Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Batas wilayah merupakan salah satu permasalahan di Indonesia saat ini, tidak dapat
dipungkiri lagi, penyebab dari timbulnya permasalahan batas wilayah dikarenakan
faktor politik dan kekayaan sumber daya alam yang ada didaerah tersebut. Pada
awalnya Menteri Dalam Negeri telah membuat peraturan tentang batas wilayah, yaitu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan
Batas daerah, akan tetapi, rumitnya proses penyelesaian batas wilayah antara provinsi,
kota/kabupaten dan kecamatan hanya semakin memperkeruh permasalahan ini.
Menteri Dalam Negeri merevisi peraturan tentang penegasan batas daerah, dengan
mengeluarkan Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas dan kembali merevisi dengan mengeluarkan Peraturan
Meneteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2007 tentang Penegasan Batas Daerah.
Dengan peraturan baru ini, maka penentuan batas wilayah lebih mudah dan lebih
menghemat dana.
Salah satu daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar dan mempunyai batas
daerah yang sebagian besar belum ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
adalah Kabupaten Lahat Provinsi Sumater Selatan yang dibentuk pada tahun 1950
melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat
II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821).
Secara geografis Kabupaten Lahat terletak di antara 102° 54’ - 103° 46’ Bujur Timur dan
3° 29’ - 4° 16’ Lintang Selatan dengan cakupan batas wilayah Kabupaten Lahat pada saat
ini sebagai berikut:
a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Muara
Enim Provinsi Sumatera Selatan;
1
c) Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Pagar Alam dan Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan;
Letak Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan disajikan dalam Gambar I.1 :
Batas daerah Kabupaten Lahat terdiri dari 4 (empat) Segmen batas, salah satu segmen
batas yang akan disepakati yaitu Segmen batas lahat dan musi rawas, untuk
mendapatkan titik koordinat dan garis batas di lapangan pada titik dan garis batas
tertentu perlu dilacak untuk memastikan kondisi sebenarnya. Kegiatan pelacakan dapat
dilaksanakan dengan 2 (dua) metode yaitu metode Kartometrik dan survey lapangan.
Kedua metode tersebut digunakan dalam penegasan batas batas wilayah Kabupaten
Musi Rawas dan Kabupaten Lahat.
2
2. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan dalam laporan ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Rapat Pembahasan terhadap Rencana pelacakan batas Kabupaten Lahat dengan
Kabupaten Musi Rawas yaitu persiapan sebelum pelacakan, pelaksanaan
pelacakan dan sesudah pelacakan dilaksanakan.
2. Rencana penarikan atau deliniasi garis batas daerah dilakukan langsung di atas peta
kerja secara kartometris dengan kompilasi data peta topografi, peta rencana
daerah otonomi baru kikim area dan dokumen lainnya.
3. Pelacakan batas dilakukan terhadap batas daerah antara Kabupaten Lahat dengan
Kabupaten Musi Rawas yang akan disepakati kondisi nyata di lapangan untuk
menghindari terjadinya pemukiman yang terbagi dua, menetapkan garis batas pada
batas alam maupun buatan dan kondisi garis yang tidak sesuai dengan kaidah –
kaidah penarikan garis batas sesuai aturan yang berlaku.
4. Keluaran yang dihasilkan berupa rencana titik koordinat dan garis batas yang akan
disepakati antara kedua kabupaten, yang apabila disepakati akan diteruskan pada
penetapan batas oleh Menteri Dalam Negeri.
3. Tujuan
Menghasilkan peta batas daerah Kabupaten Lahat dengan Kabupaten Mui Rawas yang
akan disepakati.
4. Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah :
1. Mempercepat upaya penegasan batas daerah Kabupaten Lahat.
2. Kabupaten Lahat memiliki peta batas yang akan disepakati.
3
c. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas
Daerah
e. Kesepakatan antar daerah tentang batas (bila ada) dan dokumen terkait lainnya.
4
BAB II
Di dalam tahapan boundary making diperlukan suatu peta. Peran peta didalam
boundary making, antara lain :
1. Sebagai alat dalam negoisasi dalam rangka penetapan batas wilayah (tahap
delimitasi).
