10 Jenis Bambu 10 Jenis Bambu
10 Jenis Bambu 10 Jenis Bambu
ISBN: 978-979-3132-60-0
Saat ini telah tercatat lebih dari 120 jenis bambu di Indonesia, 56 jenis di
antaranya mempunyai potensi ekonomi. Meskipun telah banyak penelitian
tentang bambu, penelitian tentang sifat dasar dan kegunaan jenis-jenis bambu
belum dilakukan secara menyeluruh dan tuntas sehingga pemanfaatannya
belum maksimal dan efisien.
Buku ini menyajikan informasi sifat dasar dan kegunaan jenis-jenis bambu
yang belum pernah diteliti atau melengkapi sifat-sifatnya yang telah ada
sebelumnya, sebagai dasar diversifikasi penggunaan bahan baku bambu untuk
berbagai tujuan pemakaian dalam rangka efisiensi pemanfaatan sumber daya
hutan.
Semoga apa yang disajikan dalam buku ini dapat bermanfaat bagi para pelaku
industri, masyarakat pengguna, lembaga penelitian maupun pihak penentu
kebijakan.
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1. Lokasi Penelitian........................................................................................................3
2. Bahan dan Peralatan.................................................................................................3
3. Prosedur Kerja.............................................................................................................4
4. Analisis Data................................................................................................................8
III. INFORMASI SIFAT DASAR BAMBU DAN PENGGUNAANYA................................9
1. Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacia Widjaja).................................. 10
2. Bambu tutul (Bambusa maculata).................................................................... 13
3. Bambu apus (Gigantochloa apus(Schultz) Kurz).......................................... 15
4. Bambu andong (Gigantochloapseudoarundinacea
(Steundel) Widjaja)................................................................................................. 19
5. Bambu mayan (Gigantochloa robusa Kurz.)................................................. 22
6. Bambu betung (Dendrocalamus asper Backer)............................................ 26
7. Bambu ampel (Bambusa vulgaris Scharder ex Wendland)..................... 30
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
v
IV. PENUTUP............................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 46
Daftar Tabel
Tabel Halaman
1. Kemungkinan kegunaan 10 jenis bambu yang dapat
direkomendasikan......................................................................................................... 44
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1. Pembagian pangkal, tengah, ujung batang bambu ...........................4
1. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian laboratorium dilakukan di masing-
masing laboratorium yang terkait di Pusat Litbang
Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
Bogor. Sementara itu, kegiatan pengumpulan contoh
uji dilakukan di wilayah Pulau Jawa. Herbarium jenis
bambu diidentifikasi di “Herbarium Bogoriense” bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, Bogor.
3. Prosedur Kerja
a. Persiapan bahan baku bambu
Penetapan jenis per tahunnya sebanyak 2 jenis yang
belum pernah diteliti atau sifat-sifatnya belum lengkap
diteliti. Setiap jenis yang telah ditentukan tersebut
berasal dari tegakan dengan kelas umur 3–4 tahun.
Untuk masing-masing jenis yang telah ditentukan
tersebut, diambil minimum 3 sampai 5 batang bambu
sebagai ulangan atau bergantung pada pengujian
yang dilakukan. Penentuan bagian pangkal, tengah,
dan ujung berdasarkan pada pembagian panjang
batang bambu yang umum dimanfaatkan menjadi 3,
yaitu sepertiga bagian dari panjang total batang pada
pangkal disebut bagian pangkal, sepertiga bagian dari
panjang total batang pada bagian tengah disebut
bagian tengah, dan sepertiga bagian dari panjang total
batang pada bagian ujung disebut sebagai bagian
ujung (BSN 2007).
3. Pengujian Keawetan
Pengujian keawetan dilakukan di laboratorium
Biodeteriorasi dengan melakukan pengujian terhadap
organisme perusak bambu (rayap tanah, rayap kayu
kering, bubuk kayu kering, dan jamur). Standar
pengujian yang dilakukan mengikuti SNI 01-7207-2006
(BSN 2006).
