Anda di halaman 1dari 13

Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.

2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

FILOSOFIS KELAHIRAN BHOMA DALAM KAKAWIN


BHOMAKAWYA

Ida Bagus Putu Eka Suadnyana


STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Abstrak
Many Hindu religious teachings are reflected in a literary work, one of which is
Kakawin Bhomakawya. The researchers conducted research on Kakawin Bhomakawya.
where the Bhoma story is of the most importance for Hindus, the Bhoma story has values
and teachings that should be known and used as guidelines by Hindus in everyday life.
Researchers conducted research on the structure of the Bhoma story, Hindu religious
teachings contained in the Bhoma story. In this study, researchers used theory to dissect
the problem. The theory used by researchers in conducting research in the Bhoma story
is the Theory of Structure, Hindu Aesthetic Theory and Hermeneutic Theory,
Keywords: Filosofis, Bhoma, Kakawin Bhomawakya

I. PENDAHULUAN dipelajari dan diterapkan dalam


Karya sastra tradisional jumlahnya bermasyarakat (Subagia:2014).
sangat banyak serta merupakan Salah satu karya sastra di Bali
peninggalan Nenek Moyang yang sarat adalah dalam bentuk kekawin dan
dengan nilai-nilai spiritual yang sudah sebagainya. Hal ini dapat dibuktikan
sepantasnya mendapat perhatian dalam bahwa di Bali sampai sekarang ada
usaha melestarikan dan mengembangkan beberapa karya sastra (Kakawin, Parwa,
nilai kebudayaan bangsa. Selain itu dan Geguritan) masih tetap dibaca,
penilaian terhadap karya sastra dalam diterjemahkan dan ditafsirkan isinya
menggali nilai budaya bangsa yang terkenal di Bali dengan istilah
merupakan salah satu upaya yang erat Memebasan. Teew menjelaskan bahwa
kaitanya dengan pembangunan mental dalam tradisi Mebebasan,
yaitu usaha menyampaikan kembali berlangsunglah pekerjaan mengadakan
nilai-nilai budaya tradisional dalam kritik teks, penafsiran dan penerapan
kehidupan bangsa moderen. Sastra lama sastra yang diiringi oleh seni Mawirama
sangat menarik untuk dikaji secara (Agastya, 1982 : 13).
mendalam guna menggali nilai-nilai apa Mabebasan berarti dua orang atau
yang terkandung didalam karya sastra lebih berkumpul, seseorang
merupakan hasil imajinasi penulis dalam membacakan sambil melagukan puisi
menggambarkan kehidupan masyarakat. jawa kuna (kakawin) dan yang lainnya
Karya sastra akan selalu mengikuti menerjemahkan, dan kadang-kadang ada
perkembangan-perkembangan serta yang mengulas (memberikan komentar).
perubahan-perubahan yang terjadi di Selanjutnya dijelaskan bahwa ini
masyarakat tempat karya sastra itu merupakan salah satu cara masyarakat
dilahirkan. Bangsa Indonesia mewarisi Bali untuk dapat mengungkapkan dan
karya sastra berupa legenda yang cukup memetik nilai budaya, filsafat dan
banyak baik yang tersimpan dalam Agama yang terkandung di dalam
bentuk tulisan maupun lisan, di naskah-naskah lontar. Unsur yang paling
dalamnya mengandung nilai-nilai penting dalam mabebasan adalah adanya
pendidikan yang sangat bagus untuk unsur melagukan puisi jawa kuna