2. Sebagai alat (instrument) dan pedoman dalam proses transformasi batas
wilayah dari tahap delimitasi ke tahap demarkasi dilapangan.
3. Untuk menggambarkan dan menyajikan batas wilayah yang telah dibuat
pada tahap delimitasi dan demarkasi. Jika dalam tahap demarkasi belum
juga dilakaukan, peta hasil delimitasi tetap dapat digunakan untuk
menunjukan letak batas wilayah yang disepakati.
5
Theory boundary making yang dikemukakan oleh Stephen B. Jones (1945) adalah
teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Dalam konteks batas daerah di
Indonesia keempat tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Alokasi.
Alokasi adalah proses keputusan politik untuk menentukan batas wilayah. Untuk
keperluan pengelolaan negara, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah-daerah
kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah dan
diberi kewenangan mengelola daerah msing-masing. Dalam UU pembentukan
daerah selalu ditentukan cakupan dan batas wilayah daerah. Alokasi sebagai
keputusan politik keberadaan daerah-daerah di Indonesia baik daerah provinsi
maupun kabupaten/kota antara lain dicantumkan dalam UU Dasar 1945 Pasal 18,
25 A, Pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Pasal-pasal UU tentang pembentukan
masing masing daerah.
Delimitasi.
Dalam tahap delimitasi ini, hal yang sangat penting adalah terkait peta batas hasil
dari kesepakatan yang nantinya akan dilampirkan untuk tahap demarkasi
selanjutnya. Sehingga peta harus memiliki aspek yang baik dari aspek geometris
dan kartografis. Aspek geometris peta meliputi skala peta, datum, sistem koordinat
6
dan sistem proyeksi peta. Aspek kartografis meliputi penyajian peta, sistem
simbolisasi/legenda, isi peta dan tema, ukuran peta (muka peta), dan bentuk
penyajian/ penyimpanan data.
Demarkasi.
Demarkasi atau penegasan batas adalah kegiatan pemasangan tanda batas daerah
secara pasti dilapangan atas dasar hasil kesepakatan pada proses delimitasi.
Penegasan batas daerah dititik beratkan pada upaya mewujudkan batas daerah
yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan. Penegasan
batas dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas daerah secara
pasti di lapangan sampai dengan penentuan koordinat titik-titik batas dan
pembuatan peta batas.
Administrasi.
Administrasi merupakan tahap akhir dari proses penentuan batas wilayah yaitu
dengan mencatat dan mendokumentasikan batas. Dalam perkembanganya
administrasi tidak sekedar hanya mencatat dan mendokumentasikan batas tapi
telah bergeser kearah pengelolaan atau managemen wilayah perbatasan (Pratt,
2006 dalam Sutisna, 2008). Dalam pengelolaan batas dan wilayah perbatasan yang
baik menurut Theory Boundary Making kegiatan administrasi/ managemen
pembangunan wilayah perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan
demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataanya seringkali dihadapi
kendala dan dinamika yang terjadi dilapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial,
budaya, dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan
administrasi/managemen berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas
dilapangan.
7
daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di
lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik
koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi
kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu
yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau.
3. Metode Kartometrik
Mengacu kepada Permendagri Nomor 141 tahun 2017, metode kartometrik adalah
penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan
posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan
peta-peta lain sebagai pelengkap, apabila disepakati garis batas dan posisi titik
tidak perlu dilakukan survei/pelacakan lapangan.
Apabila belum disepakati dan ada beberapa posisi yang perlu dilacak maka untuk
penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi
(koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah, terlebih dahulu harus disiapkan peta
kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar (Rupa Bumi Indonesia/RBI)
sebagai acuan serta peta – peta atau informasi geospasial lain seperti citra satelit
sebagai pendukung. Peta kerja digunakan untuk melakukan penelusuran/pelacakan
garis batas dan pengukuran/pengambilan titik koordinat pada lokasi yang telah
ditentukan.
10
C. Garis besar kegiatan penegasan batas daerah seperti yang tercantum dalam
lampiran Peremndagri nomor 141 tahun 2017.
