Anda di halaman 1dari 29

SALINAN

KEPALA DESA SUKAMUKTI


KECAMATAN BANYURESMI KABUPATEN GARUT

PERATURAN DESA SUKAMUKTI


NOMOR 11 TAHUN 2021

TENTANG

PENGELOLAAN ASET DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA DESA SUKAMUKTI,

Menimbang : a. bahwa bahwa tanah kas desa merupakan salah satu


kekayaan desa yang perlu dikelola semaksimal
mungkin, sehingga ada peningkatan pendapatan desa
guna penyelenggaraan Pemerintahan Desa ;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 70 Peraturan
Bupati Garut Nomor 223 Tahun 2021 tentang
Pengelolaan Aset Desa, ketentuan lebih lanjut mengenai
Pengelolaan Aset Desa diatur dalam Peraturan Desa;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan
Peraturan Desa tentang Pengelolaan Aset Desa.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas
Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona
Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka
Menghadapi Ancaman yang Membahayakan
Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Republik Indonesia Nomor 6516);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5495);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2019
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 41);
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60
Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5558) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2016
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 57);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pedoman
Pembangunan Desa (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 2094);
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2016 tentang Pengelolaan Aset Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 160);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan
Permusyawaratan Desa (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 89);
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018
tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 611);
9. Peraturan Bupati Garut Nomor 55 Tahun 2020 tentang
Daftar Kewengangan Desa Berdasarkan Hak Asal-usul
dan Kewenangan Berskala Lokal Desa (Berita Daerah
Kabupaten Garut Tahun 2020 Nomor 55);
10. Peraturan Bupati Garut Nomor 223 Tahun 2021
tentang Pengelolaan Aset Desa (Berita Daerah
Kabupaten Garut Tahun 2021 Nomor 223);
11. Peraturan Desa Sukamukti Nomor 5 Tahun 2021
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDesa) Sukamukti Tahun 2021-2027 (Lembaran
Desa Sukamukti Tahun 2021 Nomor 5);
12. Peraturan Desa Sukamukti Nomor 9 Tahun 2021
Tentang Daftar Kewengangan Desa Berdasarkan Hak
Asal-usul dan Kewenangan Berskala Lokal Desa
(Lembaran Desa Sukamukti Tahun 2021 Nomor 9).

Dengan Kesepakatan Bersama


BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SUKAMUKTI
dan
KEPALA DESA SUKAMUKTI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PENGELOLAAN ASET


DESA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksud :
1. Desa adalah Desa Sukamukti Kecamatan Banyuresmi
Kabupaten Garut;
2. Perdesaan adalah kawasan kerja sama antar Desa untuk
pengembangan usaha, kegiatan kemasyarakatan,
pelayanan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat,
keamanan, dan ketertiban.
3. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas
hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat Desa.
4. Pembangunan Perdesaan adalah pembangunan yang
dilaksanakan antar Desa dalam bidang pengembangan
usaha, kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat, keamanan, dan
ketertiban.
5. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan dan pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
6. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan adat istiadat Desa.
7. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut
dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Desa.
9. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat
BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga
yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya
merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
10. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk
menyepakati hal yang bersifat strategis.
11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh kepala Desa setelah dibahas dan
disepakati bersama BPD.
12. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari
kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
anggaran pendapatan dan belanja Desa, atau perolehan
hak lain yang sah.
13. Potensi Aset Desa adalah segala potensi Desa yang meliputi
sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya
manusia, sumber daya sosial dan budaya, sumber daya
ekonomi, dan sumber daya lainnya yang dapat diakses,
dikembangkan, dan/atau diubah oleh Desa menjadi
sumber daya pembangunan yang dimiliki atau menjadi Aset
Desa, dikelola, diolah, dimanfaatkan, dan dipergunakan
bagi kesejahteraan bersama masyarakat Desa.
14. Tanah Kas Desa adalah tanah milik Desa berupa
bengkok/lungguh, pengaremarem, titisara, kuburan, jalan
desa, penggembalaan hewan, danau, tanah pasar desa,
tanah keramat, lapangan, dan tanah yang dikuasai oleh
Pemerintah Desa;
15. Pengelolaan tanah kas desa adalah usaha mengoptimalkan
daya guna dan hasil guna tanah kas desa melalui kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan serta
pengendaliannya untuk kepentingan penyelenggaraan
Pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat
desa;
16. Pemanfaatan tanah kas desa adalah adalah usaha
mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Tanah Kas Desa
baik digunakan sendiri oleh Pemerintah Desa maupun
melalui kegiatan sewa menyewa, kerja sama pemanfaatan,
bangun serah guna dan bangun guna serah dengan tidak
mengubah status tanah kas desa;
17. Dipinjamkan adalah penyerahan penggunaan tanah kas
desa dari Pemerintah Desa kepada pihak lain tanpa
melepaskan hubungan hukum antara Pemerintah Desa
dengan tanah yang dikuasainya dalam jangka waktu
tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada
Pemerintah Desa yang bersangkutan;
18. Sewa menyewa adalah kegiatan pemanfaatan tanah kas
desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan
menerima uang tunai;
19. Kerja sama pemanfaatan adalah kegiatan pemanfaatan
tanah kas desa oleh pihak lain dan dalam jangka waktu
tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Pemerintah
Desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya;
20. Bangun guna serah adalah pemanfaatan kekayaan desa
berupa tanah kas desa oleh pihak lain dengan cara
mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka
waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunannya dan/atau
sarana berikut fasilitasnya setelah berakhir jangka waktu;
21. Bangun serah guna adalah kegiatan pemanfaatan tanah
kas desa oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh
pihak lain tersebut dalam jangka waktu yang disepakati;
22. Pelepasan atau penyerahan tanah kas desa adalah kegiatan
melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas
tanah kas desa (Pemerintah Desa) dengan tanah yang
dimiliki/dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas
dasar musyawarah dan dipergunakan untuk mengadakan
tanah pengganti yang lebih baik;
23. Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan
benda lainnya yang berkaitan dengan tanah;
24. Perubahan peruntukan tanah kas desa adalah perubahan
dari suatu bentuk pemanfaatan/penggunaan tertentu
menjadi bentuk pemanfaatan/penggunaan lainnya yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa;
25. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan,
pencatatan dan pelaporan hasil pendataan tanah kas desa;
26. Sertifikasi adalah kegiatan untuk mensertifikatkan tanah-
tanah kas desa guna mendapatkan kepastian hukum dan
perlindungan hukum;
27. Kodefikasi adalah pemberian kode barang pada aset Desa
dalam rangka pengamanan dan kepastian status
kepemilikan;
28. Tindakan Hukum adalah tindakan-tindakan guna
menyelesaikan permasalahan tanah kas desa melalui jalur
hukum, baik secara perdata maupun pidana;
29. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang selanjutnya
disebut APB Desa adalah rencana keuangan tahunan
Pemerintahan Desa;
30. Lembaga Kemasyarakatan Desa atau disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai
dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa
dalam memberdayakan masyarakat Desa;
31. Lembaga Adat Desa adalah lembaga yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian
dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas
prakarsa masyarakat Desa;
32. Pelaksana Kegiatan adalah pelaksana kegiatan
Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
terdiri dari unsur perangkat Desa, Lembaga
Kemasyarakatan Desa, dan unsur masyarakat;
33. Pendampingan Desa adalah upaya meningkatkan kapasitas,
efektivitas, dan akuntabilitas pemerintahan Desa,
Pembangunan Desa, Pemberdayaan Masyarakat Desa,
pembentukan dan pengembangan badan usaha milik Desa
dan/atau badan usaha milik Desa bersama, peningkatan
sinergitas program dan kegiatan Desa, dan kerja sama Desa
untuk mendukung pencapaian SDGs Desa;
34. Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah anggota
masyarakat Desa yang memiliki prakarsa dan/atau yang
dipilih oleh Desa untuk menumbuhkan, mengembangkan,
dan menggerakkan prakarsa, partisipasi, swadaya, dan
gotong royong di kalangan masyarakat Desa;
35. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM
Desa, adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa
dan/atau bersama Desa-Desa guna mengelola usaha,
memanfaatkan aset, mengembangkan investasi dan
produktivitas, menyediakan jasa pelayanan, dan/atau
menyediakan jenis usaha lainnya untuk sebesarbesarnya
kesejahteraan masyarakat Desa;
36. Pihak Ketiga adalah lembaga swadaya masyarakat,
perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau
perusahaan, yang sumber keuangan dan kegiatannya tidak
berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara,
anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi,
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota,
dan/atau APB Desa.
BAB II
JENIS ASET DESA