19
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

(Kakawin) dan unsur-unsur Pada masa ini pusat kesusastraan


menerjemahkannya (Jendra, 2002 : 15). Jawa berada di Jawa Timur
Berdasarkan buku Kepustakaan (tahun 1500-1900 M). Bahasa
Djawa (Poerbatjaraka, 1957 : 15) secara yang digunakan sudah bukan
garis besar sastra jawa dibagi menjadi bahasa Sansekerta, melainkan
tiga golongan berdasarkan penggunaan bahasa dan aksara Jawa Kuna
bahasanya yaitu, sastra Jawa Kuna, yang memiliki karakteristik yang
sastra Jawa Pertengahan, dan sastra Jawa hampir mirip dengan sansekerta.
Baru. Karya sastra Jawa Kuna adalah Namun cerita sudah bukan
karya sastra yang ditulis menggunakan salinan dari India melainkan
bahasa Jawa Kuna. Bentuk karya sastra modifikasi, lebih tepatnya cerita
pada periodisasi ini berupa prosa dan dari India hanya sebagai inspirasi
Kakawin. dalam bukuLiterature of java sedangkan dalam cerita Jawa
Volume I : “Synopsis of Javanese pertengahan merupakan cerita
Literature), menyatakan bahwa yang sudah disesuaikan dengan
periodisasi sastra Jawa dibagi menjadi budaya Jawa. Banyak karya
tiga klasifikasi besar, antara lain : sastra yang terkenal lahir pada
1. Periode Pra-Islam (Periode masa ini. Namun, diakhir
Sastra Jawa Kuna) kejayaan Majapahit Jawa Kuna
Periode ini dimulai sekitar abad ikut menghilang seiring
10 (tahun 900-1500 M), periode keruntuhny kerajaan Majapahit.
sastra pra-Islam dapat dikatakan Sastra Jawa kemudian dibawa
sebagai periode sastra Jawa dan dikembangkan di Bali.
Kuna. Pada masa ini bahasa dan Contoh sastra Jawa Pertengahan
tulisan sansekerta merupakan yaitu : Kitab Arjuna Wiwaha,
media komunikasi tertulis yang Kakawin Kresnayana, Kakawin
mendominasi. Budaya india Sumantaka, Kakawin
memiliki factor yang besar dalam Bhomakawya, Kakawin
pengembangan sastra dan budaya Smaradahana, Kakawin
di Jawa. Kebanyakan karya sastra Bratayudha karya Hariwangsa,
yang dihasilkan merupakan dan lain sebagainya.
salinan dari naskah india yang 3. Era Islam atau Jawa Pesisir
dibahsakan ulang atau modifikasi (Periode Sastra Jawa Baru)
(akulturasi budaya asli Indonesia Pada masa ini corak Budaya
dengan cerita dari India. Islam sangat kental dan sangat
Kebanyakan karya sastra Jawa berpengaruh dalam sejarah sastra
Kuna ini ditemukan di daerah Jawa (tahun 1500-1800 M).
Jawa Tengah. Contoh sastra Jawa aksara kebanyakan digunakan
Kuna ini yaitu Kitab Candha aksara Melayu lama juga aksara
Karana, Kakawin Ramayana Jawa Baru. Bahasa yang
karya Mpu Yogiswara, Kitab digunakan merupakan bahasa
Budha Mahayana Sang Hyang Jawa, cerita yang disajikan
Kamahayanikam, Kitab biasanya menyampaikan
Brahmandapurana, Serat kebudayaan Islam. Terdapat
Mahabharata, Uttarakanda, cerita yang mirip dengan periode
Adiparwa, Kunjarakarna, dan sebelumnya, namun dimodifikasi
lain sebagainya. atau dirubah sedemikian rupa
2. Periode Javano-Bali (Periode untuk kepentingan budaya Islam
Sastra Jawa Pertengahan) di Jawa. Contoh sastra Jawa Baru
20
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

yaitu : Serat Nitisruti, Serat kesaktian beliau Dewa Brahma dan


Sewaka, Babad Demak, Serat Dewa Wisnu tidak ada yang bisa
Manik Maya, Babad Keraton, menandingi apalagi mengalahkan
dan lain sebagainya (Pigeaud, kesaktiannya, karena itu mereka berdua
1967 : 35). menyombongkan dirinya, mengingat
semua yang ada di alam beserta isinya
Berdasarkan uraian di atas, adalah hanya ciptaannya berdua. Disaat
karya-karya sastra pada masa Jawa Kuna kedua Dewa tersebut berdebat, tiba-tiba
mendapat pengaruh yang kuat dari India muncul lingga manik berdiri tegak
bahkan hampir seluruh aspek ditengah-tengah Ketika terjadi
kesusastraan Jawa Kuna berasal dari berdebatan.Lingga manik itu pun
India. Hal ini dapat terlihat dari semakin lama semakin meninggi.
bagianKakawin yang mempergunakan Kemudian beliau berdua heran dan ingin
metrum-metrum dari India seperti mengetahui dari mana datangnya lingga
Kakawin Ramayana dan Kakawin manik tersebut. Pada intinya Dewa
Arjuna Wiwaha (Zoetmulder, 1983 : 29). Wisnu turun ke Bumi ingin merobohkan
Selain itu, tidak tertutup kemungkinan lingga manik tersebut dan bertemu
karya-karya sastra periode tengahan dan dengan Dewi Basundari ketika itu
baru banyak yang mempergunakan terjadilah hubungan badan antara Dewa
metrum-metrum Kakawin dalam masa Wisnu dengan Dewi Basundari. Tidak
periode sastra Jawa Kuna (Suadnyana, berselang lama perkawinan kedua Dewa
2020). tersebut telah melahirkan seorang anak
Salah satu diantaranya karya yang berwujud raksasa besar yang diberi
sastra periode Sastra Jawa Kuna yang nama Bhoma (Suadnyana, 2020).
meniru metrum-metrum India adalah Selain itu, ada beberapa keunikan
Kakawin Bhomakawya, yang ditulis Kakawin Bhomakawya yakni terlihat
oleh Mpu Panuluh, dari zaman kerajaan dari gaya bahasa yang estetis dituangkan
Kediri, dan Parthayajna di akhir zaman dalam pelukisan alur cerita. Di lain sisi,
Majapahit. Salinan naskah-naskah kuno Kakawin Bhomakawya banyak pula
yang tertulis dalam lembar-lembar daun melukiskan suatu keistimewaan dalam
lontar. Berdasarkan Mahakavya setiap penokohan maupun latarnya. Hal
Raghuvamsa karya kalidasa dan naskah- tersebut yang menyebabkan Kakawin
naskah Kakawin, hal ini jelas berada di Bhomakawya penting untuk diteliti,
Jawa masa lampau, kemudian di Bali dijadikan sebagai sebuah karya ilmiah
sampai abad ke-21 (S. Supomo, 2014 : atau Skripsi yang berjudul “Filosofi
25). Kakawin Bhomakawya merupakan Kelahiran Bhoma dalam Kakawin
Kakawin yang tidak pernah dijamah atau Bhomakawya”. Dalam penelitian
tidak pernah diteliti oleh kalangan Kakawin Bhomakawya ini, peneliti
intelektual, sebab Kakawin ini tidak menggunakan Teori Struktur, Teori
terlalu dikenal oleh masyarakat pada Estetika Hindu, Teori Hermeneutika,
umumnya. Walaupun Kakawin Teori Behavioristik. Semua persoalan
Bhomakawya isi dan kandungan yang muncul dalam latar belakang di
nilainya perlu diterapkan dalam atas, akan penulis rumuskan dalam
kehidupan masyarakat maupun di dunia beberapa masalah di bawah ini.
pendidikan, karena ada pesan moral yang
amat luhur. II. PEMBAHASAN
Semua uraian di atas, 2.1 Asal Usul Kakawin Bhomakawya
menyatakan tentang keunikan Kakawin Literatur merupakan sumber
Bhomakawya yang terletak pada segi tertulis yang memberikan pengetahuan
ceritanya, dimana menceritakan tentang cara menyusun secara tertulis, untuk
21
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