1. penegasan batas daerah terdiri dari 4 (empat) kegiatan yaitu:
a) Penyiapan Dokumen
Pada tahap ini masing-masing Tim Penegasan Batas Daerah melakukan
inventarisasi dasar hukum tertulis maupun dasar hukum lainnya yang
berkaitan dengan batas daerah. Dasar hukum penegasan batas daerah
di darat antara lain adalah :
1) Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan Daerah dan
Peta Lampirannya.
2) Peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan batas
daerah.
3) Peta Rupa Bumi Indonesia, dengan skala peta terbesar dan edisi
terbarun yang tersedia.
4) Peta topografi angkatan darat, Peta badan pertanahan nasional,
peta minutes dan peta-peta lain yang secara teknis dapat
digunakan sebagai acuan penegasan batas.
5) Citra/foto hasil penginderaan jauh (remote sensing)
6) kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat pemerintah
daerah yang berbatasan.
7) Dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi
yang disepakati para pihak.
8) Pembuatan peta kerja
Peta kerja yang digunakan berupa peta dasar yang telah
dikompilasi (hasil scan/pemindaian peta dasar yang telah
diregister) yang mencakup minimal satu segmen batas. Selanjutnya
peta kerja tersebut digunakan dalam proses penegasan batas.
9) Dokumen yang disiapkan, dituangkan dalam berita acara.
11
Jika tidak ada dasar/sumber hukum dari kedua kabupaten, maka kedua
tim pbd bermusyawarah untuk membuat kesepakatan baru dalam
menentukan batas daerah.
b) Pelacakan Batas.
1. Pelacakan batas dilaksanakan oleh Tim Teknis PPBD
2. Teknis pelacakan batas daerah di lapangan mencakup dua kegiatan
yaitu : penentuan garis batas sementara dan pelacakan garis batas
di lapangan.
Pelacakan garis batas daerah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:
1) Kartometrik.
Pelacakan secara kartometrik dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Penelusuran garis batas;
1. Penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja.
2. Ploting koordinat titik-titik batas yang tercantum dalam
dokumen-dokumen batas daerah.
3. Hasil penelusuran/penarikan batas berupa garis batas
sementara dan daftar titik-titik koordinat batas dituangkan
dalam peta kerja.
4. Kegiatan penentuan garis batas sementara adalah untuk
menentukan garis batas sementara di atas peta yang
sudah disepakati sebagai dasar hukum batas daerah.
Penentuan garis batas sementara didasarkan pada :
Tanda/Simbol batas-batas yang tertera di peta, baik batas
administrasi maupun batas kenampakan detail lain di peta,
Koordinat titik batas yang tercantum dalam dokumen-
dokumen batas daerah, Toponimi (nama geografis) dari
objek-objek geografis sepanjang garis batas, baik itu objek
alam, objek buatan manusia,maupun objek administratif,
Jika tidak ada tanda-tanda batas yang tertera sebelumnya,
maka penentuan garis sementara di atas peta ini dilakukan
melalui kesepakatan bersama.
12
b. Pelacakan/penarikan garis batas sementara pada peta kerja
dituangkan dalam berita acara, yang memuat:
1. Tabel koordinat batas daerah.
2. Deskripsi posisi titik koordinat/tanda batas dan penarikan
garis batas (memuat nama desa/keluarahan, kecamatan
dan/atau nama lainnya, nama rupabumi yang digunakan)
3. catatan-catatan penting terkait dengan keberadaan titik
koordinat/tanda batas dan penarikan garis batas.
4. Tanda tangan Tim PBD daerah yang berbatasan.
2) Survei lapangan.
Pelacakan di lapangan adalah kegiatan untuk menentukan letak
batas daerah secara nyata di lokasi sepanjang batas daerah
berdasarkan garis batas sementara pada peta atau berdasarkan
kesepakatan sebelumnya.
Kegiatan ini merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan
letak garis batas di lapangan, dengan atau tanpa sumber hukum
tertulis mengenai batas tersebut.
Kegiatannya dimulai dari awal yang diketahui kemudian menyusuri
garis batas sampai dengan titik akhir sesuai dengan peta kerja.
Berdasarkan kesepakatan, pada titik-titik tertentu atau pada jarak
tertentu di lapangan dapat dipasang tanda atau pilar sementara
sebagai tanda posisi untuk memudahkan pemasangan pilar-pilar
batas.
