Artikel Mestari Zai
Artikel Mestari Zai
Mestari Zai
Email : mestarizai8@gmail.com
Abstract
To avoid the threat of war in their country, the Syrian population seeks refuge and
becomes refugees on the continent of Europe. The significant influx of Syrian refugees
into Europe has led to a refugee crisis in several European countries. This study
examines the role of the European Union (EU) in processing refugees in Europe and
assesses the responsibilities of European countries as refugee destinations in the
conflicts in the Middle East. The Arab League, established in 1945, has not played a
significant role in minimizing conflicts in the region. In fact, in some modern conflicts
(Syria and Yemen), powerful states within the Arab League are key actors in those
conflicts. Keywords: civil war, Arab League, European Union. Abstract: To avoid the
catastrophe of war in their country, the Syrian population seeks protection and asylum
on the continent of Europe. The large flow of Syrian refugees to the continent has
caused a refugee crisis in several European countries. What is the role of the European
Union (EU) in handling refugees in Europe, and what are the responsibilities of European
countries that are the targets of refugees from conflicts in the Middle East? The Arab
League, established in 1945, has so far failed to play a significant role in minimizing
conflicts in the region. In fact, in some modern conflicts (Syria and Yemen), the
conflicting parties are powerful states within the Arab League.
Abstrak
PENDAHULUAN
Timur Tengah sepertinya tidak pernah bebas dari perang dan konflik. Dalam
beberapa dekade terakhir, beberapa perang telah terjadi di Timur Tengah, dimulai
dengan perang Iran-Irak (1980-1988), perang koalisi Amerika melawan Irak (1991 dan
2003), perang Israel melawan rakyat Gaza. 2008-2009 dan 2012) dan Perang Lebanon
(1982 dan 2006). Sejak tahun 2010, fenomena yang sering disebut Arab Spring pun
merebak, dimulai dengan tergulingnya rezim di Tunisia (2010) dan Mesir (2011),
tergulingnya kelompok bersenjata lokal yang didukung NATO, tergulingnya rezim
Gaddafi (2011). ). ) dan perang berkepanjangan di Suriah (2011-sekarang) dan invasi
Saudi ke Yaman (2015-sekarang). Gejolak di Timur Tengah membuat beberapa pihak
melontarkan pernyataan “Dunia lebih damai tanpa Timur Tengah”, seolah-olah biang
keladi dari gejolak tersebut adalah masyarakat Timur Tengah itu sendiri. Sebaliknya jika
kita mengamati pihak-pihak yang terlibat, kita melihat bahwa aktor terkuat dalam konflik
di Timur Tengah adalah negara-negara Barat sebagai pemilik modal terkaya di dunia.
Saat ini konflik yang masih berlangsung adalah konflik Suriah. Berawal dari
tuduhan beberapa pihak bahwa Bashar Assad adalah rezim yang korup dan diktator,
muncullah milisi bersenjata yang didukung oleh negara-negara Arab serta Amerika
Serikat, Inggris Raya, dan Prancis. Mereka melakukan serangan bersenjata dan
pemboman, yang juga dibalas oleh pasukan pemerintah dengan senjata. Akibatnya,
warga sipil menjadi korban dan mengungsi ke beberapa negara sekitar dan Eropa.
Perang di Suriah kini melibatkan banyak aktor, mulai dari pemerintah Suriah, negara-
negara Arab, negara-negara Teluk, Amerika Serikat, Turki, Rusia, Iran, dan teroris non-
negara seperti Hizbullah (Lebanon), ISIS, Jabhah Al Nusra, Ahrar Al. Syam, dll. Di tengah
konflik tersebut, timbul pertanyaan, apa peran Liga Arab? Adakah hubungan faktor
politik-ekonomi dengan sterilitas Liga Arab untuk meminimalisir konflik di Timur Tengah?
Artikel ini mencoba menjawabnya melalui tinjauan pustaka.
