Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Batas wilayah merupakan salah satu permasalahan di Indonesia saat ini, tidak dapat
dipungkiri lagi, penyebab dari timbulnya permasalahan batas wilayah dikarenakan
faktor politik dan kekayaan sumber daya alam yang ada didaerah tersebut. Pada
awalnya Menteri Dalam Negeri telah membuat peraturan tentang batas wilayah, yaitu
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan
Batas daerah, akan tetapi, rumitnya proses penyelesaian batas wilayah antara provinsi,
kota/kabupaten dan kecamatan hanya semakin memperkeruh permasalahan ini.
Menteri Dalam Negeri merevisi peraturan tentang penegasan batas daerah, dengan
mengeluarkan Peraturan Menetri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas dan kembali merevisi dengan mengeluarkan Peraturan
Meneteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2007 tentang Penegasan Batas Daerah.
Dengan peraturan baru ini, maka penentuan batas wilayah lebih mudah dan lebih
menghemat dana.
Salah satu daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar dan mempunyai batas
daerah yang sebagian besar belum ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
adalah Kabupaten Lahat Provinsi Sumater Selatan yang dibentuk pada tahun 1950
melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat
II dan Kotapraja di Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821).

Secara geografis Kabupaten Lahat terletak di antara 102° 54’ - 103° 46’ Bujur Timur dan
3° 29’ - 4° 16’ Lintang Selatan dengan cakupan batas wilayah Kabupaten Lahat pada saat
ini sebagai berikut:

a) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Muara
Enim Provinsi Sumatera Selatan;

b) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera


Selatan;

1
c) Sebelah selatan berbatasan dengan Kota Pagar Alam dan Kabupaten Muara Enim
Provinsi Sumatera Selatan;

d) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera


Selatan dan Kabupaten Bengkulu Selatan, Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.

Letak Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan disajikan dalam Gambar I.1 :

Gambar I.1 Kedudukan Kabupaten Lahat di Provinsi Sumatera Selatan

Batas daerah Kabupaten Lahat terdiri dari 4 (empat) Segmen batas, salah satu segmen
batas yang akan disepakati yaitu Segmen batas lahat dan musi rawas, untuk
mendapatkan titik koordinat dan garis batas di lapangan pada titik dan garis batas
tertentu perlu dilacak untuk memastikan kondisi sebenarnya. Kegiatan pelacakan dapat
dilaksanakan dengan 2 (dua) metode yaitu metode Kartometrik dan survey lapangan.
Kedua metode tersebut digunakan dalam penegasan batas batas wilayah Kabupaten
Musi Rawas dan Kabupaten Lahat.

2
2. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan dalam laporan ini dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Rapat Pembahasan terhadap Rencana pelacakan batas Kabupaten Lahat dengan
Kabupaten Musi Rawas yaitu persiapan sebelum pelacakan, pelaksanaan
pelacakan dan sesudah pelacakan dilaksanakan.
2. Rencana penarikan atau deliniasi garis batas daerah dilakukan langsung di atas peta
kerja secara kartometris dengan kompilasi data peta topografi, peta rencana
daerah otonomi baru kikim area dan dokumen lainnya.
3. Pelacakan batas dilakukan terhadap batas daerah antara Kabupaten Lahat dengan
Kabupaten Musi Rawas yang akan disepakati kondisi nyata di lapangan untuk
menghindari terjadinya pemukiman yang terbagi dua, menetapkan garis batas pada
batas alam maupun buatan dan kondisi garis yang tidak sesuai dengan kaidah –
kaidah penarikan garis batas sesuai aturan yang berlaku.
4. Keluaran yang dihasilkan berupa rencana titik koordinat dan garis batas yang akan
disepakati antara kedua kabupaten, yang apabila disepakati akan diteruskan pada
penetapan batas oleh Menteri Dalam Negeri.

3. Tujuan
Menghasilkan peta batas daerah Kabupaten Lahat dengan Kabupaten Mui Rawas yang
akan disepakati.

4. Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah :
1. Mempercepat upaya penegasan batas daerah Kabupaten Lahat.
2. Kabupaten Lahat memiliki peta batas yang akan disepakati.

5. Landasan Kebijakan Yang Menjadi Dasar Penegasan Batas Daerah

a. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Specialis yaitu berbagai undang-undang


tentang pembentukan Daerah Otonom.
b. Undang-undang yang berlaku sebagai Lex Generalis adalah Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 yang merupakan acuan dasar dan umum terkait segala hal mengenai
pemerintahan daerah.

3
c. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas
Daerah
e. Kesepakatan antar daerah tentang batas (bila ada) dan dokumen terkait lainnya.

6. Prinsip dalam Penegasan Batas Daerah


 Kerjasama
 Aspek Yuridis dan Teknis
 Dilakukan oleh Kabupaten/Kota yang bersangkutan
 Atas Dasar Kesepakatan
 Fasilitasi oleh Provinsi
 Verfikasi oleh Tim Penegasan Batas Daerah Pusat (Kemendagri dan Instansi
terkait lainnya)
 Penetapan oleh Menteri Dalam Negeri

7. Beberapa Aspek Munculnya Sengketa Batas


 Aspek Yuridis : Tidak jelasnya batas daerah dalam lampiran undang undang dan
peta lampiran undang-undang yang tidak memenuhi syarat sebagai peta; ketidak
sinkronan bunyi pasal dengan peta undang-undang; ketidak sinkronan undang-
undang pembentukan daerah yang satu dengan yang lain.
 Aspek Ekonomi : Perebutan sumber daya ekonomi (SDA, kawasan niaga,
perkebunan, potensi Pendapat Asli Daerah).
 Aspek Kultural : Isu terpisahnya etnis atau sub etnis.
 Aspek Politik : Berkaitan dengan sumber daya politik, seperti jumlah pemilih dan
perolehan suara bagi anggota Dewan Perwkilan Rakyat Daerah atau Kepala
Daerah.
 Aspek Sosial : Munculnya kecemburuan sosial, riwayat konflik dimasa lalu, isu
penduduk asli – pendatang.
 Aspek Pemerintahan : Adanya duplikasi pelayanan pemerintahan, jarak ke pusat
pemerintahan, isu ingin bergabung ke daerah tetangga.