Dalam melakukan pelacakan batas daerah di lapangan, Tim Teknis
dapat mengikutsertakan aparat Kecamatan, Desa/Kelurahan,
Tokoh/Pemuka Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
perbatasan dari masingmasing daerah.
Pelacakan Batas daerah di lapangan menggunakan Peta Kerja yang
dibuat secara kartometrik pada proses penelusuran garis batas.
13
Pelacakan secara survei lapangan untuk menentukan titik - titik
koordinat batas daerah pada peta kerja, dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Memperhatikan detil-detil pada peta kerja yang berupa batas
sementara (indikatif), batas alam maupun batas buatan.
b. Penelusuran garis batas di lapangan berpedoman pada peta
kerja dilakukan pada titik-titik koordinat atau bagian segmen
tertentu dengan menyusuri garis batas sesuai dengan rencana.
c. Jika tidak ada tanda-tanda batas yang dapat diidentifikasi pada
peta, maka garis batas sementara ditetapkan berdasarkan
kesepakatan dan apabila tidak tercapai kesepakatan maka
penyelesaian mengacu kepada tata cara penyelesaian
perselisihan.
d. Berdasarkan peta kerja dilakukan pengukuran titik-titik
koordinat batas dengan mempergunakan alat ukur posisi (GPS)
sesuai ketelitian yang telah ditetapkan.
e. Plotting hasil penelusuran/penarikan batas yang berupa daftar
titik-titik koordinat batas sementara pada peta kerja.
f. Memasang tanda atau pilar sementara pada titik-titik
koordinat atau pada jarak tertentu di lapangan berdasarkan
kesepakatan.
g. Pada pilar-pilar sementara yang sudah disepakati dapat
dipasang pilar dengan tipe tertentu sesuai ketentuan.
h. Hasil kegiatan pelacakan ini dituangkan dalam bentuk berita
acara pelacakan batas daerah untuk dijadikan dasar bagi
kegiatan selanjutnya.
b. Survei lapangan
Pengukuran dan penentuan posisi secara survei lapangan,
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengukuran titik-titik koordinat batas dengan
mempergunakan alat ukur posisi sesuai ketelitian yang
telah ditetapkan dan/atau dengan metode metode
pengukuran tertentu.
2. Pengukuran berpedoman pada hasil pelacakan yang
disepakati.
15
3. Hasil pengukuran dalam bentuk daftar titik-titik koordinat,
kemudian deskripsi titik batas dan garis batas dimasukkan
dalam formulir/buku ukur.
4. Hasil pengukuran dan penentuan posisi dituangkan dalam
berita acara.
2) Metode Pengukuran dan Penentuan Posisi
a. Terrestrial (Terestris), yaitu merupakan rangkaian pengukuran
menggunakan alat ukur sudut, jarak dan beda tinggi di atas
permukaan bumi sehingga diperoleh hubungan posisi suatu
tempat terhadap tempat lainnya.
b. Extra-terrestrial adalah penentuan posisi suatu titik
dipermukaan bumi berdasarkan pengukuran sinyal gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh satelit (contohnya
GPS).
3) Ketentuan Pengukuran/Penentuan Posisi
a. Untuk menghasilkan penentuan posisi sesuai ketelitian yang
telah ditetapkan dapat menggunakan receiver GPS tipe
geodetik beserta kelengkapannya.
b. Metode pengukuran menggunakan GPS Geodetik adalah
dengan metode statik diferensial, yaitu salah satu receiver GPS
ditempatkan di titik yang sudah diketahui koordinatnya
sedangkan receiver yang lain ditempatkan di titik yang akan
ditentukan koordinatnya. Pengukuran dapat dilakukan secara
loop memancar (sentral), secara jaring trilaterasi atau secara
poligon tergantung situasi dan kondisi daerah.
c. Sebelum pengukuran dimulai, harus diketahui paling sedikit
sebuah titik pasti yang telah diketahui koordinatnya sebagai
titik referensi di sekitar daerah perbatasan. Titik koordinat
Orde Nol, Orde Satu yang tersebar diseluruh Indonesia
merupakan titik ikat yang berlaku secara nasional. Agar pilar-
pilar batas daerah mempunyai koordinat sistem nasional, maka
16
harus dikaitkan ke titik Orde Nol atau Orde Satu yang
merupakan jaring kontrol nasional.
