Anda di halaman 1dari 57

Seri Paket Iptek

Informasi Sifat Dasar dan


Kemungkinan Penggunaan
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
10 JENIS BAMBU
Sri Rulliaty Sutardi | Nurwati Nadjib | Muhammad Muslich
Jasni | I.M Sulastiningsih | Sri Komaryati
Sihati Suprapti | Abdurrahman | Efrida Basri

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN


BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan
Kemungkinan Penggunaan
10 Jenis Bambu
Sri Rulliaty Sutardi
Nurwati Nadjib
Mohammad Muslich
Jasni
I.M Sulastiningsih
Sri Komaryati
Sihati Suprapti
Abdurrahman
Efrida Basri

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN


BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, JULI 2015
Judul Buku:
Seri Paket Iptek Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan
10 Jenis Bambu
Penulis:
Sri Rulliaty Sutardi, Nurwati Nadjib, Muhammad Muslich, Jasni,
I.M Sulastiningsih, Sri Komaryati, Sihati Suprapti, Abdurrahman,
Efrida Basri
Desain Sampul dan Penata Isi:
Ardhya Pratama
Jumlah Halaman:
48 + viii halaman romawi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor
Telp/Fax: 0251 - 8633 378/8633413 E-mail: info@pustekolah.org
Website: www.pustekolah.org

ISBN: 978-979-3132-60-0

Dicetak oleh IPB Press, Bogor - Indonesia


Isi di Luar Tanggung Jawab Percetakan

© 2015, HAK CIPTA DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh


isi buku tanpa izin tertulis dari penerbit
Kata Pengantar

Bambu telah lama dikenal masyarakat Indonesia dan dimanfaatkan oleh


berbagai lapisan masyarakat karena bambu tumbuh hampir di seluruh wilayah
Indonesia, baik secara alamai mapun budi daya. Sifatnya yang unik mejadikan
bambu sebagai bahan substitusi kayu untuk berbagai keperluan, seperti alat
rumah tangga, permebelan, ataupun bahan konstruksi bangunan. Kegunaan
lain dari bambu yaitu dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, seperti rebung,
bahan pembuat kertas, bahan pembuat kain, dan kerajinan lainnya.

Saat ini telah tercatat lebih dari 120 jenis bambu di Indonesia, 56 jenis di
antaranya mempunyai potensi ekonomi. Meskipun telah banyak penelitian
tentang bambu, penelitian tentang sifat dasar dan kegunaan jenis-jenis bambu
belum dilakukan secara menyeluruh dan tuntas sehingga pemanfaatannya
belum maksimal dan efisien.

Buku ini menyajikan informasi sifat dasar dan kegunaan jenis-jenis bambu
yang belum pernah diteliti atau melengkapi sifat-sifatnya yang telah ada
sebelumnya, sebagai dasar diversifikasi penggunaan bahan baku bambu untuk
berbagai tujuan pemakaian dalam rangka efisiensi pemanfaatan sumber daya
hutan.

Semoga apa yang disajikan dalam buku ini dapat bermanfaat bagi para pelaku
industri, masyarakat pengguna, lembaga penelitian maupun pihak penentu
kebijakan.

Bogor, Juli 2015


Kepala Pusat

Dr. Ir. Dwi Sudharta, M.Si.


Daftar Isi

Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN.................................................................................................................1

II. METODE PENELITIAN.......................................................................................................3

1. Lokasi Penelitian........................................................................................................3
2. Bahan dan Peralatan.................................................................................................3
3. Prosedur Kerja.............................................................................................................4
4. Analisis Data................................................................................................................8
III. INFORMASI SIFAT DASAR BAMBU DAN PENGGUNAANYA................................9
1. Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacia Widjaja).................................. 10
2. Bambu tutul (Bambusa maculata).................................................................... 13
3. Bambu apus (Gigantochloa apus(Schultz) Kurz).......................................... 15
4. Bambu andong (Gigantochloapseudoarundinacea
(Steundel) Widjaja)................................................................................................. 19
5. Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.)................................................. 22
6. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer)............................................ 26
7. Bambu ampel (Bambusa vulgaris Scharder ex Wendland)..................... 30
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
v

8. Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro).......................... 33


9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.)..................................... 36
10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro)........................................ 40

IV. PENUTUP............................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 46
Daftar Tabel

Tabel Halaman
1. Kemungkinan kegunaan 10 jenis bambu yang dapat
direkomendasikan......................................................................................................... 44
Daftar Gambar

Halaman
Gambar 1. Pembagian pangkal, tengah, ujung batang bambu ...........................4

Gambar 2. (A) Batang bambu wulung; (B) Struktur anatomi dan


dimensi serat bambu wulung.................................................................... 10
Gambar 3. Struktur anatomi dan dimensi serat bambu tutul............................. 11

Gambar 4. (A) Rumpun bambu apus; Batang dan seludang


bambu apus; (B) Struktur anatomi dan dimensi serat
bambu apus.................................................................................................... 15
Gambar 5. (A) Rumpun bambu andong; (B) Struktur anatomi
dan dimensi serat bambu andong.......................................................... 19
Gambar 6. (A) Rumpun bambu mayan; batang serta seludang
bambu mayan; (B) Struktur anatomi dan dimensi serat
bambu mayam . ............................................................................................. 23
Gambar 7. (A) Rumpun bambu betung; batang dan seludang
bambu betung; (B) Struktur anatomi dan dimensi
serat bambu betung ................................................................................... 26
Gambar 8. Gambar 8. (A) Rumpun bambu ampel; batang dan
seludang bambu ampel (B) Struktur anatomi dan dimensi
serat bambu ampel ...................................................................................... 30
Gambar 9. (A) Rumpun bambu ater; batang dan seludang bambu
ater; (B)) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu ater ............ 33
Gambar 10. (A) Rumpun bambu duri; rumpun bambu duri (B) Struktur
`anatomi dan dimensi serat bambu duri . ............................................ 36
Gambar 11. (A) Gambar rumpun bambu dan seludang temen; (B) Struktur
anatomi dan dimensi serat bambu temen ......................................... 40
I. PENDAHULUAN

Bambu telah lama dikenal masyarakat Indonesia


dan dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat
sehingga produk bambu selalu berhubungan erat
dengan perkembangan budaya bangsa Indonesia.
Hal ini mudah dimengerti mengingat bambu
tumbuh hampir di seluruh wilayah, baik secara
alami maupun dibudidayakan. Bambu merupakan
bahan berlignoselulosa yang dapat digunakan
sebagai substitusi kayu pada beberapa keperluan.
Selain mempunyai daur tebang yang lebih pendek
dibandingkan kayu, bambu mempunyai penggunaan
yang luas untuk berbagai tujuan, seperti batangnya
mudah dipanen dan dikerjakan untuk berbagai
keperluan, mulai dari pangan dengan rebungnya yang
dapat di makan, alat rumah tangga, bahan pembuat
kertas, kerajinan, sampai dengan mebel, bahkan
konstruksi pemukiman serta kebutuhan konsumen
lainnya. Martawijaya (1977) dalam Nandika et al. (1994)
memberi taksiran bahwa 80% bambu di Indonesia
digunakan untuk konstruksi (termasuk mebel),
pembungkus 10%, bahan baku kerajinan (industri
kecil) serta sarana pertanian (pertanian) sebanyak 5%,
dan lain-lain.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
2

Widjaja et al. (1994) menyatakan bahwa jumlah jenis


bambu Indonesia yang semula tercatat hanya 65 jenis,
saat ini telah bertambah menjadi 120 jenis lebih dan
dari 56 jenis tersebut memiliki potensi ekonomi. Dari
jenis-jenis bambu yang ada, 13 jenis di antaranya telah
banyak ditanam oleh masyarakat pedesaan, terutama
di Jawa yaitu untuk jenis-jenis yang termasuk dalam
marga Gigantochloa, Bambusa, dan Dendrocalamus
(Verhoef 1957).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk beberapa


sifat dasar bambu, tetapi belum semua jenis bambu
yang ada di Indonesia di teliti sifat dasarnya secara
tuntas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian sifat
dasarnya secara menyeluruh dan tuntas sehingga
pemanfaatan batangnya akan lebih maksimal dan
efisien.

