Anda di halaman 1dari 74

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja Karbon

Baja adalah logam paduan, logam besi dengan karbon sebagai material

paduan utama. Baja mengandung elemen utama Fe dan C. Baja karbon

merupakan salah satu jenis logam paduan besi karbon terpenting dengan

prosentase barat karbon hingga 2.11%. Baja karbon memiliki kadar C hingga

26
2% dengan Mn 0.30%-0.95%. Unsur-unsur prosentase maksimum selain

bajanya sebagai berikut: 0.60% Silicon, 0.60% Copper.

Karbon adalah unsur kimia dengan nomor atom 6, tingkat oksidasi 4.2

dan Mangan adalah unsur kimia dengan nomor atom 25, tingkat oksidasi

7.6423. Karbon dan Manganese adalah bahan pokok untuk meninggikan

tegangan (strength) dari baja murni. Karbon (C) adalah komponen kimia pokok

yang menentukan sifat baja. Semakin tinggi kadar karbon di dalam baja,

semakin tinggi kuat tarik serta tegangan leleh, tetapi koefisien muai bahan

turun, dan baja semakin getas. Karbon mempunyai pengaruh yang paling

dominan terhadap sifat mampu las. Semakin tinggi kadar karbon menjadikan

sifat mampu las turun.

Meskipun Karbon merupakan paduan utama yang mempengaruhi

hardenability dan elemen lainnya juga mampu las baja mengeras dan berperan

dalam weldability baja. Sebagai contoh bantuan Mangan dan Molibdenum

dalam pengerasan baja. Untuk alasan ini formula yang dapat diterapkan pada

klasifikasi baja kira-kira menentukan hardenability dan karenanya mampu las

dan perlu untuk pra-pemanasan. Salah satu contoh rumus yang ditunjukkan

dibawah ini. Persamaan karbon equivalent (menurut standar JIS)

CE = % C + (% Mn/6) + (Ni/ 40) + (Cr/6) + (Mo/4) + (V/14) + (Si/24)

CE = Karbon Equivalent Cr = Kromium

C = Karbon Mo = Molybdenum

Mn = Mangan V = Vanadium Ni = Nikel

2.2 Sifat Baja Karbon

27
2.2.1 Sifat Mekanis

Sifat mekanis adalah kemampuan bahan tersebut memberikan

perlawanan apabila diberikan beban pada bahan tersebut. Berikut adalah sifat

mekanis pada baja karbon:

 Regangan (e)

Besar deformasi perpanjangan awal (tanpa satuan)

 Tegangan (s)

Gaya persatuan luas dalam satuan MPa.

 Elongation

Pertambahan panjang pada pengujian tarik (%).

 Kekuatan tarik (tensile strength)

Besar tegangan (gaya) yang diperlukan untuk mematahkan atau

memutuskan benda uji.

 Kekuatan leleh (yield strength)

Besar tegangan yang diperlukan untuk mencapai regangan plastis 0.2%.

 Keliatan (ductility)

Besar regangan maksimal yang dapat terjadi pada saat benda uji patah

atau putus dalam satuan persen (%).

 Kekerasan (hardness)

Ketahanan bahan terhadap penetrasi dipermukaannya yang dinyatakan

dalam Bilangan kekerasan Brinell (BHN), Vickers (DPH) dan atau

28
kekerasan Rockwell (R). BKB dihitung berdasarkan luas daerah lekukan

yang ditimbulkan, sedangkan R dihitung berdasarkan dalamnya

lekukan.

 Keuletan (toughness)

Daya tahan bahan terhadap lenturan dan puntiran-puntiran

berulang-ulang yang diukur dari besarnya energy yang diperlukan untuk

mematahkan suatu benda uji yang dinyatakan dalam satuan joule.

Penilaian keuletan dilakukan dengan tes Charpy atau Izod.

2.2.2 Sifat Fisik

Berikut adalah sifat dari baja:

 Rumus kimia : Fe

 Fase : Padat

 Bentuk : Butiran

 Warna : Metalik mengkilap keabuan

 Berat molekul : 55,845 g/mol

 Massa jenis (suhu kamar) : 7,86 g/cm3

 Massa jenis cair pada titik lebur : 6,98 g/cm3

 Kalor peleburan : 13,81 kJ/mol

 Kalor penguapan : 340kJ/mol

 Kapasitas kalor (250C) : 25,10 J/mol K

 Titik lebur : 15380C

 Titik didih : 28610C

29
2.3 Bahan-bahan Teknik

Bahan atau material merupakan kebutuhan bagi manusia mulai zaman

dahulu sampai sekarang. Kehidupan manusia selalu berhubungan dengan

kebutuhan bahan seperti pada transportasi, rumah, pakaian, komunikasi,

rekreasi, produk makanan dan sebagainya. Perkembangan peradaban manusia

juga bisa diukur dari kemampuannya memproduksi dan mengolah bahan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. (jaman batu, perunggu dan lain-lain). Pada

tahap awal manusia hanya mampu mengolah bahan apa adanya seperti yang

tersedia dialam misalnya : batu, kayu, kulit, tanah dan sebagainya. Dengan

perkembangan peradaban manusia bahan-bahan alam tersebut bisa diolah

sehingga bisa menghasilkan kualitas bahan yang lebih tinggi.

 Material science (Ilmu Material) : Disiplin ilmu yang mempelajari

hubungan antara struktur material dengan sifat–sifat material.

 Material engineering (Rekayasa Material) : Dengan dasar hubungan

struktur dan sifat bahan, mendisain struktur bahan untuk mendapatkan

sifat–sifat yang diinginkan.

 Struktur bahan : Pengaturan/susunan elemen–elemen di dalam bahan.

Tinjauan struktur bahan dibedakan atas:

 Struktur subatonik : ditinjau dari susunan elektron dengan inti .

 Level atom : ditinjau dari pengaturan atom atau molekul satu sama lain.

 Mikroskopik : ditinjau dari kumpulan group–group atom

30
Makroskopik : ditinjau dari struktur yang bisa dilihat dengan mata

telanjang.

Sifat bahan: dilihat dari kemampuan bahan menerima perlakuan dari luar.

Sifat-sifat bahan padat bisa di kelompokkan atas 6 kategori :

 Sifat mekanik

 Sifat listrik

 Sifat thermal/panas

 Sifat magnet

 Sifat optik

 Sifat deterioratif (penurunan kualitas).

2.3.1 Klasifikasi Bahan Teknik

Klasifikasi bahan dapat dilihat pada gambar 2.1

Besi/Ferrous

Baja Karbon

Baja Paduan
Logam
Baja Tuang, dll

Non Besi/Non Ferrous


Allumunium dan
Material Baja Tuang
Paduannya
Teknik Baja Spesial
Tembaga dan
Paduannya 31

Seng dan Paduannya

Nikel dan Paduannya dll


Keramik

Non Logam

Polimer
Komposit

Gambar 2.1 Klasifikasi Bahan Dalam Industri ( Hadi-creation.blogspot.com )

Bahan bisa diklasifikasikan sebagai berikut:

 Logam : adalah konduktor yang baik, tidak transparan.

 Keramik : Berat jenis dari keramik adalah rendah, keras dan getas, tahan

terhadap korosi serta abrasi, keramik juga merupakan isolator yang

cukup baik untuk panas ataupun listrik.

 Polimer : adalah senyawa karbon dengan rantai molekul panjang,

termasuk bahan plastik dan karet.

 Komposit : adalah campuran lebih dari satu bahan. (missal : keramik

dengan polimer)

 Semi konduktor : adalah bahan-bahan yang mempunyai sifat setengah

menghantar elektronik : IC, transistor

 Biomaterial : bahan yang digunakan pada komponen-komponen yang

dimasukkan ketubuh manusia untuk menggantikan bagian tubuh yang

sakit atau rusak.

2.3.2 Fasa-Fasa Padat yang Ada Pada Baja

- Ferit (alpha)

32
Merupakan sel satuan (susunan atom-atom yang paling kecil dan teratur)

berupa Body Centered Cubic (BCC = kubus pusat badan). Ferit ini

mempunyai sifat: magnetis, agak ulet, agak kuat, dll.

- Austenit

Merupakan sel satuan yang berupa Face Centered Cubic (FCC = kubus

pusat muka). Austenit ini mempunyai sifat: Non magnetis, ulet, dll.

- Sementid (besi karbida)

Merupakan sel satuan yang berupa orthorombik, Sementid ini

mempunyai sifat: keras dan getas.

- Perlit

Merupakan campuran fasa ferit dan sementid sehingga mempunyai sifat

kuat.

- Delta

Merupakan sel satuan yang berupa Body Centered Cubic

( BCC = kubus pusat badan ).

2.3.3 Tujuan Penambahan Unsur

1. Untuk menaikkan sifat mekanik baja (kekerasan, keliatan, kekuatan

tarik dan sebagainya).

2. Untuk menaikkan sifat mekanik pada temperatur rendah.

3. Untuk meningkatkan daya tahan terhadap reaksi kimia (oksidasi dan

reduksi).

33
4. Untuk membuat sifat-sifat spesial.

Pada umumnya unsur paduan yang akan digunakan disesuaikan

dengan sifat yang diinginkan. Secara umum unsur paduan utama yang sering

digunakan dalam pengolahan baja. Menurut (Tata Surdia, 2005), adapun

unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1. Al (Allumunium)

Mempengaruhi pertumbuhan butir, menahan pengelupasan pada baja

tahan panas, paduan Fe-Ni-Co-Al menjadi permanen.

2. B (Boron)

Memperbaiki pengerasan dalam permukaan, menaikkan batas mulur jika

dipadukan dengan baja krom, nikel, dipakai diinstalasi nuklir untuk baja

saringan karena mempunyai nabsorpsi neutron yang tinggi.

3. Be (Berilium)

Dipakai pada pegas koil pada arloji, sifat anti magnet dan lebih tahan dari

pada baja pegas biasa. Dibuat dari paduan tembaga-berilium sebagai

pegas. Paduan berilium-nikel sifatnya keras dan tahan korosi hingga

banyak dipakai alat-alat operasi kedokteran.

4. Ca (Kalsium)

Meningkatkan ketahanan mengelupas bila digunakan sebagai material

konduktor.

5. Ce (Cerrium)

34
Memperbaiki mampu bentuk dalam keadaan panas, bila pakai sebagai

baja tahan panas maka tidak akan terjadi pengelupasan.

6. Co (Kobalt)

Menghalang pertumbuhan butir pada temperatur tinggi. Mempertahan

kekuatan pada temperatur tinggi dan tahan terhadap pengaruh

penemperan. Digunakan sebagai unsur paduan pada baja potong cepat,

baja perkakas dan baja tahan panas. Unsur paduan pada baja magnetic

permanen.

