahui dengan pasti.
Diperkirakan, kematian dipicu oleh respon spesifik seluler terhadap kerusakan DNA termasuk
terhentinya siklus sel akibat mekanisme perbaikan dan DNA yang rusak. Selain itu, kerusakan
DNA yang ekstensif dapat dikenal oleh protein p53 dan kemudian akan mengeluarkan sinyal
untuk apoptosis.
Jenis Alkylating Agent
Saat ini terdapat enam kelompok alkylating agent yaitu:
1. Nitrogen mustard
2. Ethyleneimine
3. Alkyl sulfonate
4. Nitrosurea
5. Triazene
6. DNA-methylating drug seperti procarbazine, temozolamide, dan dacarbazine
Platinum Coordination Complex
Obat ini memiliki aktivitas antineoplastik yang luas dan menjadi dasar pengobatan dari
kanker ovarium, kepala dan leher, kandung kemih, esofagus, paru-paru, dan kanker kolorektal.
Analog dari zat ini memiliki karakteristik farmakologis yang berbeda dan oxaliplatin memiliki
karakter khas yang menjelaskan aktivitas khusus agen ini pada kanker kolorektal. Untuk jenis
dari kelompok kemoterapi ini yaitu cisplatin, carboplatin, dan oxalipatin dapat dilihat strukturnya
.
Apabila dilihat dari struktur pada gambar, baik cisplatin dan carboplatin adalah senyawa
inorganik platinum coordinating complex yang bersifat divalen dan dapat larut dalam air.
Adapun oxaliplatin bersifat tetravalen.

Kelompok obat ini masuk ke dalam sel melalui transporter Cu 2+, CTR1 dan dikeluarkan dari sel
secara aktif oleh ATP7A dan ATP7B copper transporters serta oleh multidrug resistance protein
1 (MRP 1). Di dalam sel, ligan oxalat, cyclohexane, dan klorida akan diganti oleh molekul air
sehingga menghasilkan molekul bermuatan positif dan sangat reaktif. Senyawa ini kemudian
dapat bereaksi dengan situs nukleofilik dari DNA dan protein. DNA yang breaksi dapat
menyebabkan mismatch dan mengaktivasi mismatch repair genes (MMR). MMR yang
teraktivasi tidak dapat memperbaiki kerusakan dan malah akan menyebabkan sel mengalami
apoptosis.
Pada sel kanker kolorektal, biasanya pada proses karsinogenesis, terjadi kerusakan atau
gangguan sustem MMR ini. Namun, untuk oksaliplatin, agen ini tidak terlalu tergantung kepada
MMR untuk membentuk efek toksisitas terhadap kanker. Oleh sebab itu, oksaliplatin lebih
efektif terhadap kanker kolorektal dibandingkan platinum coordinating complex lainnya. Agen-
agen ini memiliki efek samping lain yaitu mutagenik, teratogenik, dan karsinogenik. Akibatnya,
pemberian agen ini misalnya cisplatin dan carboplatin pada kanker ovarium dapat meningkatkan
risiko terjadinya leukemia sekunder sampai 4 kali lipat.
Agen Perusak Mikrotubul
Mikrotubul adalah polmer dalam sel yang berfungsi terutama sebagai sitoskeleton dan
transportasi berbagai jenis makromolekul dan organel dalam sel. Salah satu peran utama
mikrotubul adalah saat proses mitosis. Menghambat mikrotubul adalah sifat yang dimiliki
sebagai mekanisme kerja kemoterapi dari alkaloid vinca, taxane, dan epothilone. Gangguan pada
mikrotubul pada sel akan menyebabkan disorganisasi dan destabilisasi dari mikrotubul di tempat
yang jauh dari centriole sehingga mitotic spindle menjadi terdisorganisasi dan menghambat
mitosis.