Tujuan dari penelitian ini menyediakan informasi sifat


dasar dan kegunaan 2 jenis bambu sebagai dasar
diversifikasi penggunaan bahan baku untuk berbagai
tujuan pemakaian dalam rangka efisiensi pemanfaatan
sumber daya hutan.
II. METODE
PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian laboratorium dilakukan di masing-
masing laboratorium yang terkait di Pusat Litbang
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
Bogor. Sementara itu, kegiatan pengumpulan contoh
uji dilakukan di wilayah Pulau Jawa. Herbarium jenis
bambu diidentifikasi di “Herbarium Bogoriense” bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, Bogor.

2. Bahan dan Peralatan


Untuk penelitian ini, diperlukan bahan kimia antara lain:
aquadestilata, asam asetat glacial, hidrogen peroxida,
alkohol teknis konsentrasi 30%, 50%, 70%, 96%,
alkohol absolut, gliserin, safranin, toluene, karbolxylene,
entellen, malt ekstrak agar (MEA), urea formaldehida
(UF), Parachem, dan borax boric.

Bahan gelas dan kaca yang diperlukan antara lain object


glass, cover glass, tabung reaksi, botol timbang, watch
glass, pipet, jampot, kaca pembesar, gelas ukur 100 ml,
beaker glass. Sementara itu, peralatan yang digunakan
antara lain oven, autoclave, freezer, kompor gas,
mikroskop kamera, stereo mikroskop, dan mikrotom
gelincir (untuk pembuatan preparat sayat dari bahan
berlignoselulosa yang keras), autoklaf, timbangan,
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
4

oven, pinset, golok, dial caliper, dan mesin uji mekanis


(Universal Testing Machine, UTM).

3. Prosedur Kerja
a. Persiapan bahan baku bambu
Penetapan jenis per tahunnya sebanyak 2 jenis yang
belum pernah diteliti atau sifat-sifatnya belum lengkap
diteliti. Setiap jenis yang telah ditentukan tersebut
berasal dari tegakan dengan kelas umur 3–4 tahun.
Untuk masing-masing jenis yang telah ditentukan
tersebut, diambil minimum 3 sampai 5 batang bambu
sebagai ulangan atau bergantung pada pengujian
yang dilakukan. Penentuan bagian pangkal, tengah,
dan ujung berdasarkan pada pembagian panjang
batang bambu yang umum dimanfaatkan menjadi 3,
yaitu sepertiga bagian dari panjang total batang pada
pangkal disebut bagian pangkal, sepertiga bagian dari
panjang total batang pada bagian tengah disebut
bagian tengah, dan sepertiga bagian dari panjang total
batang pada bagian ujung disebut sebagai bagian
ujung (BSN 2007).

Bagian pangkal Bagian tengah Bagian ujung

Pembagian pangkal, tengah, ujung batang bambu

Gambar 1. Pembagian pangkal, tengah, ujung batang bambu


Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
5

Panjang total yang dimaksud adalah panjang komersial,


bagian batang bambu yang dapat dimanfaatkan bukan
hanya untuk konstruksi ringan. Dalam hal ini tidak
ditentukan berdasarkan ruas ke berapa karena panjang
dan jumlah ruas antara jenis bambu berbeda yang satu
dan lainnya.

Di lapangan dilakukan estimasi jumlah tegakan bambu


per rumpun serta luas rumpun untuk setiap jenisnya
dengan menggunakan metode sampling. Hal ini
dilakukan sebagai data tambahan untuk mengetahui
jumlah batang per rumpun. Karena dari beberapa
pengalaman, ada bambu yang menghasilkan jumlah
lebih banyak pada luasan rumpun yang sama.

b. Pengujian sifat dasar


1. Struktur anatomi dan dimensi serat
Pengenalan ciri-ciri suatu jenis bambu dilakukan
dengan pendekatan secara makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan ciri makroskopis dilakukan
langsung pada contoh uji secara keseluruhan pada
batang bambu tersebut, sedangkan pengamatan ciri
mikroskopis dilakukan pada sayatan mikrotom dan
preparat maserasi yang dipersiapkan secara khusus
menurut metode Sass (1961), metode Franklin (disitir
dalam Rulliaty 1994) dari bagian pangkal, tengah, dan
ujung batang bambu. Pembuatan preparat maserasi
dilakukan menurut metode Fraklin, dalam Rulliaty 1994.
Pengukuran dan penentuan klasifikasi serat dilakukan
menurut Rahman dan Siagian (Rulliaty 2013).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
6

2. Pengujian sifat fisis mekanis


Penelitian fisis mekanis meliputi berat jenis dan
sifat mekanis menggunakan metode yang terbaru
untuk bambu, yaitu ISO 22157-1:2004 (E.Bamboo-
Determination of physical and mechanical properties part
I. Requirements) dan ISO/TR 22157-2:2004 (E. Bamboo-
Determination of physical and mechanical properties
part II. Laboratory Manual) dalam BSN (2007). Pengujian
tersebut dilakukan pada contoh dalam keadaan basah
dan kering udara dengan menggunakan mesin uji
mekanis (Universal Testing Machine UTM).

3. Pengujian Keawetan
Pengujian keawetan dilakukan di laboratorium
Biodeteriorasi dengan melakukan pengujian terhadap
organisme perusak bambu (rayap tanah, rayap kayu
kering, bubuk kayu kering, dan jamur). Standar
pengujian yang dilakukan mengikuti SNI 01-7207-2006
(BSN 2006).

4. Pengujian sifat kimia


Analisis komponen kimia kayu dilakukan menurut
metode standar sebagai berikut:

kadar selulosa menurut metode Norman dan Jenkins


(Wise 1944), kadar lignin menurut standar SNI 14-0492-
1989 (Badan Standardisasi Nasional 1989a). Penetapan
kadar pati dipakai SII-70-1979, kadar abu menurut
standar SNI 14-1031-1989 (Badan Standardisasi
Nasional 1989b), kadar silika menurut standar SNI 14-
1031-1989 (Badan Standardisasi Nasional 1989b),
kelarutan dalam alkohol benzena menurut standar.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
7

5. Pengujian Sifat Pengeringan


Prosedur pembuatan contoh uji dan pengujian sifat
pengeringan bambu mengacu pada metode Terazawa
untuk pengujian kayu yang telah disesuai dengan sifat
dan morfologi batang bambu (Basri 2004).

6. Sifat Perekatan
Penelitian sifat perekatan bambu dilakukan dengan
mempelajari respons suatu jenis bambu terhadap
perekat urea formaldehida (UF). Respons tersebut
dipelajari dari keteguhan rekat bambu dengan
menggunakan uji geser blok atau uji geser tekan.
Pengujian sifat perekatan bambu untuk masing-
masing jenis dilakukan menurut Standar Jepang (Japan
Plywood Manufacture’s Association 2003).