7. Cu (Cuppurm)

Menaikkan kuat tarik pada batas mulur, menurunkan elastisitas walaupun

kadar Cu sangat sedikit, tapi diudara bajanya sudah tahan karat. Tembaga

tidak merugikan kepada mampu las baja.

8. Carbon (C)

Karbon adalah unsur pengeras utama dalam baja, jumlah persentase dan

bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap sifatnya. Jika

berkomunikasi dengan besi akan membentuk karbida Fe3 C atau sementit

yang sifatnya keras.

9. H (Hidrogen)

Merugikan pada baja, karena baja menjadi getas dan menurunkan

elastisitas, menurunkan reduksi penampang, menjadi pendorong

terjadinya retak rambut.

35
10. Mangan (Mn)

Mangan memiliki titik cair 1260 °C. Unsur mangan diperoleh melalui

proses reduksi pada biji mangan sebagai mana proses yang dilakukan

dalam pembuatan baja. Mangan digunakan hampir semua jenis baja dan

besi tuang sebagai unsur paduan. Mangan berperan dalam meningkatkan

kekuatan tarik dan kekerasan, menurunkan laju pendinginan kritis hingga

mampu keras baja dapat ditingkatkan dan juga meningkatkan ketahanan

terhadap abrasi.

11. Titanium (Ti)

Titanium (Ti) memiliki warna putih kelabu, sifatnya sangat kuat seperti

baja dan stabil hingga temperatur 400 °C, tahan korosi dan memiliki berat

jenis (ρ) = 4,5 kg/dm3 Titanium digunakan sebagai unsur pemurni serta

sebagai paduan ddengan allumunium dan logam lainnya. Titanium

memiliki titik cair 1660 °C dan kekuatan tarik 470 N/mm2 serta densitas

56 %.

12. Nikel (Ni)

Nikel merupakan unsur penting yang terdapat pada endapan kerak bumi

yang biasanya tercampur dengan biji tembaga. Oleh karena itu diperlukan

proses pemisahan dan pemurnian dari berbagai unsure yang akan

merugikan sifat nikel tersebut. Dalam beberapa hal, nikel memiliki

kesamaan dengan biji logam yang lain seperti titik cair yang rendah

kekuatan dan kekerasannya juga rendah, tetapi juga memiliki keunggulan

nyaitu ketahananya terhadap berbagai pengaruh korosi dan dapat

36
mempertahankan sifatnya dalam temperatur tinggi. Oleh karena itu, nikel

banyak digunakan sebagai pelapis dasar sebelum pelapisan dengan

chromium, dimana nikel dapat memberikan perlindungan terhadap

berbagai pengaruh gangguan korosi pada baja logam-logam lainnya.

13. Silikon (Si)

Silikon berfungsi untuk menaikkan kekerasan dan elastisitas tetapi

menurunkan kekuatan tarik dan keuletannya. Jika dikeraskan dan

ditemper, baja silikon akan akan memiliki kekuatan yang tinggi disertai

keuletan dan ketahanan terhadap beban yang tiba-tiba. Silikon digunakan

pada baja dengan histeris yang rendah, baja pegas serta sebagai material

tahan asam.

14. Chromium

Chromium merupakan logam berwarna kelabu, sangat keras dengan titik

cair yang tinggi yakni 1890 °C, chromium memiliki sifat yang keras serta

tahan terhadap korosi jika digunakan sebagai unsur paduan pada baja dan

besi tuang dan dengan penambahan unsure nikel maka akan diperoleh

sifat baja yang keras dan tahan panas (heat resistance aaloy)

15. Magnesium (Mg)

Magnesium berwarna putih perak dan sangat mengkilap dengan titik cair

651 °C yang dapat digunakan sebagai bahan paduan ringan, sifat dan

karakteristiknya sama dengan allumunium. Perbedaan titik cairnya sangat

kecil tetapi sedikit berbeda dengan allumunium. Magnesium memiliki

37
kekuatan tarik hingga 110 N/mm2 dan dapat ditingkatkan melalui proses

pembentukan hingga 200 N/mm2.

16. Molybdenum (Mo)

Molybdenum (Mo) adalah logam yang berwarna putih silver dengan titik

cair 2620 °C terdapat dalam bentuk sulphide serta sebagai oxid pada

berbagai jenis logam.

17. Wolfram(W)

Memiliki titik cair 3410 °C berwarna kelabu, sangat keras dan rapuh pada

temperatur ruangan, tetapi ulet dan liat pada temperatur tinggi. Wolfram

digunakan sebagai bahan pembuatan filament, untuk kawat radio dan

lampu serta digunakan pula sebagai unsure paduan pada alat potong (tool

steel) yakni sebagai bahan High Speed Steel (HSS).

2.4 Klasifikasi Baja Karbon

Baja karbon (carbon steel), dibagi menjadi tiga yaitu:

► Baja karbon rendah (low carbon steel) machine, machinery dan mild steel

 0,05 % - 0,30% C. Sifatnya mudah ditempa dan mudah di mesin.

Penggunaannya:

 0,05 % - 0,20 % C : automobile bodies, buildings, pipes, chains, rivets,

screws, nails.

 0,20 % - 0,30 % C : gears, shafts, bolts, forgings, bridges, buildings.

► Baja karbon menengah (medium carbon steel)

 Kekuatan lebih tinggi daripada baja karbon rendah.

 Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan:

38
 0,30 % - 0,40 % C : connecting rods, crank pins, axles.

 0,40 % - 0,50 % C : car axles, crankshafts, rails, boilers, auger bits,

screw drivers.

 0,50 % - 0,60 % C : hammers dan sledges.

► Baja karbon tinggi (high carbon steel) tool steel

 Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong.

 Kandungan 0,60 % - 1,50 % C Penggunaan :

 screw drivers, blacksmiths hummers, tables knives, screws, hammers,

vise jaws, knives, drills. tools for turning brass and wood, reamers, tools

for turning hard metals, saws for cutting steel, wire drawing dies, fine

cutters.

2.5 Standarisasi dan Pengkodean dari Baja Karbon

Standarisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan, dan

menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan kerjasama dengan semua

pihak. Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh instansi

teknis setelah mendapat persetujuan dari Dewan Standarisasi Nasional dan

berlaku secara nasional di Indonesia. Struktur penomoran SNI terdiri atas

serangkaian kode dengan arti tertentu yaitu berupa kode SNI, nomor unik,

nomor bagian dan nomor seksi, serta tahun penetapan. Kode SNI menyatakan

bahwa dokumen tersebut adalah Standar Nasional Indonesia. Sedangkan

nomor unik adalah identifikasi dari suatu standar tertentu yang jumlah digitnya

sesuai kebutuhan, minimal 4 digit dan diawali dengan angka 0. Nomor bagian

39
merupakan identifikasi yang menunjukan nomor urut bagian dari suatu standar

yang mempunyai bagian.

Selain standarisasi nasional ada pula standarisasi dari Jepang yang

biasa di singkat dengan JIS ( Japan Industrial Standart ) dan dari Amerika

seperti ASTM ( American Society for Testing Materials ), AISI ( American

Iron and Steel Institute ) dan dari berbagai Negara lain.

Ada beberapa tipe standarisasi yang umumnya digunakan pada baja,

termasuk baja karbon, diantaranya adalah:

 AISI ( American Iron Steel Institute ).

 SAE (Society for Automotive Engineering ).

 JIS ( Japanese Industrial Standard ).

 SNI ( Standar Nasional Indonesia )

2.6 Baja AISI 1045

AISI (American Iron Steel Institude) merupakan tipe standarisasi

dengan berdasarkan pada susunan atau komposisi kimia yang ada dalam suatu

baja, ada beberapa ketentuan standarisasi baja berdasarkan AISI yaitu:

Nomor identifikasi dari jenis bahan dinyatakan dengan 4 atau 5 angka.

1. Angka pertama menunjukkan jenis baja

2. Angka kedua menunjukkan :

a. Kadar unsur paduan untuk baja paduan sederhana.

b. Modifikasi jenis baja paduan untuk baja paduan yang

kompleks.

40
3. Dua angka atau tiga angka terakhir menunjukan kadar karbon

perseratus persen.

4. Bila terdapat huruf didepan angka maka huruf tersebut menunjukkan

proses pembuatan bajanya.

Misalnya standarisasi baja karbon dengan AISI 1045 adalah sebagai berikut:

 Angka 1 : baja karbon


 Angka 0 : persentase bahan alloy
 Angka 45 : menunjukan kadar karbon

Baja AISI 1045 merupakan salah satu medium Carbon steel yang

dikategorikan berdasarkan pada komposisi kimianya yaitu baja konstruksi

mesin dan digunakan untuk bakalan roda gigi. Sebelum dibentuk baja terlebih

dahulu diturunkan nilai kekerasannya agar lebih mudah dalam proses

pemesinannya (Lawrence H. Van Vlack, 2004). Ada beberapa standar yang

biasanya digunakan untuk bahan seperti pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Standar Baja ( Sumber : Sularso, 2004 )

Nama Standar jepang Standar Amerika (AISI), Inggris (BS)


dan Jerman (DIN)
(JIS)

Baja Konstruksi Mesin S25C AISI 1025, BS060A25

S30C AISI 1030, BS060A30

S35C AISI 1035, BS060A35, DIN C35

S40C AISI 1040, BS060A40

S45C AISI 1045, BS060A45, DIN C45CK45

S50C AISI 1050, BS060A50, DIN St 50.11

S55C AISI 1055, BS060A55

Baja Tempa SF40, 45, 50, 55 ASTM A105-73

Baja Nikel Chrom SNC BS 653M31

41
SNC22 BS En36

Baja Nikel Chrom SNCM 1 AISI 4337


Molibden
SNCM 2 BS830M31

SNCM 7 AISI 8645, BS En100D

SNCM 8 AISI 4340, BS817M40, 816M40

SNCM 22 AISI 4315

SNCM 23 AISI 4320, BS En325

SNCM 25 BS En39B

Baja Chrom SCr 3 AISI 5135, BS530A36

SCr 4 AISI 5140, BS530A40

SCr 5 AISI 5145

SCr 21 AISI 5115

SCr 22 AISI 5120

Baja Chrom Molibden SCM2 AISI 4130, DIN 34CrMo4

SCM3 AISI 4135, BS708A37, DIN34CrMo4

SCM4 AISI 4140, BS708M40, DIN42CrMo4

SCM5 AISI 4145, DIN50CrMo4

Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam

pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan

di pasaran. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda

gigi dan rantai. Adapun data-data dari baja ini adalah sebagai berikut:

► AISI 1045 diberi nama menurut standar American iron and steel institude

(AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx

menyatakan karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon

persentase (0,45 %).

► Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain

adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450.

42
► Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin.

► Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan

karbon < 0,8 % C).