Pasal 2
1. Jenis aset desa terdiri atas :
a. Kekayaan asli desa;
b. Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBDesa;
c. Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan
atau yang sejenis;
d. Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari
perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan
ketentuan peraturan undang-undang;
e. Hasil kerja sama desa; dan
f. Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.
2. Kekayaan asli desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, terdiri atas :
a. Tanah Kas Desa;
b. Pasar Desa;
c. Bangunan Desa;
d. Kendaraan bermotor;
e. Pelelangan hasil pertanian;dan
f. Lain-lain kekayaan asli milik desa.

BAB III
PEJABAT PENGELOLA ASET DESA

Bagian Kesatu
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Aset Desa

Pasal 3
1. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset
desa berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset
desa;
2. Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan aset
desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai
wewenang dan tanggungjawab :
a. menetapkan kebijakan pengelolaan aset desa;
b. menetapkan pembantu pengelola dan petugas atau
pengurus aset desa;
c. menetapkan penggunaan, pemanfaatan atau
pemindahtanganan aset desa;
d. menetapkan kebijakan pengamanan aset desa;
e. mengajukan usul pengadaan, pemindahtanganan dan
atau penghapusan aset desa yang bersifat strategis
melalui musyawarah desa;
f. menyetujui usul pemindahtanganan dan penghapusan
aset desa sesuai batas kewenangan; dan
g. menyetujui usul pemanfaatan aset desa selain tanah
dan/atau bangunan.
3. Aset desa yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf e, berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar
desa, bangunan desa, pelelangan hasil pertanian dan aset
lainnya milik desa;
4. Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala Desa dapat menguasakan sebagian
kekuasaannya kepada Perangkat Desa;
5. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud ayat (4) terdiri dari:
a. Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola aset desa; dan
b. Unsur Perangkat Desa sebagai petugas/pengurus aset
desa.
6. Petugas/pengurus aset Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) huruf b, berasal dari Kepala Urusan.

Bagian Kedua
Pembantu Pengelola Aset Desa

Pasal 4
1. Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola aset desa
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (5) huruf a,
berwenang dan bertanggungjawab :
a. meneliti rencana kebutuhan aset desa;
b. meneliti rencana kebutuhan pemeliharan aset desa;
c. mengatur penggunaan, pemanfaatan, penghapusan dan
pemindahtanganan aset desa yang telah di setujui oleh
Kepala Desa;
d. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi
aset desa;dan
e. melakukan pengawasan dan pengendalian atas
pengelolaan aset desa.
2. Pelimpahan sebagian kekuasaan pemegang kekuasaan
pengelolaan Aset Desa kepada pembantu pengelola Aset Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.

Bagian Ketiga
Petugas/Pengurus Aset Desa

Pasal 5
1. Petugas/pengurus Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (5) huruf b, bertugas dan bertanggung jawab :
a. mengajukan rencana kebutuhan Aset Desa;
b. mengajukan permohonan penetapan penggunaan Aset
Desa yang diperoleh dari beban APBDesa dan perolehan
lainnya yang sah kepada Kepala Desa;
c. melakukan inventarisasi Aset Desa;
d. mengamankan dan memelihara Aset Desa yang
dikelolanya; dan
e. menyusun dan menyampaikan laporan Aset Desa.
2. Pelimpahan sebagian kekuasaan pemegang kekuasaan
pengelolaan Aset Desa kepada petugas/pengurus Aset Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.

BAB IV
PENGELOLAAN ASET DESA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 6
1. Aset Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama
Pemerintah Desa;
2. Aset Desa berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti
status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib;
3. Aset Desa dapat diasuransikan sesuai kemampuan
keuangan Desa dan dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
4. Aset Desa dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain
sebagai pembayaran atas tagihan kepeda Pemerintah Desa;
5. Aset Desa dilarang digadaikan atau dijadikan jaminan untuk
mendapatkan pinjaman.

Pasal 7
a. Perencanaan;
b. Pengadaan;
c. Penggunaan;
d. Pemanfaatan;
e. Pengamanan;
f. Pemeliharaan;
g. Penghapusan;
h. Pemindahtanganan;
i. Penatausahaan;
j. Pelaporan;
k. Penilaian;
l. Pembinaan;
m. Pengawasan;dan
n. Pengendalian.

Bagian Kedua
Perencanaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 8
1. Perencanaan kebutuhan Aset Desa disusun dengan
memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi
Pemerintah Desa serta ketersediaan Aset Desa yang ada;
2. Perencanaan kebutuhan Aset Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dapat mencerminkan kebutuhan riil Aset
Desa.

Pasal 9
1. Perencanaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf a, dituangkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) untuk kebutuhan 6
(enam) tahun;
2. Perencanaan kebutuhan aset desa untuk kebutuhan 1
(satu) tahun dituangkan dalam Rencana Kerja
Pemerintahan Desa (RKPDesa) dan ditetapkan dalam
APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan aset desa
yang ada.

Pasal 10
1. Perencanaan kebutuhan Aset Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 9, berpedoman pada :
a. Standar barang;
b. Standar kebutuhan; dan/atau
c. Standar harga.
2. Standar barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah spesifikasi barang yang ditetapkan sebagai acuan
penghitungan pengadaan Aset Desa dalam perencanaan
kebutuhan.
3. Standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah satuan jumlah barang yang dibutuhkan
sebagai acuan perhitungan pengadaan Aset Desa dalam
perencanaan kebutuhan.
4. Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
adalah besaran harga yang ditetapkan sebagai acuan
pengadaan Aset Desa dalam perencanaan kebutuhan.

