Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Ilmu.

Keperawatan Jiwa
Volume.5.Nomor 3, Agustus 2022
e-ISSN.2621-2978; p-ISSN.2685-9394
https://journalppnijatengorg/indexphp/jikj

TINGKAT PENGETAHUAN KADER DALAM UPAYA PENCEGAHAN STUNTING


Setianingsih, Siti Musyarofah, Livana PH, Novi Indrayati
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal, Jln Laut 31 Kendal, Jawa Tengah 51311, Indonesia
*livana.ph@gmail.com

ABSTRAK
Stunting menjadi permasalahan gizi kronis dalam prioritas pembangunan nasional yang tercantum
dalam RPJMN 2020-2024. Kabupaten Semarang termasuk dalam 100 kota/kabupaten prioritas untuk
intervensi anak dengan stunting di Indonesia. Fokus utama dalam penanganan stunting adalah 1000
Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kader kesehatan berperan penting dalam upaya penanganan stunting
sehingga diharapkan mempunyai pengetahuan yang baik dan motivasi yang tinggi dalam upaya
pencegahan stunting. Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan deskriptif survei. Sampel penelitian ini
adalah kader Kesehatan didesa Kecamatan Banyubiru dan Kecamatan Ambarawa, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah dengan jumlah sampel 120 responden menggunakan Teknik purposive
sampling. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Analisis data dilakukan secara univariat.
Tingkat pengetahuan kader kesehatan dalam kategori baik terkait managemen laktasi (74,2 %), namun
dalam hal pengukuran antropometri dan gizi seimbang masih kurang yaitu 86,7 % (antropometri) dan
98,3 % (gizi seimbang). Pengetahuan kader tentang pencegahan stunting akan mempengaruhi kinerja
kader dalam program pencegahan stunting, oleh karena itu para kader kesehatan perlu mendapatkan
penguatan pengetahuan serta pendampingan.

Kata kunci: kader; stunting; tingkat pengetahuan

KADER KNOWLEDGE IN STUNTING PREVENTION EFFORT

ABSTRACT
Stunting is a chronic nutritional problem in the national development priorities listed in the 2020-
2024 RPJMN. Semarang Regency is included in 100 priority cities/districts for intervention in
children with stunting in Indonesia. The main focus in handling stunting is the First 1000 Days of Life
(HPK). Health cadres play an important role in stunting handling efforts so they are expected to have
good knowledge and high motivation in stunting prevention efforts. This research is quantitative with
a descriptive survey. The sample of this research is health cadres in the village of Banyubiru and
Ambarawa sub-districts, Semarang district, Central Java with a total sample of 120 respondents using
purposive sampling technique. The research instrument used a questionnaire. Data analysis was
performed univariately. The level of knowledge of health cadres is in a good category related to
lactation management (74.2%), but in terms of anthropometric measurements and balanced nutrition,
it is still lacking, namely 86.7% (anthropometry) and 98.3% (balanced nutrition). Knowledge of
cadres about stunting prevention will affect cadres' performance in stunting prevention programs,
therefore health cadres need to gain knowledge strengthening and assistance.

Keywords: cadre; knowledge level; stunting

PENDAHULUAN
Masalah stunting masih menjadi salah satu permasalahan gizi utama di Indonesia dan menjadi
prioritas pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Stunting adalah
gangguan pertumbuhan linier pada anak yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam
jangka waktu lama, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak lebih pendek dari
usianya. Telah diketahui bahwa stunting dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak yang dapat berdampak terhadap rendahnya kualitas sumber daya

447
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah
manusia, sehingga berisiko terhadap produktivitas kerja. Berdasarkan data hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, kasus balita stunting di Indonesia mencapai 30,8%.
Hal ini kontras dengan target RPJMN tahun 2019 dimana prevalensi stunting pada baduta
diharapkan menurun hingga 28% (Lisnawati, 2020).

