Mawaris Hazairin
Mawaris Hazairin
Bismillahirrahmanirrahim
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................................................4
C. TUJUAN PENULISAN......................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.....................................................................................................................................5
BAB III..................................................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................................................12
A. KESIMPULAN.................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................13
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam, adalah sebagai salah satu sistem hukum yang
norma dasarnya dibentuk sesuai sumbernya al-Qur’an dan al-Hadis, kedua
sumber hukum tersebut, yang secara khusus menunjuk ketentuan-ketentuan
hukum kewarisan, oleh cendekiawan muslim terdahulu diolah dan diramu
serta dikontruksikan secara sitematika melalui ijtihad dengan manhaj tertentu
dan terbentuklah Fiqh al-Mawarits yang berlaku bagi orang-orang muslim di
dunia Arab pada khususnya dan di dunia Islam pada umumnya.
Dengan demikian pembentukan Fiqh al-Mawarits tersebut telah lahir
sejak zaman turunnya ayat-ayat al-Qur’an tentang kewarisan yang kemudian
diinterpretasikan serta diimplementasikan oleh Rasulullah SAW sendiri dalam
mengatur perpindahan kepemilikan harta kekayaan pewaris kepada ahli
warisnya. Pada masa awal pembentukan Fiqh al-Mawarits tidak banyak
ditemukan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat, walaupun
demikian apabila ada persoalan yang muncul ke permukaan, akan segera
dilaporkan kepada Rasulullah dan kemudian diputuskan oleh Rasulullah
sendiri, setiap orang pada waktu itu hanya bersikap mendengar dan
menta’atinya saja (sami’naa wa atha’naa).
Setelah zaman Rasulullah, munculah banyak pemikir baru dengan
berbagai teorinya. Diantaranya adalah hazairin, syahrur, dan lain sebagainya.
Selain itu banyak juga teori pembahasan mawaris dari kelompok-kelompok
tertentu seperti syiah, sunni, dan laon sebagainya.
Kemudian dalam makalah ini kami akan membahas tentang praktek
pembagian waris menurut hazairin beserta beberapa contohnya secara singkat.
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktek pembagian waris mawali menurut Hazairin ?
2. Bagaimana praktek pembagian waris kalalah menurut Hazairin ?
C. Tujuan
1. Mengetahui praktek pembagian waris mawali menurut Hazairin
2. Memahami praktek pembagian waris kalalah menurut Hazairin
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
alQur’an tersebut adalah baik yang berhubungan melalui kelahiran maupun
yang berhubungan darah menyamping. Untuk menegaskan teorinya Hazairin
memberikan gambaran sebagai berikut:
Keterangan:
6
perkawinannya mempunyai seorang anak perempuan yang bernama K, dan
seorang anak laki-laki bernama L, L sebagai cucu laki-laki dari pewaris telah
meninggal dunia lebih dahulu dari pada pewaris . anak perempuan pewaris
yang lainnya yaitu B, sekarang masih hidup mempunyai seorang anak laki-laki
dan cucu laki-laki dari anak laki-laki itu. Dari ketiga anak laki-laki pewaris
tersebut yang masih hidup sampai pewaris meninggal dunia dua orang, yaitu E
dan F, E mempunyai dua orang anak perempuan, yaitu O dan W, O yang
sekarang masih hidup memiliki seorang anak laki-laki yang juga masih hidup
bernama Q sedangkan P lebih dahulu meninggal dunia dari pada pewaris dan
ketika hidupnya mempunyai seorang anak perempuan yang sekarang juga
masih hidup bernama R. Dan F sebagai anak laki-laki pewaris yang sekarang
masih hidup memiliki dua orang anak (cucu dari pewaris) seorang anak laki-
laki dan seorang anak perempuan yang kedua-duanya telah meninggal dunia
mendahului pewaris sebagai kakeknya.sedangkan D sebagai anak lakilaki
pewaris telah meninggal dunia lebih dahulu dari pewaris, ketika ia masih
hidup mempunyai dua orang anak (cucu dari pewaris) satu orang anak laki-
laki (S) yang sekarang masih hidup dan mempunyai seorang anak perempuan
(T) dan telah meninggal dunia, dan satu orang anak perempuan (U) yang telah
meninggal dunia mendahului pewaris, ketika ia masih hidup mempunyai
seorang anak perempuan (V) yang sampai sekarang masih hidup.3
3
Hazairin, Hukun Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur'an dan Hadith, h.29
7
Dan M mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama N (cicit
dari pewaris)
c. C anak perempuan pewaris telah meninggal dunia lebih dahulu dari
pewaris, ia meninggalkan ahli waris dua orang anak, yaitu seorang
anak perempuan yang masih hidup bernama I dan cucu laki-laki
dari I yang bernama K, dan seorang anak laki-laki yang bernama J,
J telah meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak, satu
orang anak perempuan bernama L dan satu orang anak laki-laki
LL, kedua-duanya masih hidup.