4
BAB II

TEORI DAN TEKNIS PENEGASAN BATAS

1. Teori Boundary making


Stephen B. Jones (1945), didalam bukunya A Handbook for Statesmen, Treaty
Editors and Boundary Commissioners, merumuskan sebuah teori tentang sejarah
adanya batas suatu negara. Didalam teori tersebut, Jones mengemukakan ada
empat tahap utama proses sejarah adanya batas wilayah, yaitu allocation,
delimitation, demarcation, dan administration. Teori Boundary making yang
dikemukakan oleh Stephen B. Jones (1945) adalah teori untuk penentuan batas
wilayah antar negara. Alokasi teritorial suatu wilayah ditentukan berdasarkan
keputusan atau pernyataan politik, selanjutnya delimitasi batas ditentukan sesuai
dengan perjanjian (treaty) yang telah mengikatnya. Untuk menegaskan batas di
lapangan, maka dilakukan penegasan batas (demarkasi) dan akhirnya dilakukan
pengadministrasian batas. Dalam bentuk diagram, teori boundary making
diilustrasikan pada gambar I.2 berikut.

Demarcation Alocation Delimitation Adminitration

Gambar I.2 Proses teori boundary making, Jones (1945)

Di dalam tahapan boundary making diperlukan suatu peta. Peran peta didalam
boundary making, antara lain :

1. Sebagai alat dalam negoisasi dalam rangka penetapan batas wilayah (tahap
delimitasi).
2. Sebagai alat (instrument) dan pedoman dalam proses transformasi batas
wilayah dari tahap delimitasi ke tahap demarkasi dilapangan.
3. Untuk menggambarkan dan menyajikan batas wilayah yang telah dibuat
pada tahap delimitasi dan demarkasi. Jika dalam tahap demarkasi belum
juga dilakaukan, peta hasil delimitasi tetap dapat digunakan untuk
menunjukan letak batas wilayah yang disepakati.

5
Theory boundary making yang dikemukakan oleh Stephen B. Jones (1945) adalah
teori untuk penentuan batas wilayah antar negara. Dalam konteks batas daerah di
Indonesia keempat tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Alokasi.

Alokasi adalah proses keputusan politik untuk menentukan batas wilayah. Untuk
keperluan pengelolaan negara, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dibagi
atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas daerah-daerah
kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah dan
diberi kewenangan mengelola daerah msing-masing. Dalam UU pembentukan
daerah selalu ditentukan cakupan dan batas wilayah daerah. Alokasi sebagai
keputusan politik keberadaan daerah-daerah di Indonesia baik daerah provinsi
maupun kabupaten/kota antara lain dicantumkan dalam UU Dasar 1945 Pasal 18,
25 A, Pasal 2 UU Nomor 23 Tahun 2014 dan Pasal-pasal UU tentang pembentukan
masing masing daerah.

Delimitasi.

Delimitasi atau penetapan merupakan tahap selanjutnya setelah alokasi. Pada


tahap ini delimitasi dilakukan penentuan batas wilayah sesuai kesepakatan antar
daerah yang biasanya dilakukan secara kartometrik di atas peta. Ada tiga
konsekuensi politik terhadap delimitasi batas daerah di Indonesia yang harus
diperhatikan yaitu : pertama, delimitasi batas diderah bukan berarti membuat
wilayah NKRI menjadi terkotak-kotak dan terpisah satu sama lain, tetapi sifatnya
lebih pada penataan batas wilayah kerja pengelolaan administrasi pemerintahan,
yang pada giliranya mempermudah koordinasi pelaksanaan pembangunan maupun
pembinaan kehidupan dan pelayanan masyarakat di daerah; kedua, bangun
semangat persaudaraan, kebersamaan sebagai bangsa dan kedepankan
musyawarah; ketiga, selesaikan delimitasi cakupan wilyah administrasi dengan
sikap kenegarawanan dan tetap menjunjung tinggi supremasi hukum.

Dalam tahap delimitasi ini, hal yang sangat penting adalah terkait peta batas hasil
dari kesepakatan yang nantinya akan dilampirkan untuk tahap demarkasi
selanjutnya. Sehingga peta harus memiliki aspek yang baik dari aspek geometris
dan kartografis. Aspek geometris peta meliputi skala peta, datum, sistem koordinat
6
dan sistem proyeksi peta. Aspek kartografis meliputi penyajian peta, sistem
simbolisasi/legenda, isi peta dan tema, ukuran peta (muka peta), dan bentuk
penyajian/ penyimpanan data.

Demarkasi.