memperkuat pendapat atau apapu hal-hal kesaksian yang terang benderang tentang
yang mendorong untuk menyusun karya kenyataan bahwa para penyalin Bali dari
tulis. Penelitian naskah sastra tradisional generasi ke generasi terus menerus
merupakan salah satu upaya menyalin kembali puisi ini di seluruh
melestarikan peninggalan kebudayaan Bali. (Poertbatjaraka, 1952 : 22) salah
yang sampai sekarang terus berlangsung satunya yang telah disalin Dra. Ni Made
di masyarakat. Suatu tradisi yang Rinu, dengan judul Kakawin
menganggap bahwa sastra milik bersama Bhomakawya, jumlah pupuh 118, ukuran
(Aditya, 2013:50), memberikan peluang lontar : panjang 45 cm, lebar 3,5 cm, dan
besar pada penyalin untuk memasukan merupakan milik Pusat Dokumentasi
pandangan-pandangannya, atau Kebudayaan Bali. Hal tersebut bertujuan
menafsirkannya seolah-olah bertindak untuk memberikan gambaran asal-usul
sebagai pengarang. Ini mengakibatkan dalam karya ilmiah ini, agar penelitian
terpengaruhnya isi naskah dan menjadi lebih jelas dengan dukungan
merupakan bukti terbentuknya Kakawin data yang akurat.
khususnya Kakawin Bhomakawya 1.
Kajian Kakawin Bhomakawya 2.2 Sinopsis Cerita Kelahiran Bhoma
adalah salah satu dari dua puluh puisi DalamKakawin Bhomakawya
naratif Jawa Kuno yang disebut sebagai Diceritakan tentang kesaktian
Kakawin, yang datang dari Jawa masa Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Merasa
lampau. Kecuali Ramayana, yang tidak ada yang bisa menandingi atau
kemungkinan besar ditulis di Jawa melampaui kesaktian kedua Dewa
Timur dan kemungkinan bisa dijajarkan tersebut, kedua Dewa tersebut
dengan Kakawin Arjunawiwaha. Semua menyombongkan dirinya, semua yang
Kakawin adalah produk kegiatan sastra ada di alam ini adalah ciptaan beliau saja.
pada periode Jawa Timur dalam sejarah Disaat mereka berdua berdebat, seketika
Jawa antara abad ke-10 dan pertengahan muncul lingga manik berdiri tegak
abad ke-16. Hampir semua Kakawin ditengah-tengah perdebatan mereka itu.
secara langsung atau tidak langsung Lingga manik itu semakin lama semakin
meminjam tema narasi dari berbagai meninggi, beliau ingin sekali
sumber India, sebagian besar dari epik mengetahui dari mana datangnya lingga
Mahabaratha dan Ramayana, Purana, manik tersebut. Geram Dewa Brahma
serta Makakavya. dan Dewa Wisnu dan bersama-sama
Namun seiring dengan perjalanan ingin menjatuhkan lingga manik
waktu seperti disampaikan penyair tersebut, kemudian ujung lingga manik
dalam bait-bait penutup karyanya, tersebut semakin meninggi di tengah
Kakawin Bhomakawya yang ditulis oleh langit. Kedua Dewa itu tidak bisa
Mpu Panuluh mengubah kisah merobohkan lingga tersebut, lalu Dewa
Bhomakawya, ia mempersembahkan Wisnu menggunakan senjata cakranya
Kakawin ciptaannya kepada Rsi Narada. untuk memotong lingga manik itu tetapi
Apapun mungkin terjadi, tampaknya senjata cakra Dewa Wisnu memantul
pasti bahwa Bhomakawya telah lama kembali kepadanya. Lalu Dewa Wisnu
menghilang dari percaturan sastra di memutuskan turun ke Bumi untuk
tanah Jawa yang samapi kepada kita saat mencari dasar dari lingga manik tersebut
ini. Meskipun di tanah asalnya karya dan merubah dirinya menjadi seekor
sastra ini telah lama menghilang, namun babi besar yang besarnya seperti Gunung
di Bali semua naskahnya masih ada dan Himalaya yang bernama Waraha,
bertahan menghadapi perjalanan waktu, kemudian Waraha menggali tanah,
berasal dari Bali dan memberikan keinginannya menemukan dasar dari
22
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