► Dengan meningkatnya kandungan karbon maka kekuatan tarik dan

kekerasan semakin menjadi naik sedangkan kemampuan regang, keuletan,

ketangguhan dan kemampuan lasnya menurun. Kekuatannya akan banyak

berkurang bila bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur

yang rendah ketangguhannya menurun secara dratis.

2.7 Pengertian Pengelasan

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam

atau lebih dengan menggunakan energi panas yang menyebabkan logam

disekitar lasan mengalami sirkulasi thermal, sehingga logam disekitar lasan

mengalami perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan

tegangan-tegangan thermal. Hal ini erat hubungannya dengan ketangguhan,

cacat las dan retak serta mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan

dari kontruksi yang di las.

Adanya energi panas yang diterima oleh logam pada proses

pengelasan mengakibatkan perubahan-perubahan mulai dari struktur mikro

sampai dengan ekspansi dan kontruksi secara mikro. Perubahan struktur mikro

ini, akan berpengaruh pada sifat-sifat mekanik logam tersebut. Sifat-sifat

mekanik ini diantaranya adalan kekuatan, keuletan, ketangguhan dan

kekerasan.

43
Pada sambungan las, patah-getas menjadi lebih penting karena

adanya faktor-faktor yang mendukungnya, seperti konsentrasi tegangan yang

tidak sesuai dan adanya cacat lasan. Untuk mempertinggi keamanan terutama

pada sambungan las, diperlukan adanya penilaian kekuatan daerah las.

Pengelasan merupakan suatu proses pengerjaan logam, pengerjaan

logam dapat mempengaruhi secara mikro maupun makro dari logam tersebut.

Artinya bahwa setiap logam yang mendapat proses pengerjaan logam, dalam

hal ini pengelasan, akan mengalami perubahan.

Disamping untuk pembuatan, proses pengelasan (Welding)

dipergunakan juga untuk reparasi, misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada

coran, membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian yang yang

sudah aus dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama

dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi

pembuatan yang lebih baik. Oleh karena itu, rancangan las dan cara pengelasan

harus betul-betul memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan

kegunaan kontruksi.

2.8 Sejarah dan Perkembangan Teknologi Las

Pada waktu ini teknik las telah dipergunakan secara luas dalam

penyambungan pada kontruksi bangunan baja dan kontruksi mesin. Luasnya

penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin dibuat

dengan menggunakan penyambungan las ini menjadi lebih ringan dan proses

pembuatannya lebih sederhana, sehingga biaya keseluruhannya lebih murah.

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik

44
penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman pra sejarah, misalnya

pencampuran logam paduan emas-tembaga dan pematrian paduan

timbal-timbal. Menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan

dipraktekkan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 S.M. Sumber

energi panas yang digunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari

pembakaran kayu atau arang sangat rendah maka teknik penyambungan ini

pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lanjut.

2.8.1 Penggunaan dan Pengembangan Teknologi Las

Las busur listrik tidak dapat diabaikan dalam perencanaan bangunan

dan telah memberikan sumbangan dalam modrenisasi bangunan baja dimana

lingkup pemakaiannya meliputi bidang-bidang perkapalan, kendaraan, rel,

jembatan, rangka baja, pipa dan lain sebagainya.

Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan pengelasan,

biasanya pengelasan hanya dipergunakan pada sambungan-sambungan yang

kurang penting. Tetapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak

dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan

dan penggunaan kontruksi-kontruksi las merupakan hal yang umum disemua

Negara di dunia.

2.9 Teknik Pengelasan

Secara konvensional cara-cara pengklasifikasiannya tersebut pada

waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu berdasarkan cara kerjanya

dan berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi yang pertama membagi las

45
dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain sebagainya. Sedangkan

klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las

listrik, las kimia, las mekanik dan lain sebagainya.

Bedasarkan cara kerjanya pengelasan terbagi menjadi tiga kelas

utama yaitu sebagai berikut :

1. Pengelasan cair adalah dimana sambungan dipanaskan sampai mencair

dengan sumber panas dari busur listrik, atau semburan api gas yang

terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan

kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan

disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik

cair rendah, dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.

Menurut (Harsono Wiryosumarto, 1996) bahwa untuk kontruksi baja

umum proses pengelasan cair dengan busur (las busur listrik). Adapun jenis

pengelasan cair dengan busur terbagi menjadi tiga yaitu :

1. Las busur listrik dengan elektroda terbungkus.

2. Las busur listrik dengan pelindung Gas CO2.

3. Las busur listrik terendam.

2.9.1 Las Busur Listrik Elektroda Terbungkus

Las busur listrik elektroda terbungkus adalah cara pengelasan yang

banyak digunakan dewasa ini. Dalam cara pengelasan ini digunakan kawat

elektroda logam yang dibungkus dengan fluks. Sedangkan pola pemindahan

46
cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan juga komposisi fluks yang

digunakan. Dalam gambar 2.2 dapat dilihat dengan jelas bahwa busur listrik

terbentuk diantara logam induk dan ujung eletroda, karena panas dari busur ini

maka logam induk dan ujung elektroda tersebut mencair dan kemudian

membeku bersama.

Gambar 2.2 Las SMAW (Wiryosumarto, 2000)

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda

mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh busur listrik yang

terjadi. Apabila digunakan arus listrik yang besar maka butiran logam cair yang

terbawa menjadi halus seperti terlihat pada gambar 2.3, sebalik nya bila

arusnya kecil maka butirannya menjadi besar seperti terlihat pada gambar 2.3

(a) dan (b).

47
Gambar 2.3 Pemindahan logam cair (Wiryosumarto,2000)

Pola pemindahan logam cair seperti diterangkan pada gambar 2.3

sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Secara umum dapat

dikatakan bahwa logam mempunyai sifat mampu las tinggi bila pemindahan

terjadi dengan butiran halus. Sedangkan pola pemindahan cairan dipengaruhi

oleh besar kecilnya arus dan komposisi bahan fluks yang digunakan.

Selama proses pengelasan bahan fluks yang digunakan untuk

membungkus elektroda, mencair dan membentuk terak yang kemudian

menutupi logam cair yang terkumpul ditermpat sambungan dan bekerja

sebagai penghalang oksidasi. Didalam pengelasan ini yang penting adalah

bahan fluks dan jenis listrik yang digunakan.

Untuk las busur listrik elektroda terbungkus, fluks memegang

peranan penting karena fluks dapat berperan sebagai:

1. Pemantap busur dan penyebab kelancaran pemindah butir-butir cairan

logam.

2. Sumber terak atau gas yang dapat melindungi logam cair terhadap udara

disekitarnya.

3. Pengatur penggunaan.

4. Sumber unsur-unsur paduan.

Las busur listrik elektroda terbungkus, busurnya ditimbulkan dengan

menggunakan listrik arus searah (Direct Current) dan tenaga listrik arus bolak-

balik (Alternating Current). Untuk tenaga listrik arus searah (Direct Current),

48
arus listriknya dihasilkan oleh generator, dimana kutub positif (Katoda)

dipasangkan pada tenaga las dan kutub negatif (Anoda) dipasangkan pada

benda kerja. Sumber arus listrik untuk tenaga las arus bolak-balik (Alternating

Current), diperoleh dengan cara membuat mesin las dengan kontruksi

transformator yang khusus.

Berdasarkan sistem pengatur arus yang digunakan, mesin las busur

listrik dengan tenaga arus bolak-balik (Alternating Current) dapat dibagi

menjadi dalam empat jenis yaitu:

1. Jenis inti bergerak.

2. Jenis kumparan bergerak.

3. Jenis reaktor penuh.

4. Jenis saklar.

2.9.2 Las Busur Listrik Terendam

Las busur listrik terendam seperti terlihat pada gambar 2.4 adalah

suatu cara membungkus dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur

melalui suatu penampang fluks dan logam pengisi yang berupa kawat pejal

dengan cara diumpankan terus menerus. Pada pengelasan ini busur listriknya

terendam fluks.

49
Gambar 2.4 Pengelasan las busur listrik terendam ( Wiryosumarto,2000 )

2.10 Pengelasan Busur Nyala Logam Terlindungi (SMAW)

Pengelasan busur nyala logam terlindungi (Shield mestal arc welding)

merupakan salah satu jenis yang paling sederhana dan paling canggih untuk

pengelasan baja structural. Proses SMAW sering disebut proses elektroda

tongkat manual. Pemanasan dilakukan dengan busur listrik (nyala) antara

elektroda yang dilapis dan bahan yang akan disambung. Rangkaian pengelasan

diperlihatkan pada gambar 2.5 di bawah ini:

Gambar 2.5 Pengelasan busur nyala terlindungi

(Struktur Baja, Charles G. Salmon 1997: 180)

50
Elektroda yang dilapisi akan habis karena logam pada elektroda

dipindahkan ke bahan dasar selama proses pengelasan. Kawat elektroda (kawat

las) menjadi bahan pengisi dan lapisannya sebagian dikonversi menjadi gas

pelindung, sebagian menjadi terak (slag) dan sebagian lagi diserap oleh logam

las. Bahan pelapis elektroda adalah campuran seperti lempung yang terdiri dari

pengikat silikat dan bahan bubuk, seperti senyawa flour, karbonat, oksida,

paduan logam dan selulosa. Campuran ini ditekan dari acuan dan dipanasi

sehingga diperoleh lapisan konsentris kering yang keras.

Pemindahan logam dari elektroda ke bahan yang di las terjadi karena

penarikan molekul dan tarikan permukaan tanpa pemberian tekanan.

Perlindungan busur nyala mencegah kontaminasi atmosfir pada caira logam

dalam arus busur dan kolam busur, sehingga tidak terjadi penarikan nitrogen

dan oksigen serta pembentukan nitrit dan oksida yang dapat mengakibatkan

kegetasan.

Lapisan elektroda berfungsi sebagai berikut:

 menghasilkan gas pelindung untuk mencegah masuknya udara dan

membuat busur stabil.

 Memberikan bahan lain, seperti unsur pengurai oksida, untuk

memperhalus struktur butiran pada logam las.

 Menghasilkan lapisan terak di atas kolam yang mencair dan

memadatkan las untuk melindunginya dari oksigen dan nitrogen dalam

udara, serta juga memperlambat pendinginan.

51
Bahan elekroda ditentukan oleh berbagai spesifikasi American

Welding Society. Identifikasi seperti E60XX DAN E70XX masing-masing

menunjukkan kekuatan tariknya 60 dan 70 ksi. Huruf X menyatakan

faktor-faktor seperti posisi pengelasan, sumber listrik yang disarankan, jenis

lapisan dan karakteristik busur nyala.