Demarkasi atau penegasan batas adalah kegiatan pemasangan tanda batas daerah
secara pasti dilapangan atas dasar hasil kesepakatan pada proses delimitasi.
Penegasan batas daerah dititik beratkan pada upaya mewujudkan batas daerah
yang jelas dan pasti baik dari aspek yuridis maupun fisik di lapangan. Penegasan
batas dilakukan dalam rangka menentukan letak dan posisi batas daerah secara
pasti di lapangan sampai dengan penentuan koordinat titik-titik batas dan
pembuatan peta batas.

Administrasi.

Administrasi merupakan tahap akhir dari proses penentuan batas wilayah yaitu
dengan mencatat dan mendokumentasikan batas. Dalam perkembanganya
administrasi tidak sekedar hanya mencatat dan mendokumentasikan batas tapi
telah bergeser kearah pengelolaan atau managemen wilayah perbatasan (Pratt,
2006 dalam Sutisna, 2008). Dalam pengelolaan batas dan wilayah perbatasan yang
baik menurut Theory Boundary Making kegiatan administrasi/ managemen
pembangunan wilayah perbatasan dapat dilaksanakan secara overlapping dengan
demarkasi. Hal ini atas dasar pertimbangan dalam kenyataanya seringkali dihadapi
kendala dan dinamika yang terjadi dilapangan menyangkut aspek ekonomi, sosial,
budaya, dan politik. Sehingga seringkali dilakukan secara segmentasi, dan kegiatan
administrasi/managemen berjalan beriringan dengan pelaksanaan penegasan batas
dilapangan.

2. Pengertian Batas Daerah


Batas daerah di darat adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan antar
daerah yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada
permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti punggung bukit
(watershed), median sungai dan/atau unsur buatan di lapangan yang dituangkan
dalam bentuk peta. Dalam Permendagri Nomor 141 tahun 2017, disebutkan bahwa
penegasan batas daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas

7
daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di
lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik
koordinat batas daerah. Metode kartometrik ini diharapakan dapat mengurangi
kegiatan survei lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu
yang relatif lama pada kondisi medan yang sulit dijangkau.

3. Metode Kartometrik
Mengacu kepada Permendagri Nomor 141 tahun 2017, metode kartometrik adalah
penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja dan pengukuran/penghitungan
posisi titik, jarak serta luas cakupan wilayah dengan menggunakan peta dasar dan
peta-peta lain sebagai pelengkap, apabila disepakati garis batas dan posisi titik
tidak perlu dilakukan survei/pelacakan lapangan.
Apabila belum disepakati dan ada beberapa posisi yang perlu dilacak maka untuk
penelusuran dan penarikan garis batas serta pengukuran dan perhitungan posisi
(koordinat), jarak serta luas cakupan wilayah, terlebih dahulu harus disiapkan peta
kerja. Peta kerja ini dibuat menggunakan peta dasar (Rupa Bumi Indonesia/RBI)
sebagai acuan serta peta – peta atau informasi geospasial lain seperti citra satelit
sebagai pendukung. Peta kerja digunakan untuk melakukan penelusuran/pelacakan
garis batas dan pengukuran/pengambilan titik koordinat pada lokasi yang telah
ditentukan.

4. Metode Survey Lapangan


Survei lapangan adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas daerah
melalui pengecekan di lapangan berdasarkan peta dasar dan peta lain sebagai
pelengkap.

5. Teknis Penegasan Batas Daerah di Darat sesuai dengan lampiran permendagri


nomor 141 tahun 2017.
A. Definisi Teknis
1) Koordinat adalah suatu besaran untuk menyatakan letak atau posisi suatu
titik di lapangan secara relatif terhadap system referensi yang berlaku
secara nasional.
2) Sistem proyeksi adalah sistem penggambaran permukaan bumi yang tidak
beraturan pada bidang datar secara geodetis.
8
3) Sistem referensi adalah sistem acuan atau pedoman tentang posisi suatu
objek pada arah horisontal dan arah vertikal.
4) Sistem grid adalah sistem yang terdiri dari dua atau lebih garis yang
berpotongan tegak lurus untuk mengetahui dan menentukan koordinat
titik-titik di atas peta.
5) Skala adalah perbandingan ukuran jarak suatu unsur di atas peta dengan
jarak unsur tersebut di muka bumi.
6) Universal Transverse Mercator (UTM) adalah sistem grid pada proyeksi
Transverse Mercator.
7) Brass Tablet adalah suatu tanda pada pilar, biasa berbentuk lingkaran
dapat terbuat dari bahan kuningan atau lainnya dan memuat tanda silang
serta keterangan mengenai titik yang terdapat pada pilar tersebut.
8) Plakat adalah suatu tanda pada pilar berbentuk empat persegi panjang
dapat terbuat dari kuningan atau lainnya dan memuat keterangan
mengenai batas antar daerah yang bersangkutan.