Alkaloid Vinca
Alkaloid vinca diproduksi dari ekstrak tanaman Catharanthus roseus, dipurifikasi terutama
untuk mendapatkan vincristine dan vinblastine. Agen ini aktif terhadap leukemia limfositik akut,
limfoma, dan kanker testis. Selain itu dibuat pula turunan dari alkaloid vinca seperti vinorelbine
yang digunakan dalam pengobatan kanker payudara dan kanker paru. Berikut ini adalah
gambaran struktur kimia dari alkaloid vinca serta turunannya:

Alkaloid vinca merupakan agen yang spesifik terhadap siklus sel, sifat yang sama dimiliki
oleh obat lain dalam kelompok ini, dan menghambat proses mitosis. Aktivitasnya disebabkan
karena kemampuan obat ini secara spesifik terhadap β-tubulin sehingga menghambat
polimerisasi protein tersebut dengan α-tubulin.
Saat sel diinkubasi dengan vinblastine, mikrotubul menjadi terpecah dan terbentuk kristal yang
mengandung vinblastine dan tubulin. Proses ini menyebabkan mitosis terhenti pada metafase.
Hal ini menyebabkan kromosom hasil duplikasi tidak bisa bergerak ke kutub mitosis dan
terpencar ke seluruh sel. Sel kemudian tidak bisa melanjutkan mitosis dan kemudian melakukan
apoptosis.
Taxane
Taxane pertama kali diperoleh dari ekstrak tanaman western yew. Saat pertama kali
ditemukan, terdapat kesulitan membuat formulasi obat karena sifatnya yang sulit larut dalam air.
Obat kemoterapi dari golongan ini adalah paclitaxel dan zat semisintetik docetaxel. Obat ini
berperan dalam pengobatan kanker ovarium, payudara, paru, saluran cerna, genitouriner, dan
kanker kepala dan leher (head and neck cancer).

Perbedaan mekanisme kerja kemoterapi taxane dari alkaloid vinca adalah perbedaan tempat obat
mengikat β-tubulin serta efek yang dihasilkan. Tempat golongan taxane mengikat β-tubulin
berbeda dari alkaloid vinca. Adapun efeknya juga berbeda. Taxane akan menyebabkan
pertumbuhan yang tidak terkendali dari mikrotubul. Jadi, mekanisme kerja kemoterapi golongan
alkaloid vinca menghentikan pembentukan mikrotubul, sedangkan taxane mencetuskan
pembentukan mikrotubul yang tidak terkendali.
Susunan kimia taxane berupa molekul diterpenoid yang memiliki kompleks delapan buah
cincin taxane sebagai inti. Rantai samping yang menghubungkan cincin taxane pada C13 penting
untuk aktivitas antitumor. Paclitaxel sangan tidak larut dalam air sehingga sediaannya berupa
campuran dengan 50% etanol dan 50% polyethoxylated castor oil. Hal ini menyebabkan efek
hipersensitivitas paclitaxel sehingga pemberiannya membutuhkan premedikasi dengan anti
histamin dan glukokortikoid. Docetaxel bersifat lebih larut dalam air dengan insiden
hipersensitivitas yang lebih rendah. Pemberian premedikasi deksametason selama tiga hari
dimulai satu hari sebelum pemberian diperlukan untuk mencegah retensi cairan dan
meminimalisasi reaksi hipersensitivitas.
Estramustine
Obat ini adalah kombinasi estradiol dengan normustine melalui jembatan karbamat.
Estramustine memiliki aktivitas estrogenik dan antineoplastik yang lebih lemah dari estradiol
dan obat alkylating agent lainnya. Pada awalnya, penggabungan ini dilakukan untuk
meningkatkan ambilan kemoterapi oleh sel prostat yang sensitif estradio. Namun ternyata,
estramustine tidak memiliki aktivitas in vivo sebagai alkylating agent melainkan berikatan
dengan β-tubulin dan protein yang berkaitan menyebabkan pemecahan mikrotubul dan efek
antimitotik. Obat ini dipakai hanya untuk kanker prostat bermetastasis atau status lokal lanjut
yang refrakter terhadap terapi hormonal.