6. Sifat Perekatan
Penelitian sifat perekatan bambu dilakukan dengan
mempelajari respons suatu jenis bambu terhadap
perekat urea formaldehida (UF). Respons tersebut
dipelajari dari keteguhan rekat bambu dengan
menggunakan uji geser blok atau uji geser tekan.
Pengujian sifat perekatan bambu untuk masing-
masing jenis dilakukan menurut Standar Jepang (Japan
Plywood Manufacture’s Association 2003).
7. Pengujian Keterawetan
Metode yang digunakan dalam pengujian keterawetan
bambu adalah metode modifikasi Boucherie (Findlay
1985). Penetrasi (kedalaman penembusan) bahan
pengawet diamati dengan menyemprotkan atau
melaburkan pereaksi yang sesuai pada penampang
melintang contoh uji hasil pemotongan, menggunakan
pereaksi krom azurol S. Cara pembuatannya mengikuti
Barly dan Abdurrochim (1996).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
8
4. Analisis Data
Masing-masing sifat dilakukan penghitungan rata-rata
dan standar deviasi, kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan metode yang digunakan. Selanjutnya, semua
data dikompilasi sehingga diperoleh sifat dasar setiap
jenis bambu. Berdasarkan sifat- sifat yang di dapat
maka akan ditentukan kegunaan yang diperkirakan
paling mendekati dari ke-2 jenis bambu tersebut.
III. INFORMASI SIFAT
DASAR BAMBU DAN
PENGGUNAANNYA
1. Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea
Widjaja)
Perawakan
Bambu wulung (Gigantochloa atroviolacea Widjaja)
dalam keadaan segar batangnya berwarna hijau, ketika
mulai mengering warna kehitaman, dan kadang ungu
gelap. Pada area per 5 m2 dapat ditemukan bambu
wulung sekitar 3–6 rumpun, masing-masing rumpun
terdapat sekitar 6–26 batang dengan rata-rata 20
batang. Panjang bambu sekitar 12–13 meter dengan
diameter pada bagian pangkal 8–9 cm dan bagian
ujung sekitar 4–5 cm. Ditemukan sekitar 18–21 ruas,
bagian ruas terpendek pada bagian pangkal batang
(sekitar 30–45 cm), kemudian lebih panjang pada
bagian tengah yaitu mulai ruas ke 8 (sekitar 80 cm), dan
makin panjang ke arah ujung (sekitar 90 cm).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
11
Perawakan
Bambu tutul dalam satu rumpun
terdapat sekitar 14 batang. Panjang
bambu lebih dari 13 meter, diameter
8–9 cm, sekitar 20 ruas.
Gambar 4. (A) Rumpun bambu apus ; batang dan seludang bambu apus
Perawakan
Bambu apus mempunyai warna batang hijau saat masih segar dan krem setelah
kering. Masing-masing rumpun terdapat sekitar 33 sampai 68 batang, per 5
mm2 hanya terdapat sekitar 1–2 rumpun bambu, semua umumnya terdapat di
tepian sungai. Panjang batang sekitar sampai 11–14 meter, jumlah ruas sekitar
29 ruas; panjang ruas pada bagian pangkal 26–32 cm, bagian tengah 48–50
cm, bagian ujung 37–44 cm, diameter batang pada bagian pangkal dan tengah
sekitar 7,5 cm, serta pada bagian ujung 6,1 cm. Sementara itu, ketebalan batang
pada bagian pangkal 0,84 cm, tengah 0,68 cm, dan ujung 0,52 cm.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
16
Sifat Keawetan
Bambu apus memiliki ketahanan lebih baik
terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light, rayap tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren, dan bubuk kayu
kering Dinoderus minutes. Dengan demikian,
bambu apus termasuk baik karena nilai
natalitas, kehilangan berat, serta derajat
serangannya kecil, yaitu antara 5–24%.
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan melalui pengeringan
alami dengan kadar air awal 79–85%
menjadi kadar air 12% dalam waktu 6 hari,
laju pengeringan 10,3–12,2 % per hari, Penampang melintang
mikroskopis bambu apus
penyusutan 3,3–3,6%.
Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu apus cukup baik yang
ditunjukkan oleh nilai rata-rata keteguhan
rekat dengan uji geser blok, nilainya lebih
dari 55 kg/cm2 dan persentase kerusakan
kayunya (80–85%) lebih dari 70%, keteguhan
rekat tipe interior (UF) bambu apus bagian
pangkal 60,07 kg/cm2, serta bagian tengah
60,95 kg/cm2. Nilai keteguhan geser tekan
dan kerusakan kayunya tidak kurang dari
persyaratan minimum menurut Standar
Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-
turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Penampang longitudinal
mikroskopis bambu apus
Sifat Keterawetan
Rata-rata retensi bahan pengawet boron pada bambu apus dengan metode
rendaman dingin 21,5 kg/m3, pengembangan Boucheri 25,7 kg/m3, dan vakum
tekan 30,48 kg/m3 dengan penetrasi bahan pengawet seluruhnya 100%.
Artinya, mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.
Kegunaan
Bambu ini dapat digunakan untuk bahan anyaman, kandang burung, alat
rumah tangga, dan konstruksi ringan. Memiliki kualitas serat I, baik sebagai
bahan baku pulp maupun kertas.
4. Bambu andong (Gigantochloa
pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja)
Perawakan
Batang berwarna hijau dengan garis-garis vertikal
putih pada waktu masih segar dan berubah
menjadi kuning krem atau kekuningan setelah
mengering. Pada luasan 5 mm2, hanya terdapat
1 rumpun bambu dengan jumlah batang sekitar
68 buah, panjang bambu berkisar dari 17–22
meter dengan diameter pada bagian pangkal
sekitar 13,4 cm, tengah 10,9 cm, dan ujung 5,3
cm, sedangkan ketebalan batang pada bagian
pangkal 19,1 mm, tengah 7,3 mm, dan ujung 5.8
Rumpun bambu andong/
mm. Bambu gumbleh atau andong ini sangat gumbleh
berat, baik ketika masih basah maupun ketika
sudah mengering.
A B
Gambar 6. (A) Rumpun bambu mayan; batang serta seludang bambu mayan
Perawakan
Bambu yang tua berada di bagian tengah rumpun, bambu mayan jarang yang
memiliki rumpun berdiameter besar, diameter rumpun berkisar 1,5–3 x 2,5 m.
Rumpun bambu mayan ini tersebar pada sejumlah area yang umumnya berbukit
atau pada pinggiran tebing sungai. Dari hasil pengamatan untuk per 5 m2,
dapat ditemukan bambu mayan sekitar 1–2 rumpun dengan masing-masing
rumpun terdapat sekitar 19–43 batang, rata-rata 20 batang. Panjang bambu
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
23
yang dipotong sekitar 13,9–16,8 meter dengan diameter pada bagian pangkal
13 cm dan bagian ujung sekitar 4-5 cm. Ditemukan sekitar 33–45 ruas pada
panjang bambu sampai dengan 16,8 meter tadi dengan bagian ruas terpendek
pada bagian pangkal batang (sekitar 30–45 cm), kemudian lebih panjang pada
bagian tengah, yaitu mulai ruas ke 8 (sekitar 60–70 cm), dan memendek lagi ke
arah ujung (sekitar 40 cm).
Permukaan batang bambu mayan berwarna hijau mulus tanpa strip atau garis
berwarna putih yang biasanya dimiliki oleh bambu andong atau kasap. Pada
bagian pangkal, batang bambu mempunyai ketebalan batang rata-rata 16,6
mm, bagian tengah 8,8 mm, dan bagian ujung 6,8 mm. Jika akan digunakan
sebagai bahan baku bangunan, pada buku bagian pangkal tampak juluran
akar yang banyak perlu dihilangkan terlebih dahulu. Seludang menempel
pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan, setelah itu
seludang terlepas dari batang bambu.