METODE
Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif jenis deskriptif. Data
yang dikumpulkan dari transkrip wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo,
dan dokumen resmi lainnya bukanlah angka. Menggambarkan fenomena secara
menyeluruh, detail, dan komprehensif adalah tujuan dari penelitian kualitatif ini. Studi ini
melakukan penelitian kualitatif deskriptif. Lexy J. Moleong mendefinisikan penelitian
kualitatif sebagai penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami
oleh subjek penelitian, seperti perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan, secara
menyeluruh dan secara komprehensif dengan menggunakan berbagai metode ilmiah
dalam konteks alamiah khusus. Penelitian kualitatif membantu dalam pengumpulan
berbagai data. (Moleong & Edisi, 2004). Selain menggunakan pendekatan kualitatif,
penulis juga menggunakan studi literatur. Metode penelitian ini sangat efektif dalam
mengumpulkan informasi dan menganalisis data dengan menggunakan sumber tertulis
seperti buku, jurnal, artikel, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan subjek
penelitian.
PEMBAHASAN
Konflik dimulai pada tanggal 15 Maret 2011 dengan protes nasional sebagai
bagian dari protes yang lebih luas yang lebih dikenal sebagai Arab Spring. Pada bulan
April 2011, tentara Suriah dikirim untuk memadamkan pemberontakan dan tentara
diperintahkan untuk menembak para demonstran. Setelah berbulan-bulan dikepung
militer, protes berubah menjadi pemberontakan bersenjata. Pasukan oposisi, yang
sebagian besar terdiri dari tentara berpengalaman dan sukarelawan sipil, dipersenjatai
dan diorganisasikan ke dalam kelompok yang lebih besar, dengan beberapa kelompok
menerima bantuan militer dari beberapa negara asing. Liga Arab, Amerika Serikat, Uni
Eropa dan negara-negara lain sangat menentang penggunaan kekerasan terhadap
pengunjuk rasa.
Setelah kematian Hafez al-Assad pada tahun 2000 dan kenaikan putranya Bashar
al-Assad sebagai presiden, Bashar secara luas dianggap tidak mampu menerapkan
perubahan demokratis. Laporan Human Rights Watch pada tahun 2010 mengklaim
bahwa ia belum memperbaiki catatan hak asasi manusia secara signifikan sejak
berkuasa satu dekade lalu, meskipun ada beberapa perbaikan kecil yang telah dilakukan.
Semua partai politik lainnya masih dilarang, sehingga Suriah adalah negara satu partai
tanpa pemilu yang bebas. Masyarakat dan etnis minoritas menghadapi diskriminasi di
sektor publik. Sejak tahun 1962, ribuan warga Kurdi Suriah tidak diberi
kewarganegaraan dan keturunan mereka diberi label "orang asing" hingga tahun 2011,
ketika 120.000 dari sekitar 200.000 warga Kurdi yang tidak memiliki kewarganegaraan
diberikan kewarganegaraan berdasarkan keputusan Presiden Bashar al-Assad pada
tanggal 6 April.
Liga Arab didirikan pada Maret 1945 oleh 22 negara Arab, termasuk Palestina,
dan bertugas mengoordinasikan kegiatan antar negara tersebut. Sesuai piagam Liga
Arab, para pendirinya yakni Mesir, Suriah, Yordania, Irak, Arab Saudi, Lebanon, dan
Yaman sepakat untuk menjalin kerja sama yang erat di bidang ekonomi, komunikasi,
budaya, kesehatan, dan bidang lainnya. Dalam perkembangannya, Liga Arab justru
menerima eskalasi konflik di negara-negara anggotanya. Misalnya, pada tahun 2011,
Liga Arab menyetujui zona larangan terbang di Libya. Penerapan zona larangan terbang
menyebabkan invasi NATO ke Libya dan penggulingan Muammar al-Qaddafi. Alhasil,
negara yang berada di bagian timur laut benua Afrika ini kini terperosok dalam konflik
sipil yang berkepanjangan. Liga Arab juga mendukung agenda pergantian rezim Suriah
dan pada 16 November 2011 mencabut keanggotaan Suriah di Liga Arab, menuduh
Assad melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa di negaranya.