lingga manik tersebut dan akan (Bhaumasura) yang bermakna anak


digoyang-goyangkan agar jatuh. Tetapi Bumi.
Waraha tidak menemukan dasar dari Selanjutnya Sang Bhoma
lingga manik itu. dianugrahi menguasai alam semesta,
Dewa Brahma merubah wujudnya karena sangat mulia anugrah yang
menjadi burung besar (Paksi) akan diberikan dari Dewa Brahma kepada
mencari puncak lingga manik tersebut, Sang Bhoma, itu sebabnya Sang Bhoma
pikirnya kalau Dewa Brahma sudah menjadi kuat. Setelah mendapatkan
sampai dipuncak akan ditekan kebawah, anugrah, Sang Bhoma menjadi
tetapi tidak ada hasilnya Dewa Brahma Sombong, keinginannya untuk
tidak menemukan ujung dari lingga berperang saja tidak ada yang lain.
manik tersebut, dan Dewa Brahma pun Kakawin Bhomakawya disalin
terjatuh ke laut dan menyebabkan Bumi pada tahun 1990 dengan halaman 286
ini kehujanan. Hancur sekali Bumi ini, bahasa Jawa Kuno / Kawi dan 287
seakan menjadi satu. Lalu semua para halaman artinya dalam bahasa Indonesia.
Dewa di surga memohon kepada Dewa Kakawin Bhomakawya ini merupakan
Wisnu agar berhenti menjadi seekor babi Kakawin berjenis minor. Kakawin
(Waraha). Tidak lama berpikir Dewa berjenis minor adalah Kakawin yang
Wisnu kembali merubah wujudnya persajakannya memperlihatkan
seperti sedia kala. lalu Dewa Wisnu kebebasan tanpa batas dan panjang vokal
bersemadi untuk mendoakan dalam suku kata terbuka demi
keselamatan Bumi. Setelah Dewa Wisnu metrumnya. Kakawin Bhomakawya
selesai bersemadi, selamatlah Bumi ini berbentuk persegi panjang memiliki
kembali seperti semula. Dewa Wisnu tebal 3 cm, dengan panjang 29,5 cm, dan
kembali turun ke Bumi dengan wujud lebar 19 cm. warna kulit buku Kakawin
Waraha, tidak lama kemudian Dewa Bhomakawya adalah biru. Jumlah pupuh
Wisnu yang berwujud Waraha bertemu dalam Kakawin Bhomakawya adalah
dengan seorang wanita cantik tidak lain 118 yang dapat dipisahkan menjadi 2
adalah Dewi Basundari (Dewi Bumi) bagian yaitu, bagian 1 sebanyak 5 pupuh
yang memiliki paras yang sangat cantik yang menceritakan tentang kelahiran
dan ayu. Waraha pun terpesona dengan Sang Bhoma. Bagian 2 sebanyak 68
kecantikan dari Dewi Basundari. Ketika pupuh menceritakan Kresna
itu terjadilah hubungan badan antara mengalahkan Bhoma. Disini penulis
Dewa Wisnu yang masih berwujud mengambil pupuh bagian 1 yang terdiri
Waraha dengan Dewi Basundari dengan dari 5 pupuh menceritakan kelahiran
cara pemaksaan. Marahlah Dewi Sang Bhoma.
Basundari kepada Dewa Wisnu, ingat Keadaan buku naskahnya baik.
dengan wajah Dewa Wisnu yang Jumlah lembarnya masih utuh, tetapi
berwujud seekor babi (Waraha). pada tiap-tiap halaman banyak terdapat
Kemarahan Dewi Basundari bercampur bintik-bintik (jamuran). Disamping itu
dengan rasa cinta Dewa Wisnu. Tidak bentuk juga bentuk penulisan naskahnya
berselang lama Dewi Basundari hamil kurang rapi, banyak bait-bait yang
yang usia kehamilannya sudah tua diketik tidak beraturan.
berkisar 9 tahun, dan lahirlah anak dari
Dewa Wisnu dan Dewi Basundari yang 2.3 Filosofis Yang Terkandung Dalam
berwujud raksasa. Datanglah Dewa Cerita Kelahiran Bhoma Dalam
Brahma menemui anak dari Dewa Wisnu Kakawin Bhomakawya
dan ingin memberi anugrah kepada Kakawin dimulai dengan
anaknya. Dewa Brahma memberi nama Manggala Sang Penyair. Prabhu Kresna
anak tersebut Sang Bhoma dan saudaranya; Baladewa
23
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