Paragraf Kedua
Tata Cara Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Aset Desa

Pasal 11
1. Petugas/pengurus Aset Desa menyusun dan mengajukan
rencana kebutuhan Aset Desa kepada Sekretaris Desa selaku
pembantu pengelola Aset Desa;
2. Sekretaris Desa meneliti rencana kebutuhan Aset Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
3. Sekretaris Desa menyampaikan usulan rencana kebutuhan
Aset Desa kepada Kepala Desa paling lambat minggu
keempat bulan Mei.

Bagian Ketiga
Pengadaan

Pasal 12
1. Pengadaan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf b, dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip efisien,
efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil/tidak
diskriminatif dan akuntabel;
2. Pengadaan barang/jasa di Desa dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
pengadaan barang/jasa di Desa;
3. Hasil pengadaan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang menjadi Aset Desa ditetapkan status penggunaannya.

Bagian Keempat
Penggunaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 13
1. Penggunaan aset desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
huruf c, ditetapkan dalam rangka mendukung
penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
2. Status penggunaan Aset Desa ditetapkan setiap tahun
dengan Keputusan Kepala Desa.

Paragraf 2
Tata Cara Penetapan Status Penggunaan Aset Desa

Pasal 14
1. Petugas/pengurus Aset Desa mengajukan permohonan
penetapan penggunaan Aset Desa yang diperoleh dari beban
APBDesa dan perolehan lainnya yang sah kepada Kepala
Desa.
2. Pengajuan permohonan penetapan status penggunaan Aset
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dokumen.
3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa berupa tanah yaitu fotokopi sertifikat.
4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa berupa bangunan yang diperoleh dari APBDesa yaitu:
a. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG); dan
b. fotokopi dokumen perolehan.
5. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa berupa bangunan yang diperoleh dari perolehan lainnya
yang sah sekurang-kurangnya berupa Berita Acara Serah
Terima (BAST).
6. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa berupa tanah dan bangunan yang diperoleh dari
APBDesa yaitu :
a. fotokopi sertifikat;
b. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG); dan
c. fotokopi dokumen perolehan.
7. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa berupa tanah dan bangunan dari perolehan lainnya
yang sah sekurang-kurangnya berupa dokumen Berita Acara
Serah Terima (BAST).
8. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa selain tanah dan/atau bangunan yang memiliki
dokumen yaitu :
a. fotokopi dokumen kepemilikan; dan/atau
b. fotokopi dokumen perolehan.
9. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Aset
Desa yang dari awal pengadaan direncanakan untuk
dilakukan pemindahtanganan dengan cara penyertaan
modal pemerintah Desa yaitu :
a. fotokopi dokumen pelaksanaan anggaran;
b. fotokopi dokumen kepemilikan, untuk Aset Desa berupa
tanah;
c. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)/Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG), untuk Aset Desa berupa
bangunan; dan/atau
d. fotokopi dokumen perolehan

Pasal 15
1. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (2) dan ayat (5) huruf a apabila Aset Desa
berupa tanah belum memiliki fotokopi sertifikat, dokumen
dimaksud dapat diganti dengan :
a. Akta jual beli;
b. Girik;
c. Letter C;
d. surat pernyataan pelepasan hak atas tanah;
e. berita acara penerimaan terkait perolehan barang; atau
f. dokumen lain yang setara dengan bukti kepemilikan.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (3) apabila Aset Desa berupa bangunan belum
memiliki IMB/PBG dan dokumen perolehan dapat diganti
dengan surat pernyataan dari Kepala Desa yang menyatakan
bahwa bangunan tersebut digunakan untuk
penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah Desa.
3. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (5) apabila Aset Desa berupa tanah dan
bangunan yang diperoleh dari APBDesa belum memiliki
sertifikat, IMB/PBG, dan dokumen perolehan dapat diganti
dengan surat pernyataan dari Kepala Desa yang menyatakan
bahwa tanah dan bangunan tersebut digunakan untuk
penyelenggaran tugas dan fungsi pemerintah Desa.
4. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (7) apabila Aset Desa berupa selain tanah dan
bangunan yang diperoleh dari APBDesa belum memiliki
dokumen kepemilikan, maka dokumen dimaksud dapat
diganti dengan surat pernyataan dari Kepala Desa yang
menyatakan bahwa Aset Desa selain tanah dan/atau
bangunan tersebut digunakan untuk penyelenggaran tugas
dan fungsi Pemerintah Desa.
5. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (8) huruf b, huruf c, dan huruf d belum ada,
maka pengajuan usul permohonan penerbitan status
penggunaan disertai surat pernyataan dari Kepala Desa yang
menyatakan bahwa barang tersebut adalah Aset Desa yang
dari awal pengadaannya direncanakan untuk dilakukan
pemindahtanganan dengan cara penyertaan modal
Pemerintah Desa.
6. Aset Desa yang belum memiliki dokumen kepemilikan, tetap
harus menyelesaikan pengurusan dokumen kepemilikan
meskipun telah ditetapkan status penggunaan Aset Desa

Bagian Kelima
Pemanfaatan

Paragraf 1
Umum

Pasal 16
1. Pemanfaatan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 huruf d, dapat dilaksanakan sepanjang tidak dipergunakan
langsung untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.
2. Biaya pemeliharaan dan pengamanan Aset Desa serta biaya
pelaksanaan yang menjadi objek pemanfaatan dibebankan
pada mitra pemanfaatan.
3. Pendapatan Desa dari pemanfaatan Aset Desa merupakan
penerimaan Desa yang wajib disetorkan seluruhnya ke
rekening kas Desa.

Pasal 17
Aset Desa yang menjadi objek pemanfaatan dilarang dijaminkan
atau digadaikan

Pasal 18
1. Bentuk pemanfaatan Aset Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1), berupa :
a. Sewa;
b. Pinjam pakai;
c. Kerjasama pemanfaatan; dan
d. BGS atau BSG.
2. Pemanfaatan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam Peraturan Desa.
Paragraf 2
Sewa

Pasal 19
1. Penyewaan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) huruf a dilakukan dengan tujuan :
a. mengoptimalkan pendayagunaan Aset Desa yang
belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka
menunjang tugas dan fungsi pemerintah Desa; dan/atau
c. mencegah penggunaan Aset Desa oleh pihak lain secara
tidak sah.
2. Penyewaan Aset Desa dilakukan sepanjang tidak merugikan
pemerintah Desa dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas
dan fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
3. Pemanfaatan Aset Desa berupa sewa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak mengubah status kepemilikan Aset Desa.