7. Pengujian Keterawetan
Metode yang digunakan dalam pengujian keterawetan
bambu adalah metode modifikasi Boucherie (Findlay
1985). Penetrasi (kedalaman penembusan) bahan
pengawet diamati dengan menyemprotkan atau
melaburkan pereaksi yang sesuai pada penampang
melintang contoh uji hasil pemotongan, menggunakan
pereaksi krom azurol S. Cara pembuatannya mengikuti
Barly dan Abdurrochim (1996).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
8

4. Analisis Data
Masing-masing sifat dilakukan penghitungan rata-rata
dan standar deviasi, kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan metode yang digunakan. Selanjutnya, semua
data dikompilasi sehingga diperoleh sifat dasar setiap
jenis bambu. Berdasarkan sifat- sifat yang di dapat
maka akan ditentukan kegunaan yang diperkirakan
paling mendekati dari ke-2 jenis bambu tersebut.
III. INFORMASI SIFAT
DASAR BAMBU DAN
PENGGUNAANNYA
1. Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea
Widjaja)

Gambar 2. (A) Batang bambu wulung

Perawakan
Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea Widjaja)
dalam keadaan segar batangnya berwarna hijau, ketika
mulai mengering warna kehitaman, dan kadang ungu
gelap. Pada area per 5 m2 dapat ditemukan bambu
wulung sekitar 3–6 rumpun, masing-masing rumpun
terdapat sekitar 6–26 batang dengan rata-rata 20
batang. Panjang bambu sekitar 12–13 meter dengan
diameter pada bagian pangkal 8–9 cm dan bagian
ujung sekitar 4–5 cm. Ditemukan sekitar 18–21 ruas,
bagian ruas terpendek pada bagian pangkal batang
(sekitar 30–45 cm), kemudian lebih panjang pada
bagian tengah yaitu mulai ruas ke 8 (sekitar 80 cm), dan
makin panjang ke arah ujung (sekitar 90 cm).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
11

Struktur anatomi dan


dimensi serat
Ikatan pembuluh bambu wulung
termasuk tipe III dan IV. Diameter
pembuluh metaksilem 317,15
mikron, phloem 152,34 mikron;
panjang pembuluh metaksilem
1174,78 mikron, dan phloem
874,18 mikron. Panjang serat 3,699
mm, diameter serat 31.39 mikron,
diameter lumen 29.34 mikron, dan
tebal dinding serat 2.18 mikron;
nilai turunan dimensi serta kualitas
Penampang melintang bambu wulung
serat bambu wulung dengan pada bagian tepi (50 x)
bilangan Runkel 0,15, daya tenun
111,46, perbandingan fleksibilitas
0,87, koefesien kekakuan 0,07,
perbandingan Muhlsteph 2,18
dengan kualitas serat termasuk
I, baik sebagai bahan baku pulp
maupun kertas.

Sifat Fisis dan mekanis


Bambu wulung mempunyai berat
jenis antara 0,40–0,62; kadar air
Penampang melintang pada bagian tepi
kering udara 12–13%; penyusutan dan tengah (50 x)
kering udara 4–15%; Keteguhan
lentur statis MOE 85170,96 kg/cm2,
Gambar 2. (B) Struktur anatomi dan
dan MOR 278,19 kg/cm2, tekan dimensi serat bambu wulung
sejajar 329,74kg/cm2, tekan geser
27,27 kg/cm2, dan tarik sejajar
434,94 kg/cm2.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
12

Sifat Kimia keteguhan rekat menurut standar


Jepang untuk kayu lamina, yaitu
Komponen kimia pada bambu
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
wulung, yaitu: kadar lignin 32,35%,
pentosan 18,50%, holoselulosa
63,32%, alphaselulosa 42,32%, Sifat Keterawetan
hemiselulosa 21%; kelarutan dalam Rata-rata retensi bahan pengawet
air dingin 3,41%, dalam air panas boron pada bagian pangkal bambu
5,14%, dalam alkohol benzene wulung 29,45 kg/m3, tengah 34,90
2,24%, dalam NaOH 1% 17,42%; kg/m3, dan ujung 37,04 kg/m3.
sedangkan kadar air 9,61%, abu Retensi tertinggi terdapat pada
2,94%, dan silika 1,55%, serta kadar bagian ujung bambu, sedangkan
pati 11,90%. yang terendah terdapat pada bagian
pangkal. Hal ini menunjukkan bahwa
Sifat Keawetan bagian ujung bambu wulung lebih
permeable dibandingkan dengan
Pada pengujian terhadap rayap
di bagian pangkal. Sementara itu,
tanah, mengalami penurunan berat
penetrasi pada bagian pangkal,
4–5%.
tengah, dan ujung 100%, berarti
mempunyai sifat keterawetan kelas
Sifat Pengeringan I atau sangat mudah diawetkan.
Bambu dalam dapur pengering
tenaga surya sampai dengan kadar Kegunaan
air 10% memerlukan waktu sampai
Bambu ini baik digunakan untuk
6–8 hari.
bahan baku pulp dan kertas,
konstruksi ringan, bahan anyaman,
Sifat Perekatan dan furnitur, sebaiknya lebih dulu
Berdasarkan nilai keteguhan geser melalui proses pengawetan.
tekan dan kerusakan kayunya, sifat
perekatan bambu wulung terhadap
perekat urea formaldehida cukup
baik karena nilai keteguhan geser
tekan dan kerusakan kayunya tidak
kurang dari persyaratan minimum
2. Bambu tutul (Bambusa maculata)

Perawakan
Bambu tutul dalam satu rumpun
terdapat sekitar 14 batang. Panjang
bambu lebih dari 13 meter, diameter
8–9 cm, sekitar 20 ruas.

Struktur anatomi dan


dimensi serat
Ikatan pembuluh bambu wulung
termasuk tipe III dan IV. Diameter Penampang melintang bambu tutul pada
bagian tepi (50 x)
pembuluh metaksilem 159,91
mikron, phloem 150,37 mikron;
panjang pembuluh metaksilem
1177,29 mikron dan phloem 900,73
mikron. Panjang serat 3643,39
mm, diameter serat 33,69 mikron,
diameter lumen 26,87mikron, dan
tebal dinding serat 2,27 mikron.

Sifat Fisis dan mekanis


Bambu tutul mempunyai berat jenis
antara 0,40–0,62. Keteguhan lentur Penampang melintang bambu tutul pada
statis MOE 63631,80 kg/cm2 dan bagian tepi dan tengah (50 x)
MOR 333,16kg/cm2, tekan sejajar
218,15 kg/cm2, dan tekan geser Gambar 3. Struktur anatomi dan dimensi
26.98kg/cm2. serat bambu tutul
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
14

Sifat Kimia perekatan bambu tutul terhadap


perekat urea formaldehida cukup
Komponen kimia pada bambu tutul,
baik karena nilai keteguhan geser
yaitu: kadar lignin 36,35%, pentosan
tekan dan kerusakan kayunya tidak
19,54%, holoselulosa 69,32%,
kurang dari persyaratan minimum
alphaselulosa 46,36%, hemiselulosa
keteguhan rekat menurut standar
27%; kelarutan dalam air dingin
Jepang untuk kayu lamina, yaitu
1,05%, dalam air panas 6,54%,
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
dalam alkhol benzene 3,68%, dalam
NaOH 1% 19,52%; sedangkan kadar
air 2,41%, abu 6,94%, dan silika 5,42 Sifat Keterawetan
serta kadar pati 15,72%. Rata-rata retensi bahan pengawet
boron pada bagian pangkal bambu
Sifat Keawetan tutul 28,85 kg/m3, tengah 32,38 kg/
m3, dan ujung 33,92 kg/m3. Retensi
Uji terhadap rayap tanah
tertinggi juga terdapat pada bagian
(Coptotermes curvignatus),
ujung bambu, sedangkan terendah
berdasarkan jumlah rayap yang
terdapat pada bagian pangkal. Hal
hidup (natalitas) menunjukkan
ini menunjukkan bahwa bagian
bahwa bambu tutul lebih disenangi
ujung bambu tutul lebih permeable
rayap tanah. Pengurangan berat
dibandingkan dengan di bagian
pada bambu tutul (7,16%), berarti
pangkal. Sementara itu, penetrasi
bambu tutul tidak tahan terhadap
bagian pangkal, tengah, dan
rayap tanah, terutama pada bagian
ujung 100%. Artinya, bambu tutul
ujung batang.
mempunyai sifat keterawetan kelas
I atau sangat mudah diawetkan.
Sifat Pengeringan
Bambu dalam dapur pengering Kegunaan
tenaga surya sampai dengan kadar
Bambu ini baik digunakan untuk
air 10% memerlukan waktu sampai
konstruksi ringan, bahan anyaman,
4–9 hari.
dan furnitur. Memiliki kualitas
serat I, baik sebagai bahan baku
Sifat Perekatan pulp maupun kertas. Untuk kayu
Berdasarkan nilai keteguhan geser konstruksi atau bahan mebeler,
tekan dan kerusakan kayunya, sifat perlu diawetkan sebelumnya.
3. Bambu apus (Gigantochloa apus (Schutz)
Kurz.)