diperkenalkan. Lukisan ibu Kota Karmaphala adalah keyakinan


Drawati diberikan; sebuah adegan tentang kebenaran adanya karmaphala
audensi dan datangnya tamu dari sorga atau hasil perbuatan. Setiap perbuatan
dilukiskan, di mana mereka meminta baik (susila) atau perbuatan buruk
perlindungan dari Naraka, Sang (asusila) yang kita lakukan pastinya
Raksasa. nanti akan mendapatkan hasil yang
Diceritakanlah bagaimana Sang sesuai dengan yang kita perbuat,
Bhoma dilahirkan sebagai putra Batara perbuatan baik yang kita tanam maka
Wisnu dan Batari Pertiwi, suatu ketika hasil yang dipetik pun adalah hasil yang
Dewa Wisnu merubah wujudnya baik pula begitu juga sebaliknya.
menjadi seekor babi hutan yang seketika Karmaphala inilah yang akan membawa
menggali tanah mencari pangkal lingga roh kita setelah meninggal akan
manik hingga ke dasar Bumi. Ketika mendapatkan tempat yang bagaimana.
sedang menggali dasar Bumi tersebut, Sang Hyang Yamadipati sebagai Dewa
babi hutan jelmaan Dewa Wisnu tersebut Dharma tentunya akan mengadili setiap
bertemu dengan Dewi Pertiwi yang manusia sesuai dengan perbuatannya
cantik, tiba-tiba babi hutan jelmaan selama hidup di dunia, apakah akan
Dewa Wisnu tersebut menyetubuhi mendapat sorga atau neraka. Tetapi
badan dari Dewi Pertiwi. Singkat cerita sebagai umat Hindu tujuan kita
Dewi Pertiwi hamil dan melahirkan mendapat sorga atau neraka kita akan
seorang anak yang berwujud raksasa. dilahirkan kembali di dunia tetapi jika
Dan Dewa Brahma mengasihi anak kita bisa mencapai moksa kita akan
tersebut dan memberi nama anak mengalami kebahagiaan yang tertinggi
tersebut Bhauma Narakasura (Bhoma). karena atma telah bersatu dengan
Oleh karena itu Naraka memiliki nama Brahman / Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bhoma. Selain itu Bhoma dalam Ada cara untuk membebaskan diri dari
etimologi juga disebutkan berasal dari hukum Karma yang selalu mengikat diri
istilah sansekerta yaitu Bhauma kita oleh ikatan duniawi yaitu dengan
Narakasura, yang berarti suatu yang cara mengubah perbuatan dan hasilnya
tumbuh atau lahir dari Bumi atau sesuatu menjadi yoga, maksudnya segala
yang berhubungan dengan Bumi. perbuatan dan hasil yang kita lakukan
dan kita peroleh wajib dipersembahkan
2.3.1 Ajaran-ajaran Agama Hindu dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi
Dalam Kakawin Bhomakawya Wasa, karena kita yakin semua yang ada
Pada pembahasan berikutnya dari dan aka ada berasal dari Ida Sang Hyang
rangkuman 2 mengenai ajaran-ajaran Widhi Wasa.
Agama Hindu. Intisari dan dasar Adapun pembagian Karmaphala
keyakinan umat Hindu adalah Panca adalah sebagai berikut : (1) Sancita
Sradha. Dalam ajaran Agama Hindu Karmaphala, yaitu phala dari perbuatan
Panca Sradha merupakan lima dasar kita yang terdahulu yang belum habis
keyakinan umat Hindu yang terdiri dari dinikmati dan masih merupakan benih-
Widhi Sradha, Atma Sradha, benih yang menentukan kehidupan kita
Karmaphala Sradha, Punarbhawa yang sekarang; (2) Prarabda
Sradha, dan Moksa Sradha. Adapun Karmaphala, yaitu phala dari perbuatan
pokok-pokok ajaran agama Hindu yang kita pada kehidupan ini tanpa ada
terdapat dalam Kakawin Bhomakawya sisinya; (3) Kriyamana Karmaphala,
adalah sebagai berikut : yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat
dinikmati saat berbuat sehingga harus
a) Karmaphala Sradha diterima pada kehidupan yang akan
24
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