4) Pengukuran Detil
Adalah pengukuran situasi, yang dapat dilakukan untuk
memperoleh informasi detil di sekitar garis batas. Pengukuran ini
umumnya terdiri dari pengukuran kerangka utama dan kerangka
detail menggunakan alatalat ukur sudut, alat ukur jarak dan alat
ukur beda tinggi. Pengukuran detil garis batas dilakukan dengan
koridor 100 meter ke kiri dan 100 meter ke kanan garis batas, dapat
menggunakan tracking (pelacakan dan perekaman) GPS, terestrial
(Prisma dan Pita Ukur, Total Station dll).
5) Perhitungan Hasil Ukuran
Data hasil pengukuran posisi cara terestris dihitung menggunakan
metoda hitung perataan sederhana seperti metode Bowditch untuk
pengukuran poligon. Perhitungan posisi vertikal pada pengukuran
situasi dilakukan berdasarkan hitungan rumus Tachimetri.
6) Hasil pengukuran titik-titik koordinat batas digambarkan dalam
peta kerja dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Data
yang berupa deskripsi titik batas dan garis batas hasil pengukuran
didokumentasikan bersama buku ukur dan berita acara.
18
3. Pemasangan pilar batas harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. pada kondisi tanah yang stabil, terhindar dari erosi dan abrasi.
b. Mudah ditemukan dan mudah dijangkau.
c. Aman dari gangguan aktivitas manusia maupun binatang.
d. Punya ruang pandang ke langit yang relatif luas(untuk pilar batas yang akan
diukur dengan metode GPS).
4. Hasil pemasangan Pilar Batas dituangkan dalam Berita Acara Pemasangan Pilar
Batas yang ditandatangani asli oleh Tim Teknis PPBD.
E
A
F
Gambar 25
Format Peta Batas Daerah
19
Keterangan Peta Batas Daerah:
A. Muka Peta.
B. Nomor Permendagri.
C. Lambang Kemdagri dan Institusi.
D. Judul Peta.
E. Orientasi Arah Utara.
F. Skala Peta (Angka dan Garis).
G. Insert Peta.
H. Sistem Proyeksi.
I. Riwayat peta.
J. Legenda.
K. Daftar Titik Koordinat Batas Daerah.
L. Pengesahan.
20
BAB III
PELAKSANAAN PELACAKAN
1. Pelaksanaan
1.1. Waktu Pelaksanaan
a) Sebelum dilaksanakan pelacakan antara Tim Penegasan Batas Daerah (TPBD)
Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Rawas bersama TPBD Provinsi Sumatera
Selatan, Tim Kabupaten Lahat melakukan persiapan antara lain :
1. Rapat Koordinasi Persiapan TPBD Kabupaten Lahat dengan TPBD Kabupaten
Musi Rawas pada tanggal 12 Oktober 2020.
2. Konfirmasi dan verifikasi terhadap titik dan garis batas yang diusulkan TPBD
Kabupaten Lahat dari tanggal 13 sd 18 Oktober 2020.
b) Rapat pembahasan awal terhadap garis batas yang diusulkan kedua TPBD
Kabupaten bersama TPBD Provinsi Sumatera Selatan tanggal 19 Oktober 2020.
c) Pelaksanaan pelacakan bersama TPBD Provinsi Sumatera Selatan dari tanggal 20
s/d 23 Oktober 2020.