B. Prinsip Penegasan Batas Daerah di Darat


1) Penegasan batas daerah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
a) Kartometrik
b) Survei lapangan
2) Kegiatan penegasan batas meliputi: penyiapan dokumen batas, pelacakan
batas, pengukuran dan penentuan posisi batas, serta pembuatan peta
batas.
3) Kaidah-kaidah penarikan garis batas, dapat menerapkan hal-hal sebagai
berikut:
a) Penggunaan bentuk-bentuk batas alam.
Detil-detil pada peta yang merupakan batas alam dapat dinyatakan
sebagai batas daerah. Penggunaan detil batas alam pada peta akan
memudahkan penegasan batas daerah.
b) Penggunaan bentuk-bentuk batas buatan.
Penegasan batas daerah dapat juga menggunakan unsur - unsur
buatan manusia seperti: jalan, jalan kereta api, saluran irigasi, pilar
dan sebagainya.
9
Detil-detil batas alam dan buatan pada peta yang digunakan dalam
menentukan titik koordinat dan deliniasi garis batas yang akan disepakati
oleh Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas sesuai dengan
Peraturan Menteri nomor 141 tahun 2017 terdapat dilokasi yang menjadi
objek pelacakan adalah sebagai berikut :
1. Batas Alam AS Sungai

2. Batas Buatan AS Jalan

4) Daerah yang berbatasan dengan beberapa daerah lain, maka kegiatan


penegasan batas daerah harus dilakukan bersama dengan daerah-daerah
yang berbatasan.
5) Penarikan garis batas yang melintasi sarana dan prasarana (sungai, jalan,
danau, dsb) yang merupakan batas antar kabupaten/kota dalam satu
provinsi, diatur bersama kedua daerah yang difasilitasi oleh pemerintah
provinsi.
6) Pembangunan sarana dan prasarana melintasi sungai yang merupakan
batas antar kabupaten/kota berbeda provinsi, diatur bersama kedua
daerah yang difasilitasi oleh Pemerintah Pusat.

10
C. Garis besar kegiatan penegasan batas daerah seperti yang tercantum dalam
lampiran Peremndagri nomor 141 tahun 2017.
1. penegasan batas daerah terdiri dari 4 (empat) kegiatan yaitu:
a) Penyiapan Dokumen
Pada tahap ini masing-masing Tim Penegasan Batas Daerah melakukan
inventarisasi dasar hukum tertulis maupun dasar hukum lainnya yang
berkaitan dengan batas daerah. Dasar hukum penegasan batas daerah
di darat antara lain adalah :
1) Peraturan Perundang-undangan tentang Pembentukan Daerah dan
Peta Lampirannya.
2) Peraturan perundang-undangan lainnya terkait dengan batas
daerah.
3) Peta Rupa Bumi Indonesia, dengan skala peta terbesar dan edisi
terbarun yang tersedia.
4) Peta topografi angkatan darat, Peta badan pertanahan nasional,
peta minutes dan peta-peta lain yang secara teknis dapat
digunakan sebagai acuan penegasan batas.
5) Citra/foto hasil penginderaan jauh (remote sensing)
6) kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat pemerintah
daerah yang berbatasan.
7) Dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi
yang disepakati para pihak.
8) Pembuatan peta kerja
Peta kerja yang digunakan berupa peta dasar yang telah
dikompilasi (hasil scan/pemindaian peta dasar yang telah
diregister) yang mencakup minimal satu segmen batas. Selanjutnya
peta kerja tersebut digunakan dalam proses penegasan batas.
9) Dokumen yang disiapkan, dituangkan dalam berita acara.

Berdasarkan hasil penyiapan dokumen ini dibuat Berita Acara


Penyiapan Dokumen Batas Daerah untuk dijadikan dasar bagi kegiatan
selanjutnya.

11
Jika tidak ada dasar/sumber hukum dari kedua kabupaten, maka kedua
tim pbd bermusyawarah untuk membuat kesepakatan baru dalam
menentukan batas daerah.

b) Pelacakan Batas.
1. Pelacakan batas dilaksanakan oleh Tim Teknis PPBD
2. Teknis pelacakan batas daerah di lapangan mencakup dua kegiatan
yaitu : penentuan garis batas sementara dan pelacakan garis batas
di lapangan.
Pelacakan garis batas daerah dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu:
1) Kartometrik.
Pelacakan secara kartometrik dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Penelusuran garis batas;
1. Penelusuran/penarikan garis batas pada peta kerja.
2. Ploting koordinat titik-titik batas yang tercantum dalam
dokumen-dokumen batas daerah.
3. Hasil penelusuran/penarikan batas berupa garis batas
sementara dan daftar titik-titik koordinat batas dituangkan
dalam peta kerja.
4. Kegiatan penentuan garis batas sementara adalah untuk
menentukan garis batas sementara di atas peta yang
sudah disepakati sebagai dasar hukum batas daerah.
Penentuan garis batas sementara didasarkan pada :
Tanda/Simbol batas-batas yang tertera di peta, baik batas
administrasi maupun batas kenampakan detail lain di peta,
Koordinat titik batas yang tercantum dalam dokumen-
dokumen batas daerah, Toponimi (nama geografis) dari
objek-objek geografis sepanjang garis batas, baik itu objek
alam, objek buatan manusia,maupun objek administratif,
Jika tidak ada tanda-tanda batas yang tertera sebelumnya,
maka penentuan garis sementara di atas peta ini dilakukan
melalui kesepakatan bersama.
12
b. Pelacakan/penarikan garis batas sementara pada peta kerja
dituangkan dalam berita acara, yang memuat:
1. Tabel koordinat batas daerah.
2. Deskripsi posisi titik koordinat/tanda batas dan penarikan
garis batas (memuat nama desa/keluarahan, kecamatan
dan/atau nama lainnya, nama rupabumi yang digunakan)
3. catatan-catatan penting terkait dengan keberadaan titik
koordinat/tanda batas dan penarikan garis batas.
4. Tanda tangan Tim PBD daerah yang berbatasan.