Epothilone
Obat ini merupakan kelompok terbaru dari jenis obat kemoterapi dengan kerja
menghambat mikrotubul. Epothilone diperoleh dari metabolit Sorangium
cellulosum, myxobacterium yang banyak hidup di tanah di daerah lembah sunga Zambezi di
Afrika Selatan. Ixabepilone merupakan salah satu obat dari golongan ini yang disetujui dipakai
dalam pengobatan kanker payudara. Pada gambar memperlihatkan struktur molekul dari
ixabepilone.

Mekanisme kerja dari epothilone adalah mengikat β-tubulin dan menyebabkan nukleasi
mikrotubul di berbagai tempat yang jauh dari centriole. Stabilisasi mikrotubul secara acak ini
akan menyebabkan aktivasi cell-cycle arrest pada G2-M yang kemudian sel akan melakukan
apoptosis. Epothilone ini memiliki situs ikat terhadap β-tubulin yang berbeda dengan obat
kemoterapi golongan taxane.
Inhibitor Topoisomerase
Topoisomerase adalah enzim yang berperan dalam proses replikasi maupun transkripsi dari
DNA. Enzim ini memiliki fungsi membuka pilinan double helix dari DNA. Kalau kita
analogikan tambang, topoisomerase bertugas memutar tambang sehingga putaran temali menjadi
terbuka. Saat membuka tambang tersebut dapat kita rasakan bahwa semakin membuka tambang,
maka tahanan akan terasa makin berat. Topoisomerase ini bertugas melepas tahanan tersebut
dengan cara memotong salah satu atau kedua untaian rantai DNA.
Terdapat dua jenis topoisomerase berdasarkan kemampuan memotong rantai DNA tesebut.
Topoisomerase I, memotong di salah satu rantai dari double helix kemudian setelah tahanan
turun, menyambung ulang untaian rantai DNA yang sebelumnya dipotong. Jenis kedua adalah
topoisomerase II di mana enzim tersebut memotong kedua rantai dari double helix tersebut,
melepas tahanan puntiran dan kemudian menyambungkan kembali double helix tersebut. Sebagai
gambaran dari kerja topoisomerase ini dapat dilihat pada video di bawah ini:

Analog Camptothecin
Mekanisme kerja obat kemoterapi ini adalah dengan menghambat enzim topoisomerase I.
Penemuan obat ini diperoleh dari pohon Camtotheca acuminata. Pada awal pegembangan,
penggunaan obat ini terhambat karena toksisitas yang terlalu besar terutama myelosupresi dan
sistitis hemoragis.
Pohon Captotheca acuminata
Penelitian selanjutnya berhasil mengembangkan molekul yang lebih larut air dengan toksisitas
yang lebih rendah. Saat ini, irinotectan dan topotectan adalah dua jenis yang lazim dipakai dari
jenis obat kemoterapi ini.
Epipodophyllotoxin
Obat ini diekstraksi dari tanaman mandrake (Podophyllum peltatum) yang banyak digunakan
sebagai tanaman obat oleh suku Indian untuk obat antiemetik (mual-muntah), cathartic, dan anti
cacing. Dua derivat dari golongan ini yaitu etoposide dan teniposide digunakan dalam
pengobatan leukemia pada anak-anak, tumor testikular, penyakit Hodgkin, dan limfoma. Di
bawah ini adalah gambar dari tanaman mandrake serta struktur etoposide dan teniposide.
Tanaman mandrake dan struktur etoposide dan teniposide
Mekanisme kerja obat ini adakah membentuk ikatan dengan topoisomerase II dan DNA sehingga
mencegah disambungnya kembali DNA akibat kerja topoisomerase. Selain itu enzim akan tetap
menempel di ujung DNA yang terputus sehingga menyebabkan bertambahnya jumlah atau
akumulasi DNA yang terputus dan menyebabkan kematian sel. Fase sel yang rentan terhadap
aksi ini adalah fase S dan G2.