21
2. Hasil Kegiatan
a. Rapat koordinasi antara Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas antara lain
disepakati antara lain untuk seluruh tim berkumpul di lapangan di camp PT. Musi
Hutan Persada (MHP) di semangus Kabupaten Musi Rawas, Rapat Pembahasan
awal di Kabupaten Lahat dengan akomodasi dari Kabupaten Lahat, kendaraan dinas
dilapangan 2 (dua) mobil penggerak empat roda apabila kurang meminta bantuan
dari PT. MHP, berangkat ke lokasi tanggal 20 Oktober 2020.
b. TPBD Kabupaten Lahat melakukan konfirmasi dan verifikasi titik koordinat dan garis
batas pada segmen tertentu yang di tinjau ke lapangan dengan mengikutsertakan
Kepala Desa dan buruh rintis pada 3 (tiga Kecamatan) yaitu Kecamatan Kikim Barat,
Merapi Timur dan Kikim Timur. Hasil verivikasi terhadap titik dan garis batas pada
masing – masing kecamatan seperti gambar berikut :
22
Gambar Konfirmasi dan Verifikasi Kecamatan Kikim Timur
23
d. Pada hari pertama Rapat tanggal 20 Oktober 2020 hari selasa pukul 19.00 WIB sd
selesai dilaksanakan pembahasan ulang terhadap titik dari garis peta dob kikim area
yang akan ditinjau dan akan disepakati, untuk titik koordinat disepakati merubah
titik batas koordinat dengan penamaan X1 sd X13 dimulai dari titik batas dob kikim
area P19 sd P13, untuk garis batas menggunakan batas buatan berupa jalan yang
akan disepakati menjadi batas, kemudian dilaksanakan pelacakan pada hari kedua
tanggal 21 Oktober 2020 dengan mendatangi titik batas dan menemukan lokasi
dengan alat Global Position System (GPS) Hand Held.
e. Pada hari ketiga (23 Oktober 2020) lanjutan pelacakan batas kemudian menuju
desa batu urip dengan mengambil titik koordinat dan trek perjalanan.
f. Hari keempat (24 Oktober 2020) pengolahan data pelacakan sehingga didapat data
sebagai berikut:
Titik X10 dan X11 dihilangkan, garis mengikuti jalan tanah milik PT. Musi Hutan
Persada.
24
Gambar Pembahasan Rencana Ke Lapangan
Keterangan :
Gambar posisi koordinat dan trek perjalanan serta titik koodinat desa batu urip
yang baru diketahui posisi sebenarnya berdasarkan garis batas dari Kabupaten Musi
Rawas masuk dalam wilayah Kabupaten Musi Rawas dan berdasarkan garis batas
dari Kabupaten Lahat diluar garis batas yang telah disepakti yaitu garis batas dari
Peta DOB Kikim Area, seperti terlihat tabel koordinat dan garis batas berikut :
25
Gambar Pelacakan Batas
Keterangan :
Keterangan :
26
Setelah dilaksanakan pengolahan data, hasil pelacakan ini akan dibahas dalam
rapat pembahasan yang akan dilaksanakan dengan waktu dan ditempat yang akan
disampaikan oleh Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Sumatera Selatan, sebelum
diadakan rapat Tim PBD dari masing masing Kabupaten dapat menyampaikan
dokumen dan data lainnya yang perlu disampaikan kepada Tim PBD Provinsi
Sumatera Selatan.
27
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari hasil pelacakan batas Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Lahat dapat disimpulkan :
1. bahwa perubahan garis batas dapat disepakati untuk lokasi pematang getuk (P19 ke arah
P16) sesuai berita Acara nomor 05/I/WAP/2019 tanggal 27 Februari 2019 dengan
mempertimbangkan kesetaraan dari luas suatu daerah kabupaten yang keluar ataupun
masuk kedalam wilayah kedua kabupaten.
2. Untuk daerah desa batu urip Kabupaten Lahat yang berbatasan dengan desa sukamakmur
SP V Kabupaten Musi Rawas, diminta kedua Kabupaten masing masing melaksanakan
pelacakan terhadap kedua desa berbatasan sehingga terdapat irisan yang akan diselesaikan
melalui rapat – rapat selanjutnya.
3. Penyampaian dokumen dan data terkait garis batas yang akan disepakati serta dokumen
terkait pendirian desa batu urip.
Saran :
1. Untuk percepatan penyelesaian batas Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas agar
segera dilakukan penyiapan dokumen terkait pendirian desa transos batu urip oleh instansi
terkait (kecamatan, transmigrasi, Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda dan instansi lain yang
terkait.)
2. Untuk segera dilakukan pelacakan batas desa batu urip sehingga didapat garis batas yang
merupakan garis batas Kabupaten Lahat.
28
FOTO - FOTO
29