2.11 Elektroda (Kawat Las)

Fungsi elektroda adalah sebagai pembangkit busur dan bahan

tambahan, pada umumnya elektroda yang dipakai pada pengelasan las busur

listrik dibagi dalam dua jenis/klasifikasi yaitu:

a. Elektroda Terumpan

Elektroda terumpan adalah elektroda terbungkus yang mempunyai

fluks sebagai bahan pembungkus elektroda, dimana dalam pemakaiannya pada

proses las busur listrik terbungkus, elektroda akan habis terbakar sebagai bahan

pengisi.

Elektroda terumpan berfungsi sebagai:

- Bahan pengisi.

- Pembangkit busur.

b. Elektroda Tidak Terumpan

Elektroda tidak terumpan adalah elektroda yang tidak mempunyai

bahan pembungkus elektroda, dimana dalam pemakaiannya elektroda tidak

habis, yang menggunakan batang wolfrom sebagai elektroda dan berfungsi

sebagai pembangkit busur saja.

52
Dimana khusus elektroda tidak terumpan pengisi filter wire rod

(kawat telanjang) yang berfugsi sebagai bahan pengisi bukan sebagai

elektroda. Untuk lebih jelas mengenai elektroda tidak terumpan (a) dan tidak

terumpan (b) dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini:

(b) Jenis elektroda tak terumpan

(a) Jenis elektroda terumpan

Gambar 2.6. Elektroda terumpan dan tidak terumpan

2.11.1 Pemilihan Elektroda

Elektroda sebagai logam pengisi dalam proses pengelasan sangat

menentukan hasil las. Begitu juga fluks dan gas sebagai ahielding yang

berkaitan dengan sifat mekanis logam las yang dikehendaki. Untuk itu

pemilihan elektroda yang tepat sangatlah penting berkaitan dengan:

- Jenis proses las

- Jenis material

- Desain sambungan

53
- Perlakuan panas

- Posisi pengelasan

- Biaya operasional

- Juru las

Tetapi dari semua ini adalah agar dapat memilih suatu elektroda yang

tepat, haruslah sesuai dengan standar, yang mana hasil las yang sesuai

persyaratan dapat diterima dan dapat dipertanggung jawabkan.

2.12.2 Klasifikasi Elektroda

Elektroda terbungkus pada umumnya digunakan dalam pelaksanaan

pengelasan tangan. Dinegara-negara industri, elektroda las terbungkus sudah

banyak yang di standarkan berdasarkan penggunaannya. Misalnya standar di

jepang didasarkan pada standar JIS, di Amerika serikat didasarkan pada standar

AWS.

Standarisasi elektroda, baik dalam JIS maupun AWS didasarkan

pada jenis fluks, posisi pengelasan dan arus las. Dua angka pertama baik di JIS

maupun AWS menunjukkan kekuatan terendah dari logam las, hanya saja

dalam JIS satuannya adalah (kg/mm²) sedangkan dalam AWS satuannya

adalah (Psi). Dua angka terakhir menunjukkan jenis fluks dan posisi

pengelasan.

Menurut sistem standarisasi Amerika yaitu AWS (American Welding

Society) dinyatakan dengan tanda EXXXX, yang artinya sebagai berikut :

- E, Menyatakan elektroda las busur listrik.

54
- XX, (Dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam

ribuan lb/in²(psi).

- X, (Angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan, yaitu :

a. Angka 1 untuk pengelasan segala posisi.

b. Angka 2 untuk pengelasan posisi datar dan dibawah tangan.

c. Angka 3 untuk pengelasan posisi dibawah tangan.

- X, (Angka keempat) menyatakan jenis selaput dan arus yang cocok

dipakai untuk pengelasan.

Sebagai contoh elektroda yang digunakan penulis pada proses

pengelasan ini adalah E 7016, artinya elektroda dengan kekuatan tarik

minimum dari deposit las adalah 70.000 lb/in², dapat dipakai untuk pengelasan

segala posisi dan jenis selaput elektroda rutil-kalium serta pengelasan dengan

arus AC atau DC+.

Posisi pengelasan pada las busur listrik elektroda terbungkus terdiri

dari lima posisi, yaitu posisi datar (F), Vertikal (V), atas kepala (OH),

horizontal (H) dan horizontal las sudut (H-S). Spesifikasi elektroda terbungkus

dari baja lunak yang didasarkan pada jenis fluks, posisi pengelasan, jenis listrik

yang mengacu pada standar asosiasi las Amerika (AWS).

Untuk jenis selaput elektroda las ada 9 macam, yang diklasifikasikan

dengan angka 0 sampai 8 seperti di bawah ini:

1. Elektroda E 6010 dan E 6011

Elektroda ini mempunyai tembusan (penetrasi) dalam, dapat

dipergunakan pada semua posisi pengelasan. Selaput yang tipis (selulosa)

55
menghasilkan gas pada waktu proses pengelasan dan juga menghasilkan slag

yang tipis dan mudah dilepaskan. Biasanya deposit las mempunyai sifat

mekanik yang baik dan bila diradiografi mempunyai grade 2 menurut

klasifikasi AWS.

2. Elektroda E 6012 dan E 6013

Elektroda ini menghasilkan tembusan sedang (medium), hasil cairan

slag semi globular akan membantu persiapan pengelasan. Dapat dipakai pada

arus yang relatif lebih tinggi (E 6012), menghasilkan permukaan las agak

cembung. Dapat dipakai pada tegangan rendah (E 6013), menghasilkan

permukaan las agak rata, baik dipakai pada pekerjaan pelat tipis.

3. Elektroda E 6020

Busur las yang dihasilkan bersifat mengorek sehingga embusan agak

dalam. Slag tebal tetapi mudah dibuka, membantu perlindungan cairan las dari

pengaruh atmosfir. Cairan las sangat lebar, sehingga hanya dipakai pada posisi

bawah tangan dan posisi horizontal saja. Deposit las lebih tinggi dibandingkan

dengan elektroda konvensional yang lain dan hasil las sama.

4. Elektroda E 6027, E 7018, E 7024, E 7028

Elektroda yang selaputnya mengandung serbuk besi. Makin banyak

persentase serbuk besinya, selaput semakin tebal. Dapat dipakai pada arus

pengelasan yang lebih tinggi. Deposit lasannya tinggi, disebabkan persentase

serbuk besi 40 % (E 7018) untuk posisi vertikal, Overhead & horizontal

kampuh. Selaput mengandung serbuk besi 40-55 %, sehingga dipakai pada

56
posisi flat dan Horizontal sudut saja, dikarenakan fluitditas dari cairan selaput

tinggi (E 6027, E 7024, E 7028).

5. Elektroda E 7016

Elektroda ini mengandung hydrogen yang rendah yaitu kurang dari

0,1 % saja. Bila menggunakannya harus dipanaskan sampai temperatur 200 ºC-

260 ºC. Karena hydrogennya rendah maka hasil las bebas dari porositas.

Berdasarkan jenis elektroda dan diameter kawat inti elektroda

diatas, dibawah ini adalah contoh elektroda:

Gambar 2.7 Contoh Elektroda (http://rahmatazisnabawi.blogspot./)

2.12 Jenis Sambungan

Jenis sambungan tergantung pada faktor – faktor seperti ukuran dan

profil batang yang bertemu di sambungan, jenis pembebasan, besarnya luas

sambungan yang tersedia untuk pengelasan dan biaya relatif dari berbagai jenis

las. Sambungan las terdiri dari lima jenis dasar dengan berbagai macam variasi

dan kombinasi yang banyak jumlahnya. Kelima jenis dasar ini adalah

sambungan sebidang (butt), lewatan (lap), tegak (T), sudut dan sisi, seperti

yang diperlihatkan pada gambar berikut ini:

57
Gambar 2.8 Jenis Sambungan Las Dasar
Struktur Baja, Charles G. Salmon, 1997: 185)

2.13 Las Tumpul

Las tumpul merupakan jenis sambungan las yang umum dipakai

dalam proses pengelasan. Las tumpul (groove weld) terutama dipakai untuk

menyambung batang struktural yang bertemu dalam satu bidang. Karena las

tumpul biasanya ditujukan untuk menyalurkan semua beban batang yang

disambungnya, las ini harus memiliki kekuatan yang sama seperti potongan

yang disambungnya. Las tumpul seperti ini disebut las tumpul penetrasi

sempurna. Bila sambungan direncanakan sedemikian rupa hingga las tumpul

tidak diberikan sepanjang ketebalan potongan yang disambung, maka las ini

disebut las tumpul penetrasi parsial. Syarat perencanaan khusus berlaku dalam

hal ini.

58
Gambar 2.9 Jenis las tumpul (Struktur Baja, Charles G. Salmon, 1997: 188)

Banyak variasi las tumpul yang dapat dibuat dan masing-masing

dibedakan menurut bentuknya. Las tumpul umumnya memerlukan penyiapan

tepi tertentu dan disebut menurut penyiapan yang dilakukan. Dari gambar

diatas memperlihatkan jenis las tumpul yang umum dan menunjukkan

penyiapan alur (groove) yang diperlukan. Pemilihan las tumpul yang sesuai

tergantung pada proses pengelasan yang digunakan, biaya penyiapan tepi dan

biaya pembuatan las. Las tumpul juga dapat dipakai pada sambungan tegak.

2.14 Pemilihan Parameter

2.14.1 Tegangan Busur Las

Tingginya tegangan tidak banyak mempengaruhi kecepatan pencairan,

sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan membuang-buang energi

saja. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas filler berdiameter 0,8 sampai

2,5 mm, kira-kira 20 sampai 30 volt untuk posisi datar. Sedangkan untuk posisi

tegak atau diatas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2 sampai 5 volt.

59
Energi panas yang dihasilkan melalui busur listrik dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

𝐸 𝑥 𝐼 𝑥 60
𝐻𝐼 = ( ) ..................................................................... pers (2.1)
𝑉

(Jurnal Simon Parkekke, 2014)

Dimana :

HI = Masukan panas (joule/cm)


E = Tegangan busur (V)
I = Arus pengelasan (A)
V = Kecepatan pengelasan (cm/mnt)

2.14.2 Penggunaan Arus Las

Besarnya arus las diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran,

geometri sambungan, dan diameter filler. Dalam hal daerah las mempunyai

kapasitas panas yang tinggi maka diperlukan arus las yang besar dan mungkin

juga diperlukan pemanasan tambahan. Pada logam paduan untuk menghindari

terbakarnya unsur-unsur paduan, maka sebaiknya menggunakan arus las yang

kecil, begitu pula pengelasan baja tahan karat austenit. Dalam hal mengelas

baja karbon, dimana daerah HAZ dapat mengeras dengan mudah, maka harus

diusahakan pendinginan yang pelan dan untuk itu diperlukan arus yang besar

dan mungkin masih memerlukan pemanasankemudian yang berguna untuk

menghilangkan tegangan sisa.