2) Survei lapangan.
Pelacakan di lapangan adalah kegiatan untuk menentukan letak
batas daerah secara nyata di lokasi sepanjang batas daerah
berdasarkan garis batas sementara pada peta atau berdasarkan
kesepakatan sebelumnya.
Kegiatan ini merupakan tahap untuk mendapatkan kesepakatan
letak garis batas di lapangan, dengan atau tanpa sumber hukum
tertulis mengenai batas tersebut.
Kegiatannya dimulai dari awal yang diketahui kemudian menyusuri
garis batas sampai dengan titik akhir sesuai dengan peta kerja.
Berdasarkan kesepakatan, pada titik-titik tertentu atau pada jarak
tertentu di lapangan dapat dipasang tanda atau pilar sementara
sebagai tanda posisi untuk memudahkan pemasangan pilar-pilar
batas.
Dalam melakukan pelacakan batas daerah di lapangan, Tim Teknis
dapat mengikutsertakan aparat Kecamatan, Desa/Kelurahan,
Tokoh/Pemuka Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah
perbatasan dari masingmasing daerah.
Pelacakan Batas daerah di lapangan menggunakan Peta Kerja yang
dibuat secara kartometrik pada proses penelusuran garis batas.

13
Pelacakan secara survei lapangan untuk menentukan titik - titik
koordinat batas daerah pada peta kerja, dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Memperhatikan detil-detil pada peta kerja yang berupa batas
sementara (indikatif), batas alam maupun batas buatan.
b. Penelusuran garis batas di lapangan berpedoman pada peta
kerja dilakukan pada titik-titik koordinat atau bagian segmen
tertentu dengan menyusuri garis batas sesuai dengan rencana.
c. Jika tidak ada tanda-tanda batas yang dapat diidentifikasi pada
peta, maka garis batas sementara ditetapkan berdasarkan
kesepakatan dan apabila tidak tercapai kesepakatan maka
penyelesaian mengacu kepada tata cara penyelesaian
perselisihan.
d. Berdasarkan peta kerja dilakukan pengukuran titik-titik
koordinat batas dengan mempergunakan alat ukur posisi (GPS)
sesuai ketelitian yang telah ditetapkan.
e. Plotting hasil penelusuran/penarikan batas yang berupa daftar
titik-titik koordinat batas sementara pada peta kerja.
f. Memasang tanda atau pilar sementara pada titik-titik
koordinat atau pada jarak tertentu di lapangan berdasarkan
kesepakatan.
g. Pada pilar-pilar sementara yang sudah disepakati dapat
dipasang pilar dengan tipe tertentu sesuai ketentuan.
h. Hasil kegiatan pelacakan ini dituangkan dalam bentuk berita
acara pelacakan batas daerah untuk dijadikan dasar bagi
kegiatan selanjutnya.

Hasil Pelacakan Batas Daerah dilaporkan oleh Tim Teknis kepada


ketua Tim PPBD dengan sistematika sebagai berikut :
1. Pendahuluan
2. Maksud dan Tujuan
3. Dasar Pelacakan
4. Pelaksanaan Pelacakan
14
5. Lampiran yang berisi :
a. Berita acara hasil pelacakan batas daerah
b. Peta kerja hasil pelacakan
c. Dokumen hasil pelacakan
d. Catatan-catatan lain yang dianggap penting dibuat pada
waktu pelacakan.

c) Pengukuran dan Penentuan Posisi Batas


1) Pengukuran dan penentuan posisi batas merupakan pengambilan
(ekstraksi) titik-titik koordinat batas dengan interval tertentu baik
pada peta kerja maupun hasil survei apangan, dilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu:
a. Kartometrik dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengukuran titik-titik koordinat batas dengan pengambilan
(ekstraksi) titik-titik koordinat pada jalur batas dengan
interval tertentu menggunakan peta kerja.
2. Pengukuran berpedoman pada hasil pelacakan yang
disepakati.
3. Hasil pengukuran dalam bentuk daftar titik-titik koordinat
batas daerah.
4. Hasil pengukuran dan penentuan posisi dituangkan dalam
berita acara.

b. Survei lapangan
Pengukuran dan penentuan posisi secara survei lapangan,
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Pengukuran titik-titik koordinat batas dengan
mempergunakan alat ukur posisi sesuai ketelitian yang
telah ditetapkan dan/atau dengan metode metode
pengukuran tertentu.
2. Pengukuran berpedoman pada hasil pelacakan yang
disepakati.

15
3. Hasil pengukuran dalam bentuk daftar titik-titik koordinat,
kemudian deskripsi titik batas dan garis batas dimasukkan
dalam formulir/buku ukur.
4. Hasil pengukuran dan penentuan posisi dituangkan dalam
berita acara.
2) Metode Pengukuran dan Penentuan Posisi
a. Terrestrial (Terestris), yaitu merupakan rangkaian pengukuran
menggunakan alat ukur sudut, jarak dan beda tinggi di atas
permukaan bumi sehingga diperoleh hubungan posisi suatu
tempat terhadap tempat lainnya.
b. Extra-terrestrial adalah penentuan posisi suatu titik
dipermukaan bumi berdasarkan pengukuran sinyal gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh satelit (contohnya
GPS).
3) Ketentuan Pengukuran/Penentuan Posisi
a. Untuk menghasilkan penentuan posisi sesuai ketelitian yang
telah ditetapkan dapat menggunakan receiver GPS tipe
geodetik beserta kelengkapannya.
b. Metode pengukuran menggunakan GPS Geodetik adalah
dengan metode statik diferensial, yaitu salah satu receiver GPS
ditempatkan di titik yang sudah diketahui koordinatnya
sedangkan receiver yang lain ditempatkan di titik yang akan
ditentukan koordinatnya. Pengukuran dapat dilakukan secara
loop memancar (sentral), secara jaring trilaterasi atau secara
poligon tergantung situasi dan kondisi daerah.
c. Sebelum pengukuran dimulai, harus diketahui paling sedikit
sebuah titik pasti yang telah diketahui koordinatnya sebagai
titik referensi di sekitar daerah perbatasan. Titik koordinat
Orde Nol, Orde Satu yang tersebar diseluruh Indonesia
merupakan titik ikat yang berlaku secara nasional. Agar pilar-
pilar batas daerah mempunyai koordinat sistem nasional, maka