Gambar 4. (A) Rumpun bambu apus ; batang dan seludang bambu apus

Perawakan
Bambu apus mempunyai warna batang hijau saat masih segar dan krem setelah
kering. Masing-masing rumpun terdapat sekitar 33 sampai 68 batang, per 5
mm2 hanya terdapat sekitar 1–2 rumpun bambu, semua umumnya terdapat di
tepian sungai. Panjang batang sekitar sampai 11–14 meter, jumlah ruas sekitar
29 ruas; panjang ruas pada bagian pangkal 26–32 cm, bagian tengah 48–50
cm, bagian ujung 37–44 cm, diameter batang pada bagian pangkal dan tengah
sekitar 7,5 cm, serta pada bagian ujung 6,1 cm. Sementara itu, ketebalan batang
pada bagian pangkal 0,84 cm, tengah 0,68 cm, dan ujung 0,52 cm.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
16

Struktur anatomi dan


dimensi serat
Ikatan pembuluh bambu termasuk
tipe III dan IV. Diameter pembuluh
metaksilem 206,66 mikron, phloem
118,29 mikron; panjang pembuluh
metaksilem 1006,73 mikron dan
phloem 786,20 mikron. Panjang
serat 3641,35 mm, diameter serat
27,86 mikron, diameter lumen 22,56
Penampang melintang makroskopis
mikron, dan tebal dinding serat 2,31
bambu apus pada bagian luar (10 x)
mikron.

Sifat Fisis dan mekanis


Berat jenis bambu apus berkisar
antara 1,06–1,12. Keteguhan lentur
statis MOE 60126,88 kg/cm2 dan
MOR 263,07 kg/cm2, tekan sejajar
248,01 kg/cm2, tekan geser 34,35
kg/cm2, dan tarik sejajar 712,89 kg/
cm2.

Penampang melintang makroskopis Sifat Kimia


bambu apus pada bagian dalam (10x)
Komponen kimia pada bambu apus:
kelarutan dalam alkohol benzen
Gambar 4. (B) Struktur anatomi dan 1,82%, air panas 5,19%, air dingin
dimensi serat bambu apus 3,60%, NaOH (1%) 17,75%. Kadar
selulosa 61,29%, lignin 31,45%,
pentosan 16,76%, dan pati 9,42%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
17

Sifat Keawetan
Bambu apus memiliki ketahanan lebih baik
terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light, rayap tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren, dan bubuk kayu
kering Dinoderus minutes. Dengan demikian,
bambu apus termasuk baik karena nilai
natalitas, kehilangan berat, serta derajat
serangannya kecil, yaitu antara 5–24%.

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan melalui pengeringan
alami dengan kadar air awal 79–85%
menjadi kadar air 12% dalam waktu 6 hari,
laju pengeringan 10,3–12,2 % per hari, Penampang melintang
mikroskopis bambu apus
penyusutan 3,3–3,6%.

Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu apus cukup baik yang
ditunjukkan oleh nilai rata-rata keteguhan
rekat dengan uji geser blok, nilainya lebih
dari 55 kg/cm2 dan persentase kerusakan
kayunya (80–85%) lebih dari 70%, keteguhan
rekat tipe interior (UF) bambu apus bagian
pangkal 60,07 kg/cm2, serta bagian tengah
60,95 kg/cm2. Nilai keteguhan geser tekan
dan kerusakan kayunya tidak kurang dari
persyaratan minimum menurut Standar
Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-
turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Penampang longitudinal
mikroskopis bambu apus

Gambar 4. (C) Struktur anatomi dan


dimensi serat bambu apus
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
18

Sifat Keterawetan
Rata-rata retensi bahan pengawet boron pada bambu apus dengan metode
rendaman dingin 21,5 kg/m3, pengembangan Boucheri 25,7 kg/m3, dan vakum
tekan 30,48 kg/m3 dengan penetrasi bahan pengawet seluruhnya 100%.
Artinya, mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.

Kegunaan
Bambu ini dapat digunakan untuk bahan anyaman, kandang burung, alat
rumah tangga, dan konstruksi ringan. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai
bahan baku pulp maupun kertas.
4. Bambu andong (Gigantochloa
pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja)

Perawakan
Batang berwarna hijau dengan garis-garis vertikal
putih pada waktu masih segar dan berubah
menjadi kuning krem atau kekuningan setelah
mengering. Pada luasan 5 mm2, hanya terdapat
1 rumpun bambu dengan jumlah batang sekitar
68 buah, panjang bambu berkisar dari 17–22
meter dengan diameter pada bagian pangkal
sekitar 13,4 cm, tengah 10,9 cm, dan ujung 5,3
cm, sedangkan ketebalan batang pada bagian
pangkal 19,1 mm, tengah 7,3 mm, dan ujung 5.8
Rumpun bambu andong/
mm. Bambu gumbleh atau andong ini sangat gumbleh
berat, baik ketika masih basah maupun ketika
sudah mengering.

Struktur anatomi dan dimensi


serat
Ikatan pembuluh bambu termasuk tipe III dan IV.
Diameter pembuluh metaksilem 242,03 mikron,
phloem 159,96 mikron; panjang pembuluh
metaksilem 950,91 mikron dan phloem 730,90
mikron. Panjang serat 3509,93 mm, diameter
serat 34,41 mikron, diameter lumen 29,24
mikron, dan tebal dinding serat 2,58 mikron.
Memiliki kualitas serat I untuk pulp dan kertas. Batang dan seludang bambu
andong

Gambar 5. (A) Rumpun


bambu andong
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
20

Penampang melintang makroskopis


bambu andong pada bagian luar (10x)
Penampang melintang mikroskopis
bambu andong/gumbleh

Penampang melintang makroskopis


bambu andong pada bagian dalam (10x)

Penampang longitudinal mikros


kopis bambu andong/gumbleh

Gambar 5. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu andong


Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
21

Sifat Fisis dan mekanis Sifat Perekatan


Keteguhan lentur statis MOE Sifat perekatan bambu andong
25490,64 kg/cm2 dan MOR 237,49 cukup baik yang ditunjukkan oleh
kg/cm2, tekan sejajar 303,66 kg/cm2, nilai rata-rata keteguhan rekat
tekan geser 37,37 kg/cm2. dengan uji geser blok dimana
nilainya (56–69%) lebih dari 55 kg/
Sifat Kimia cm2 dan persentase kerusakannya
(80–95%) lebih dari 70%, Nilai
Kelarutan dalam alkohol benzen
keteguhan geser tekan dan
2,73%, air panas 3,74%, air dingin
kerusakannya tidak kurang dari
2,50%, NaOH (1%) 18,43% dan Kadar
persyaratan minimum keteguhan
selulosa 59,58%, lignin 31,42%,
rekat menurut standar Jepang
pentosan 17,83%, pati 15,80%.
untuk kayu lamina yaitu berturut-
turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keawetan
Bambu andong memiliki Sifat Keterawetan
presentase natalitas terhadap rayap
Rata-rata retensi bahan pengawet
tanah Coptotermes curvignathus
boron pada bambu andong dengan
Holmgren 84,4%, kehilangan berat
metode rendaman dingin 24,1 kg/
20,8% dan derajat serangan 43%,
m3, pengembangan Boucheri 27,9
sedangkan prosentase natalitas
kg/m3, dan vakum tekan 31,40
64%, kehilangan berat 9,34% dan
kg/m3 dengan penetrasi bahan
derajat serangan 63%. Jenis bambu
pengawet seluruhnya 100%, berarti
ini tidak tahan terhadap rayap kayu
mempunyai sifat keterawetan kelas
kering.
I atau sangat mudah diawetkan.