Tabel 2.2 Spesifikasi Arus Menurut Tipe Elektroda dan Diameter dari

Elektroda (Soetardjo, 1997)

Diameter Tipe elektroda dan Kuat Arus yang digunakan

60
Mm Inch E6013 E6014 E7018 E7024 E7027 E7028

2,6 3/32 60-90 80-125 70-100 70-145 - -

3,2 1/8 80-130 110-160 115-165 140-190 125-185 140-190

4 3/32 150-190 150-210 150-220 180-220 160-240 180-250

5 3/16 180-250 200-275 200-275 230-305 210-300 230-250

5,5 7/32 - 260-340 360-430 275-375 250-350 275-365

2.14.3 Kecepatan Pengelasan

Hubungan antara tegangan dan arus las, dapat dikatakan bahwa

kecepatan las hampir tidak ada hubungan las, tetapi berbanding lurus dengan

arus las yang tinggi. Bila tegangan dan arus dibuat tetap, sedangkan kecepatan

pengelasan dinaikkan maka jumlah deposit persatuan panjang las menjadi

menurun. Tetapi disamping itu sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan

kecepatan akan memperbesar penembusan. Bila kecepatan pengelasan

dinaikkan terus maka masukan panas persatuan panjang juga akan menjadi

kecil, sehingga pendinginan akan terlalu cepat yang mungkin dapat

memperkeras daerah HAZ. Makin tinggi kecepatan maka makin kecil

perubahan bentuk yang terjadi.

2.15 Kekuatan Sambungan Las

2.15.1 Kekuatan Statis

a) Sifat tarikan

61
Sifat yang dimaksud disini adalah sifat – sifat yang berhubungan

dengan pengujian tarik. Dalam sambungan las, sifat tarik sangat dipengaruhi

oleh sifat dari logam induk, sifat daerah HAZ, sifat logam las dan sifat – sifat

dinamik dari sambungan berhubungan erat dengan geometrid an distribusi

tegangan dalam sambungan.

b) Kekuatan logam lasan

Dalam konstruksi las selalu digunakan logam las yang mempunyai

kekuatan dan keuletan yang lebih baik atau paling tidak sama dengan logam

induk. Tetapi, karena proses pengelasan kekuatan dan keuletan logam dapat

berubah. Dalam hal logam las sifat ini juga dipengaruhi oleh keadaan, cara dan

prosedur pengelasan. Disamping itu juga tergantung pada tempat pengambilan

baja yang akan dilas.

c) Sifat tarikan dari las tumpul

Pada dasarnya kekuatan sambungan las tumpul sama dengan

kekuatan logam induk, asal saja pemilihan bahan las dan cara pengelasannya

betul. Dalam pelaksanaannya las tumpul mempunyai ketebalan yang lebih

daripada logam yang dilas dan ini disebut penguatan las. Tebal penguatan

sendiri tidak boleh lebih dari 3 mm.

2.16 Pengaruh Kekuatan Sambungan Las

Daerah lasan terdiri dari empat bagian yaitu:

1. Logam lasan

62
Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu

pengelasan mencair dan kemudian membeku. Komposisi logam las terdiri dari

komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las

dalam proses pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka kemungkinan

besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang

tidak homogen, ketidak homogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit

kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam las. Pada daerah ini

struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor. Struktur mikro di logam las

dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains). Struktur

ini berawal dari logam induk dan tumbuh ke arah tengah daerah logam las

(Sonawan, 2004).

Gambar 2.10 Daerah Lasan (http://teknikmesinmanufaktur.blogspot.co.id/)

Dari Gambar 2.10 diatas ditunjukkan secara skematik proses

pertumbuhan dari kristal-kristal logam las yang pilar. Titik A dari gambar

adalah titik mula dari struktur pilar yang terletak dari logam induk. Titik ini

tumbuh menjadi garis lebur dengan arah sama dengan sumber panas. Pada garis

lebur ini sebagian dari logam dasar ikut mencair selama proses pembekuan

logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang

sama. Penambahan unsur paduan pada logam las menyebabkan struktur mikro

63
cenderung berbentuk bainit dengan sedikit ferit batas butir, kedua macam

struktur mikro tersebut juga dapat terbentuk, jika ukuran butir austenitnya

besar. Waktu pendinginan yang lama akan meningkatkan ukuran batas butir

ferit, selain itu waktu pendinginan yang lama akan menyebabkan terbentuk

ferit Widmanstatten. Struktur mikro logam las biasanya kombinasi dari struktur

mikro dibawah ini:

 Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenit-ferit

biasanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-6500C.

 Ferit Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur

mikro ini terbentuk pada suhu 750-6500C di sepanjang batas butir

austenit, ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga

memenuhi permukaan butirnya.

 Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan

mempunyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini

terbentuk sekitar suhu 6500C dan mempunyai ketangguhan paling

tinggi dibandingkan struktur mikro yang lain.

 Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan

terbentuk pada suhu 400 - 5000C. Bainit mempunyai kekerasan yang

lebih tinggi dibandingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit.

 Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan

sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas

sehingga ketangguhannya rendah.

64
Seiring dengan gerak maju busur las yang sesuai dengan arah

pengelasan, temperatur kawah las akan menurun, logam cair dan kemudian

membeku yang selanjutnya disebut logam las pembekuan yang terjadi pada

batas pencairan (Fusion Line) dimana temperaturnya relatif rendah.

Pembekuan ini terganggu oleh adanya pencairan kembali akibat pengelasan

jalur berikutnya, hal ini akan mengakibatkan adanya kantong-kantong logam

cair yang pembekuaannya terganggu sehingga pada bagian inilah cendrung

terdapat retak-retak.

Bagus tidaknya struktur logam las serta jalannya proses pembekuan

tergantung pada pendinginan antara lebar rigi las dengan kedalaman

penetrasiya. Apabila kedalaman penetrasi dan lebar rigi lebih dari satu, maka

kantong-kantong logam cair akan terdapat pada bagian tengah-tengah

penampang logam, sehingga terak gas dan kotoran-kotoran akan terkumpul.

2. Daerah pengaruh panas

Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam

dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan

mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah

ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat

dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.

Pengelasan logam akan menghasilkan konfigurasi logam lasan

dengan tiga daerah pengelasan yaitu pertama daerah logam induk

merupakan daerah yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur, kedua

adalah daerah pengaruh panas atau disebut heat affected zone (HAZ)

65
merupakan daerah terjadinya pencairan logam induk yang mengalami

perubahan mikrostruktur karena pengaruh panas saat pengelasan dan

pendinginan setelah pengelasan, daerah ketiga adalah daerah las merupakan

daerah terjadinya pencairan logam dan dengan cepat kemudian mengalami

pembekuaan.

Daerah pengaruh panas (HAZ) merupakan daerah yang paling

kritis dari sambungan las, karena selain terjadi perubahan mikrostruktur

juga terjadi perubahan sifat. Secara umum daerah pengaruh panas efektif

dipengaruhi oleh lamanya pendinginan dan komposisi logam induk sendiri.

Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur logam las maka susunan

struktur logamnya semakin kasar. Secara skematis hubungan tinggi suhu

dan daerah pengaruh panas efektif terlihat dengan semakin menurunnya

suhu atau semakin jauh dari logam cair las.

Pada daerah HAZ terdapat temperatur pemanasan mencapai

daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh

yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian

bertransformasi menjadi austenit 100%. Titik 3 menunjukkan temperatur

pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini

yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja

mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit.

Daerah HAZ merupakan daerah paling kritis dari sambungan las,

karena selain berubah strukturnya juga terjadi perubahan sifat pada daerah

66
ini. Secara umum struktur dan sifat daerah panas efektif dipengaruhi dari

lamanya pendinginan dan komposisi dari logam induk itu sendiri.

3. Logam induk yang tidak dipengaruhi

Logam induk yang tidak terpengaruh adalah bagian logam dasar

dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan struktur dan sifat.

4. Daerah logam batas induk dengan lasan

Daerah batas las adalah daerah khusus yang membatasi antara

logam las dan daerah pengaruh panas (HAZ).

2.17 Pembekuan dan Struktur Mikro

Dalam pengelasan cair bermacam-macam cacat yang terbentuk

dalam logam las, misalnya pemisahan atau segerasi, lubang-lubang halus

dan retak. Banyaknya dan macamnya cacat yang terjadi tergantung dari

pada kecepatan pembekuan.

Semua kejadian selama proses pendinginan dalam pengelasan

hampir sama dengan pendinginan dalam pengecoran, bedanya adalah:

- Kecepatan pendinginan dalam las lebih tinggi.

- Sumber panas dalam las bergerak terus.

- Dalam proses pengelasan, pencairan dan pembekuan terjadi secara

terus-menerus.

- Untuk pembekuan logam las mulai dari dinding logam induk yaitu

ketika panas dari logam cair diambil oleh logam induk sehingga logam

lasan yang bersentuhan dengam logam induk akan membeku, kemudian

67
inti-inti kristal tumbuh. Pada pembekuan logam las harus menjadi satu

dengam logam induk, sedangkan dalam pengecoran yang terjadi

sebaliknya.

Seiring dengan gerak maju busur las yang sesuai dengan arah

pengelasan, temperatur kawat las akan menurun, logam cair dan kemudian

membeku yang selanjutnya disebut logam las pembekuan yang terjadi pada

batas pencairan (Fusion Line) dimana temperaturnya relatif rendah.

Pembekuan ini terganggu oleh adanya pencairan kembali akibat pengelasan

jalur berikutnya, hal ini akan mengakibatkan adanya kantong-kantong

logam cair yang pembekuannya terganggu sehingga pada bagian ini lah

cenderung terdapat retak-retak.

Bagus tidaknya struktur dengan logam las serta jalannya proses

pembekuan tergantung pada pendinginan antara lebar rigi las dengan

kedalaman penetrasinya. Apabila kedalaman penetrasi dan lebar rigi lebih

dari satu, maka kantong-kantong logam cair akan terdapat pada bagian

tengah-tengah penampang logam, sehingga terak gas dan kotoran-kotoran

akan terkumpul.

2.17.1 Reaksi Metalurgi yang Terjadi Dalam Logam Pembekuan

 Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu :

pemisahan makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan

makro adalah perubahan komponen secara perlahan-lahan yang terjadi

68
mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las. Sedangkan

pemisahan gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan

yang terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las.

Pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar

atau dalam bagian dari satu pilar.

 Lubang-lubang Halus

Lubang-lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut

dala logam padat. Lubang-lubang tersebut disebabkan karena tiga macam

cara pembentukan gas sebagai berikut : yang pertama adalah pelepasan gas

karena perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada

suhu pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi

kimia di dalam logam las dan yang ketiga penyusupan gas kedalam atmosfir

busur.

Gas yang terbentuk karena perbedaan batas kelarutan dalam baja

adalah gas hidrogen dan gas nitrogen, sedangkan yang terjadi karena rekasi

adalah terbentuknya gas CO dalam logam cair dan yang menyusup adalah

gas-gas pelindung atau udara yang terkurung dalam akar kampuh las.