Aspek profil kesehatan Indonesia yang masih perlu diperhatikan salah satunya adalah
stunting. Kekurangan gizi kronis pada anak balita, dibuktikan dengan tingginya prevalensi
stunting pada anak balita. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi balita pendek
dan sangat pendek di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%, dibandingkan tahun 2010 (35,6%)
dan tahun 2007 (36,8%) angka tersebut menunjukkan penurunan atau perbaikan namun, tidak
signifikan karena standar WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan jika
prevalensinya 20% atau lebih (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).

Tahun 2018 Indonesia memiliki salah satu tingkat prevalensi stunting tertinggi di dunia
sebesar 30,8 persen. Prevalensi stunting di Jawa Tengah menurut data Pemantauan Status Gizi
(PSG) menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2014 sampai tahun 2017, yaitu: 22,6%-
24, 8%-23,9% dan terakhir 28,5% pada tahun 2017. Tingginya prevalensi stunting di
Indonesia dan di Jawa Tengah dikhawatirkan akan terjadi “lost generation” pada masa yang
akan datang. Data PSG tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi stunting di Jawa Tengah
adalah 28,5% tersebar diseluruh kabupaten/kota dengan rentang prevalensi, terendah 21,0% di
Kota Semarang, dan tertinggi 37,6% diKab Grobogan. Menurut WHO (2013) batas masalah
kesehatan untuk indikator balita pendek dan sangat pendek (stunting) adalah > 20%
sedangkan, prevalensi terendah di jawa Tengah adalah 21,0% maka dapat dikatakan bahwa
seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah masih menghadapi masalah kekurangan gizi kronis
stunting (Dinkes Provinsi Jateng, 2019).

Kader merupakan anggota masyarakat yang memiliki waktu untuk membantu


mengidentifikasi kebutuhan akan kesehatan di masyarakat. Pengetahuan yang baik serta sikap
positif akan menghasilkan pelayanan pelayanan yang baik. Sikap kader dalam pelayanan
posyandu menunjukkan sikap positif akan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal tersebut selaras dengan hasil
penelitian Handayani (2019) tentang Penerapan Aplikasi Anak Bebas Stunting (ABS) dapat
berpengaruh terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap Kader Tentang Stunting Pada
Balita Usia 12 – 36 Bulan (Handayani, Tarawan, & Nurihsan, 2019).

Adanya keterlibatan kader dalam pengimplementasian program stunting bersesuain dengan


pilar penanganan stunting di Indonesia pada point ke-3 yaitu konvergensi, koordinasi, dan
konsolidasi program nasional, daerah, masyarakat. Disebutkan dalam Permendes PDTT No.
19 tahun 2017 pada point ke-9 yaitu penyelenggaraan dan pemberdayaan masyarakat dalam
promosi kesehatan dan kelurahan. Gerakan masyarakat hidup sehat yang didalamnya
mencakup sub-point adanya keterlibatan kader posyandu dengan melakukan pertemuan kader
posyandu. Pengetahuan kader yang baik juga turut berpengaruh terhadap kinerja kader
posyandu (Afifa, 2019a).

Kognitif atau Pengetahuan merupakan domain yang penting untuk terbentuknya perilaku
hidup seseorang (Notoatmojo, 2010). Peran kader sangat penting karena kader bertanggung
jawab dalam setiap program posyandu. Bila kader tidak aktif maka dapat terhambat
pelaksanaan posyandu maka akibatnya adanya kelainan status gizi bayi dan balita tidak dapat
ditemukan lebih awal dengan jelas. Promosi kesehatan berpengaruh terhadap pengetahuan dan
sikap dengan tindakan pencegahan stunting oleh kader posyandu sesuai hasil penelitian

448
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah
(Sewa, Tumurang, & Boky, 2019). Hal ini didukung dengan penelitian Demsa Simbolon yang
menjelaskan bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan 19,36 point (p=0,0001) setelah
dilakukan pelatihan dan pendampingan kader (Simbolon, Demsa, 2019) .