16
harus dikaitkan ke titik Orde Nol atau Orde Satu yang
merupakan jaring kontrol nasional.
4) Pengukuran Detil
Adalah pengukuran situasi, yang dapat dilakukan untuk
memperoleh informasi detil di sekitar garis batas. Pengukuran ini
umumnya terdiri dari pengukuran kerangka utama dan kerangka
detail menggunakan alatalat ukur sudut, alat ukur jarak dan alat
ukur beda tinggi. Pengukuran detil garis batas dilakukan dengan
koridor 100 meter ke kiri dan 100 meter ke kanan garis batas, dapat
menggunakan tracking (pelacakan dan perekaman) GPS, terestrial
(Prisma dan Pita Ukur, Total Station dll).
5) Perhitungan Hasil Ukuran
Data hasil pengukuran posisi cara terestris dihitung menggunakan
metoda hitung perataan sederhana seperti metode Bowditch untuk
pengukuran poligon. Perhitungan posisi vertikal pada pengukuran
situasi dilakukan berdasarkan hitungan rumus Tachimetri.
6) Hasil pengukuran titik-titik koordinat batas digambarkan dalam
peta kerja dengan daftar titik-titik koordinat batas daerah. Data
yang berupa deskripsi titik batas dan garis batas hasil pengukuran
didokumentasikan bersama buku ukur dan berita acara.

d) Pembuatan Peta Batas


Penggambaran peta batas merupakan rangkaian kegiatan pembuatan
peta dari peta dasar dan/atau data citra dalam format digital yang
melalui proses kompilasi dan generalisasi yang sesuai dengan tema
informasi yang disajikannya.
Peta harus dapat menyajikan informasi dengan benar sesuai dengan
kebutuhannya. Untuk itu setiap peta harus memenuhi aspek-aspek
spesifikasi peta dasar antara lain aspek kartografi dan aspek geometrik
seperti yang tercantum dalam Permendagri nomor 141 tahun 2017.
Apabila tidak diperoleh kesepakatan terhadap hasil dari setiap tahap
kegiatan penegasan batas, akan diselesaikan oleh Tim PPBD Pusat dan
dituangkan dalam Berita Acara.
17
D. Pemasangan Pilar Batas.

Apabila diperlukan dan kondisi memungkinkan, pilar batas dapat dipasang


pada saat pengecekan lapangan dan/atau setelah Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Batas Daerah ditetapkan dan diundangkan. Pemasangan pilar
dimaksud dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak.
1. Pilar Batas
a. Pilar Batas Utama (PBU) adalah bangunan fisik di lapangan yang menandai
batas daerah.
b. Berdasarkan peruntukan ada 3 (tiga) tipe : Tipe A Batas Provinsi dan Tipe B
Batas Kabupaten srta tipe C batas kecamatan
c. Bentuk dan ukuran
1) Tipe A ukuran 50 cm x 50 cm x 100 cm di atas tanah dan kedalaman 150
cm di bawah tanah.
2) Tipe B ukuran 40 cm x 40 cm x 75 cm di atas tanah dan kedalaman 100
cm di bawah tanah.
3) Tipe C ukuran 30 cm X 30 cm dan tinggi 50 cm, dengan kedalaman 75 cm
dibawah tanah.
d. Brass tablet dan plakat (plaque) merupakan kelengkapan pilar.
e. Hasil pemasangan pilar batas dituangkan dalam bentuk Berita Acara
Pemasangan Pilar Batas Daerah.
f. Jika dipandang perlu diantara dua PBU dapat dipasang Pilar Batas Antara
(PBA) sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. PBA pada batas
Provinsi, Kabupaten atau Kota dipasang dengan ukuran 20cm x 20cm x 25cm
di atas tanah dan kedalaman 50 cm di bawah tanah.
2. Jarak Pilar Batas.
a. Untuk batas daerah provinsi yang mempunyai potensi tinggi (tingkat
kepadatan penduduk, nilai ekonomi, SDA, nilai budaya, dll),, kerapatan pilar
tidak melebihi 3-5 km, sedangkan untuk batas provinsi yang kurang potensi
tidak melebihi 5 – 10 km.
b. Untuk batas daerah kabupaten/kota yang mempunyai potensi tinggi
kerapatan pilar tidak melebihi 1 - 3 km, sedangkan yang kurang potensi
kerapatan pilar tidak melebihi 3 - 5 km.
c. Untuk batas kecamatan yang mempunyai potensi tinggi kerapatan pilar tidak
melebihi 0.5 – 1 km, sedangkan yang kurang potensi tidak melebihi 1 - 3 km.