Sifat Kimia
Komponen kimia pada bambu mayan: Kelarutan dalam alkohol bensin 3,24%,
air panas 9,63%, air dingin 6,68%, NaOH (1%) 23,95%. Kadar selulosa57,55%,
holoselulosa 63,32%, lignin 31,66%, pentoson 18,60%, pati 9,42%. Kadar air
9,68%, abu 2,67%, dan silika 1,48%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
24
Sifat Keawetan
Bambu mayan memiliki ketahanan lebih baik terhadap rayap kayu kering
Cryptotermes cynocephlaus Light dari pada rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren, dengan derajat serangan rayap tanah 70, dan rayap kayu kering
40. Berdasarkan klasifikasi ketahanannya terhadap jamur secara laboratoris,
jenis bambu ini umumnya termasuk kelas III. Menurut Seng (1990), kayu kelas
III diperkirakan usia pakainya secara alami 3 tahun jika selalu berhubungan
dengan tanah lembab dan basah.
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 93–
152% menjadi kadar air 12% dalam waktu 5–6 hari, laju pengeringan 12,4–13,5
% perhari, penyusutan 4-6% dengan suhu 36–65 °C.
Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu mayan cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata
keteguhan rekat dengan uji geser blok di mana nilainya (60–69%) lebih dari 55
kg/cm2 dan persentase kerusakannya (90–95%) lebih dari 70%, Nilai keteguhan
geser tekan dan kerusakannya tidak kurang dari persyaratan minimum menurut
Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB pada bambu mayan rata-rata sampai 15,0 kg/
m3. Retensi dan penetrasi bahan pengawet ini sudah memenuhi SNI-3233-
1992 untuk dipakai di bawah dan luar atap yaitu untuk retensi 8,0 kg/m3 dan
penetrasi 11,0 kg/m3.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
6. Bambu betung (Dendrocalamus asper
Backer)
Gambar 7. (A) Rumpun bambu betung; batang dan seludang bambu betung
Perawakan
Pada tiap rumpun bambu betung yang mempunyai luas sekitar 3,5–5 m2
terdapat batang bambu sekitar 28–41 batang dengan panjang batang sekitar
14,5–16,5 meter dan jumlah ruas sekitar 41–46 buah. Panjang ruas pada bagian
pangkal sekitar 20 cm, semakin ke arah ujung batang maka semakin panjang,
bahkan bisa mencapai 40–60 cm. Kisaran diameter pada bagian pangkal
14,5–18,5 cm dengan ketebalan batang 21–40 mm, sedangkan diameter pada
bagian ujung 5–6 cm dan ketebalannya 7 mm. Permukaan batang bambu
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
27
Sifat Kimia
Komponen kimia pada bambu betung: Kelarutan dalam alkohol benzene 2,24%,
air panas 3,91%, air dingin 2,15%, NaOH (1%) 19,12%. Kadar selulosa 55,10%,
holoselulosa 63,32%, lignin 32,35%, pentoson 19,02%, pati 15,80%. Kadar air
10,89%, abu 10,89% dan silica 0,38%.
Sifat Keawetan
Bambu betung agak rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren dan rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light serta bubuk kayu kering Dinoderus minutes. Berdasarkan klasifikasi
ketahanannya terhadap jamur secara laboratoris, jenis bambu tersebut
umumnya termasuk kelas III (agak tahan). Menurut Seng (1990), kayu kelas
III diperkirakan usia pakainya secara alami 3 tahun jika selalu berhubungan
dengan tanah lembab dan basah.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
28
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 80–99%
menjadi kadar air 12% dalam waktu 5–6 hari, laju pengeringan 12,4–13,5 % per
hari, penyusutan 4–6% dengan suhu 40–60 °C.
Sifat Perekatan
Sifat perekatan bambu betung cukup baik yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata
keteguhan rekat dengan uji geser blok dimana nilainya (66–79%) lebih dari 55
kg/cm2 dan persentase kerusakannya (85–95%) lebih dari 70%. Nilai keteguhan
geser tekan dan kerusakannya tidak kurang dari persyaratan minimum
keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu berturut-
turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB pada bambu betung rata-rata sampai 20,4 kg/
m3. Retensi dan penetrasi bahan pengawet ini sudah memenuhi SNI-3233-
1992 untuk dipakai di bawah dan luar atap, yaitu untuk retensi 8,0 kg/m3 dan
penetrasi 11,0 kg/m3.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi dengan perlakuan pengawetan
sebelumnya, jembatan, furniture bagian tertentu, dan kerajinan.