Masalah Stunting menggambarkan keadaan status gizi kurang yang bersifat kronik yang
terjadi selama periode 1000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai akibat pemberian asupan
gizi yang tidak memenuhi kebutuhan gizi anak. Keadaan ini ditunjukkan dengan nilai Z-score
panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U) kurang dari -2 SD (standar
deviasi). Diperkirakan secara global kejadian stunting sekitar 1 dari 4 balita. Upaya
pencegahan stunting difokuskan pada 1000 HPK yang dimulai sejak konsepsi hingga anak
berusia 2 tahun diantaranya pola asuh dan pola makan ibu dan baduta, penilaian status gizi
dengan pengukuran antropometri, dan intervensi gizi spesifik serta intervensi gizi sensitif
(Astuti, 2018).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 Negara: (RPJMN)


menargetkan angka stunting 28 persen, pada tahun 2018 pemerintah menetapkan area
prioritas untuk pencegahan stunting di 100 kabupaten/kota melalui program yang akan
diperluas secara bertahap hingga 2021, hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan teknis
pemilihan kabupaten/kota dan desa/kelurahan sebagai daerah prioritas pencegahan stunting.
Indikator yang digunakan dalam menentukan prioritas pencegahan stunting di tingkat
kabupaten/kota meliputi: jumlah penduduk miskin rakyat, prevalensi stunting pada anak di
bawah usia lima tahun dan jumlah total anak di bawah usia lima tahun dengan stunting.
Tingkat desa dan kelurahan, prioritas daerah ditentukan dengan menggunakan indikator yang
disesuaikan dengan yang digunakan dalam penyusunan indeks di kabupaten dan tingkat kota,
yaitu: jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, tingkat kemiskinan dan jumlah kejadian
gizi buruk (Adji, Asmanto, & Tuhiman, 2019).

Kejadian stunting di indoneisa di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, pemberian ASI
noneksklusif selama 6 bulan pertama, status sosial ekonomi rumah tangga yang rendah,
kelahiran prematur, panjang badan lahir yang pendek dan tingkat pendidikan ibu yang rendah
selain itu, rumah tangga dengan jamban yang tidak layak dan air minum yang tidak diolah
juga berisiko lebih tinggi. Faktor kejadian stunting lainnya dapat di pengaruhi dari
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedesaan dengan akses yang buruk (Beal,
Tumilowicz, Sutrisna, Izwardy, & Neufeld, 2018). Pemerintah Indonesia membuat Program
Indonesia Sehat untuk meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup manusia indonesia.

Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa desa di kecamatan Banyubiru dan Kecamatan
Ambarawa kabupaten semarang telah memiliki kader kesehatan yang aktif dan produktif
namun, belum semuanya mengetahui tentang cara pencegahan stunting pada 1000 HPK.
Pengetahuan kader akan sangat mempengaruhi kinerja kader dalam upaya pencegahan
stunting. Latarbelakang tersebut menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian tentang
studi deskriptif pengetahuan kader dalam pencegahan stunting.

METODE
Penelitian ini berjenis kuantitatif dengan deskriptif survei. Sampel penelitian ini adalah
perangkat desa di Kecamatan Banyubiru dan Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah dengan menggunakan purposive sampling sebanyak 120 responden. Instrumen
penelitian menggunakan beberapa kuesioner. Kuesioner A digunakan untuk mengidentifikasi

449
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah
karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin dan jenis pekerjaan responden.
Kuesioner B menggunakan kuesioner terkait pengetahuan perangkat desa dalam mencegah
stunting meliputi manajeman laktasi dan pengukuran antopometri dan pemenuhan gizi
seimbang. Kuesioner B telah dinyatakan valid dengan nilai rentang 0,938-0,858 dan reliabel
dengan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,864. Penelitian dilakukan di Kabupaten Semarang
pada bulan Januari hingga Juli 2022. Analisis data dilakukan secara univariat berupa distribusi
frekuensi. Penelitian ini telah lolos etik dengan nomor 013/EC/KEPK-
STIKES_Kendal/I/2022.