Sifat Pengeringan Kegunaan


Bambu dikeringkan dengan
Bambu ini baik digunakan untuk
pengeringan alami dengan kadar
konstruksi berat didahului proses
air awal 80–100% menjadi kadar
pengawetan, jembatan, bambu
air 12% dalam waktu 5–6 hari, laju
lamina dan furniture. Memiliki
pengeringan 12,4–13,5 % perhari,
kualitas serat I, baik sebagai bahan
penyusutan 3,2–4%.
baku pulp maupun kertas.
5. Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.)

A B

Gambar 6. (A) Rumpun bambu mayan; batang serta seludang bambu mayan

Perawakan
Bambu yang tua berada di bagian tengah rumpun, bambu mayan jarang yang
memiliki rumpun berdiameter besar, diameter rumpun berkisar 1,5–3 x 2,5 m.
Rumpun bambu mayan ini tersebar pada sejumlah area yang umumnya berbukit
atau pada pinggiran tebing sungai. Dari hasil pengamatan untuk per 5 m2,
dapat ditemukan bambu mayan sekitar 1–2 rumpun dengan masing-masing
rumpun terdapat sekitar 19–43 batang, rata-rata 20 batang. Panjang bambu
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
23

yang dipotong sekitar 13,9–16,8 meter dengan diameter pada bagian pangkal
13 cm dan bagian ujung sekitar 4-5 cm. Ditemukan sekitar 33–45 ruas pada
panjang bambu sampai dengan 16,8 meter tadi dengan bagian ruas terpendek
pada bagian pangkal batang (sekitar 30–45 cm), kemudian lebih panjang pada
bagian tengah, yaitu mulai ruas ke 8 (sekitar 60–70 cm), dan memendek lagi ke
arah ujung (sekitar 40 cm).

Permukaan batang bambu mayan berwarna hijau mulus tanpa strip atau garis
berwarna putih yang biasanya dimiliki oleh bambu andong atau kasap. Pada
bagian pangkal, batang bambu mempunyai ketebalan batang rata-rata 16,6
mm, bagian tengah 8,8 mm, dan bagian ujung 6,8 mm. Jika akan digunakan
sebagai bahan baku bangunan, pada buku bagian pangkal tampak juluran
akar yang banyak perlu dihilangkan terlebih dahulu. Seludang menempel
pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan, setelah itu
seludang terlepas dari batang bambu.

Struktur anatomi dan dimensi serat


Ikatan pembuluh bambu wulung termasuk tipe III dan IV. Panjang serat 3,467
mm, diameter serat 27,04 mikron, diameter lumen 22,40 mikron, dan tebal
dinding serat 2,32 mikron.

Sifat Fisis dan mekanis


Bambu mayan memiliki kerapatan 0,64–081, Keteguhan lentur statis MOE
35,948 kg/cm2 dan MOR 145 kg/cm2, tekan sejajar 207 kg/cm2, tekan geser 38
kg/cm2, dan tariik sejajar 1.459 kg/cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia pada bambu mayan: Kelarutan dalam alkohol bensin 3,24%,
air panas 9,63%, air dingin 6,68%, NaOH (1%) 23,95%. Kadar selulosa57,55%,
holoselulosa 63,32%, lignin 31,66%, pentoson 18,60%, pati 9,42%. Kadar air
9,68%, abu 2,67%, dan silika 1,48%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
24

Penampang melintang makroskopis bambu mayan (5X)

Penampang melintang mikroskopis Penampang longitudinal mikroskopis


bambu mayan bagian peripher bambu mayan

Gambar 6. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu mayam


Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
25

Sifat Keawetan
Bambu mayan memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren, dengan derajat serangan rayap tanah 70, dan rayap kayu kering
40. Berdasarkan klasifikasi ketahanannya terhadap jamur secara laboratoris,
jenis bambu ini umumnya termasuk kelas III. Menurut Seng (1990), kayu kelas
III diperkirakan usia pakainya secara alami 3 tahun jika selalu berhubungan
dengan tanah lembab dan basah.

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 93–
152% menjadi kadar air 12% dalam waktu 5–6 hari, laju pengeringan 12,4–13,5
% perhari, penyusutan 4-6% dengan suhu 36–65 °C.

Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu mayan cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata
keteguhan rekat dengan uji geser blok di mana nilainya (60–69%) lebih dari 55
kg/cm2 dan persentase kerusakannya (90–95%) lebih dari 70%, Nilai keteguhan
geser tekan dan kerusakannya tidak kurang dari persyaratan minimum menurut
Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB pada bambu mayan rata-rata sampai 15,0 kg/
m3. Retensi dan penetrasi bahan pengawet ini sudah memenuhi SNI-3233-
1992 untuk dipakai di bawah dan luar atap yaitu untuk retensi 8,0 kg/m3 dan
penetrasi 11,0 kg/m3.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
6. Bambu betung (Dendrocalamus asper
Backer)

Gambar 7. (A) Rumpun bambu betung; batang dan seludang bambu betung

Perawakan
Pada tiap rumpun bambu betung yang mempunyai luas sekitar 3,5–5 m2
terdapat batang bambu sekitar 28–41 batang dengan panjang batang sekitar
14,5–16,5 meter dan jumlah ruas sekitar 41–46 buah. Panjang ruas pada bagian
pangkal sekitar 20 cm, semakin ke arah ujung batang maka semakin panjang,
bahkan bisa mencapai 40–60 cm. Kisaran diameter pada bagian pangkal
14,5–18,5 cm dengan ketebalan batang 21–40 mm, sedangkan diameter pada
bagian ujung 5–6 cm dan ketebalannya 7 mm. Permukaan batang bambu
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
27

betung berwarna hijau dengan buku di bagian pangkal sering mempunyai


akar pendek yang menggerombol. Bagian batang mempunyai cabang, di
bagian pangkal merupakan cabang primer, lebih besar dari cabang yang lain
dan sering dominan, sedangkan cabang yang bercabang lagi hanya terdapat
di buku-buku bagian atas. Pelepah batang mudah jatuh, panjangnya 20–55 cm,
sering kali batang terlihat seperti tidak mempunyai pelepah.

Struktur anatomi dan dimensi serat


Ikatan pembuluh bambu betung termasuk tipe III dan IV. Panjang serat 3,947
mm, diameter serat 33,84 mikron, diameter lumen 29,10 mikron, dan tebal
dinding serat 2,37 mikron.

Sifat Fisis dan mekanis


Keteguhan lentur statis MOE 86.550 kg/cm2 dan MOR 349 kg/cm2, tekan sejajar
261 kg/cm2, tekan geser 35 kg/cm2 serta tariik sejajar 1.872 kg/cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia pada bambu betung: Kelarutan dalam alkohol benzene 2,24%,
air panas 3,91%, air dingin 2,15%, NaOH (1%) 19,12%. Kadar selulosa 55,10%,
holoselulosa 63,32%, lignin 32,35%, pentoson 19,02%, pati 15,80%. Kadar air
10,89%, abu 10,89% dan silica 0,38%.