datang. Keyakinan terhadap adanya tersebut. Itu disebabkan karena


Karmaphala dalam Kakawin seorang yang malas
Bhomakawya dinyatakan dalam pupuh 2, membersihkannya.
bait 23 – 24 wirama Jagadnata, sebagai (Bhomakawya, 1990 : 22).
berikut :
Kunang halan iking Helen-helema de Dari kutipan di atas dapat
Narapati mangupaya ring musuh, disimpulkan bahwa Phala atau hasil
Hilang yasa Narendra Sang Yati perbuatan dari Sang Kresna yang tiba-
padasasaran alaradan marang tiba menyerah dengan usahanya dalam
waneh, membantu para pertapa, itu yang
Ikang musuh agong ya doniatemahan membuat para pertapa takut dan
milangakena sarira Sang Prabhu, berlarian. Ketika Sang Prabhu Kresna
Apuy sumelap ing hatep ngaran ikaha lengah, disanalah keinginan musuh
henengakena gatinia de haji. semakin besar untuk membunuh Sang
(Bhomakawya, 2 : 23). Kresna. Dan Sang pertapa bergumam di
dalam pikiranya “ jika Sang Prabu
Terjemahan : Kresna seperti ini terus dikatakan seperti
Jika dipikirkan, tetapi tidak dipikirkan seorang petani yang bekerja kesawah
oleh Sang Kresna tentang yang subur, dan petani itu yakin sekali
memberikan serangan pada musuh. padinya akan tumbuh baik dan akan
Hilang usaha Sang Kresna, dan Sang menghasilkan, tidak ada hama yang akan
pertapa berlarian ketakutan. Disitulah mengganggu. Kemudian timbul rasa
keinginan musuh semakin besar malas untuk membersihkanya sesekali,
untuk membunuh Sang Prabhu dan itu akan membuat hama rumput
Kresna. semakin banyak dan memakan sari dari
(Bhomakawya, 1990 : 22). padi sehingga membuat padainya kurus,
Itulah akibatnya jika seorang yang
Prakasa mara kirtti Sang Prabhu lengah dan malas.
telas pinaka suluh ikang prajanghita,
Wulan-wulanirang mahajana ta nora b) Tri Kaya Parisudha
lumewihana sobhita bungah, Tri Kaya Parisudha artinya tiga
Katon kalewihan rikanukani sangka gerak perilaku manusia yang harus
ri wetuning ambek uttama, disucikan, yaitu berpikir yang bersih dan
Prihen temen ikang karaksan ika de suci (Manacika), berkata yang benar
Nrepati makaphalang jagaddhita. (Wacika) dan berbuat yang jujur
(Bhomakawya, 2 : 24). (Kayika). Dari tiap arti kata di dalamnya,
Tri berarti tiga; kaya berarti karya atau
Terjemahan : perbuatan atau kerja atau prilaku;
Sang Pertapa berkata “Kalau sedangkan Parisudha berarti “upaya
dibiarkan seperti itu sikapnya Sang penyucian”. Jadi “Trikaya-Parisudha
Raja Kresna, diumpamakan ada yang berarti “upaya pembersihan/ penyucian
bekerja ke sawah yang subur. Dia atas tiga perbuatan atau prilaku kita”.
yakin sekali padinya akan Adapun pengertian-pengertian
menghasilkan, tidak akanada hama dari bagian-bagian Tri Kaya Parisudha
yang mengganggu. Kemudian timbul yaitu :
rasa malas untuk membersihkannya, 1. Kayika Parisudha
yang akan membuat rumput teki di Kayika Parisudha artinya perbuatan
sawah semakin tinggi sehingga atau laksana yang baik merupakan
membuat padinya kurus karena pengamalan dari pikiran dan
sarinya di ambil oleh rumput hama perkataan yang baik, perbuatan yang
25
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

baik dapat dilakukan dari adanya menghancurkan, merusak jiwa raga


pengendalian pada tingkah laku manusia.
utamanya terhadap Himsa Karma 3. Manacika Parisudha
yaitu perbuatan menyakiti, menyiksa Apabila diperhatikan benar-benar
atau membunuh mahluk yang tidak tentang perbuatan manusia di dunia
berdosa, Himsa Karma hanya semuanya berpangkal pada pikiran.
diperkenankan untuk keperluan Kehidupan manusia dihadapkan
Yadnya. Kayika Parisudha dapat dengan berbagai masalah dalam
rumuskan segala perilaku yang kesempatan hidupnya, masalah-
berhubungan dengan badan yang masalah itu akan bisa dihadapi bila
telah disucikan, segala perbuatan hati atau pikiran dapat dikendalikan,
yang cemar serta terlarang tidak terdapat hawa nafsu yang
dilakukan oleh anggota badan ini mempengaruhinya. Pikiranlah yang
setiap manusia yang hidup di dunia merupakan pangkal perbuatan, dari
melakukan perbuatan, kehadiran di pikiran yang terkendali baik akan
dunia akan sia-sia bila tidak menimbulkan perbuatan yang baik
melakukan perbuatan. dan dari pemikiran yang buruk akan
2. Vacika Parisudha menimbulkan perbuatan yang tidak
Perkataan yang baik manis di dengar baik.
oleh setiap orang, perkataan itu patut Ajaran Manacika Parisudha
timbul dari hati yang tulus, lemah menuntun manusia untuk berpikir
lembut penyampaiannya dan yang baik, berusaha menolong dirinya
menyenangkan hati pendengarnya. dengan mengendalikan pikiran
Untuk dapat berkata yang baik patut sebelum akan berkata-kata dan
dipikirkan terlebih dahulu. berbuat. Mereka yang kuat akan
Terlanjurnya berkata-kata akan sulit mengendalikan pikirannya sehingga
untuk ditarik kembali. Kata-kata tidak mengumbar hawa nafsunya
merupakan sarana komunikasi yang akan lebih mudah mencapai cita-
paling cepat diterima di dalam citanya, mereka tidak banyak digoda
pergaulan, perhubungan, pendidikan, atau diperbudak oleh hawa nafsunya.
penyuluhan, penerangan dan Pikiran mendapat perhatian besar
sebagainya. dalam ajaran Yoga, karena pikiran
Berkata yang benar dan baik disebut sumber segala yang dilakukan
orang Wacika Parisudha, hampir manusia. Sumber segala apa yang
setiap orang berkata-kata, bercakap- dikatakan manusia, pikiran yang
cakap untuk menyampaikan isi menentukan segala perbuatan
hatinya kepada orang lain. manusia, dengan demikian anggota
Pengetahuan diperoleh melalui kata- badan akan berbuat apapun tidak
kata, baik secara lisan maupun secar mengetahui bila pikiran tidak ikut
tertulis dengan demikian kata-kata menyertai karena pikiranlah
mempunyai kedudukan dan peranan sesungguhnya mengetahui dan
yang amat penting dalam kehidupan. merasakan sesuatu.
Dapat mendatangkan kebahagiaan
untuk diri sendiri atau menarik Dalam Kakawin Bhomakawya
simpati orang lain. Dapat juga terdapat ajaran-ajaran Tri Kaya
merupakan Tirta Amerta yang sejuk Parisudha dimana dalam Kakawin
dan nyaman dan menghibur serta Bhomakawya yang ditonjolkan adalah
menghidupkan semangat orang, kata- bagian Vacika Parisudha (berkata yang
kata juga dapat menjadi racun yang baik). Hal tersebut dapat dilihat dari
26
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