7. Bambu Bambu ampel (Bambusa vulgaris
Scharder ex Wendland)
Gambar 8. (A) Rumpun bambu ampel; batang dan seludang bambu ampel
Perawakan
Luas rumpun bambu ampel berkisar antara 8–12 m3, terdapat sampai 5 rumpun
dengan masing-masing rumpun memiliki jumlah batang bambu berkisar antara
23–60 batang. Panjang bambu ampel sekitar 10,0–12,3 meter dengan diameter
pada bagian pangkal 7–8,4 cm dan bagian ujung sekitar 2,7–4,4 cm, dengan
ketebalan dinding bilah pada bagian pangkal 1,5–2,4 cm, sedangkan di bagian
ujung 0,3–0,7 cm. Ditemukan sekitar 34–42 ruas pada panjang bambu sampai
dengan 12,3 meter tadi, dengan bagian ruas terpendek pada bagian pangkal
batang (sekitar 23 cm), kemudian lebih panjang pada bagian tengah yaitu
mulai ruas ke 6 (sekitar 29,5–36 cm), dan memendek lagi ke arah ujung (sampai
18 cm). Kadar air bambu yang diambil sekitar 120–140%. Permukaan batang
bambu berwarna hijau mulus, tanpa strip atau garis berwarna putih yang
biasanya dimiliki oleh bambu andong atau kasap. Pada buku bagian pangkal
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
31
tidak tampak juluran akar yang banyak seperti pada bambu andong. Seludang
menempel pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan,
setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya. Seludang ini mempunyai
bentuk yang khas.
Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam
alkohol benzen 4,32%, air panas
9,16%, air dingin 2,55%, NaOH (1%) Penampang melintang mikroskopis
bambu ampel bagian tepi
31,19%. Kadar selulosa 44,79%,
lignin 28,01%, pentosan 16,62%,
pati 21,35%, kadar air 6,81%, abu Gambar 8. (B) Struktur anatomi dan
dimensi serat bambu ampel
2,47% dan silika 0,47%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
32
Sifat Keawetan
Bambu ampel rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus
Holmgren dengan prosentase natalitas 88,5%, kehilangan berat 43,26%, dan
derajat serangan 90%, sedangkan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light agak rentan dengan natalitas 56%, kehilangan berat
37,19% derajat serangan 90%. Termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III).
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 66–80%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 40–60 °C.
Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat
perekatan bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai
keteguhan geser tekan (82–93%) dan kerusakan kayunya (100%) tidak kurang
dari persyaratan minimum menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Hasil retensi bahan pengawet pada bambu ampel pada bagian pangkal yaitu
12,76 kg/m3, kemudian bagian ujung 11,42 kg/m3, dan yang terkecil pada
bagian tengah 9,72 kg/m3. Rata-rata penetrasi bahan pengawet CCB pada
bambu ampel 11,30 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet CCB pada bambu
ampel 11,30 kg/m3. Artinya, mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat
mudah diawetkan.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
8. Bambu ater (Gigantochloa atter (Hassk) Kurz
ex Munro)
Gambar 9. (A) Rumpun bambu ater; batang dan seludang bambu ater
Perawakan
Luas rumpun bambu ater berkisar antara 2,5 x 2,5 m dari masing-masing rumpun
memiliki jumlah batang bambu berkisar antara 35–45 batang. Panjang bambu
sekitar 9,0–15,0 meter dengan diameter pada bagian pangkal 5,4–8,7 cm dan
bagian ujung sekitar 4,2-6,1 cm, dengan ketebalan dinding bilah pada bagian
pangkal 1,1–1,6 cm, sedangkan di bagian ujung 0,3–0,5 cm, ditemukan sekitar
18–33 ruas pada panjang bambu sampai dengan 15 meter tadi dengan bagian
ruas terpendek pada bagian pangkal batang (sekitar 16–22 cm), kemudian
lebih panjang pada bagian tengah yaitu mulai ruas ke 6 (sekitar 35–46 cm), dan
ke arah ujung sampai 35 cm. Permukaan batang bambu berwarna hijau kusam
seperti kesat, tidak seperti bambu ampel yang mulus dan mengkilap, tanpa
strip atau garis berwarna putih yang biasanya dimiliki oleh bambu andong
atau kasap. Pada buku bagian pangkal tampak juluran akar yang banyak
seperti pada bambu andong, tetapi hanya pada buku bagian yang berdekatan
dengan tanah. Seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu
berumur sekitar 6 bulan, setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya.