Pasal 20
1. Aset Desa yang dapat disewa berupa :
a. Tanah;
b. Bangunan;dan/atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
2. Pihak yang dapat menyewa Aset Desa, meliputi :
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badan Usaha Milik Daerah;
c. swasta; dan
d. badan hukum lainnya
3. Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, antara
lain :
a. Perorangan;
b. persekutuan perdata;
c. persekutuan firma;
d. persekutuan komanditer;
e. perseroan terbatas;
f. lembaga/organisasi kemasyarakatan;
g. yayasan; atau
h. koperasi.

Pasal 21
1. Jangka waktu sewa paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang.
2. Sewa Aset Desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian paling
sedikit memuat :
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. objek perjanjian sewa;
c. jenis, luas atau jumlah barang, besaran sewa dan jangka
waktu;
d. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka waktu sewa;
e. hak dan kewajiban para pihak;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
Pasal 22
1. Formula tarif/besaran sewa Aset Desa diatur dalam
Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa dengan
mempertimbangkan daya beli/kemampuan membayar
masyarakat
2. Hasil sewa Aset Desa merupakan penerimaan Desa dan
seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas Desa
3. Penyetoran uang sewa harus dilakukan sekaligus secara
tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum
ditandatanganinya perjanjian sewa Aset Desa
4. Pembayaran uang sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dapat dilakukan dengan cara pembayaran secara tunai
kepada Kaur Keuangan selaku bendahara Desa atau
menyetorkannya ke rekening kas Desa
5. Pembayaran uang sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) dibuktikan dengan menyerahkan bukti setor
sebagai salah satu dokumen pada lampiran yang menjadi
bagian tidak terpisahkan dari perjanjian sewa

Pasal 23
1. Sewa Aset Desa berakhir apabila :
a. berakhirnya jangka waktu sewa;
b. berlakunya syarat batal sesuai perjanjian yang
ditindaklanjuti dengan pencabutan persetujuan sewa oleh
Kepala Desa; dan
c. ketentuan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
2. Penyewa wajib menyerahkan Aset Desa pada saat
berakhirnya sewa dalam keadaan baik dan layak digunakan
secara optimal sesuai fungsi dan peruntukannya.
3. Penyerahan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).
4. Sekretaris Desa selaku pembantu pengelola Aset Desa harus
melakukan pengecekan Aset Desa yang disewakan sebelum
ditandatanganinya Berita Acara Serah Terima (BAST) guna
memastikan kelayakan kondisi Aset Desa bersangkutan.
5. Penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah
semua kewajiban penyewa dipenuhi.

Pasal 24
1. Tata cara pelaksanaan sewa Aset Desa diatur sebagai berikut
:
a. calon penyewa mengajukan surat permohonan disertai
dengan dokumen pendukung;
b. surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
memuat :
1. data calon penyewa;
2. latar belakang permohonan;
3. jangka waktu penyewaan; dan
4. peruntukan sewa.
c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf
a terdiri dari :
1. pernyataan/persetujuan dari pemilik/pengurus,
perwakilan pemilik/pengurus, atau kuasa
pemilik/pengurus dalam hal calon penyewa berbentuk
hukum/badan usaha;
2. pernyataan kesediaan dari calon penyewa untuk
menjaga dan memelihara Aset Desa serta mengikuti
ketentuan yang berlaku selama jangka waktu sewa;
dan
3. data Aset Desa yang diajukan untuk dilakukan sewa
2. Pembantu pengelola Aset Desa melakukan penelitian
terhadap surat permohonan dan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji
kelayakan penyewaan terkait permohonan dari calon
penyewa.
3. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembantu pengelola Aset Desa mengajukan usulan
permohonan sewa Aset Desa kepada Kepala Desa untuk
mendapat persetujuan.

Paragraf 3
Pinjam Pakai

Pasal 25
1. Pinjam pakai dilaksanakan dengan pertimbangan :
a. mengoptimalkan Aset Desa yang belum atau tidak
dilakukan penggunaan untuk penyelenggaraan tugas dan
fungsi Pemerintah Desa; dan
b. menunjang pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.
2. Peminjam pakai dilarang untuk melakukan pemanfaatan atas
objek pinjam pakai.

Pasal 26
1. Pemanfaatan Aset Desa berupa pinjam pakai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b dilaksanakan
antara Pemerintah Desa dengan Pemerintah Desa lainnya se
rta Lembaga Kemasyarakatan Desa.
2. Pinjam pakai Aset Desa sebagaimana ayat (1), dikecualikan
untuk tanah, bangunan dan aset bergerak berupa kendaraan
bermotor.
3. Jangka waktu pinjam pakai Aset Desa paling lama 7 (tujuh)
hari dan dapat diperpanjang.
4. Pinjam pakai Aset Desa dilaksanakan berdasarkan perjanjian
paling sedikit memuat :
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. jenis atau jumlah barang yang dipinjamkan;
c. jangka waktu pinjam pakai;
d. tanggungjawab peminjam atas biaya operasional dan
pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman.
e. hak dan kewajiban para pihak;
f. keadaan diluar kemampuan para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.

Pasal 27
1. Tata cara pelaksanaan pinjam pakai Aset Desa diatur sebagai
berikut :
a. calon peminjam pakai mengajukan permohonan pinjam
pakai kepada Kepala Desa;
b. pembantu pengelola Aset Desa melakukan penelitian atas
permohonan pinjam pakai sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. penelitian atas permohonan pinjam pakai sebagaimana
dimaksud pada huruf b meliputi :
1. kepastian belum digunakan atau tidak adanya
penggunaan Aset Desa;
2. tujuan penggunaan objek pinjam pakai; dan
3. jangka waktu pinjam pakai.
d. hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf c
merupakan dasar pertimbangan Kepala Desa dalam
memberikan persetujuan/penolakan atas permohonan
pinjam pakai.
2. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pembantu pengelola Aset Desa mengajukan
permohonan persetujuan pinjam pakai kepada Kepala Desa.
3. Permohonan persetujuan pinjam pakai paling sedikit memuat
:
a. pertimbangan yang mendasari permohonan pinjam pakai;
b. identitas peminjam pakai;
c. tujuan penggunaan objek pinjam pakai;
d. rincian data objek pinjam pakai yang dibutuhkan; dan
e. jangka waktu pinjam pakai.

Pasal 28
1. Dalam hal peminjam pakai akan mengakhiri pinjam pakai
sebelum masa pinjam pakai berakhir, peminjam pakai harus
memberitahukan kepada Kepala Desa.
2. Peminjam pakai dalam mengakhiri pinjam pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Serah
Terima (BAST).

Paragraf 4
Kerjasama Pemanfaatan

Pasal 29
1. Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat (2) huruf c, dilaksanakan dalam rangka :
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset Desa; dan
b. meningkatkan pendapatan Desa.
2. Kerjasama pemanfaatan Aset Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan :
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam
APBDesa untuk memenuhi biaya operasional,
pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan
terhadap tanah dan bangunan tersebut; dan
b. pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang
menjaminkan atau menggadaikan Aset Desa yang menjadi
objek kerjasama pemanfaatan.