Sifat Keawetan
Bambu betung agak rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren dan rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light serta bubuk kayu kering Dinoderus minutes. Berdasarkan klasifikasi
ketahanannya terhadap jamur secara laboratoris, jenis bambu tersebut
umumnya termasuk kelas III (agak tahan). Menurut Seng (1990), kayu kelas
III diperkirakan usia pakainya secara alami 3 tahun jika selalu berhubungan
dengan tanah lembab dan basah.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
28

Penampang melintang makroskopis bambu betung (4 x)

Penampang melintang mikroskopis Penampang longitudinal mikroskopis


bambu betung bambu betung

Gambar 7. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu betung


Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
29

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 80–99%
menjadi kadar air 12% dalam waktu 5–6 hari, laju pengeringan 12,4–13,5 % per
hari, penyusutan 4–6% dengan suhu 40–60 °C.

Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu betung cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata
keteguhan rekat dengan uji geser blok dimana nilainya (66–79%) lebih dari 55
kg/cm2 dan persentase kerusakannya (85–95%) lebih dari 70%. Nilai keteguhan
geser tekan dan kerusakannya tidak kurang dari persyaratan minimum
keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-
turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB pada bambu betung rata-rata sampai 20,4 kg/
m3. Retensi dan penetrasi bahan pengawet ini sudah memenuhi SNI-3233-
1992 untuk dipakai di bawah dan luar atap, yaitu untuk retensi 8,0 kg/m3 dan
penetrasi 11,0 kg/m3.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi dengan perlakuan pengawetan
sebelumnya, jembatan, furniture bagian tertentu, dan kerajinan.
7. Bambu Bambu ampel (Bambusa vulgaris
Scharder ex Wendland)

Gambar 8. (A) Rumpun bambu ampel; batang dan seludang bambu ampel

Perawakan
Luas rumpun bambu ampel berkisar antara 8–12 m3, terdapat sampai 5 rumpun
dengan masing-masing rumpun memiliki jumlah batang bambu berkisar antara
23–60 batang. Panjang bambu ampel sekitar 10,0–12,3 meter dengan diameter
pada bagian pangkal 7–8,4 cm dan bagian ujung sekitar 2,7–4,4 cm, dengan
ketebalan dinding bilah pada bagian pangkal 1,5–2,4 cm, sedangkan di bagian
ujung 0,3–0,7 cm. Ditemukan sekitar 34–42 ruas pada panjang bambu sampai
dengan 12,3 meter tadi, dengan bagian ruas terpendek pada bagian pangkal
batang (sekitar 23 cm), kemudian lebih panjang pada bagian tengah yaitu
mulai ruas ke 6 (sekitar 29,5–36 cm), dan memendek lagi ke arah ujung (sampai
18 cm). Kadar air bambu yang diambil sekitar 120–140%. Permukaan batang
bambu berwarna hijau mulus, tanpa strip atau garis berwarna putih yang
biasanya dimiliki oleh bambu andong atau kasap. Pada buku bagian pangkal
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
31

tidak tampak juluran akar yang banyak seperti pada bambu andong. Seludang
menempel pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan,
setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya. Seludang ini mempunyai
bentuk yang khas.

Struktur anatomi dan


dimensi serat
Ikatan pembuluh bambu ampel
termasuk tipe III dan IV. Diameter
pembuluh metaksilem bambu
ampel 222,48 mikron. Bambu ampel
mempunyai diameter pembuluh
metaksilem 222,48 mikron, termasuk
serat panjang 3,176 mm.
Penampang melintang makroskopis
bambu ampel (5X)
Sifat Fisis dan mekanis
Berat jenis basah berkisar antara
0,69–0,89 dengan rata-rata 0–79
dan berat jenis kering udara berkisar
antara 0,50–0,73 dengan rata-rata
0,63. Keteguhan lentur statis MOE
33.540,74 kg/cm2 dan MOR 186,08
kg/cm2, tekan sejajar 312,51kg/cm2,
tekan geser 55,44kg/cm2, dan tarik
sejajar 1474.84kg/cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam
alkohol benzen 4,32%, air panas
9,16%, air dingin 2,55%, NaOH (1%) Penampang melintang mikroskopis
bambu ampel bagian tepi
31,19%. Kadar selulosa 44,79%,
lignin 28,01%, pentosan 16,62%,
pati 21,35%, kadar air 6,81%, abu Gambar 8. (B) Struktur anatomi dan
dimensi serat bambu ampel
2,47% dan silika 0,47%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
32

Sifat Keawetan
Bambu ampel rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren dengan prosentase natalitas 88,5%, kehilangan berat 43,26%, dan
derajat serangan 90%, sedangkan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light agak rentan dengan natalitas 56%, kehilangan berat
37,19% derajat serangan 90%. Termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III).

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 66–80%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 40–60 °C.

Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat
perekatan bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai
keteguhan geser tekan (82–93%) dan kerusakan kayunya (100%) tidak kurang
dari persyaratan minimum menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Hasil retensi bahan pengawet pada bambu ampel pada bagian pangkal yaitu
12,76 kg/m3, kemudian bagian ujung 11,42 kg/m3, dan yang terkecil pada
bagian tengah 9,72 kg/m3. Rata-rata penetrasi bahan pengawet CCB pada
bambu ampel 11,30 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet CCB pada bambu
ampel 11,30 kg/m3. Artinya, mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat
mudah diawetkan.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
8. Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz
ex Munro)

Gambar 9. (A) Rumpun bambu ater; batang dan seludang bambu ater

Perawakan
Luas rumpun bambu ater berkisar antara 2,5 x 2,5 m dari masing-masing rumpun
memiliki jumlah batang bambu berkisar antara 35–45 batang. Panjang bambu
sekitar 9,0–15,0 meter dengan diameter pada bagian pangkal 5,4–8,7 cm dan
bagian ujung sekitar 4,2-6,1 cm, dengan ketebalan dinding bilah pada bagian
pangkal 1,1–1,6 cm, sedangkan di bagian ujung 0,3–0,5 cm, ditemukan sekitar
18–33 ruas pada panjang bambu sampai dengan 15 meter tadi dengan bagian
ruas terpendek pada bagian pangkal batang (sekitar 16–22 cm), kemudian
lebih panjang pada bagian tengah yaitu mulai ruas ke 6 (sekitar 35–46 cm), dan
ke arah ujung sampai 35 cm. Permukaan batang bambu berwarna hijau kusam
seperti kesat, tidak seperti bambu ampel yang mulus dan mengkilap, tanpa
strip atau garis berwarna putih yang biasanya dimiliki oleh bambu andong
atau kasap. Pada buku bagian pangkal tampak juluran akar yang banyak
seperti pada bambu andong, tetapi hanya pada buku bagian yang berdekatan
dengan tanah. Seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu
berumur sekitar 6 bulan, setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya.
Seludang ini juga mempunyai bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
34

Penampang melintang makroskopis Penampang lintang mikroskopis bambu


bambu ater bagian pangkal (4 x) ater bagian tepi

Gambar 9. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu ater

Struktur anatomi dan dimensi serat


Ikatan pembuluh bambu ater termasuk tipe III dan IV. Diameter pembuluh
metaksilem 232 mikron, panjang serat 4,322 mm, panjang serat menggolongkan
kedua jenis bambu ini termasuk kualitas kelas 1 untuk pulp dan kertas.