Seludang ini juga mempunyai bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
34
Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 3,95%, air panas 11,39%,
air dingin 8,17%, NaOH (1%) 26,60%. Kadar selulosa 44,29%, lignin 36,08%,
pentoson 17,68%, pati 20,06%. Kadar air 8,85%, abu 1,40% dan silika 0,64%.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
35
Sifat Keawetan
Bambu ater rentan terhadap rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren
dengan presentase natalitas 87,6%, kehilangan berat 39,31%, dan derajat
serangan 90% , sedangkan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes
cynocephlaus Light agak rentan dengan natalitas 52,4%, kehilangan berat
30,43% derajat serangan 70%. Termasuk agak tahan terhadap jamur (kelas III).
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 99–110%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 36–57 °C.
Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (81%) dan kerusakan kayunya (100%) tidak kurang dari persyaratan
minimum keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk kayu lamina yaitu
berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet CCB terbesar pada bambu ater pada bagian ujung
yaitu 12,56 kg/m3, kemudian bagian pangkal 11,42 kg/m3 dan yang terkecil
pada bagian tengah 9,72 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet CCB pada
bambu pada bambu ater 11,23 kg/m3, berarti mempunyai sifat keterawetan
kelas I atau sangat mudah diawetkan.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
9. Bambu duri (Bambusa blumeana Bl. Ex Schult.
F.)
Perawakan
Setiap rumpun bambu bisa memiliki 20–70 batang bambu untuk rumpun
dengan ukuran 1 x 2 m2 sampai dengan 6 x 8 m2. Panjang batang bambu dari
pangkal sampai ujung berkisar dari 18–21,50 meter, dengan ruas sejumlah
56–63 ruas. Panjang ruas pada bagian pangkal batang berkisar 16,5–24,5 cm,
pada bagian tengah berkisar 30–47 cm, dan pada bagian ujung tdk berbeda
jauh dengan bagian tengah yaitu 40–49 cm. Diameter batang (tanpa buku)
pada bagian pangkal berkisar 7,0–8,9 cm, bagian tengah berkisar 8,6–9,8 cm,
dan bagian ujung berkisar 6,6–7,6 cm. Bagian buku menonjol sekitar 0,6 cm.
Ketebalan bilah atau batang pada bagian pangkal sekitar 1,9–3,3 cm, pada
bagian tengah 0,8–1 cm, dan pada bagian ujung 0,6–0,75 cm. Permukaan
batang bambu berwarna hijau kusam dan seperti kesat, tidak memiliki banyak
rambut atau bulu-bulu gatal. Pada buku bagian pangkal sampai ketinggian
sekitar 3 meter tampak juluran cabang yang berduri. Seludang menempel
pada bambu muda sampai dengan bambu berumur sekitar 6 bulan, setelah
itu batang bambu terlepas dari seludangnya. Seludang ini juga mempunyai
bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
37
Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 9,68%, air panas 13,96%, air
dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%,
lignin 24,43%, pentosan 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2,20%, dan
silika 0,727%.
Sifat Keawetan
Bambu duri rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, dengan derajat
kerusakannya 70% terhadap kedua OPK tersebut, terhadap jamur termasuk
kelas IV usia pakainya sangat pendek, jika selalu berhubungan dengan
tanah lembab dan basah. Maka mengacu pada Seng (1990) bahwa klasifikasi
ketahanan bambu terhadap jamur secara laboratoris dapat disetarakan dengan
kayu, maka bambu duri termasuk kelompok tidak-tahan (kelas IV).