Golongan Antibiotik
Beberapa antibiotik ternyata memiliki potensi kerja sebagai antikanker. Berikut ini adalah
antibitoik atau derivatnya yang dipakai sebagai agen kemoterapi.
Dactinomycin (Actinomycin D)
Obat ini adalah jenis pertama kemoterapi antikanker yang berasal dari antibiotik. Obat yang
paling penting dari golongan ini adalah actinomycin D yang umumnya dipakai sebagai
pengobatan kanker pada anak-anak dan choriocarcinoma pada wanita dewasa.
Cara kerja dactinomycin sebagai antikanker adalah kemampuan obat ini dalam mengikat double-
helix dari DNA. Cincin planar dari phenoxazone masuk diantara pasangan absa guanine dan
cytosine sedangkan rantai polipeptida berekstesnsi di sepanjang lekukan minor dari heliks.
Interaksi ini membuat kompleks antara dactinomycin dengan DNA menjadi stabil sehingga akan
menghalangi proses transkripsi DNA oleh RNA polimerase. RNA polimerase lebih sensitif
terhadap dactinomycin dibandingkan DNA polimerase. Selain itu, dactinomycin juga
menyebabkan single-strand brake pada DNA akibat terbentuknya radikal bebas karena interaksi
kompleks DNA dengan topoisomerase II.
Anthracycline dan Anthracenedione
Selain sebagai derivat antibiotik, kelompok obat ini juga masuk ke dalam golongan inhibitor
topoismerase karena bekerja dengan menghambat kerja topoisomerase II. Anthracyclin berasal
dari jamur Streptomyces peucetius var. caesius. Obat yang terkenal dari golongan ini adalah
doxorubicin dan daunorubicin sedangkan derivatnya adalah idarubicin dan epirubicin.
Daunorubicin dan idarubicin banyak dipakai terutama pada leukemia akut sedangkan
docorubicin dan epirubicin menunjukan aktivitas luas terhadap kanker solid.
Semua obat ini memiliki kemampuan dalam memproduksi radikal bebas dan menyebabkan efek
samping yang tidak lazim berupa kardiotoksisitas (racun untuk jantung). Agen kemterapi
mitroxantrone yang memiliki kemiripan dengan anthracycline juga memiliki potensi kerja
terhadap kanker prostat dan AML namun memiliki kardiotoksisitas yang lebih rendah.

Struktur kimia anthracycline berupa cincin tetracyclin yang berikatan dengan gula yang tidak
lazim yaitu daunosamine. Semua agen obat ini memiliki moeitas quonone dan hydroquinone
pada cincin yang berdekatan sehingga memungkinkan proses menangkap atau menyumbangkan
elektron. Di bawah ini adalah gambaran struktur dari agen kemtoerapi anthracycline:
Kelompok obat ini memiliki beberapa mekanisme kerja. Pertama, dapat berinterkalasi dengan
DNA sehingga menghalangi transkripsi dan replikasi. Mekanisme terpenting adalah membentuk
kelompok tripartit dengan topoisomerase II dan DNA. Topoisoemrase II merupakan enzim yang
bergantung ATP yang mengikat DNA dan membentuk double-strand break pada rantai utama 3′-
phosphate dari DNA. Ikatan topoisomerase II dengan anthracycline atau etoposide akan
mencegah proses religasi dari DNA yang telah putus sehingga mennyebabkan rusaknya DNA
dan terjadinya apoptosis.
Dengan adanya gugus quinone juga menyebabkan anthracycline mampu memproduksi radikal
bebas. Kemampuan produksi radikal bebas ini dapat bertambah apabila distimulasi interaksi
doxorubycin dengan ion besi.
Bleomycin
Bleomycin termasuk kelompok antibiotik anti kanker namun memiliki kemampuan unik yaitu
dapat membelah DNA. Obat ini diperokeh dari fermentasi produk Streptomyces verticillus.
Bleomycin dipakai dalam bentuk campuran dua peptida berkelasi tembaga, bleomycin A 2 dan B2.