Pasal 30
1. Objek kerjasama pemanfaatan Aset Desa berupa :
a. tanah; dan/atau
b. bangunan.
2. Objek kerjasama pemanfaatan berupa tanah dan/atau
bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.

Pasal 31
1. Hasil kerjasama pemanfaatan dapat berupa :
a. Penerimaan Desa yang wajib disetorkan oleh mitra
kerjasama pemanfaatan selama jangka waktu kerjasama
pemanfaatan Aset Desa; dan
b. tanah, gedung, bangunan, serta sarana dan fasilitas yang
diadakan oleh mitra kerjasama pemanfaatan.
2. Penerimaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a terdiri atas :
a. kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu
pengoperasian yang telah ditetapkan; dan
b. pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan
melalui rekening kas Desa.
3. Sarana dan fasilitas hasil kerjasama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:
a. peralatan dan mesin;
b. jalan, irigasi, dan jaringan; dan
c. Aset Desa lainnya
4. Hasil kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi bagian dari pelaksanaan kerjasama
pemanfaatan.
5. Hasil kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menjadi Aset Desa sejak diserahkan kepada
Pemerintah Desa sesuai perjanjian atau pada saat
berakhirnya perjanjian.

Pasal 32
1. Pihak yang dapat menjadi mitra kerjasama pemanfaatan Aset
Desa meliputi :
a. Badan Usaha Milik Daerah;
b. Badan Usaha Milik Desa; dan/atau
c. swasta, kecuali perorangan.
2. Mitra kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan melalui musyawarah Desa.

Pasal 33
1. Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 15 (lima
belas) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang.
2. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh mitra kerjasama pemanfaatan dengan
cara mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan
jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lambat 1 (satu)
tahun sebelum jangka waktu berakhir.
3. Perpanjangan jangka waktu dilakukan dengan pertimbangan
:
a. sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan
b. selama pelaksanaan kerjasama pemanfaatan terdahulu,
mitra kerjasama pemanfaatan mematuhi peraturan dan
perjanjian kerjasama pemanfaatan.

Pasal 34
1. Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama
pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Aset
Desa yang menjadi objek kerjasama pemanfaatan.
2. Semua biaya persiapan dan pelaksanaan kerja sama
pemanfaatan dibebankan pada mitra kerjasama
pemanfaatan.

Pasal 35
1. Pelaksanaan kerjasama pemanfaatan dituangkan dalam
perjanjian kerjasama pemanfaatan Aset Desa antara Kepala
Desa dan mitra kerjasama pemanfaatan, setelah mendapat
ijin tertulis dari Bupati.
2. Perjanjian kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. objek kerjasama pemanfaatan;
c. jangka waktu;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. penyelesaian perselisihan;
f. keadaan di luar kemampuan para pihak; dan
g. peninjauan pelaksanaan perjanjian.
3. Penandatanganan perjanjian kerjasama pemanfaatan
dilakukan setelah mitra kerjasama pemanfaatan
menyampaikan bukti setor pembayaran kontribusi tetap
pertama kepada Kepala Desa.
4. Bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan salah satu
dokumen pada lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari perjanjian kerjasama pemanfaatan.

Pasal 36
1. Kerjasama pemanfaatan Aset Desa berakhir dalam hal :
a. berakhirnya jangka waktu kerjasama pemanfaatan
sebagaimana tertuang dalam perjanjian;
b. pengakhiran kerjasama pemanfaatan secara sepihak oleh
Kepala Desa;
c. ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
2. Pengakhiran kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra
kerjasama pemanfaatan :
a. tidak membayar kontribusi tetap selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut;
b. tidak membayar pembagian keuntungan selama 3 (tiga)
tahun berturut-turut sesuai perjanjian kerjasama
pemanfaatan; atau
c. tidak memenuhi kewajiban selain sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b sebagaimana tertuang dalam
perjanjian kerjasama pemanfaatan.
3. Pengakhiran kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan secara tertulis.

Pasal 37
1. Serah terima objek kerjasama pemanfaatan dilakukan paling
lambat pada saat berakhirnya jangka waktu kerjasama
pemanfaatan.
2. Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).

Pasal 38
1. Tata cara pelaksanaan kerjasama pemanfaatan Aset Desa
diatur sebagai berikut :
a. permohonan dari pihak lain diusulkan kepada Kepala
Desa;
b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling
sedikit memuat :
1. latar belakang permohonan;
2. rencana peruntukan kerjasama pemanfaatan;
3. jangka waktu kerjasama pemanfaatan; dan
4. usulan besaran penerimaan Desa dari kerjasama
pemanfaatan.
c. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilengkapi dengan :
1. data Aset Desa yang direncanakan untuk dilakukan
kerjasama pemanfaatan;
2. data pemohon kerjasama pemanfaatan;
3. proposal rencana usaha kerjasama pemanfaatan; dan
4. informasi lainnya berkaitan dengan usulan kerjasama
pemanfaatan.
d. Pembantu pengelola Aset Desa melakukan penelitian
terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c;
e. hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d,
disampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas dalam
musyawarah Desa
f. hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
huruf e, diajukan kepada Bupati untuk mendapat ijin
tertulis; dan
g. Kepala Desa menetapkan pelaksanaan kerjasama
pemanfaatan Aset Desa setelah mendapat ijin tertulis dari
Bupati.
2. Kepala Desa menerbitkan keputusan pelaksanaan kerjasama
pemanfaatan Aset Desa.
3. Keputusan pelaksanaan pemanfaatan Aset Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), paling sedikit memuat :
a. objek kerjasama pemanfaatan;
b. peruntukan kerjasama pemanfaatan;
c. penerimaan Desa dari kerjasama pemanfaatan;
d. identitas mitra kerjasama pemanfaatan; dan
e. jangka waktu kerjasama pemanfaatan.
4. Berdasarkan keputusan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Desa dan mitra
kerjasama pemanfaatan menandatangani perjanjian
kerjasama pemanfaatan paling lambat 2 (dua) bulan sejak
tanggal ditetapkannya keputusan pelaksanaan kerjasama
pemanfaatan.
5. Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak keputusan
pelaksanaan kerjasama pemanfaatan ditetapkan tidak
ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian
kerjasama, keputusan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dinyatakan tidak
berlaku.
6. Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), dilakukan setelah mitra kerjasama pemanfaatan
menunjukkan bukti pembayaran kontribusi tetap tahun
pertama.

Paragraf 5
BGS/BSG

Pasal 39
1. BGS/BSG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2)
huruf d, berupa tanah dengan pihak lain dilaksanakan
dengan pertimbangan :
a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi
penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan
b. tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan
bangunan dan fasilitas tersebut.
2. Bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian dari hasil
pelaksanaan BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB)/Persetujuan Bangunan Gedung
(PBG) atas nama Pemerintah Desa.

Pasal 40
1. Objek BGS/BSG berupa tanah.
2. Objek BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.