HASIL
Tabel 1.
Karakteristik Subjek Riset berdasarkan usia (n=120)
Variabel Mean Std. Deviation Min-Max
Usia 41.95 8.870 23 – 62

Hasil analisis didapatkan rata-rata usia responden adalah 41.95 tahun dengan standar deviasi
8.87 tahun. Usia termuda 23 tahun sedangkan, usia tertua adalah 62 tahun

Tabel 2.
Karakteristik Subjek Riset berdasarkan Jenis kelamin dan Pekerjaan (n=120)
Variabel f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 14.2
Perempuan 103 85.8
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 57 47.5
Pegawai Negeri Sipil 22 18.3
Karyawan Swasta 3 2.5
Wiraswasta 5 4.2
Lain-lain 33 27.5

Distribusi jenis kelamin responden menunjukkan bahwa mayoritas adalah perempuan yaitu
103 (85.8%) sedangkan, untuk laki -laki hanya 17 responden (14.2). Mayoritas pekerjaan
responden adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 57 (47.5%), lain-lain 33 responden
(27.5%), Pegawai Negeri Sipil 22 (18.3), wiraswasta 5 (4.2%) dan paling sedikit responden
bekerja sebagai karyawan swasta yaitu 3 responden (2.5%).

Tabel 3.
Distribusi Pengetahuan Kader dalam Pencegahan Stunting (n=120)
Variabel f %
Pengetahuan Manajemen Laktasi
Kurang 31 25.8
Baik 89 74.2
Pengetahuan Pengukuran Antropometri
Kurang 104 86.7
Baik 16 13.3
Pengetahuan Gizi Seimbang
Kurang 118 98.3
Baik 2 1.7

450
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah

Tabel 3 menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan kader dalam manajemen laktasi sebagian
besar baik (74,2%), sedangkan pengetahuan tentang pengukuran antropometri sebagian besar
kurang (86,7 %) dan mayoritas kader memiliki pengetahuan yang kurang dalam hal
pemenuhan gizi seimbang yaitu 98,3 %.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan kader dalam manajemen laktasi
sebagian besar baik (74,2%). Kader posyandu di Kabupaten Semarang telah mendapatkan
penyuluhan tentang ASI eksklusif serta managemen laktasi sebagai upaya pencegahan
stunting. Hal ini juga didukung dengan sebagian besar kader berjenis kelamin perempuan.
Para kader juga menggunakan pengalaman hidupnya dalam menyusui sebagai bekal
pengetahuan. Telah banyak hasil penelitian dan pengabdian masyarakat tentang penyuluhan
yang terbukti bisa meningkatkan pengetahuan dari kelompok sasaran. Beberapa pelatihan atau
workshop tentang penggunaan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan praktik pemberian
makanan pendamping ASI bagi kader telah terbukti meningkatkan pengetahuan mereka.
Kegiatan yang bersifat pelatihan atau penyuluhan kepada kader harus dilakukan periodik dan
berkelanjutan karena sebagian besar kader hanya sebagai ibu rumah tangga. Kader harus
dibekali dengan pengetahuan kesehatan yang baik khususnya tentang pencegahan stunting,
sehingga ketika mereka memberikan penyuluhan kepada masyarakat dapat dilakukan dengan
baik pula. Pesan yang disampaikan oleh kader akan sama dengan apa yang disampaikan oleh
tenaga kesehatan. Hal ini bisa mendukung kegiatan intervensi gizi spesifik terutama dalam
meningkatkan cakupan pemberian ASI sampai 2 tahun yang yang terbukti dapat mencegah
terjadinya stunting pada 1000 HPK(Ramadhan, Maradindo, Nurfatimah, & Hafid, 2021).

Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan kader tentang pengukuran


antropometri sebagian besar kurang (86,7 %). Salah satu permasalahan posyandu yang paling
mendasar adalah rendahnya tingkat pengetahuan kader baik dari sisi akademis maupun teknis,
karena itu untuk dapat memberikan pelayanan optimal di Posyandu, diperlukan penyesuaian
pengetahuan dan keterampilan kader, sehingga mampu melaksanakan kegiatan Posyandu
sesuai norma, standar, prosedur dan kriteria pegembangan Posyandu. Kader perlu
mendapatkan bekal pengetahuan dan keterampilan yang benar dalam melakukan
penimbangan (Megawati & Wiramihardja, 2019). Hasil penelitian lain menyatakan bahwa
peningkatkan pengetahuan tentang stunting dan keterampilan kader dalam melakukan
pengukuran Panjang atau tinggi badan balita dengan tepat dapat dilaksanakan di Posyandu
dengan memberikan pelatihan penguatan pengetahuan tentang stunting, pelatihan validasi
alat, penggunaan alat dan interpretasi hasil pengukuran Panjang atau tinggi badan hal ini juga
dapat meningkatkan pengetahuan dan praktik kader dalam melakukan pengukuran Panjang
atau tinggi badan pada balita (Rohmah & Siti Arifah, 2021). Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian tentang pengetahuan dan sikap kader tantang stunting pada balita usia
12-36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Leuwigoong Kabupaten Garut yang menunjukkan
bahwa terdapat peningkatan pengetahuan dan sikap kader setelah diberikan Aplikasi Anak
Bebas Stunting (ABS) dengan nilai p <0,005, presentase peningkatan pengetahuan 25,1%
dan persentase sikap 76,2% (Handayani et al., 2019). Berdasarkan hal diatas, maka kader
kesehatan di posyandu tidak hanya sekedar mengukur tinggi badan dan berat badan, namun
diperlukan penyesuaian pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan pengukuran
antropometri balita.

Tingkat pengetahuan kader kesehatan dalam penelitian ini tentang pemenuhan gizi seimbang
masih kurang yaitu 98,3 %. Hanya 2 kader kesehatan yang memiliki pengetahuan baik tentang

451
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah
pemenuhan gizi seimbang sebagai intervensi dalam upaya pencegahan stunting. Kader
kesehatan dalam memahami gizi seimbang hanya pada bagian zat gizi makro yaitu
karbohidrat, lemak dan protein, sedangkan zat gizi mikro kurang mereka pahami.
Pengetahuan tentang intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif menjadi bagian
penting dalam salah satu bentuk pencegahan stunting pada 1000 HPK. Pemerintah Indonesia
focus pada pencegahan stunting, salah satu bentuk dari keseriusan pemerintah dalam
pencegahan dan penanganan stunting adalah pemerintah membuat Program Indonesia Sehat
untuk meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di
daerah terpencil, dengan melibatkan masyarakat dalam program Indonesia pintar salah
satunya adalah menjadi kader Kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan kader kesehatan dalam mencegah risiko stunting melalui
kerjasama dengan berbagai pihak seperti edukasi dari puskesmas yang dilanjutkan dengan
monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara rutin oleh pihak puskesmas terhadap para
kader kesehatan dalam pelaksanaan penimbangan, deteksi status gizi maupun deteksi serta
stimulasi tumbuh kembang anak dengan optimalisasi pelaporan seperti cara pencatatan yang
efektif dan jelas disertai hasil interpretasi pengukuran serta kecepatan dalam penyerahan
laporan hasil deteksi dini tumbuh kembang anak serta status gizi dan deteksi stunting dari
para kader kesehatan kepada bidan desa setempat atau puskesmas (Sari, Wuriningsih,
Khasanah, & Najihah, 2021). Temuan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
motivasi dan pengetahuan kader mempengaruhi kinerja kader (Afifa, 2019b).

SIMPULAN
Tingkat pengetahuan kader kesehatan dalam kategori baik terkait managemen laktasi (74,2
%), namun dalam hal pengukuran antropometri dan gizi seimbang masih kurang yaitu 86,7 %
(antropometri) dan 98,3 % (gizi seimbang). Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi acuan
pemerintah Jawa Tengah khususnya Pemerintah Kabupaten Semarang dalam membuat
kebijakan dalam penguatan pengetahuan dan pendampingan para kader tentang pencegahan
stunting untuk mendukung tercapainya penurunan angka kejadian stunting di Indonesia pada
umumnya dan khususnya Jawa Tengah.