Di bawah ini adalah gambar struktur molekul dari blemycin:

Mekanisme sitotoksisitas blemycin berasal dari kemampuan obat ini menyebabkan kerusakan
oksidatif terhadap deoksiribosa dari thymidilate dan nukleotida lainnya sehingga
menyebabkan single– dan double-stranded break dari DNA. Efek bleomycin dapat dapat dilihat
di fase G2 dan menyebabkan kerusakan ebrupa aberasi kromosom termasuk pemecahan
kromatid, fragmentasi, dan celah di DNA serta translokasi.
Bleomycin dapat membelah DNA dengan menghasilkan redikal bebas. Dalam keadaan
lingkungan kaya oksigen dan agen reduktor seperti dithiothreitol, kompleks metal dengan obat
akan teraktivasi dan berfungsi sebagai ferrous oxidase yang memindahkan elektron dari Fe 2+ dari
molekul oksigen memproduksi radikal oksigen. Kompleks metallo-bleomycin juga diaktivasi
oleh enzim flavin, NADPH-cytochrome P450 reductase. Saat kompleks ini mengikat DNA,
radikal bebas yang dihasilkan akan bereaksi dengan DNA yaitu abstraksi proton di posisi 3′
dari backbone deoksiribosa menyebabkan terbukanya cincin deoksiribosa dan
menyebabkan strand break di DNA.
Mitomycin

Obat ini diperoleh dari Streptococcus caespitosus. Sayangnya obat ini memiliki manfaat klinis
yang terbatas dan telah digantikan oleh agen lain dalam kebanyakan kasus. Tetapi, mitomycn
masih digunakan dalam pengobatan kanker anal. Mitomycin memiliki grup azauridine dan grup
quinone, serta cincin mitosane. Setiap gugus ini dapat mengadakan reaksi alkilasi dengan DNA.
Berikut ini adalah gambaran molekul dari mitomycin:
Mekanisme kerja kemoterapi dari mitomycin adalah reduksi secara spontan maupun enzimatik
dari quinone dan hilangnya grup methoxy. Setelah reaksi tersebut, mitomycin akan menjadi
agen alkylating bifungsional atau trifungsional. Proses reduksi ini terutama terjadi pada
lingkungan sel yang mengalami hipoksia. Obat ini kemudian akan mengalkilasi DNA,
membentuk cross-linking, dan menghalangi proses sintesis DNA.
Golongan Enzim
Pada kelompok ini, kemoterapi berfungsi sebagai enzim untuk menjalankan proses metabolisme
tertentu yang akan membunuh sel kanker.
L-Asparaginase
Potensi L-asparaginase sebagai kemoterapi anti leukemia pertama kali dilaporkan oleh Kidd
tahun 1953. Hal ini berdasarkan atas mekanisme bahwa L-asparagin merupakan salah satu asam
amino yang penting dalam pembentukan protein. Sel normal dapat memproduksi sendiri L-
asparagin. Akan tetapi, sel leukemia tidak bisa memproduksi L-asparagin dan menggantungkan
kebutuhan L-asparagin pada suplai dari pembuluh darah. L-asparaginase akan memecah L-
asparagin menjadi asam aspartat dan amonia.
Differentiating Agent
Salah satu ciri utama dari kanker adalah terhentinya proses diferensiasi. Diferensiasi adalah
suatu rangkaian pematangan sel dari sel muda atau blas menjadi sel matang yang menjalankan
fungsi fisiologis tubuh. Walaupun tidak diketahui apakah terhentinya proses diferensiasi pada sel
tumor komplit atau sebagian tapi dari penelitian diketahui bahwa pada tumor terdapat sebagian
sel yang memiliki ciri sel punca dan sebagian besar lainnya tidak memiliki kemampuan untuk
beregenerasi secara tidak terhingga.