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 73–95%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 45–70 °C.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
38
A B
C D
Penampang melintang makroskopis
bambu duri berurutan dari bagian tepi (A)
sampai bagian sentral (D)
Gambar 10. (B) Struktur anatomi dan dimensi serat bambu duri
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
39
Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (113–162%) dan kerusakan kayunya (80–100%) tidak kurang dari
persyaratan minimum keteguhan rekat menurut standar Jepang untuk kayu
lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet Boron terbesar pada bambu duri pada bagian ujung
yaitu 10,67 kg/m3, kemudian bagian pangkal 12,68 kg/m3 dan yang terkecil pada
bagian tengah 10,66 kg/m3. Rata-rata retensi bahan pengawet 11,31 kg/m3,
berarti mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi tertentu dengan perlakuan
pengawetan sebelumnya.
10. Bambu temen (Gigantochloa verticillata
Munro)
Perawakan
Setiap rumpun bambu bisa memiliki 20–56 batang bambu. Panjang batang
bambu dari pangkal sampai ujung berkisar dari 9,5–11 meter dengan ruas
sejumlah 23–29 ruas. Panjang ruas pada bagian pangkal batang berkisar 28–
34,5 cm, pada bagian tengah berkisar 35–45,5 cm, dan pada bagian ujung
tidak berbeda jauh dengan bagian tengah yaitu 40–49 cm. Diameter batang
(tanpa buku) pada bagian pangkal berkisar 5,9–6,2 cm, bagian tengah berkisar
5,8–6,4 cm, dan bagian ujung berkisar 5,3–5,5 cm. Ketebalan bilah atau batang
pada bagian pangkal sekitar 1,3–1,5 cm, pada bagian tengah 0,8–0,9 cm, dan
pada bagian ujung 0,6–0,75 cm. Permukaan batang bambu berwarna hijau
mengkilap, tidak memiliki banyak rambut atau bulu-bulu gatal. Pada buku
bagian pangkal sampai ketinggian sekitar 3 meter tidak tampak seludang
menempel. Seludang menempel pada bambu muda sampai dengan bambu
berumur sekitar 6 bulan, setelah itu batang bambu terlepas dari seludangnya.
Seludang ini juga mempunyai bentuk yang khas.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
41
Sifat Kimia
Komponen kimia: Kelarutan dalam alkohol benzen 9,68%, air panas 13,96%, air
dingin 11,39%, NaOH (1%) 29,62%. Kadar selulosa 47,81%, holoselulosa 63,32%,
lignin 24,43%, pentosan 17,35%, pati 18,34%. Kadar air 8,47%, abu 2.20% dan
silika 0,727%.
Sifat Keawetan
Bambu temen rentan terhadap rayap kayu kering Cryptotermes cynocephlaus
Light dan rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, dengan derajat
kerusakannya 80% terhadap kedua OPK tersebut, terhadap jamur termasuk
kelas IV usia pakainya sangat pendek, jika selalu berhubungan dengan tanah
lembab dan basah. Mengacu pada Oey (1990), klasifikasi ketahanan bambu
terhadap jamur secara laboratoris dapat disetarakan dengan kayu maka bambu
temen termasuk kelompok tidak-tahan (kelas IV).
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
43
Sifat Pengeringan
Bambu dikeringkan dengan pengeringan alami dengan kadar air awal 55–106%
menjadi kadar air 12% dengan suhu 45–70 °C.
Sifat Perekatan
Berdasarkan nilai keteguhan geser tekan dan kerusakan kayunya, sifat perekatan
bambu terhadap perekat urea formaldehida cukup baik karena nilai keteguhan
geser tekan (88,2–107,7 kg/cm2) dan kerusakan kayunya (90–95%) tidak kurang
dari persyaratan minimum keteguhan rekat menurut Standar Jepang untuk
kayu lamina yaitu berturut-turut 55 kg/cm2 dan 70%.
Sifat Keterawetan
Retensi bahan pengawet Boron terbesar pada bambu duri pada bagian pangkal
9,21 kg/m3, kemudian bagian tengah yaitu 8,94 kg/m3 dengan penetrasi 100%
berarti mempunyai sifat keterawetan kelas I atau sangat mudah diawetkan.