Pasal 41
1. Hasil BGS/BSG dapat berupa :
a. penerimaan Desa, berupa kontribusi yang wajib
disetorkan ke rekening kas Desa setiap tahun selama
jangka waktu BGS/BSG yang telah ditetapkan; dan
b. tanah, gedung, bangunan, serta sarana dan fasilitas yang
diadakan oleh mitra BGS/BSG
2. Kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan Tim
yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah.
3. Sarana dan fasilitas hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, antara lain :
a. peralatan dan mesin;
b. jalan, irigasi, dan jaringan; dan
c. Aset Desa lainnya.
4. Hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menjadi bagian dari pelaksanaan BGS/BSG.
5. Hasil BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi Aset Desa sejak diserahkan kepada Pemerintah Desa
sesuai perjanjian atau pada saat berakhirnya perjanjian.

Pasal 42
1. Pihak yang dapat menjadi mitra BGS/BSG meliputi :
a. Badan Usaha Milik Daerah;
b. Badan Usaha Milik Desa;
c. swasta, kecuali perorangan; dan/atau
d. badan hukum lainnya
2. Mitra kerjasama BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan melalui musyawarah Desa

Pasal 43
1. Jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama 20 (dua
puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat
diperpanjang
2. Perpanjangan waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh tim
yang dibentuk Kepala Desa dan difasilitasi oleh Pemerintah
Daerah
3. Perpanjangan waktu BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) setelah terlebih dahulu dilakukan evaluasi oleh tim
yang dibentuk Kepala Desa dan difasilitasi oleh Pemerintah
Daerah
4. Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh mitra BGS/BSG dengan cara
mengajukan permohonan persetujuan perpanjangan jangka
waktu paling lambat 1 (satu) tahun sebelum jangka waktu
berakhir
5. Perpanjangan jangka waktu dilakukan dengan pertimbangan
:
a. sepanjang tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintahan Desa; dan
b. selama pelaksanaan BGS/BSG terdahulu, mitra BGS/BSG
mematuhi peraturan dan perjanjian BGS/BSG

Pasal 44
1. Selama jangka waktu pengoperasian, mitra BGS/BSG
dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindah
tangankan tanah yang menjadi objek BGS/BSG.
2. Biaya yang berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan
penyusunan surat perjanjian, dan konsultan pelaksana
BGS/BSG, menjadi beban mitra yang bersangkutan.

Pasal 45
1. Pelaksanaan BGS/BSG dituangkan dalam perjanjian antara
Kepala Desa dan mitra BGS/BSG, setelah mendapat ijin
tertulis dari Bupati.
2. Perjanjian BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat :
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. objek BGS/BSG;
c. jangka waktu bangun para pihak yang terikat dalam
perjanjian;
d. penyelesaiaan perselisihan;
e. keadaan diluar kemampuan para pihak;
f. persyaratan lain yang di anggap perlu; dan
g. bangunan dan fasilitasnya yang menjadi bagian hasil dari
pelaksanaan BGS/BSG harus dilengkapi dengan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB)/Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG) atas nama Pemerintah Desa
3. Penandatanganan perjanjian BGS/BSG dilakukan setelah
mitra BGS/BSG menyampaikan bukti setor pembayaran
kontribusi tetap pertama kepada Kepala Desa.
4. Bukti setor pembayaran kontribusi tetap pertama
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan salah satu
dokumen pada lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari perjanjian BGS/BSG.

Pasal 46
1. BGS/BSG berakhir dalam hal :
a. Berakhirnya jangka waktu BGS/BSG sebagaimana
tertuang dalam perjanjian;
b. pengakhiran BGS/BSG secara sepihak oleh Kepala Desa;
atau
c. ketentuan lain sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
2. Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, dapat dilakukan dalam hal mitra BGS/BSG :
a. tidak membayar kontribusi tetap selama 3 (tiga) tahun
berturut-turut;
b. mitra BGS/BSG belum memulai pembangunan dan/atau
tidak menyelesaikan pembangunan sesuai dengan
perjanjian, kecuali dalam keadaan force majeure; atau
c. tidak memenuhi kewajiban selain sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b sebagaimana tertuang dalam
perjanjian BGS/BSG.
3. Pengakhiran BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan secara tertulis.

Pasal 47
1. Serah terima objek BGS/BSG dilakukan paling lambat pada
saat berakhirnya jangka waktu BGS/BSG.
2. Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST).

Pasal 48
1. Tata cara pelaksanaan BGS/BSG diatur sebagai berikut :
a. permohonan dari pihak lain diusulkan kepada Kepala
Desa;
b. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a, paling
sedikit memuat :
1. latar belakang permohonan;
2. rencana peruntukan BGS/BSG;
3. jangka waktu BGS/BSG; dan
4. usulan besaran kontribusi tahunan
c. permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilengkapi dengan :
1. data Aset Desa yang direncanakan untuk diajukan
dilakukan BGS/BSG;
2. data pemohon BGS/BSG;
3. proposal rencana usaha BGS/BSG; dan
4. informasi lainnya berkaitan dengan usulan BGS/BSG.
d. Pembantu pengelola Aset Desa melakukan penelitian
terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c;
e. hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf d,
disampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas dalam
musyawarah Desa;
f. hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada
huruf e, diajukan kepada Bupati untuk mendapat ijin
tertulis;
g. Bupati membentuk Tim untuk melakukan pengkajian
terhadap besaran kontribusi tahunan BGS/BSG;
h. Kepala Desa menetapkan pelaksanaan BGS/BSG setelah
mendapat ijin tertulis dari Bupati.
2. Kepala Desa menerbitkan keputusan pelaksanaan BGS/BSG.
3. Keputusan pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), paling sedikit memuat :
a. objek BGS/BSG;
b. peruntukan BGS/BSG;
c. penerimaan Desa dari BGS/BSG;
d. identitas mitra BGS/BSG; dan
e. jangka waktu BGS/BSG.
4. Berdasarkan keputusan pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Kepala Desa dan mitra BGS/BSG
menandatangai perjanjian BGS/BSG paling lambat 2 (dua)
bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan pelaksanaan
BGS/BSG.
5. Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak keputusan
pelaksanaan BGS/BSG ditetapkan tidak ditindaklanjuti
dengan penandatanganan perjanjian kerjasama, keputusan
pelaksanaan BGS/BSG sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dinyatakan tidak berlaku.
6. Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada
ayat (5), dilakukan setelah mitra BGS/BSG menunjukkan
bukti pembayaran kontribusi tetap tahun pertama.