cerita Sang Kresna ketika memberikan Sang Sambhadara tan sahur tuhun
wacana kepada anaknya Sang Sambha, anembah amuhun iki rakwa
Sang Kresna berbicara dengan halus agar mangkata,
anaknya Sang Sambha mau untuk Mangkin sok hati Sang Narendra
menjaga hutan para pertapa yang berada mawelas yyanakira wahu-wahwa
di gunung Himalaya. Sang Kresna mangkana,
berbicara kepada Sang Sambha “anaku Dening sih pinegat matangnian umili
engkau turutilah nasehat ayah, senang banyuni matanirahawan pipi.
sekali seorang ayah yang mempunyai (Bhomakawya, 3 : 1).
anak yang pintar, banyak beryadnya dan
tidak pernah ingin mendapatkan Terjemahan :
balasanya. Ayah sangat berharap anak Seperti itu perkataan Sang Kresna
ayah mendapatkan keselamatan. Seperti berbicara kepada anaknya, perkataan
perkataan Sang Kresna kepada Sang Sang kresna halus sekali. Sang
Sambha, perkataan Sang Kresna sangat Sambha berlutut tidak menjawab,
halus sekali dan membuat Sang Sambha hanya mengatakan akan segera pergi.
berlutut tidak menjawab. Hal tersebut Semakin sedih perasaan Sang Prabhu
dapat dilihat pada kutipan Kakawin Kresna karena akan terpisah dari
Bhomakawya, pupuh 2 dan 3 , bait 34 – putranya Sang Sambha. Karena
1 wirama Jagadnata, sebagai berikut : terlalu sayangnya Sang Kresna
Kalinganing ujarku masku saphala kepada putranya Sang Sambha,
ngwang aweka gunawan sulaksana, sampai-sampai air matanya menetes
Ikang phala ri yajnya satus apitowi di pipinya.
tan amada kasel denika, (Bhomakawya, 1990 : 29).
Putus ning hati bhagiamanta sira
Sang pinituhunang anak mapet ayu, Dari kutipan di atas menyatakan
Matangnia kami tuhwa haywa ta bahwa seorang Ayah yang berbicara
manahta cala yasani ta nghulun kepada anaknya dengan halus dan
tuhan. memberikan anaknya arahan agar mau
(Bhomakawya, 2 : 34). berbuat yang baik, seperti banyak-
banyak berkata-kata yang baik (Vacika
Terjemahan : Parisudha), bersikap yang baik, dan
“Anak ku, engkau turutilah nasehat selalu ingat beryadnya. Dan Ayahnya
ayah, senang sekali seorang yang selalu memberikan doa kepada anaknya
mempunyai anak pintar, bersikap agar mendapatkan keselamatan.
yang baik, banyak beryadnya dan
tidak pernah ingin mendapatkan c) Tri Hita Karana
balasannya. Sangat ayah harapkan Tri Hita Karana berasal dari bahasa
engkau bisa mematuhinya agar sansekerta yang memiliki arti tiga
mendapatkan keselamatan. Itu penyebab kesejahteraan. Tri artinya tiga,
permintaan dari ayah janganlah Hita artinya sejahtera, dan karana artinya
engkau berubah pikiran, hanya penyebab. Jadi, Tri Hita Karana adalah
engkau yang bisa mengerti ayah. tiga hal pokok yang menyebabkan
(Bhomakawya, 1990 : 27). kesejahteraan dan kemakmuran hidup
manusia. Konsep ini muncul berkaitan
Na ling Sang Naratha mojar I erat dengan keberadaan hidup
Narendra tanaya mamanis bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola
wuwusnira, hidup ini muncul dan berkaitan dengan
terwujudnya suatu desa adat di Bali.
Bukan saja berakibat terwujudnya
27
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