Kegunaan
Bambu ini baik digunakan untuk konstruksi ringan, furnitur, dan kerajinan.
Kemungkinan kegunaan
Kemungkinan kegunaan hasil penelitian sifat dasar 10 jenis bambu yang diteliti
dapat disajikan pada Tabel 1.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
44
Keterangan:
1. Konstruksi berat 3. Bangunan/jembatan 5. Furniture
2. Konstruksi ringan 4. Bambu lamina 6. Kerajinan/anyaman
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
45
IV. PENUTUP
Alvin KL, Murphy RJ. (1988). Variation in fiber and parenchyma wall thickness in
culums of the bambu Sinobambusa toothstik. IAWA Bull. N.s. vol 9 (4) The
Nederlands. pp 353–361.
ASTM [American standard testing machine]. (1999). D-3345-74 (Reapproved
1999). Standard Test Method for Laboratory Evaluation of Wood and
Other Cellulosic Material for Resistance of Termites. USA.
ASTM [American Standard Testing Machine]. (2006). ASTM D 1106-96
(Reapproved 2001). Standar Test Method for Acid-Insoluble Lignin in
Wood. Annual Book of ASTM Standards. Volume 04.10 wood. Section 4.
Philadelphia.
AWPA [American Wood Preserver’ Association]. (1972). Standard Method for
Laboratory Evaluation to Determine Resistance to Subterranean Termites.
American Wood Preserver’ Association Standard.
Abdurrochim BS. (1996). Petunjuk Teknis Pengawetan Kayu untuk bangunan
hunian dan bukan hunian. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Jakarta
Basri E. (2004). Percobaan pengeringan tiga jenis bambu dalam dapur
pengeringan tenaga surya. Naskah (belum diterbitkan.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989a). SNI 14-04-1989. Cara Uji Kadar Lignin
Pulb dan Kayu (Metode Klason). Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989b). SNI 14-1031-1989. Cara Uji Kadar
Abu , Silika dan Silikat dalam Kayu dan Pulp. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
47
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989c). SNI 14-1032-1989. Cara Uji Kadar
Sari (Ekstrak Alkohol Benzena) dalam Kayu dan Pulp. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1989d). SNI 14-1305-1989. Cara Uji
Kadar Kelarutan Kayu Dalam Air Dingin dan Air Panas. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (1990). SNI 14-1838-1989. Cara Uji Kadar
Kelarutan Kayu Dalam Natrium Hidroksida Satu Persen. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.
BSN [Badan Standarisasi Nasional]. (2006). Uji ketahanan kayu dan produk
kayu terhadap organisme perusak kayu. Rancangan Standar Nasional
Indonesia. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional SNI 01-7207-2006.
China National Bambu Research Center. (2001). Cultivation and integrated
utilization on bambu in China: Structure and properties of bambu timber.
China National Bambu Research Center. Hangzhou, P.R. China. pp. 56 –
72.
Findlay, W.P.K. (1985). Preservation of Timber in The Tropics. Martinus Nijhoff/
Dr.W. Boston: Junk Publishers, . Pp 233-247.
ISO [International Standard Organization]. (2009). ISO 22157-2, Bambu–
Determination of physical and mechanical properties - . Part 2, Laboratory
mannual. ISO, Swietzerland.
ISO [International Standard Organization]. (2004). ISO 22157-1-2001. Bamboo
– Determination of physical and mechanical properties. Part 1:
Requirements. ISO-Switzerland.
Japan Plywood Manufacture’s Association. (2003). JAS: Japanese Agricultural
Standard for Common Plywood its Commentary the Japan Plywood
Manufacture’s Association.
JIS [Japan Industrial Standard]. (2003). Standard methods of testing small clear
specimens of timber. Tokyo, Japan.
Liese W. (1980). Preservation of bamboos. In Bamboo Research in Asia edited by
Lessard, G. And A. Chouinard. Proceedings of a workshop held in Singapore
28-30 May 1980. p: 165–172.
Seri Paket Iptek
Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Penggunaan 10 Jenis Bambu
48