 Proses Deoksidasi

Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja,

tetapi karena tekanan disosiasi dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka

pada umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang stabil. Karena

pengukuran yang tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam

baja sangat sukar, maka untuk melepaskan oksigen dari larutan biasanya

69
dilakukan usaha-usaha seperti menghilangkan oksida. Proses

menghilangkan oksida ini disebut proses deoksidasi.

Kadar oksigen dalam las sangat tergantung dari fluks yang

digunakan. Ketangguhan logam las turun dengan naiknya kadar oksigen,

karena itu harus selalu diusahakan agar logam las mempunyai kadar oksigen

yang serendah-rendahnya. Usaha penurunan oksigen ini dapat dilakukan

dengan menambah unsur-unsur yang bersifat deoksidasi seperti Si, Mn, Al

dan Ti atau menaikkan kebasaan dari terak lasnya.

2.17.2 Siklus Thermal Las

Siklus thermal las adalah proses pemanasan dan pendinginan di

daerah lasan. Perubahan struktur pada daerah pengaruh panas, biasanya

berbeda-beda. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat mekanis daerah

pengaruh panas. Pada daerah normalisasi mungkin lebih kuat daripada

bahan dasarnya. Daerah pengaruh panas menunjukkan juga perubahan sifat

kekerasannya, terutama baja yang dapat perlakuan panas. Peningkatan

kekerasan biasanya diikuti dengan menurunnya sifat elastis dan

meningkatnya kerapuhan atau getas.

Struktur kekerasan dan berlangsungnya transformasi dari daerah

HAZ dapat dibaca dengan menggunakan diagram transformasi pendingin

berlanjut atau diagram “Continious Cooling Transformation (CCT)”.

Diagram ini berguna untuk membahas pengaruh struktur terhadap retak las,

keuletan dan lain sebagainya yang kemudian dapat digunakan untuk

menentukan prosedur dan cara pengelasan.

70
Gambar 2.11 Diagram CCT (http://mnhidayat27.blogspot./)

Sebagai contoh misalnya dalam hal siklus thermal las, bila baja

mendingin sampai titik “a” (± 680°𝐶), maka ferit mulai diendapkan dari

austenit. Transformasi ini berjalan terus dan ba berakhir bila titik “b”

(± 590°𝐶) dicapai dan kemudian diganti dengan tranformasi pengendapan

perlit yang akan berakhir pada titik “c” (± 520°𝐶). Berdasarakan hal ini

dapat diramalkan bahwa setelah pendingingan struktur yang terbentuk

adalah ferit dan perlit.

Untuk analisa yang sama dapat diramalkan bahwa setelah

pendinginan akan terbentuk struktur seperti berikut:

- Dengan siklus thermal antara (1) dan (2) akan terbentuk ferit, struktur

antara dan martensit.

71
- Dengan siklus thermal las antara (2) dan (3) akan terbentuk ferit,

struktur antara dan martensit.

- Dengan siklus thermal las antara (3) dan (4) akan terbentuk struktur

antara dan martensit.

- Dengan pendingin lebih cepat dari (4) akan terbentuk martensit.

Karakteristik dari siklus thermal las (1), (2), (3) dan (4) ini dalam

bentuk lamanya waktu pendinginan dari temperatur 800ºC ke 500ºC

masing-masing adalah 200 detik (ditunjukkan oleh Ce dalam diagram) 32

detik (Cp), 9,6 detik (Cf) dan 3 detik (Cz).

Biasanya diagram transformasi pendingin berlanjut menunjukkan

juga kekerasan yang akan dimiliki oleh baja setelah mendingin mengikuti

suhu siklus thermal tertentu. Oleh karena itu dengan mengukur waktu

pendinginan dari 800ºC ke 500ºC dan menggabungkan dengan diagram

CCT dari baja yang sama, maka struktur baja daerah HAZ sudah dapat

ditentukan.

2.18 Alat Berat

Alat berat atau heavy equipment, adalah alat bantu yang digunakan

oleh manusia untuk mengerjakan pekerjaan yang berat /susah di kerjakan

dengan tenaga manusia /membantu manusia dalam mengerjakan pekerjaan

72
yang berat. Misalnya untuk membuat sebuah danau , manusia menggunakan

alat berat untuk mengerjakanya.

Penggunaan alat-alat berat yang kurang tepat dengan kondisi dan

situasi lapangan pekerjaan akan berpengaruh berupa kerugian antara lain

rendahnya produksi, tidak tercapainya jadwal/target yang telah di tentukan,

atau kerugian biaya repair yang tidak semestinya. Oleh karna itu sebelum

menentukan tipe dan jumlah peralatan dan attachmetnya, sebaiknya kita fahami

lebih dahulu fungsi dan aplikasinya. Selain faktor ini, biasanya pihak executive

di sebuah perusahaan alat berat, sangat memikirkan mengenai spare part dan

kecepatan dalam perbaikan unit untuk mereduce down time unit saat sedang

rusak. Namun hal-hal seperti ini biasanya difikirkan sejak awal oleh si pembeli

dan si penyuply saat investasi unit dari awal.

Di Indonesia sendiri kita banyak mengenal berbagai tipe alat berat,

namun pada dasarnya tipe alat berat di bagi menjadi beberapa bagian yaitu:

- Loading equipment

Loading equipment adalah alat yang digunakan untuk menggali,

mengangkat material dari sumbernya ke unit pembawa material, yang jenisnya

antara lain:

- Hydraulic shovel

- Hydraulic excavator

- Wheel type loader

- Track type loader

73
- Heavy support equipment

Heavy support equipmen adalah spare part alat berat atau alat berat

yang digunakan sebagai sarana pendukung sekitar loading area, dumping area

maupun area perjalanan dari loading hingga dumping area. Jenisnya adalah :

- Track type tractor/dozer

- Motor grader

- Wheel type tractor/wheel dozer

- Asphalt compactor

- Lifting equipment

Lifting equipment adalah alat berat yang digunakan sebagai alat

pemindah material dari loading area ke dumping area. Jenisnya adalah :

- Telescopic handler

- Pipelayer

- Forklift

- Hauling equipment

Hauling equipment adalah alat berat yang di gunakan sebagai alat

pemindah material dari loading area. Jenisnya antara lain :

- Off highway truck

- Articulated dump truck

- Scraper

- Drilling machine

Drilling machine adalah spare part alat berat atau alat berat yang

digunakan sebagai alat pengebor untuk membuat lubang yang akan digunakan

74
sebagai tempat meletakan bahan peledak untuk di ledakan. Dalam sistim

pengeboran ini biasanya sebuah perusahaan blasting menggunakan air

compressor yang di rakit dengan attachment bor untuk melaksanakan kegiatan

drilling.

Gambar 2.12 Aplikasi pengelasan pada dunia industri

2.19 Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Las

Untuk memperoleh sambungan las yang memuaskan, gabungan dari

banyak keahlian individu diperlukan, mulai dari perencanaan las sampai

operasi pengelasan. Para ahli struktur perlu memperhatikan factor-faktor yang

mempengaruhi kualitas dan merencanakan suatu sambungan pengelasan

dengan mempertimbangkan hal tersebut.

2.19.1 Elektroda yang Sesuai, Alat Las dan Prosedur

Setelah bahan elektroda yang tepat ditentukan sesuai dengan kekuatan

baja yang akan disambungkan seperti yang terlihat pada gambar 2.13, diameter

75
eletroda las busur harus dipilih. Ukuran elektroda dipilih berdasarkan ukuran

las yang akan dibuat dan arus listrik yang dihasilkan oleh alat las. Karena

umumnya mesin las mempunyai pengatur untuk memperkecil arus listrik,

elektroda yang lebih kecil dari kemampuan maksimum mudah diakomodasi

dan sebaiknya digunakan.

76
Gambar 2.13 Tegangan Ijin pada Bidang Las Efektif
(Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 208)

Oleh karena penimbunan logam las pada pengelasan busur nyala

terjadi akibat medan elektromagnetis dan bukan akibat gravitasi, pengelasan

tidak harus dilakukan pada posisi tidur atau horizontal. Empat posisi

pengelasan utama diperlihatkan pada Gambar 2.14. Perencanaan sebaiknya

menghindari (bila mungkin) posisi menghadap ke atas karena merupakan

posisi yang paling sulit. Sambungan yang dilas di bengkel biasanya diletakkan

pada posisi tidur atau horizontal, tetapi las lapangan dapat memerlukan

sembarang posisi pengelasan yang tergantung pada orientasi sambungan.

Posisi pengelasan untuk las lapangan sebaiknya diperhatikan dengan teliti oleh

perencana.

77
Gambar 2.14 Empat Posisi Pengelasan Utama
(Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 194)

2.19.2 Persiapan Tepi yang Sesuai

Persiapan tepi yang umum untuk las tumpul diperlihatkan pada

gambar 2.15. Lebar celah (root opening) R adalah jarak pisah antara potongan

yang akan disambung dan dibuat agar elektroda dapat menembus dasar

sambungan. Semakin kecil lebar celah, semakin besarlah sudut lereng yang

harus dibuat. Tepi runcing pada Gambar 2.15.a akan mengalami pembakaran

menerus (burn-through) jika tidak diberikan plat pelindung(back up plate)

seperti pada Gambar 2.15.b. plat pelindung biasanya digunakan bila

pengelasan dilakukan hanya dari satu sisi. Masalah pembakaran menerus dapat

dibatasi jika lerengnya diberi bagian tegak seperti pada Gambar 2.15.c.

Pembuat las sebaiknya tidak memberikan plat pelindung bila sudah ada bagian

tegak, karena kemungkinan besar kantung gas akan terbentuksehingga

merintangi las penetrasi sempurna. Kadang-kadang pemisah seperti yang

78
diperlihatkan pada Gambar 2.15.d diberikan untuk mencegah pembakaran

menerus, tetapi pemisah ini dicabut kembali sebelum kedua sisi dilas.

Gambar 2.15 Persiapan Tepi yang Umum


(Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 195)

2.19.3 Pengontrolan Distorsi

Faktor lain yang mempengaruhi kualitas las adalah penyusutan. Jika

las titik diberikan secara menerus pada suatu plat, maka plat akan mengalami

distorsi (perubahan geometri) seperti yag diperlihatkan pada Gambar 2.16.

Distorsi ini akan terjadi jika tidak berhati-hati baik dalam perencanaan

sambungan dan prosedur pengelasan. Untuk struktur gelagar plat, segmen las

pendek (walaupun biasanya bukan las terputus-putus beraturan) dapat

diberikan pada letak yang strategis agar semua bagian terpegang dengan cukup

kuat; kemudian garis las menerus dibuat.