18
3. Pemasangan pilar batas harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. pada kondisi tanah yang stabil, terhindar dari erosi dan abrasi.
b. Mudah ditemukan dan mudah dijangkau.
c. Aman dari gangguan aktivitas manusia maupun binatang.
d. Punya ruang pandang ke langit yang relatif luas(untuk pilar batas yang akan
diukur dengan metode GPS).
4. Hasil pemasangan Pilar Batas dituangkan dalam Berita Acara Pemasangan Pilar
Batas yang ditandatangani asli oleh Tim Teknis PPBD.

6. Penggambaran Peta Batas Daerah.


a. Ukuran dan Format Peta
1) Peta ditentukan dengan ukuran standar peta (A0).
2) Setiap lembar peta memuat minimal satu segmen batas di
wilayah provinsi, kabupaten/kota yang berbatasan.
3) Pada peta ditulis daftar Koordinat Geografis dan UTM.
4) Format Peta dapat dilihat Gambar di bawah ini.

E
A
F

Gambar 25
Format Peta Batas Daerah

19
Keterangan Peta Batas Daerah:
A. Muka Peta.
B. Nomor Permendagri.
C. Lambang Kemdagri dan Institusi.
D. Judul Peta.
E. Orientasi Arah Utara.
F. Skala Peta (Angka dan Garis).
G. Insert Peta.
H. Sistem Proyeksi.
I. Riwayat peta.
J. Legenda.
K. Daftar Titik Koordinat Batas Daerah.
L. Pengesahan.

b. Macam Simbol dan Tata Letak Informasi Tepi:


1) Simbol batas daerah di wilayah laut disesuaikan dengan simbol
baku.
2) Tata letak mengikuti ketentuan pembuatan peta yang berlaku.

20
BAB III

PELAKSANAAN PELACAKAN

DAN HASIL KEGIATAN

1. Pelaksanaan
1.1. Waktu Pelaksanaan
a) Sebelum dilaksanakan pelacakan antara Tim Penegasan Batas Daerah (TPBD)
Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Rawas bersama TPBD Provinsi Sumatera
Selatan, Tim Kabupaten Lahat melakukan persiapan antara lain :
1. Rapat Koordinasi Persiapan TPBD Kabupaten Lahat dengan TPBD Kabupaten
Musi Rawas pada tanggal 12 Oktober 2020.
2. Konfirmasi dan verifikasi terhadap titik dan garis batas yang diusulkan TPBD
Kabupaten Lahat dari tanggal 13 sd 18 Oktober 2020.
b) Rapat pembahasan awal terhadap garis batas yang diusulkan kedua TPBD
Kabupaten bersama TPBD Provinsi Sumatera Selatan tanggal 19 Oktober 2020.
c) Pelaksanaan pelacakan bersama TPBD Provinsi Sumatera Selatan dari tanggal 20
s/d 23 Oktober 2020.

1.2. Tahapan Kegiatan


a. Rapat Persiapan
- Pertemuan dengan TPBD Kabupaten Musi Rawas di Kantor Bupati Musi
Rawas.
- Pembahasan terkait akomodasi dan transportasi pelaksanaan pelacakan.
b. Konfirmasi dan verifikasi
- Pertemuan dengan Camat dan Kepala Desa.
- Menjelaskan dan meminta masukan terhadap titik koordinat dan garis batas
yang diusulkan TPBD Kabupaten Lahat.
c. Rapat Pembahasan awal
- Menjelaskan usulan titik koordinat dan garis batas yang diusulkan kedua
Kabupaten kepada TPBD Provinsi Sumatera Selatan.
- Mempersiapkan peta kerja, topografi dan dokumen lainnya.
- Menentukan titik awal pelacakan
- Mengecek persiapan perlengkapan lapangan lainnya.

21
2. Hasil Kegiatan
a. Rapat koordinasi antara Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas antara lain
disepakati antara lain untuk seluruh tim berkumpul di lapangan di camp PT. Musi
Hutan Persada (MHP) di semangus Kabupaten Musi Rawas, Rapat Pembahasan
awal di Kabupaten Lahat dengan akomodasi dari Kabupaten Lahat, kendaraan dinas
dilapangan 2 (dua) mobil penggerak empat roda apabila kurang meminta bantuan
dari PT. MHP, berangkat ke lokasi tanggal 20 Oktober 2020.
b. TPBD Kabupaten Lahat melakukan konfirmasi dan verifikasi titik koordinat dan garis
batas pada segmen tertentu yang di tinjau ke lapangan dengan mengikutsertakan
Kepala Desa dan buruh rintis pada 3 (tiga Kecamatan) yaitu Kecamatan Kikim Barat,
Merapi Timur dan Kikim Timur. Hasil verivikasi terhadap titik dan garis batas pada
masing – masing kecamatan seperti gambar berikut :

Gambar Konfirmasi dan Verifikasi Kecamatan Kikim Barat

22
Gambar Konfirmasi dan Verifikasi Kecamatan Kikim Timur

Gambar Konfirmasi dan Verifikasi Kecamatan Merapi Timur

c. Rapat Pembahasan awal setelah TPBD Provinsi Sumatera Selatan dilaksanakan di


Kabupaten Lahat dengan penjelasan titik koordinat dan garis batas yang diusulkan
masing – masing TPBD Kabupaten, disepakati untuk titik awal pelacakan pada P19
yang merupakan titik koordinat yang disepakati sesuai Berita Acara nomor
05/I/WAP/2019 tanggal 27 Februari 2019.