Bagian Keenam
Pengamanan

Pasal 49
1. Pengamanan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf e, wajib dilakukan oleh Kepala Desa dan Perangkat
Desa.
2. Pengamanan Aset Desa sebagaimana ayat (1), meliputi :
a. Administrasi antara lain pembukuan, inventarisasi,
pelaporan dan penyimpanan dokumen kepemilikan;
b. fisik untuk mencegah terjadinya penurunan fungsi barang,
penurunan jumlah barang dan hilangnya barang;
c. pengamanan fisik untuk tanah dan bangunan dilakukan
dengan cara pemagaran dan pemasangan tanda batas;
d. selain tanah dan bangunan sebagaimana dimaksud pada
huruf c dilakukan dengan cara penyimpanan dan
pemeliharaan; dan
e. pengamanan hukum antara lain dengan melengkapi bukti
status kepemilikan
3. Biaya pengamanan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dibebankan pada APBDesa

Pasal 50
1. Bukti kepemilikan Aset Desa wajib disimpan dengan tertib
dan aman.
2. Penyimpanan bukti kepemilikan Aset Desa dilakukan oleh
pembantu pengelola Aset Desa

Bagian Ketujuh
Pemeliharaan

Pasal 51
1. Pemeliharaan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf f, wajib dilakukan oleh Kepala Desa dan Perangkat
Desa.
2. Tujuan dilakukan pemeliharaan atas Aset Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) adalah untuk menjaga kondisi dan
memperbaiki semua Aset Desa agar selalu dalam keadaan
baik dan layak serta siap digunakan secara berdaya guna
dan berhasil guna.
3. Biaya pemeliharaan Aset Desa dibebankan pada APBDesa.
4. Dalam hal Aset Desa dilakukan pemanfaatan dengan pihak
lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab
sepenuhnya dari mitra pemanfaatan Aset Desa.

Bagian Kedelapan
Penghapusan

Pasal 52
1. Penghapusan Aset Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 huruf g, merupakan kegiatan menghapus/ meniadakan
Aset Desa dari buku data inventaris Desa.
2. Penghapusan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam hal Aset Desa karena:
a. beralih kepemilikan;
b. pemusnahan; atau
c. sebab lain.
3. Penghapusan Aset Desa yang beralih kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, antara lain :
a. pemindahtanganan atas Aset Desa kepada pihak lain;
b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
dan
c. Desa yang kehilangan hak sebagai akibat dari putusan
pengadilan sebagaimana pada huruf b, wajib menghapus
dari daftar inventaris aset milik Desa.
4. Pemusnahan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b, dengan ketentuan :
a. berupa aset yang sudah tidak dapat dimanfaatkan
dan/atau tidak memiliki nilai ekonomis, antara lain meja,
kursi, komputer; dan
b. dibuatkan berita acara pemusnahan sebagai dasar
penetapan Keputusan Kepala Desa tentang pemusnahan.
5. Penghapusan Aset Desa karena terjadinya sebab lain
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c, antara lain :
a. Hilang;
b. Kecurian; dan
c. Terbakar.

Pasal 53
1. Penghapusan Aset Desa yang bersifat strategis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) terlebih dahulu dibuatkan
Berita Acara.
2. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai
dasar penetapan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat
persetujuan Bupati.

Pasal 54
1. Penghapusan Aset Desa selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 53 tidak perlu mendapat persetujuan Bupati.
2. Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih
dahulu dibuat Berita Acara dan ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa.

Pasal 55
1. Aset milik Desa yang Desanya dihapus sebagai dampak
pembangunan seperti waduk, uang penggantinya diserahkan
kepada Pemerintah Daerah sebagai pendapatan daerah.
2. Aset milik Desa yang digabung sebagai dampak
pembangunan seperti waduk, uang penggantinya menjadi
milik Desa.
3. Uang pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan pendapatan Desa yang penggunaannya
diprioritaskan untuk pembangunan sarana prasarana Desa.
4. Aset milik Desa yang Desanya dihapus dan/atau digabung
dalam rangka penataan Desa, Aset Desa yang Desanya
dihapus menjadi milik Desa yang digabung.
Bagian Kesembilan
Pemindahtanganan

Paragraf 1
Umum

Pasal 56
1. Bentuk pemindahtanganan Aset Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf h, meliputi :
a. Tukar menukar;
b. Penjualan; dan
c. Penyertaan modal Pemerintah Desa.
2. Pemindahtanganan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa tanah dan/atau bangunan milik Desa hanya
dilakukan dengan tukar menukar dan penyertaan modal.

Paragraf 2
Tukar Menukar

Pasal 57
Pemindahtanganan Aset Desa berupa tanah melalui tukar
menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) huruf
a, terdiri atas :
a. untuk kepentingan umum;
b. bukan untuk kepentingan umum; dan
c. tanah kas Desa selain untuk kepentingan umum dan bukan
untuk kepentingan umum.

Paragraf 3
Tukar Menukar Untuk Kepentingan Umum

Pasal 58
1. Tukar menukar Aset Desa berupa tanah untuk pembangunan
bagi kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
58 huruf a, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2. Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan :
a. tukar menukar dilakukan setelah terjadi kesepakatan
besaran ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan
Desa dengan menggunakan nilai wajar hasil perhitungan
tenaga penilai;
b. apabila tanah pengganti belum tersedia maka terhadap
tanah pengganti terlebih dahulu dapat diberikan berupa
uang;
c. apabila tanah pengganti belum tersedia maka terhadap
tanah pengganti terlebih dahulu dapat diberikan berupa
uang;
d. tanah pengganti sebagaimana dimaksud pada huruf c,
diutamakan berlokasi di Desa setempat; dan
e. apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di Desa
setempat sebagaimana dimaksud pada huruf d, tanah
pengganti dapat berlokasi dalam satu Kecamatan
dan/atau Desa di Kecamatan lain yang berbatasan
langsung.
Pasal 59
1. Tukar menukar tanah milik Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 dilakukan dengan tahapan :
a. Kepala Desa menyampaikan surat kepada Bupati terkait
hasil musyawarah Desa tentang tukar menukar tanah
milik Desa dengan calon lokasi tanah pengganti berada
pada Desa setempat; dan
b. Kepala Desa menyampaikan permohonan ijin kepada
Bupati, untuk selanjutnya Bupati meneruskan
permohonan ijin kepada Gubernur.
2. Apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di Desa
setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2)
huruf e, dilakukan dengan tahapan :
a. Bupati melakukan tinjauan lapangan dan verifikasi data
untuk mendapatkan kebenaran materil dan formil yang
dituangkan dalam berita acara;
b. hasil tinjauan lapangan dan verifikasi data sebagaimana
dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Gubernur
sebagai bahan pertimbangan pemberian persetujuan;
c. sebelum pemberian persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, Gubernur dapat melakukan kunjungan
lapangan dan verifikasi data; dan
d. setelah Gubernur memberikan persetujuan, selanjutnya
Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa tentang tukar
menukar tanah milik Desa.

Pasal 60
1. Tinjauan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) huruf a dilakukan untuk melihat dan mengetahui
secara materil kondisi fisik lokasi tanah milik Desa dan lokasi
calon pengganti tanah milik Desa.
2. Verifikasi data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat
(2) huruf c dilakukan untuk memperoleh bukti formil melalui
pertemuan di Desa yang dihadiri oleh unsur dari Pemerintah
Desa, BPD, pihak yang melakukan tukar menukar, pihak
pemilik tanah yang digunakan untuk tanah pengganti, aparat
Kecamatan, Pemerintah Daerah dan Provinsi serta pihak
dan/atau instansi terkait lainnya.
3. Hasil tinjauan lapangan dan verifikasi data sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimuat dalam Berita
Acara yang ditandatangani oleh para pihak dan/atau instansi
terkait lainnya.
4. Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat
antara lain :
a. hasil musyawarah Desa;
b. letak, luasan, harga wajar, tipe tanah Desa berdasarkan
penggunaannya; dan
c. bukti kepemilikan tanah Desa yang ditukar dan
penggantinya.