79
Gambar 2.16 Distorsi Plat (Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 195)

Untuk memperkecil penyusutan dan mendapatkan daktilitas yang

memadai. Untuk las yang memerlukan lebih dari satu kali lintasan (jalan)

operasi pengelasan sepenjang sambungan, suhu antar lintasan adalah suhu

timbunan las ketika lintasan las selanjutnya dimulai.

Gambar 2.17 Pengaruh Penempatan Las


(Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 196)

Berikut ini adalah ringkasan cara memperkecil Distorsi:

1. Perkecil gaya susut dengan

a) Menggunakan logam las minimum; untuk las tumpul, lebar celah jangan

lebih besar dari yang diperlukan; jangan mengelas berlebihan.

b) Mempersedikit jumlah lintasan sedapat mungkin.

c) Melakukan persiapan tepid an penyesuaian yang tepat.

80
d) Menggunakan las terputus-putus, minimal untuk sambungan las

prakonstruksi.

e) Menggunakan langkah mundur (backstepping), yaitu menimbun las

pada las sebelumnya yang telas selesai atau menimbun dalam arah

berlawanan dengan arah pengelasan sambungan.

2. Biarkan penyusutan terjadi dengan

a) Mengungkit plat sehingga setelah penyusutan terjadi plat akan berada

pada posisi yang tepat.

b) Menggunakan potongan yang diberi lenturan awal.

3. Seimbangkan gaya susutan dengan

a) Melakukan pengelasan simetris; las sudut pada setiap potongan

menghasilkan pengaruh yang saling menghilangkan.

b) Menggunakan segmen las tersebar.

c) Pemukulan, yaitu meregangkan logam dengan sejumlah pukulan.

d) Menggunakan klem, alat pemegang dan lain-lain: alat ini membuat

logam las meregang ketika mendingin.

Gambar 2.18 Urutan Las Terputus-putus


(Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 196)

81
2.20 Cacat Yang Mungkin Terjadi Pada Las

Teknik pada pengelasan yang tidak baik menimbulkan cacat pada las

yang menyebabkan diskontinuitas dalam las. Cacat yang umumnya dijumpai

ialah: peleburan tak sempurna, penetrasi kampuh yang tidak memadai,

porositas, peleburan berlebihan masuknya terak dan retak-retak. Contoh dari

cacat las ini diperlihatkan pada Gambar 2.19.

2.20.1 Peleburan Tak Sempurna

Peleburan tak sempurna terjadi karena logam dasar dan logam las

yang berdekatan tidak melebur bersama secara menyeluruh. Ini dapat terjadi

jika permukaan yang akan disambung tidak dibersihkan dengan baik dan

dilapisi kotoran, terak, oksida atau bahan lainnya. Penyebab lain dari cacat ini

ialah pemakaian peralatan las yang arus listriknya tidak memadai, sehingga

logam dasar tidak mencapai titik lebur. Laju pengelasan yang cepat juga dapat

menimbulkan hal yang sama.

2.20.2 Penetrasi Kampuh yang Tidak Memadai

Penetrasi kampuh yang tidak memadai ialah keadaan dimana

kedalaman las kurang dari tinggi alur yang ditetapkan. Keadaan ini seharusnya

penetrasi sempurna. Penetrasi kampuh parsial hanya dapat diterima bila

ditetapkan demikian. Cacat ini, yang terutama berkaitan dengan las tumpul,

terjadi akibat perencanaan alur yang tak sesuai dengan proses pengelasan yang

dipilih, elektroda yang terlalu besar, arus istrik yang tak memadai atau laju

pengelasan yang terlalu cepat.

82
2.20.3 Porositas

Porositas terjadi apabila rongga-rongga atau kantung-kantung gas

yang kecil terperangkap selama proses pendinginan. Cacat ini ditimbulkan oleh

arus listrik yang terlalu tinggi atau busur nyala yang terlalu panjang. Porositas

dapat terjadi secara merata tersebar dalam las atau dapat merupakan rongga

yang besar terpusat di dasar las sudut atau dasar dekat plat pelindung las

tumpul. Yang terakhir disebabkan oleh prosedur pengelasan yang buruk dan

pemakaian plat pelindung yang ceroboh.

2.20.4 Peleburan Berlebihan

Arti peleburan berlebihan (uncercutting) ialah terjadinya alur pada

bahan dasar di dekat ujung kaki las yang tidak terisi oleh logam las. Arus listrik

dan panjang busur nyala yang berlebihan dapat membakar atau menimbulkan

arus pada logam dasar. Cacat ini mudah terlihat dan dapat diperbaiki dengan

memberi las tambahan.

2.20.5 Kemasukan Terak

Terak terbentuk selama proses pengelasan akibat reaksi kimia lapisan

elektroda yang mencair, serta terdiri dari oksida logam dan senyawa lain.

Karena kerapatan terak lebih kecil dari logam las yang mencair, terak biasanya

berada pada permukaan dan dapat dihilangkan dengan mudah setelah dingin.

Namun, pendinginan sambungan yang terlalu cepat dapat menjebak terak

sebelum naik kepermukaan. Las menghadap keatas seperti yang diperlihatkan

pada Gambar 2.19.e sering mengalami kemasukan terak dan harus diperiksa

dengan teliti. Bila beberapa lintasan las dibutuhkan untuk memperoleh ukuran

83
las yang dikehendaki, pembuat las harus membersihkan terak yang ada

sebelum memulai lintasan yang baru. Kelalaian terhadap hal ini merupakan

penyebab utama masuknya terak.

2.20.6 Retak

Retak adalah pecah-pecah pada logam las, baik searah ataupun

transversal terhadap garis las, yang ditimbulkan oleh tegangan internal. Retak

pada logam las ini dapat mencapai logam dasar atau retak seluruhnya pada

logam dasar disekitar las. Retak mungkin merupakan cacat las yang paling

berbahaya; namun, retak halus yang disebut retak mikro (microfissures)

umumnya tidak mempunyai pengaruh yang berbahaya.

Retak kadang-kadang terbentuk ketika las mulai memadat dan pada

umumnya diakibatkan oleh unsur-unsur yang getas (baik besi ataupun elemen

paduan) yang terbentuk sepanjang serat perbatasan. Pemanasan yang lebih

merata dan pendinginan yang lebih lambat akan mencegah pembentukan retak

“panas”. Retak pada bahan dasar yang sejajar las juga dapat terbentuk pada

suhu kamar. Retak ini terjadi pada baja paduan rendah akibat pengaruh

gabungan dari hydrogen, mikrostruktur martensit yang getas, serta

pengekangan yang terhadap susut dan distorsi. Pemakaian elektroda rendah

hydrogen bersama dengan pemanasan awal dan akhir yang sesuai akan

memperkecil retak “dingin” ini.

84
Gambar 2.19 Cacat Las (Charles G. Salmon, Struktur Baja, 1997: 198)

2.21 Menghilangkan Tegangan Sisa (Stress Relief)

Temperatur pemanasan untuk menghilangkan tegangan sisa ( stess

relieve ) adalah berkisar 500°C-670°C (lihat Diagram Perlakuan Panas).

Pemanasan sesudah pengelasan sering dilakukan dalam dunia industri. Besar

temperatur tergantung pada jenis perlakuan panas. Pada dasarnya tingginya

temperatur untuk menghilangkan tegangan sisa adalah dibawah temperatur

kritis 723°C, karena struktur baja tidak akan berubah dibawah temperatur

723°C. Perubahan sifat baja akan terjadi apabila temperatur melebihi 723°C

dan proses perlakuan panas dapat dilihat pada diagram perlakuan panas.

Apabila tegangan sisa dihilangkan maka tegangan yang tertahan oleh bagian

yang dingin sewaktu pengelasan akan hilang pula. Menghilangkan tegangan

85
sisa ini dilakukan pada berbagal jenis pekerjaan termasuk juga pada bejana

bertekanan dan ketel. Langkah kerja menghilangkan tegangan sisa :

 Panaskan benda kerja secara bertahap ( perlahan )

 Biarkan pemanasan benda kerja ini sesuai dengan temperatur yang

tepat dan waktu tertentu.

 Dinginkan benda kerja secara perlahan. Untuk menghilangkan

tegangan sisa ini dan menentukan tinggi temperatur dilakukan oleh

operator perlakuan panas dan bukan oleh tukang las ini dilakukan

dalam dapur pemanas atau peralatan khusus untuk perlakuan panas.

2.22 Cara Pengujian Mekanik Bahan

Proses pengujian untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu material

dilakukan dengan pengujian antara lain sebagai berikut

A. Pengujian Tarik (Tensile Test)

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan

untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujianya,

bahan uji ditarik sampai putus. Dari hasil pengujian tarik tersebut dapat pula

diketahui sifat-sifat lain seperti: kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi

penampang, modulus elastisitas dan yang lain-lain.

Gambar 2.20 Benda uji tarik (jurnal Simon Parekke, 2014: 17)

86
Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik

benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk

mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau

lebih tinggi dari kelompok non preheated dan preheated. Pengujian tarik untuk

kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai

kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan

tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya

tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya

perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi

pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang

mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga

terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan-pelan

bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan regangan.

Gambar 2.21 Kurva tegangan-regangan ( Wiryosumarto, 2000)

87
Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan

bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai

perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan regangan.

1. Rumus yang digunakan dalam uji tarik

Apabila sepasang gaya tarik aksial menarik suatu batang dan akibatnya

batang tersebut cenderung menjadi meregang atau bertambah panjang,

maka gaya tersebut dinamakan gaya tarik, dan gaya tersebut menghasilkan

tegangan tarik dalam (internal) aksial pada batang disuatu bidang yang

terletak tegak lurus atau normal terhadap sumbunya. Rumus tegangan tarik

adalah

P
𝜎 = A M/mm2..............................................(pers 2.2)
0

Keterangan :

σ = Tegangan tarik (N / mm2)

P = Gaya max. (N)

A0 = Luas penampang awal (mm2)

2. Perubahan bentuk aksial (regangan)

Besar regangan total adalah perbandingan antara selisih panjang sesudah

putus dan panjang awal dibagi dengan panjang awal. Rumus besar

regangan total adalah:

L1  L0
ε= x100% .................(pers 2.3)
L0

Keterangan :

88
ε = Regangan (%)

Lo = Panjang awal (mm)

Lu = Panjang akhir (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan

beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups

pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan

kepatahan pada beban. Persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan

dengan rumus sebagai berikut:

∆A A0 −A1
q =A x 100% = x 100%.................................(pers 2.4)
0 A0

Keterangan :

q = Reduksi penampang (%)

AO = Luas penampang awal (mm2)

A1 = Luas penampang akhir (mm2)

1. Tegangan Luluh Pada Data Tampa Batas Jelas Antara Perubahan Plastis

dan Elastis.

Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing

yang jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang

menghasilkan regangan permanen sebesar 0,2%, regangan ini disebut offset-

strain (gambar 2.22). satuan untuk tegangan (stress) adalah Pa (Pascal, N/m2)

dan strain adalah besaran tanpa satuan.

89
Gambar 2.22 Batas elastis dan tegangan luluh 0,2 % (Smith,1984)

1. Istilah-Istilah Dalam Uji Tarik

a. Batas elastisitas σE (elastic limit)

Bila sebuah bahan diberi bahan sampai titik tertentu (Batas

proporsional), kemudian beban di hilangkan, maka bahan tersebut akan

kembali ke konisi semula , tetapi bila bahan di tarik sampai melewati titik

tertentu (Batas proporsional), maka hokum Hooke tidak berlaku lagi dan

terdapat perubahan permanen pada bahan tersebut.

b. Batas proporsional σp (proporsional limit)

Batas proporsional adalah titik sampai di mana penerapan hokum

Hooke masih bias di tolerir. Tidak ada standarisasi tentang hal ini. Dalam

prakteknya, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

c. Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Yaitu

bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah

landing.

90
d. Tegangan luluh σy (yield stress)

Tegangan minimum dimana specimen terdeformasi tanpa

pertambahan beban yang berarti, karena deformasi yang terjadi tidak hilang

meski beban di tiadakan. Setelah mencapai titik yield bahan memasuki fase

daerah landing peralihan deformasi elastic ke plastis.

Py
σy = ................................(pers 2.5)
Ao

e. Regangan luluh Ɛ y (yield strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase saat deformasi

plastis.

f. Regangan elastic Ɛ e (elastic strain)

Regangan yang di akibatkan perubahan elastic bahan. Pada saat

beban di lepaskan, regangan ini akan kembali ke posisi semula.

g. Regangan plastis Ɛ p (plastic strain)

Regangan yang di akibatkan perubahan plastis. Pada saat beban di

lepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

h. Regangan total (total strain)

Adalah gabungan antara regangan plastis dan regangan elastic.

Ɛt =Ɛ e + Ɛ p...............................(pers 2.6)

i. Tegangan tarik maksimum σu (ultimate tensile srength)

Merupakan besar tegangan maksimum yang di dapatkan dalam uji

tarik.

Pu
σu = ..................................(pers 2.7)
Ao

91
Keterangan :

Pu = Beban maksimum (kg)

j. Kekuatan patah σf (breaking strength)

Merupakan besar tegangan di mana bahan yang di uji putus atau patah.
𝑃𝑓
σf = ..................................(pers 2.8)
𝐴𝑜

Keterangan :

Pf = Beban saat material putus

Cara umum untuk mengetahui sifat mekanik dari material adalah

dengan melakukan pengujian tarik(tensile test), uji tarik ini cara pengujian

bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana dan sudah

mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM

E8/E8M dan Jepang. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui

bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui

sejauh mana material itu bertambah panjang, Dalam pengujian ini bahan diuji

sampai putus. Proses pengujian tarik mempunyai tujuan utama untuk

mengetahui kekuatan tarik bahan uji. Bahan uji adalah bahan yang akan

digunakan sebagai konstruksi, agar siap menerima pembebanan dalam bentuk

tarikan.

Pada gambar 2.23 menunjukan dua Jenis perpatahan yaitu perpatahan

ulet dan perpatahan getas. Perpatahan ulet terjadi karena adanya deformasi

elastis dan plastis pada material sampai akhirnya putus, sedangkan perpatahan

getas tidak mengalami deformasi elastis sampai akhirnya mengalami

perpatahan. Kedua jenis perpatahan ini memiliki karakteristik yang berbeda.

92
Dibawah ini adalah gambar sampel hasil pengujian tarik yang menunjukan

beberapa tampilan perpatahan.

Gambar 2.23 Ilustrasi bentuk pepatahan benda uji tarik sesuai dengan tingkat
keuletan/kegetasan.

Perpatahan Ulet (Ductile Fracture) merupakan perpatahan yang

terjadi akibat pembebanan yang berlebih dimana sebelumnya terjadi

penyerapan energi dan deformasi plastis. Perpatahan ulet umumnya lebih

disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan

lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pada perpatahan ulet komposisi

material juga mempengaruhi, jadi bukan karena pengaruh beban saja.

Perpatahan ulet biasanya terjadi pada material berstruktur bainit yang

merupakan baja dengan kandungan karbon rendah. Pada perpatahan ulet

terdapat gabungan rongga mikro material. Pada gambar 2.24 dibawah ini

dijelaskan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet pada suatu spesimen

yang diberikan pembebanan tarik.

Gambar 2.24 Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a)

Penyempitan awal; (b) Pembentukan rongga rongga kecil (cavity); (c)

93
Penyatuan rongga-rongga membentuk suatu retakan; (d) Perambatan retak;

(e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.

Ciri-Ciri Perpatahan Ulet

 Permukaan hasil patahan gelap.

 Permukaannya membentuk cup and cone.

 Pada perpatahan ulet, terjadi mekanisme necking.

 Crack merambat memotong pada batas butir.

Selain itu juga kita ada mengenal jenis. Perpatahan getas(Brittle

Fracture). Perpatahan ini biasa terjadi pada energi pembebanan yang

rendah. Perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang terang serta

ditandai dengan perambatan retak yang cepat dan adanya energi pembebanan

yang relatif lebih kecil daripada perpatahan ulet. perpatahan getas biasanya

terjadi pada material yang memiliki struktur martensit atau material yang

memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun

rapuh. Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat dapat

dilihat pada gambar 2.25 berikut.

Gambar 2.25 Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang


lintang persegi panjang (pelat).

94
B. Pengujian Mikrostruktur (Metallografy Test)

Mikrostruktur adalah penataan geometrik dari butir butir dan fasa-

fasa dalam suatu material. Variabel-variabel dari fitur-fitur structural ini

mencakup jumlah, ukuran, bentuk, dan distribusi. Dimensi mikro struktur

cukup kecil sehingga diperlukan microskop optic (perbesaran hingga 2000

kali).

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut sturktur mikro.

Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus

menggunakan alat pengamat diantaranya: mikroskop cahaya, mikroskop

electron, mikroskop field on, mikroskop field emission dan mikroskop

sinar-X.

Pengujian struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perbedaan

struktur logam daerah manik las, daerah pengaruh panas (HAZ) dan pada

daerah las (weld Metal). Butir pada pada daerah las mempunyai perbedaan

yang kontras, sebab butir pada HAZ adalah butir logam induk yang mengalami

pengaruh panas dan logam induk, dilakukan pengamatan struktur mikro

dengan urutan: mengamplas, memoles, meng-etsa dengan larutan HNO3 5%

selama 3 detik, kemudian melakukan pemeriksaan struktur mikro dengan

mikroskop optik tipe Nikon Japan 251565 dan dilengkapi dengan kamera

webcam dengan pembesaran 50x – 400x.

Material logam terdiri dari berbagai jenis struktur mikro yang berupa

kristal-kristal kecil yang disebut "butir" atau kristalit. Perlakuan panas adalah

cara yang efisien untuk memodifikasi srtuktur mikro dengan mengendalikan

95
temperatur pemanasan dan laju pendinginan. Berikut adalah beberapa jenis

struktur mikro yang terbentuk antara lain:

a. Ferrite

Ferrite ialah suatu komposisi logam yang mempunyai batas

maksimum kelarutan Carbon 0,025%C pada temperatur 723C, struktur

kristalnya BCC (Body Center Cubic) dan pada temperatur kamar mempunyai

batas kelarutan Carbon 0,008%C.

b. Austenite

Austenite ialah suatu larutan padat yang mempunyai batas maksimum

kelarutan Carbon 2% pada temperature 1130C, struktur kristalnya FCC (Face

Center Cubic)

c. Cementit

Cementit ialah suatu senyawa yang terdiri dari unsur Fe dan C

dengan perbandingan tertentu dan struktur kristalnya Orthohombic L ediburite

ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan Cementit yang dibentuk

pada temperatur 1130C dengan kandungan Carbon 4,3%C.

d. Perlit

Perlit ialah campuran Eutectoid antara Ferit dengan Cementit yang

dibentuk pada temperatur 723C dengan kandungan Carbon 0,83%C.

e. Lediburite

Lediburite ialah campuran Eutectic antara besi Gamma dengan

Cementid yang dibentuk pada temperature 1130 Derajat Celcius dengan

kandungan Carbon 4,3%C.

96
C. Pengujian Kekerasan

Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu

bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain,

ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh

pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi.kita dapat menganalisis

seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban

yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.

Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika

memilih bahan benda tersebut.dengan pertimbangan itu, kita cenderung

memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih

tinggi.alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan

dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya

cenderung lebih rapuh dan sebaliknya, logam lunak cenderung lebih ulet dan

elastis.

Gambar 2.26 Benda uji kekerasan

97
1. Dasar-dasar Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka

kekerasan logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan

untuk melihat apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui

seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam

berdasarkan pada standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian

kekerasan pun diatur dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan

yang baku. Satuan yang baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian

kekerasan, yaitu penekanan, goresan, dan dinamik.

Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh

industri permesinan. Hal ini dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat

dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan

dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan yang menggunakan

cara ini terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekerasan dengan metode

Rockwell, Brinell, dan Vickers. Ketiga metode pengujian tersebut memiliki

kelebihan dan kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam

menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell dan Vickers misalnya,

memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan angka kekerasannya,

yaitu menitik beratkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap setiap daya

luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut. Sedangkan

metode Rockwell menitik beratkan pada pengukuran kedalaman hasil

penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk berkasnya (indentasi)

pada benda uji.

98
Perbedaan cara pengujian ini menghasilkan nilai satuannya juga

berbeda. Karena itu, tiap-tiap pengujian memiliki satuannya masing-masing

sesuai dengan proses penekannya, yang mendapat pengakuan standar

internasional. Perbedaan satuan itu ditunjukkan dalam bentuk tulisan angka

hasil pengujiannya. Berikut ini merupakan uraian terperinci mengenai masing-

masing metode pengujian.

a. Metode Pengujian Vickers

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers menggunakan identor

berupa pyramid intan yang membentuk sudut 136° (ASTM E92). Masa identor

bervariasi antara 1-120 kg. Uji kekerasan Vickers ini diterima secara luas untuk

keperluan riset maupun penelitian karena nilai kekerasan Vickers menyediakan

rentang nilai yang luas. Sehingga Vickers ini dapat digunakan pada material

yang lunak dan material yang sangat keras sekalipun. Harga Vickers atau VHN

(Vickers Hardness Number) adalah:



2𝑃 sin 1,854.𝑃
VHN= 2
= …. (pers 2.9)
𝑑2 𝑑2

𝑑1 +𝑑2
Dimana 𝑑 2 = …..mm²
2

99

Anda mungkin juga menyukai