d. D anak laki-laki pewaris yang telah meninggal dunia mendahului
pewaris, ia meninggalkan ahli waris, dua orang anak, seorang anak
laki-laki yang masih hidup bernama S dan S mempunyai anak
perempuan yang bernamaT yang telahmeninggal dunia mendahului
pewaris, dan seorang anak perempuan yang telah meninggal dunia
mendahului pewaris bernama U dengan meninggalkan ahli waris
seorang anak perempuan yang masih hidup bernama V.
e. E anak laki-laki pewaris yang masih hidup, ia mempunyaik dua
orang anak, satu orang anak perempuan juga masih hidup bernama
O. dan O mempunyai seorang anak laki-laki juga masih hidup, dan
satu orang anak perempuan bernama W telah meninggal dunia
mendahulu pewaris dan ia meninggalkan ahli waris anak
perempuan R yang masih hidup.
f. F anak laki-laki pewaris yang sekarang masih hidup, mempunyai
seorang anak laki-laki bernama X, dan X ini mempunyai dua orang
anak, satu orang anak perempuan bernama Y yang sekarang telah
meninggal dunia, dan seorang anak laki-laki bernama Z’ dan juga
telah meninggal dunia.
8
mempertimbangkan kedudukan mereka masingmasing dalam jurai dan
selanjutnya atas kesamaan kedudukan, maka ahli waris pengganti laki-laki
dengan ahli waris pengganti perempuan 2 : 1.
Keterangan:
9
Penyelesaian kasus diatas, berpola pada penyelesaian menurut Ibnu
‘Abas, hal mana bagian 1/6 untuk orang tua pihak ayah itu, karena posisi ayah
dalam kasus ini akan menerima ‘ashabah atau sama dengan 1/6 dan hal ini
merupakan konsekwensi hak kewarisan ‘ashabah, dan penerimaan orang tua
pihak ibu mendapat bagian 1/3, karena ibu berposisi tidak ada keturunan
pewaris atau saudara-saudara pewaris.4
4
Fatchur Rahman, Ilmu Waris,( Bandung: Al-Ma’arif, 1981) h. 239.
5
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut AlQuran dan AlHadits, h.35.
6
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 88
7
Hazairin, Perdebatan dalam Seminar Hukum Nasional 1963 tentang Fara’id,
(Jakarta:Tintamas,1963), hal. 66
10
Ahli warisnya berdasarkan surah An Nisa (4) ayat 12 adalah seorang
saudara, baik laki-laki maupun perempuan, dengan ketentuan bagian 1/6 dari
harta peninggalan. Jika mereka terdiri atas beberapa orang saudara, dan
semuanya laki-laki atau perempuan atau laki-laki dan perempuan, maka
mereka berbagi sama rata atas 1/3 dari harta peninggalan tersebut.
Adapun berdasarkan surah An Nisa (4) ayat 176, ahli warisnya adalah
juga seorang saudara, baik laki-laki maupun perempuan. Jika ahli warisnya
hanya seorang perempuan, maka ia mendapat 1/2 dari harta warisan. Bila ahli
warisnya seorang saudara laki-laki atau lebih, mereka mewarisi seluruh harta
warisan. Bila ahli warisnya terdiri dari dua orang atau lebih saudara
perempuan, maka mereka bersama-sama mewarisi 2/3 dari harta warisan.
Kalau mereka terdiri atas beberapa saudara, laki-laki dan perempuan, maka
mereka menerima harta warisan itu dengan ketentuan laki-laki mendapat dua
kali lipat dari yang diterima saudara perempuan.8
Demikianlah bahwa Hazairin dalam urusan kewarisan dengan sistem
kewarisan bilateral membawa corak baru berbeda dengan fiqih Ahlu Sunnah
wal Jamaah/madzhab Syafi’i dengan melihat kenyataan dalam masyarakat
adat yang terjadi di Indoensia, dan sistem bilateral inilah yang diterima oleh
semua pihak baik dari kalangan umat Islam yang bermadzhab Syafi’i atau
masyarakat Indonesia yang beraneka ragam adat kebiasaan. Yang kemudian
disahkannya pasal 805 ayat 1 dan 2 menjadi bagian dari KHI.
BAB III
8
14Hazairin, Perdebatan dalam Seminar Hukum Nasional 1963 tentang Fara’id, h.68
11
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemudian Hazairin menyimpulkan substansi mawali itu bukan anak
atau saudara itu yang menjadi ahli waris tetapi mawalinya, sehingga anak atau
saudara itu mesti telah meninggal dunia terlebih dahulu dari si pewaris, sebab
jika anak atau saudara itu masih hidup, maka dia sendiri yang menjadi ahli
warisnya. Yang dimaksud dengan mengadakan mawali untuk si fulan.
menurut Hazairin ialah bahwa bagian si fulan yang akan diperolehnya,
seandainya dia hidup, dari harta peninggalan itu dibagikan kepada mawalinya
itu, bukan sebagai ahli warisnya tetapi sebagai ahli waris ahli waris bagi
ibunya atau ayahnya yang meninggalkan harta itu.
DAFTAR PUSTAKA
12
Hazairin, 1982, Hukun Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur'an dan Hadith,
Jakarta, Timtamas.
Eman Suparman, 2007, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat,
dan BW, Bandung, Refika Aditama.
13