Akan tetapi, dari observasi didapatkan bukti bahwa beberapa kanker pada manusia
diperoleh dari proses yang secara spesifik menghambat proses diferensiasi sebagai contoh
translokasi t(15;17) pada acute promyelocytic leukemia (APL). Translokasi ini menyambungkan
reseptor asam retinoat-α (RAR-α) dari gen PML yang mengkodekan faktor transkripsi yang
penting dalam menghambat proliferasi dan mempromosikan proses diferensiasi galur mieloid.
Pada kondisi fisiologis RAR-α akan mengikat asam retinoat dan meregulasi ekspresi berbagai
gen yang mengontrol diferensiasi. Hasil translokasi ini menghasilkan protein yang tidak
mengikat secara kuat (afinitas berkurang) pada asam retinoat. Akibatnya adalah sel akan
terdorong melakukan proliferasai dan diferensiasi akan terhambat.
Retinoid
Obat yang penting dalam golongan retinoid pada kemoterapi adalah tretinoin (all-trans retinoid
acid; ATRA) yang bisa menginduksi remisi komplit dari APL sebagai agen tunggal dan pada
kombinasi dengan anthracyclin dapat menyembuhkan APL pada mayoritas kasus.
ATRA dapat mengikat RAR-α dengan kuat sehingga pada APL, proses proliferasi akan
dihambat dan sel akan berdiferensiasi. ATRA juga dapat mengiakt RAR-γ yang mempromosikan
produksi sel punca sehingga dapat membantu restorasi keadaan sumsum tulang yang normal.
Arsenic Trioxide (ATO)
Walaupun arsenik adalah logam berat, namun beberapa senyawa turunan arsenik ternyata
memiliki efek terapetik yang bermanfaat. ATO adalah salah satu senyawa arsenik yang efektif
dalam pemgobatan APL.
Mekanisme kerja dari ATO sebetulnya belum jelas. Sel APL biasanya memiliki kadar ROS yang
tinggi dan untuk melindungi dirinya sendiri tergantung dari antioksidan. ATO dapat menghambat
antioksidan thioredoxin reductase sehingga menambah ROS.
ATO juga menambah ekspresi p53, Jun kinase, dan caspase yang berfungsi dalam proses
apoptosis serta menurunkan ekspresi antiapotosis seperti bcl-2. ATO juga dapat mendorong
diferensiasi sel namun proses mekanisme belum diketahui secara pasti.
Histone Deacetylase Inhibitors
Salah satu bidang penelitian yang baru adalah melihat bagaimana epigenetik atau perubahan gen
tanpa merubah struktur DNA dapat mempengaruhi proses diferensiasi sel. Proses ini meliputi
modifikasi ekspresi gen melalui micro-RNA, histon, protein, dan modifikasi protein pos
translasional.
Gambar struktur vorinostat (A) dan turunannya, vorinostat O-glucuronide (B) and 4-anilino-4-
oxobutanoic acid (C).
Vorinostat merupakan suberoylanilide hydroxamic acid (SAHA) yang dapat memodifikasi gen
secara epigenetik dengan mempengaruhi fungsi histon. Salah satu proses ini adalah modifikasi
histon dengan asetialsi dari residu lisin. Asetilasi ini diperantai oleh enzim histone
acetyltransferases dan menghilkangkan gugus asetil oleh histone deacetylase (HDAC). HDAC
inhibitor akan meningkatkan asetialsi histon sehingga dapat meningkatkan proses transkripsi dari
gen. Di bawah ini adalah gambar struktur molekul vorinstat dan turunannya.
Kemoterapi dengan Mekanisme Kerja Lainnya
Kelompok obat ini meliputi agen kemoterapi yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda dari
kelompok kemoterapi lainnya.
Mitotane
Mitotane (o,p′-DDD) adalah senyawa kimia yang mirip dengan insektisida DDT dan DDD. Obat
ini digunakan untuk terapi neoplasma dari korteks adrenal. Agen ini diperoleh dari observasi
toksikologi beberapa insektisida terhadap binatang dimana beberapa senyawa menyebabkan
kerusakan dari korteks adrenal yang disebabkan oleh isomer o,p′ dari DDD.