DAFTAR PUSTAKA
Adji, A., Asmanto, P., & Tuhiman, H. (2019). Priority Regions for Prevention of Stunting.
TNP2K Working Paper 47/2019. Jakarta, Indonesia, (November).
Afifa, I. (2019a). Kinerja Kader dalam Pencegahan Stunting: Peran Lama Kerja sebagai
Kader, Pengetahuan dan Motivasi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(4), 336.
https://doi.org/10.21776/ub.jkb.2019.030.04.19
Astuti, S. (2018). Gerakan Pencegahan Stunting Melalui Pemberdayaan Masyarakat Di
Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Dharmakarya, 7(3), 185–188.
https://doi.org/10.24198/dharmakarya.v7i3.20034
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) 2013. Laporan Nasional 2013. https://doi.org/1 Desember 2013
Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of
child stunting determinants in Indonesia. Maternal and Child Nutrition, Vol. 14.
https://doi.org/10.1111/mcn.12617
Dinkes Provinsi Jateng. (2019). Rencana Strategis Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2018-2023. Journal of Chemical Information and Modeling.

452
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah
Handayani, T. P., Tarawan, V. M., & Nurihsan, J. (2019). PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP KADER TENTANG STUNTING PADA BALITA
USIA 12 – 36 BULAN MELALUI PENERAPAN APLIKASI ANAK BEBAS
STUNTING (ABS). Jurnal Kebidanan Malahayati, 5(4).
https://doi.org/10.33024/jkm.v5i4.2058
Lisnawati, N. (2020). Peningkatan Pengetahuan Gizi mengenai Stunting melalui Buku Saku
Mandiri. Seminar Nasional Pengabdian Kepada …, 477–480. Retrieved from
http://proceedings.undip.ac.id/index.php/semnasppm2019/article/view/374%0Ahttps://p
roceedings.undip.ac.id/index.php/semnasppm2019/article/download/374/236
Megawati, G., & Wiramihardja, S. (2019). Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu Dalam
Mendeteksi Dan Mencegah Stunting. Dharmakarya, 8(3), 154.
https://doi.org/10.24198/dharmakarya.v8i3.20726
Notoatmojo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Ramadhan, K., Maradindo, Y. E., Nurfatimah, N., & Hafid, F. (2021). Kuliah kader sebagai
upaya meningkatkan pengetahuan kader posyandu dalam pencegahan stunting. JMM
(Jurnal Masyarakat Mandiri), 5(4), 1751–1759. Retrieved from
http://journal.ummat.ac.id/index.php/jmm/article/view/5091
Rohmah, F. N., & Siti Arifah. (2021). OPTIMALISASI PERAN KADER KESEHATAN
DALAM DETEKSI DINI STUNTING. BEMAS: Jurnal Bermasyarakat, 1(2), 95–102.
https://doi.org/10.37373/bemas.v1i2.88
Sari, D. W. P., Wuriningsih, A. Y., Khasanah, N. N., & Najihah, N. (2021). Peran kader
peduli stunting meningkatkan optimalisasi penurunan risiko stunting. NURSCOPE:
Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 7(1).
https://doi.org/10.30659/nurscope.7.1.45-52
Sewa, R., Tumurang, M., & Boky, H. (2019). Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap
Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Pencegahan Stunting Oleh Kader Posyandu
Diwilayah Kerja Puskesmas Bailang Kota Manado. Jurnal Kesmas, 8(4), 80–88.
Retrieved from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/kesmas/article/view/23968/23615
Simbolon, Demsa, et all. (2019). Peningkatan Kemampuan Kader Kesehatan dalam Deteksi
Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan melalui Pelatihan Penggunaan Meteran Deteksi
Risiko Stunting Pendahuluan Masalah Stunting menggambarkan keadaan status gizi
kurang yang bersifat kronik yang terjadi sel. 4(2), 194–205.

453
Jurnal.Ilmu Keperawatan.Jiwa, Volume 5 No 3, Agustus 2022
Persatuan.Perawat.Nasional.Indonesia Jawa.Tengah

454

Anda mungkin juga menyukai