23
d. Pada hari pertama Rapat tanggal 20 Oktober 2020 hari selasa pukul 19.00 WIB sd
selesai dilaksanakan pembahasan ulang terhadap titik dari garis peta dob kikim area
yang akan ditinjau dan akan disepakati, untuk titik koordinat disepakati merubah
titik batas koordinat dengan penamaan X1 sd X13 dimulai dari titik batas dob kikim
area P19 sd P13, untuk garis batas menggunakan batas buatan berupa jalan yang
akan disepakati menjadi batas, kemudian dilaksanakan pelacakan pada hari kedua
tanggal 21 Oktober 2020 dengan mendatangi titik batas dan menemukan lokasi
dengan alat Global Position System (GPS) Hand Held.

e. Pada hari ketiga (23 Oktober 2020) lanjutan pelacakan batas kemudian menuju
desa batu urip dengan mengambil titik koordinat dan trek perjalanan.

f. Hari keempat (24 Oktober 2020) pengolahan data pelacakan sehingga didapat data
sebagai berikut:

Titik X10 dan X11 dihilangkan, garis mengikuti jalan tanah milik PT. Musi Hutan
Persada.

24
Gambar Pembahasan Rencana Ke Lapangan

Keterangan :

Garis Batas Usulan Musi Rawas


Garis Batas Usulan Lahat
Garis Batas Usulan Perubahan
untuk disepakati

Gambar posisi koordinat dan trek perjalanan serta titik koodinat desa batu urip
yang baru diketahui posisi sebenarnya berdasarkan garis batas dari Kabupaten Musi
Rawas masuk dalam wilayah Kabupaten Musi Rawas dan berdasarkan garis batas
dari Kabupaten Lahat diluar garis batas yang telah disepakti yaitu garis batas dari
Peta DOB Kikim Area, seperti terlihat tabel koordinat dan garis batas berikut :

25
Gambar Pelacakan Batas

Keterangan :

Garis Batas Usulan Musi Rawas


Garis Batas Usulan Lahat
Garis Batas Usulan Perubahan
untuk disepakati
Trek Pelacakan

Tabel Titik Koordinat Desa Batu Urip

Nama Titik X Y Proyeksi


Universal Tranvers
Jembatan 323288 9613260 Mercator (UTM)
Rmh Kades Batu Urip 323667 9612827
Batas SP5 Sukamakmur 322540 9613607
Batas Batu Urip 322277 9613406

Gambar Pelacakan ke Desa Batu Urip

Keterangan :

Garis Batas Usulan Musi Rawas


Garis Batas Usulan Lahat
Garis Batas Usulan Perubahan
untuk disepakati
Trek Pelacakan ke desa batu urip

26
Setelah dilaksanakan pengolahan data, hasil pelacakan ini akan dibahas dalam
rapat pembahasan yang akan dilaksanakan dengan waktu dan ditempat yang akan
disampaikan oleh Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi Sumatera Selatan, sebelum
diadakan rapat Tim PBD dari masing masing Kabupaten dapat menyampaikan
dokumen dan data lainnya yang perlu disampaikan kepada Tim PBD Provinsi
Sumatera Selatan.

27
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

Dari hasil pelacakan batas Kabupaten Musi Rawas dan Kabupaten Lahat dapat disimpulkan :

1. bahwa perubahan garis batas dapat disepakati untuk lokasi pematang getuk (P19 ke arah
P16) sesuai berita Acara nomor 05/I/WAP/2019 tanggal 27 Februari 2019 dengan
mempertimbangkan kesetaraan dari luas suatu daerah kabupaten yang keluar ataupun
masuk kedalam wilayah kedua kabupaten.
2. Untuk daerah desa batu urip Kabupaten Lahat yang berbatasan dengan desa sukamakmur
SP V Kabupaten Musi Rawas, diminta kedua Kabupaten masing masing melaksanakan
pelacakan terhadap kedua desa berbatasan sehingga terdapat irisan yang akan diselesaikan
melalui rapat – rapat selanjutnya.
3. Penyampaian dokumen dan data terkait garis batas yang akan disepakati serta dokumen
terkait pendirian desa batu urip.

Saran :

1. Untuk percepatan penyelesaian batas Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas agar
segera dilakukan penyiapan dokumen terkait pendirian desa transos batu urip oleh instansi
terkait (kecamatan, transmigrasi, Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda dan instansi lain yang
terkait.)
2. Untuk segera dilakukan pelacakan batas desa batu urip sehingga didapat garis batas yang
merupakan garis batas Kabupaten Lahat.

Harapan dari Tim Penegasan Batas :

 Penegasan Batas harus segera diselesaikan/dituntaskan, agar tidak menimbulkan


permasalahan yang besar dikemudian hari.
 Selesaikan cakupan wilayah administrasi dengan sikap kenegarawanan.
 Tetap menjunjung tinggi supremasi hukum.
 Segera Lakukan pelacakan batas desa-desa yang masuk dalam kecamatan-
kecamatan yang berbatasan.
 Gunakan mekanisme tata pemerintahan yang ada guna mengoptimalkan tugas
Tim Penegasan Batas Daerah.
 Dimohon Kepada Bapak Bupati dukungan untuk pendanaan dalam APBD yang
memadai untuk penegasan batas daerah.

28
FOTO - FOTO

29

Anda mungkin juga menyukai