Mekanisme kerja mitotane belum diketahui secara pasti dan diketahui secara relatif selektif
merusak sel adrenokortikal baik sel normal maupun sel neoplasma.
Trabectedin
Trabectedin berasal dari hewan laut tunicata Ecteinascidin turbinate. Obat ini masih dalam
pengembangan dan dalam penelitian untuk pengobatan kanker ovarium, sarkoma, dan kanker
pankreas. Adapun struktur molekul trabectedin dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar struktur molekul trabectedin
Mekanisme kerja kemoterapi trabectedin adalah mengikat alur minor dari DNA dan kemudian
mengalkilasi posisi N2 dari guanine dan membengkokan struktur heliks ke posisi alur mayor.
Hal ini menghasilkan struktur dengan bentuk menonjol dari DNA dan menarik mekanisme
perbaikan dari DNA dan faktor transkripsi. Sel melalui mekanisme perbaikan DNA kemudian
akan mengeksisi DNA yang mengalami alkilasi. Dalam upaya tersebut, sel malah akan merusak
DNA alih-alih melakukan koreksi terhadap kerusakan yang terjadi akibat trabectedin. Akhirnya
sel akan mengalami kematian karena kerusakan DNA tersebut.
Hydroxyurea
Obat ini pertama kali disintesis pada tahun 1869 namun potensi penggunaannya sebagai agen
kemoterapi baru diketahui 90 tahun kemudian. Hydroxyurea ditemukan dapat menghambat
pertumbuhan leukemia dan kanker solid atau padat. Selain sebagai obat antileukemia,
hydroxyurea juga dapat berfungsi sebagai sensitizer radiasi dan induser dari pembentukan
hemoglobin fetal pada pasien dengan penyakit anemia sel sabit (sickle cell anemia).
Mekanisme kerja dari hydroxyurea adalah dengan menghambat enzim ribonucleoside
diphosphate reductase yang mengkatalisasi konversi ribonukleotida menjadi
deoksiribonukleotida yang merupakan bahan utama pembentuk DNA. Obat ini mengikat
molekul besi yang esensial untuk aktivasi radikal tirosil pada subunit katalitik (hRRM2) dari
RNR.
Hydroxyurea spesifik pada fase S dari siklus sel dimana konsenterasi RNR maksimal. Hal ini
menyebabkan siklus sel terhenti di dekat interfase G 1-S baik melalui mekanisme dependen
maupun independen dari p53. Pada fase G1-S ini, sel dalam kondisi sangat sensitif pada radiasi
sehingga dengan pemberian hydroxyurea dapat meningkatkan sensitivitas tumor terhadap terapi
radiasi.
Dengan berkurangnya jumlah deoksiribonukleosida juga akan meningkatkan potensi obat
kemoterapi lain yang merusak DNA. Alkylating agents, cisplatin, atau kemoterapi inhibitor
topoisomerase efeknya akan diperbesar oleh hydroxyurea.
Hydroxyurea juga akan mempromosikan degradasi dari protein p21 pada yang bertugas sebagai
check point dari siklus sel sehingga juga akan meningkatkan efek dari HDAC (histone
deacetylase) sebagai differentiating agents.
Penggunaan utama hydroxyurea adalah untuk kontrol penyakit anemia sel sabit (HbS) dan juga
dipakai untuk penyakit lain seperti pada CML untuk mengontrol jumlah leukosit.
Kemoterapi Target
Kemoterapi target merupakan kelompok agen kemoterapi yang secara khusus menyerang
mekanisme tertentu dari metabolisme sel kanker. Jenis terapi ini akan dibahas secara terpisah di
artikel lainnya.
Kesimpulan
Kemoterapi merupakan salah satu kelompok obat yang penting dalam perjuangan melawan
penyakit kanker. Memahami menisme kerja kemoterapi sangat penting dalam menjalankan terapi
kanker modern saat ini.

Anda mungkin juga menyukai