Sifat Fisis dan mekanis


Berat jenis 0,69–0,81. Keteguhan lentur statis MPL 146,69 kg/cm2, MOE 60.779,07
kg/cm2 dan MOR 210,75 kg/cm2, tekan sejajar 317,97 kg/cm2, tekan geser 45,04
kg/cm2, dan tariik sejajar 1.694,24 kg/cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 3,95%, air panas 11,39%,
air dingin 8,17%, NaOH (1%) 26,60%. Kadar selulosa 44,29%, lignin 36,08%,
pentoson 17,68%, pati 20,06%. Kadar air 8,85%, abu 1,40% dan silika 0,64%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
35

Sifat Keawetan
Bambu ater rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
dengan presentase natalitas 87,6%, kehilangan berat 39,31%, dan derajat
serangan 90% , sedangkan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light agak rentan dengan natalitas 52,4%, kehilangan berat
30,43% derajat serangan 70%. Termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III).

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 99–110%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 36–57 °C.

Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (81%) dan kerusakan kayunya (100%) tidak kurang dari persyaratan
minimum keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB terbesar pada bambu ater pada bagian ujung
yaitu 12,56 kg/m3, kemudian bagian pangkal 11,42 kg/m3 dan yang terkecil
pada bagian tengah 9,72 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet CCB pada
bambu pada bambu ater 11,23 kg/m3, berarti mempunyai sifat keterawetan
kelas I atau sangat mudah diawetkan.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult.
F.)

Gambar 10. (A) Rumpun bambu duri; rumpun bambu duri

Perawakan
Setiap rumpun bambu bisa memiliki 20–70 batang bambu untuk rumpun
dengan ukuran 1 x 2 m2 sampai dengan 6 x 8 m2. Panjang batang bambu dari
pangkal sampai ujung berkisar dari 18–21,50 meter, dengan ruas sejumlah
56–63 ruas. Panjang ruas pada bagian pangkal batang berkisar 16,5–24,5 cm,
pada bagian tengah berkisar 30–47 cm, dan pada bagian ujung tdk berbeda
jauh dengan bagian tengah yaitu 40–49 cm. Diameter batang (tanpa buku)
pada bagian pangkal berkisar 7,0–8,9 cm, bagian tengah berkisar 8,6–9,8 cm,
dan bagian ujung berkisar 6,6–7,6 cm. Bagian buku menonjol sekitar 0,6 cm.
Ketebalan bilah atau batang pada bagian pangkal sekitar 1,9–3,3 cm, pada
bagian tengah 0,8–1 cm, dan pada bagian ujung 0,6–0,75 cm. Permukaan
batang bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, tidak memiliki banyak
rambut atau bulu-bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian
sekitar 3 meter tampak juluran cabang yang berduri. Seludang menempel
pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan, setelah
itu batang bambu terlepas dari seludangnya. Seludang ini juga mempunyai
bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
37

Struktur anatomi dan dimensi serat


Ikatan pembuluh bambu duri termasuk tipe III dan IV. Diameter rata-rata berkas
pembuluh bambu duri di bagian tepi 571,30 mikron, sedangkan di bagian
sentral 895,72 mikron; pembuluh metaksilem bambu duri di bagian tepi 69,88
mikron, dan di bagian sentral 198,75 mikron. Panjang serat bambu duri 3.572,09
mikron.

Sifat Fisis dan mekanis


Keteguhan lentur statis MOE 19.909,7 kg/cm2 dan MOR 125,04 kg/cm2, tekan
sejajar 168,45 kg/cm2, tekan geser 25,68 kg/cm2, dan tarik sejajar 620,29 kg/
cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 9,68%, air panas 13,96%, air
dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%,
lignin 24,43%, pentosan 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2,20%, dan
silika 0,727%.

Sifat Keawetan
Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, dengan derajat
kerusakannya 70% terhadap kedua OPK tersebut, terhadap jamur termasuk
kelas IV usia pakainya sangat pendek, jika selalu berhubungan dengan
tanah lembab dan basah. Maka mengacu pada Seng (1990) bahwa klasifikasi
ketahanan bambu terhadap jamur secara laboratoris dapat disetarakan dengan
kayu, maka bambu duri termasuk kelompok tidak-tahan (kelas IV).

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 73–95%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 45–70 °C.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
38

A B

C D
Penampang melintang makroskopis
bambu duri berurutan dari bagian tepi (A)
sampai bagian sentral (D)

Penampang melintang mikroskopis Penampang melintang mikroskopis


bambu duri bagian tepi bambu duri bagian sentral

Gambar 10. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu duri
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
39

Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (113–162%) dan kerusakan kayunya (80–100%) tidak kurang dari
persyaratan minimum keteguhan rekat menurut standar Jepang untuk kayu
lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet Boron terbesar pada bambu duri pada bagian ujung
yaitu 10,67 kg/m3, kemudian bagian pangkal 12,68 kg/m3 dan yang terkecil pada
bagian tengah 10,66 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet 11,31 kg/m3,
berarti mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi tertentu dengan perlakuan
pengawetan sebelumnya.
10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata
Munro)

Gambar 11. (A) Rumpun bambu temen; seludang bambu temen

Perawakan
Setiap rumpun bambu bisa memiliki 20–56 batang bambu. Panjang batang
bambu dari pangkal sampai ujung berkisar dari 9,5–11 meter dengan ruas
sejumlah 23–29 ruas. Panjang ruas pada bagian pangkal batang berkisar 28–
34,5 cm, pada bagian tengah berkisar 35–45,5 cm, dan pada bagian ujung
tidak berbeda jauh dengan bagian tengah yaitu 40–49 cm. Diameter batang
(tanpa buku) pada bagian pangkal berkisar 5,9–6,2 cm, bagian tengah berkisar
5,8–6,4 cm, dan bagian ujung berkisar 5,3–5,5 cm. Ketebalan bilah atau batang
pada bagian pangkal sekitar 1,3–1,5 cm, pada bagian tengah 0,8–0,9 cm, dan
pada bagian ujung 0,6–0,75 cm. Permukaan batang bambu berwarna hijau
mengkilap, tidak memiliki banyak rambut atau bulu-bulu gatal. Pada buku
bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tidak tampak seludang
menempel. Seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu
berumur sekitar 6 bulan, setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya.
Seludang ini juga mempunyai bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
41

Penampang melintang mikroskopis


bambu temen bagian tepi

(A) Penampang melintang makroskopis


Penampang melintang mikroskopis
bambu temen berurutan dari bagian tepi
bambu temen bagian sentral
(A) sampai bagian sentral (C)

Gambar 11. Struktur anatomi dan dimensi serat bambu temen


Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
42

Struktur anatomi dan dimensi serat


Ikatan pembuluh bambu temen termasuk tipe III dan IV. Diameter rata-rata
berkas pembuluh bambu temen di bagian tepi 554,16 mikron, sedangkan di
bagian sentral 604,83 mikron; pembuluh metaksilem bambu duri di bagian tepi
62,99 mikron dan di bagian sentral 153,98 mikron. Umumnya berkas pembuluh
di bagian tepi memiliki diameter lebih kecil, berkas serat yang tebal, dan
pembuluh tidak lengkap atau kadang tidak ada sehingga jaringan di bagian
tepi lebih padat dibandingkan pada bagian sentral.

Sifat Fisis dan mekanis


Keteguhan lentur statis MOE 334,64kg/cm2 dan MOR 101.310,3 kg/cm2, tekan
sejajar 438,54 kg/cm2, tekan geser 59,47 kg/cm2 dan tariik sejajar 1885,56 kg/
cm2.

Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 9,68%, air panas 13,96%, air
dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%,
lignin 24,43%, pentosan 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan
silika 0,727%.

Sifat Keawetan
Bambu temen rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, dengan derajat
kerusakannya 80% terhadap kedua OPK tersebut, terhadap jamur termasuk
kelas IV usia pakainya sangat pendek, jika selalu berhubungan dengan tanah
lembab dan basah. Mengacu pada Oey (1990), klasifikasi ketahanan bambu
terhadap jamur secara laboratoris dapat disetarakan dengan kayu maka bambu
temen termasuk kelompok tidak-tahan (kelas IV).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
43

Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 55–106%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 45–70 °C.

Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (88,2–107,7 kg/cm2) dan kerusakan kayunya (90–95%) tidak kurang
dari persyaratan minimum keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk
kayu lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.

Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet Boron terbesar pada bambu duri pada bagian pangkal
9,21 kg/m3, kemudian bagian tengah yaitu 8,94 kg/m3 dengan penetrasi 100%
berarti mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.

Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.

Kemungkinan kegunaan
Kemungkinan kegunaan hasil penelitian sifat dasar 10 jenis bambu yang diteliti
dapat disajikan pada Tabel 1.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
44

Tabel 1. Kemungkinan kegunaan 10 jenis bambu yang dapat


direkomendasikan
No. Jenis bambu Kegunaan
1. Wulung (Gigantochloa atroviolaca Widjaja) 2, 5, 6
2. Tutul (Bambusa maculata) 2, 5, 6
3. Apus (Gigantochloa apus (Schultz) Kurz 2, 4, 5
4. Andong/ Gomleh (Gigantochloapseudoarundinacea 1, 3, 4
Steundel Widjaja)
5. Mayan (Gigantochloa robusa Kurz.) 2, 5, 6
6. Betung (Dendrocalamus asper Backer) 1, 3, 4, 5
7. Ampel (Bambusa vulgaris Scharader ex Wendland) 1, 2, 5, 6
8. Ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex Munro) 1, 2, 5, 6
9. Duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult. F.) 2, 5, 6
10. Temen (Gigantochloa verticillata Munro) 2, 5, 6

Keterangan:
1. Konstruksi berat 3. Bangunan/jembatan 5. Furniture
2. Konstruksi ringan 4. Bambu lamina 6. Kerajinan/anyaman
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
45

IV. PENUTUP

Bambu wulung (Gigantochloa atriviciacea), tutul (Bambusa maculata), mayan


(Gigantochloa robusa), dan petung (Dendrocalamus asper) bagus untuk
konstruksi ringan, furnitur/mebel, dan kerajinan anyaman. Bambu andong/
gomleh (Gigantochloa pseudoarundinacea) dan mayan (Gigantochloa robusa)
baik untuk konstruksi berat, jembatan, dan bambu lamina. Semua jenis bambu
yang diteliti sangat rentan terhadap organisme perusak, namun sangat mudah
diawetkan.
Daftar Pustaka

Alvin KL, Murphy RJ. (1988). Variation in fiber and parenchyma wall thickness in
culums of the bambu Sinobambusa toothstik. IAWA Bull. N.s. vol 9 (4) The
Nederlands. pp 353–361.
ASTM [American standard testing machine]. (1999). D-3345-74 (Reapproved
1999). Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and
Other Cellulosic Material for Resistance of Termites. USA.
ASTM [American Standard Testing Machine]. (2006). ASTM D 1106-96
(Reapproved 2001). Standar Test Method for Acid-Insoluble Lignin in
Wood. Annual Book of ASTM Standards. Volume 04.10 wood. Section 4.
Philadelphia.
AWPA [American Wood Preserver’ Association]. (1972). Standard Method for
Laboratory Evaluation to Determine Resistance to Subterranean Termites.
American Wood Preserver’ Association Standard.
Abdurrochim BS. (1996). Petunjuk Teknis Pengawetan Kayu untuk bangunan
hunian dan bukan hunian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Jakarta
Basri E. (2004). Percobaan pengeringan tiga jenis bambu dalam dapur
pengeringan tenaga surya. Naskah (belum diterbitkan.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989a). SNI 14-04-1989. Cara Uji Kadar Lignin
Pulb dan Kayu (Metode Klason). Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989b). SNI 14-1031-1989. Cara Uji Kadar
Abu , Silika dan Silikat dalam Kayu dan Pulp. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
47

BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989c). SNI 14-1032-1989. Cara Uji Kadar
Sari (Ekstrak Alkohol Benzena) dalam Kayu dan Pulp. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989d). SNI 14-1305-1989. Cara Uji
Kadar Kelarutan Kayu Dalam Air Dingin dan Air Panas. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1990). SNI 14-1838-1989. Cara Uji Kadar
Kelarutan Kayu Dalam Natrium Hidroksida Satu Persen. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (2006). Uji ketahanan kayu dan produk
kayu terhadap organisme perusak kayu. Rancangan Standar Nasional
Indonesia. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional SNI 01-7207-2006.
China National Bambu Research Center. (2001). Cultivation and integrated
utilization on bambu in China: Structure and properties of bambu timber.
China National Bambu Research Center. Hangzhou, P.R. China. pp. 56 –
72.
Findlay, W.P.K. (1985). Preservation of Timber in The Tropics. Martinus Nijhoff/
Dr.W. Boston: Junk Publishers, . Pp 233-247.
ISO [International Standard Organization]. (2009). ISO 22157-2, Bambu–
Determination of physical and mechanical properties - . Part 2, Laboratory
mannual. ISO, Swietzerland.
ISO [International Standard Organization]. (2004). ISO 22157-1-2001. Bamboo
– Determination of physical and mechanical properties. Part 1:
Requirements. ISO-Switzerland.
Japan Plywood Manufacture’s Association. (2003). JAS: Japanese Agricultural
Standard for Common Plywood its Commentary the Japan Plywood
Manufacture’s Association.
JIS [Japan Industrial Standard]. (2003). Standard methods of testing small clear
specimens of timber. Tokyo, Japan.
Liese W. (1980). Preservation of bamboos. In Bamboo Research in Asia edited by
Lessard, G. And A. Chouinard. Proceedings of a workshop held in Singapore
28-30 May 1980. p: 165–172.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
48

Liese W. (1985). Anatomy and properties of bambu. The Chinese academy of


Forestry. People’s republic of China International Development Research
Centre, Canada.
Martawijaya A. (1975). Pengujian laboratoris mengenai keawetan kayu Indonesia
terhadap jamur. Kehutanan Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kehutanan. Hlm.: 775–777.
Pusat Penelitian Hasil Hutan. (2000). Himpunan sari hasil penelitian rotan dan
bambu. Bogor: Pusat Penelitian hasil Hutan.
Rulliaty S. (2013). Struktur anatomi dan kualitas serat lima jenis kayu andalan
setempat asal Carita. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31(4):283-294.
Sass JE. (1961). Botanical Microtehnique. New York: The IOWA State University
Press.
Seng OD. (1990). Berat jenis dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pengertian
beratnya kayu untuk keperluan praktek. Pengumuman Nr. 13. Bogor-
Indonesia: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Terazawa S. (1965). An easy method for the determination of wood-drying
schedule. Wood Industry Vol. 20 (5). Wood Technology Association of
Japan. Tokyo.
Verhoef R. (1957). Tanaman bambu di Jawa. Pengumuman Pendek Lembaga
Penyelidikan Kehutanan. Bogor. 15: 1–25.
Widjaja EA, Artiningsih, Irawati, Noerdjito, Amir, Pudjiastuti, dan Aswari. (1994).
Sepuluh tahun penelitian bambu di Puslitbang Biologi. Bogor: Yayasan
bambu lingkungan lestari.
Widjaja EA. (2001). Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa. Seri Panduan Lapangan.
Herbarium Bogoriense. Balit Botani. Bogor: Puslitbang Biologi LIPI.
Wise, E.L. 1994. Wood chemistry. Renhold Publishing Corporation. 330. New
York: West Forty Second ST.
Yatagai. (2002). Utilization of charcoal and wood vinegar in Japan. Graduate
School of Life Sciences. Japan: The University of Tokyo.

Anda mungkin juga menyukai