Ketika pecah Perang Lebanon Kedua pada tahun 1975, Liga Arab hanya bisa
mendorong semua pihak untuk bersikap bijak dan moderat. Secara umum terdapat
sikap tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri negara lain dengan harapan dapat
menjaga perbatasan negaranya agar tidak diintervensi oleh pihak lain.
Berikut daftar tugas Liga Arab dalam menyelesaikan konflik di Timur Tengah.
2. Mengirimkan “Arab Balancing Force” ke Lebanon pada tahun 1976, yang terdiri dari
Libya, Arab Saudi, Yaman Selatan, Sudan, Suriah dan Uni Emirat Arab. Tujuan dari
kekuatan ini adalah untuk menyelesaikan perang saudara di Lebanon.
3. Keputusan untuk menolak invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990. Liga Arab berusaha
menekan Irak agar mundur dari Kuwait, namun upaya tersebut gagal hingga akhirnya
terbentuklah kekuatan koalisi Amerika (terdiri dari beberapa anggota Liga Arab yaitu
Mesir, Suriah , Maroko, dan negara-negara Teluk Persia) dibentuk untuk membebaskan
Kuwait.
4. Mendirikan misi observasi di Suriah pada tahun 2011 dan menandatangani perjanjian
dengan Suriah pada tanggal 19 Desember 2011 untuk memfasilitasi pekerjaan misi
tersebut. Hal ini termasuk mencegah jatuhnya korban sipil, melindungi masuknya
jurnalis asing, dan mencegah tentara Suriah menindak protes. Namun, operasi tersebut
dihentikan pada 26 Januari 2012 karena meningkatnya jumlah pelaku bom bunuh diri
yang dilakukan oleh Tentara Suriah. Dan akhirnya Suriah ditendang keluar dari Liga Arab.
Liga Arab secara resmi mendukung penggulingan Assad. Bahkan anggota Liga Arab
seperti Arab Saudi dan Qatar merupakan pemasok utama dana dan senjata bagi
kelompok bersenjata yang berjuang untuk menggulingkan Assad.
Liga Arab sama sekali tidak mampu melaksanakan resolusi konflik atau
setidaknya mengutuk agresi Arab Saudi dan pelanggaran hukum internasional
terhadap Yaman, serta pelanggaran terhadap konstitusi Liga Arab sendiri. Liga Arab
mengeluarkan pernyataan terakhirnya, yakni dukungan penuh terhadap kemerdekaan
Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, dan penolakannya terhadap
pembangunan permukiman Israel serta upaya Israel untuk menguasai penuh Yerusalem.
Namun banyak pihak yang menilai hal tersebut hanya sekedar omongan belaka,
pasalnya 69 tahun telah berlalu sejak berdirinya Israel, namun negara-negara Arab
belum juga bisa mencapai haknya atas Palestina. Selain itu, konflik antar negara Arab,
khususnya di Suriah dan Yaman, semakin memanas tanpa mampu diselesaikan oleh
Liga Arab.
KESIMPULAN
Robin Wright, Dreams and Shadows: The Future of the Middle East, Penguin Press, New
York, 2008, hlm. 212-261.
Radwan Ziadeh, Power and Policy in Syria: Intelligence Services, Foreign Relations and
Democracy in the Modern
Ansary, Tamim. 2012. Dari Puncak Baghdad. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. (524)
Bussinesspundit.com. 2008. “Iraq War Profiteers: 25 Companies Who Benefit From The
War”. Melalui <http://www.huffingtonpost.com/2008/07/25/iraq-war-profiteers-25-
co_n_115004.html>[5/6/2017]
Nasur, et al. 2017. “The Failure of the Arab League in Solving Inter-State
Disputes”.Melalui<http://www.bjournal.co.uk/volume/paper/BJASS_22_1/BJASS_22_0
1_02. pdf>[6/6/2017]
Youssef, Hesham. tt. “Mediation and Conflict Resolution in the Arab World: The Role of
the Arab League”. Melalui <https://ifsh.de/file-
CORE/documents/yearbook/english/13/Youssef-en.pdf> [3/6/207]