Pasal 61
1. Ganti rugi berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (2) huruf b, apabila dibelikan tanah pengganti
dan terdapat selisih sisa uang yang relatif sedikit atau uang
ganti rugi relatif kecil dapat digunakan selain untuk tanah.
2. Selisih uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimasukkan dalam Kas Desa dan penggunaannya
ditetapkan dalam APBDesa.
Paragraf 4
Tukar Menukar Bukan Kepentingan Umum

Pasal 62
1. Tukar menukar tanah milik Desa bukan untuk
pembangunan kepentingan umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 57 huruf b, hanya dapat dilakukan apabila ada
kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis
dengan tetap memperhatikan dan menyesuaikan rencana
tata ruang wilayah.
2. Kepentingan nasional yang lebih penting dan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti pengembangan
kawasan industri dan perumahan.
3. Tukar menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan :
a. tukar menukar dilakukan setelah terjadi kesepakatan
besaran ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan
Desa dengan menggunakan nilai wajar hasil perhitungan
tenaga penilai;
b. tanah pengganti diutamakan berlokasi di Desa setempat;
c. apabila lokasi tanah pengganti tidak tersedia di Desa
setempat sebagaimana dimaksud pada huruf b, tanah
pengganti dapat berlokasi dalam 1 (satu) Kecamatan
dan/atau Desa di Kecamatan lain yang berbatasan
langsung.

Pasal 63
1. Tukar Menukar tanah milik Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 dilakukan dengan tahapan :
a. ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang tukar menukar
tanah milik Desa;
b. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a
ditetapkan setelah mendapatkan ijin dari Bupati,
Gubernur dan persetujuan Menteri.
2. Membentuk Tim Kajian yang ditetapkan dengan Keputusan
Kepala Desa.
3. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas
melakukan pengkajian berupa peningkatan ekonomi Desa,
menguntungkan Desa dan tidak merugikan Aset Desa

Paragraf 5
Tukar Menukar Tanah Kas Desa Selain Kepentingan Umum dan
Bukan Kepentingan Umum

Pasal 64
1. Tanah milik Desa yang berada di luar Desa, tanah
milik Desa tidak 1 (satu) hamparan yang terhimpit oleh
hamparan tanah pihak lain dan/atau tanah milik Desa yang
didalamnya terdapat tanah pihak lain dapat dilakukan tukar
menukar ke lokasi Desa setempat.
2. Tukar menukar tanah milik Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam rangka meningkatkan efektifitas
pengelolaannya agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
3. Tukar menukar tanah milik Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat dilakukan dengan ketentuan :
a. tukar menukar tanah milik Desa dimaksud harus senilai
dengan tanah penggantinya dan memperhatikan nilai
wajar;
b. ditetapkan dengan Peraturan Desa tentang tukar menukar
tanah milik Desa; dan
c. Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b
ditetapkan setelah mendapat ijin Bupati.

Pasal 65
1. Aset Desa yang ditukarkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58, Pasal 62, dan Pasal 64 dihapus dari daftar
inventaris Aset Desa dan penggantinya dicatat dalam daftar
inventaris Aset Desa.
2. Penghapusan dan pencatatan Aset Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Keputusan Kepala
Desa.

Pasal 66
Pembiayaan administrasi proses tukar menukar sampai dengan
penyelesaian sertifikat tanah Desa pengganti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 62, dan Pasal 64 dibebankan
kepada pihak pemohon.

Paragraf 6
Penjualan

Pasal 67
1. Aset Desa dapat dijual sebagaimana dimaksud dalam Pasal
57 ayat (1) huruf b, apabila :
a. Aset Desa tidak memiliki nilai manfaat dan/atau nilai
ekonomis dalam mendukung penyelenggaraan
Pemerintahan Desa;
b. Aset Desa berupa tanaman tumbuhan dan ternak yang
dikelola oleh Pemerintah Desa, seperti: pohon jati,
meranti, bambu, sapi, kambing.
2. Penjualan Aset Desa sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b dapat dilakukan melalui :
a. penjualan langsung; dan/atau
b. lelang.
3. Penjualan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, antara lain meja, kursi, komputer, mesin tik serta
tanaman tumbuhan dan ternak.
4. Penjualan melalui lelang sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, antara lain kendaraan bermotor dan peralatan
mesin.
5. Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
dilengkapi dengan bukti penjualan dan ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Desa tentang penjualan.
6. Uang hasil penjualan Aset Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) disetorkan dalam rekening kas
Desa sebagai Pendapatan Asli Desa.

Paragraf 7
Penyertaan Modal Pemerintah Desa

Pasal 68
1. Penyertaan modal Pemerintah Desa atas Aset Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf c,
dilakukan dalam rangka pendirian, pengembangan dan
peningkatan kinerja badan usaha milik Desa.
2. Penyertaan modal sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa
tanah kas Desa.

Bagian Kesepuluh
Penatausahaan

Pasal 69
Aset Desa yang sudah ditetapkan penggunaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus diinventarisir
dalam buku inventaris Aset Desa dan diberi kodefikasi.

Bagian Kesebelas
Penilaian

Pasal 70
Pemerintah Desa bersama Pemerintah Daerah melakukan
inventarisasi dan penilaian Aset Desa sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

BAB V
PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 71
Pemerintah Desa melaporkan perkembangan keadaan Aset Desa
kepada Bupati melalui Camat dengan tembusan kepada DPMD
Kabupaten

BAB VI
PEMBIAYAAN

Pasal 72
Dalam rangka pelaksanaan tertib administrasi pengelolaan Aset
Desa, pembiayaan pengelolaan Aset Desa dibebankan kepada
APBDesa.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 73
1. Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala
lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan
kepemilikannya kepada Pemerintah Desa.
2. Aset Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah
dikembalikan kepada Pemerintah Desa, kecuali yang sudah
digunakan untuk fasilitas umum.
3. Kekayaan milik Pemerintah Desa dan Pemerintah Daerah
berskala lokal Desa yang dihibahkan kepada Pemerintah
Desa serta Aset Desa yang dikembalikan kepada Pemerintah
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 74
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
dan Peraturan Desa sebelumnya

Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan


Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Desa.

Ditetapkan di : Desa Sukamukti


Pada tanggal : 31 Desember 2021
KEPALA DESA SUKAMUKTI

DADAN HAMDANI

Diundangkan di : Desa Sukamukti


Pada tanggal : 31 Desember 2021
SEKRETARIS DESA SUKAMUKTI

GUPRON ANSORI

LEMBARAN DESA SUKAMUKTI TAHUN 2021 NOMOR 11

Anda mungkin juga menyukai