persekutuan territorial dan persekutuan daya tarik yang sangat kuat bagi para
hidup atas kepentingan bersama dalam penciptanya. Pencipta sangat tertarik
bermasyarakat, juga merupakan mengangkat Tri Hita Karana di Bali
persekutuan dalam kesamaan sebagai sumber ide penciptaan karya
kepercayaan untuk memuja Tuhan atau seni karena upacara-upacaranya sangat
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. unik dan artistik dengan penuh variasi
Dengan demikian dalam yang ditemukan dalam setiap upacara
pemahaman Hindu manusia adalah yang ada di Bali.
bagian dari lingkungan, bagian dari Dengan demikian betapa perlunya
ekosistem. Manusia dalam kondisi ini kita mengamalkan Tri Hita Karana.
dapat berperan sebagai obyek maupun Untuk menjaga keharmonisan hubungan
subjek. Sebagai obyek manusia harus manusia dengan Tuhan, manusia dengan
tunduk pada kekuatan alam, tetapi di sisi manusia dan manusia dengan
lain sebagai subjek, manusia dapat lingkungan. Dalam Kakawin
mengelola alam. Apabila alam Bhomakawya terdapat ajaran Tri Hita
dipandang sebagai sahabat, manusia Karana yaitu :
sebagai bagian dari alam, maka alam (1) Hubungan manusia dengan
harus diperlakukan bagaikan diri sendiri. Tuhan (Parhyangan) dapat dilihat dari
Implementasinya adalah bahwa kutipan Kakawin Bhomakawya, pupuh 3,
menyayangi alam adalah menyayangi bait 17 dan 41 wirama Jagadhita,
diri sendiri. Oleh karena itu tidak sebagai berikut :
dibenarkan adanya eksploitasi yang Nahan lingnia waneh dudu Sang
semena-mena terhadap alam. Angarang sumemu-semu rengunia
Bersahabat dengan alam adalah yan liring,
satu unsure dari filsafat tiga keselarasan Ringrang harsa rimang-rimangnian
(Tri Hita Karana) yang lahir dari alara wingit saha warnna kasrepan,
perpaduan religiositas Hindu dan Marmmanian paturu ya thanamara
kearifan adat istiadat Bali. Dua unsur leng-leng anurub asanahules gadung,
lainnya adalah relasi berkeseimbangan Kadiangipia mareng smaralaya
antara manusia dan manusia, serta mahanwa leyepi kukus ing hrebuk
hubungan yang vertical dengan Tuhan. minging. (Bhomakawya, 3 : 17).
Ketiga unsur itu tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya, tetapi harus Terjemahan :
menyatu sebagai satu kesatuan yang Demikian perkataan anak remaja itu,
berkeseimbangan. Praktek adaptasi itu di kemudian ada lagi yang lain yang
Bali adalah dengan selalu menjaga merasa bersedih, kemudian
keseimbangan antara “pengambilan” dan memberitahukan kesulitannya.
“pengembalian”. Artinya pemanfaatan Karena kesedihannya terlihat seperti
sumber-sumber daya alam harus orang yang sedang kesurupan. Itu
dikembalikan, bahkan pengembaliannya karena ia tidur-tiduran supaya
dengan jumlah yang lebih banyak. Inilah menjadi seperti Dewa, diselimuti
esensi pelestarian dan pengembangan. angsana berumah sekar bunga
Banyak seniman-seniman Bali yang gadung, mungkin ia bermimpi sedang
menggunakan tema berdasarkan Tri Hita berada di sorga, ketika tercium sari
Karana, hal ini disebabkan karena Tri bunga yang harum wangi.
Hita Karana secara visual merupakan (Bhomakawya, 1990 : 37).
sebuah konsep yang sangat mendukung
dan bersifat adi luhung. Pancaran nilai Nusanunggalaken lango lengeng I
estetik yang sangat tinggi memberikan kahyun anaruka aramianing pasirr,
28
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

Ndan paksamadanasrameka Ade lingnian siniang muliha pijer


rinegepnian angusira parantianing ahyun salah idep.
mango, (Bhomakawya, 4 : 5).
Rep suksmahalingan liput kadi
humotaken ika ri manahning lang Terjemahan :
lengo, Ada para remaja yang saling bercanda
Cet siddhyaniluman katon kakenaran ria dengan remaja putri. Bagai
rawi leyep ajamang kuwung-kuwung. membangkitkan perasaan Sang
(Bhomakawya, 3 : 41). Pangeran Sambha yang berwajah
tampan, saling bercanda bahagia,
Terjemahan : saling tertawa terbahak-bahak, dan
Ada pulau yang sangat mempesona menutup wajahnya dengan kerudung
membuat orang-orang ingin menetap samar-samar. “jangan begitu” seperti
disana, menampakan keindahan laut. itu perkataan saat remaja itu diajak
Tetapi asrama tempat pemujaan Sang pulang, ia salah paham dan merasa
Hyang Semara yang di bangun supaya tersinggung.
ada yang mendatangi oleh orang yang (Bhomakawya, 1990 : 49).
tertarik. Seketika sekarang tidak
terlihat dasar awan seperti Dari kutipan Kakawin di atas dapat
bersembunyi di hati yang disimpulkan bahwa hubungan manusia
mengagumi. Tak disangka menawan dengan manusia dapat dilihat dari
sekali terlihat silau dipancarkan oleh adanya jalinan kekeluargaan antara
Sang matahari, sangat serasi Pangeran Sambha dengan para remaja
diselimuti oleh pelangi. yang tinggal di asrama. Mereka saling
(Bhomakawya, 1990 : 47). bercanda ria, saling tertawa bersama.
Dari hubungan tersebut akan terlihat
Dari kutipan Kakawin di atas dapat adanya hubungan yang harmonis antara
disimpulkan bahwa hubungan manusia manusia dan manusia dengan ikut
dengan Tuhan (Parhyangan) dapat sertanya Sang Pangeran Sambha saling
dilihat dari anak remaja yang melihatkan bercanda dan tertawa bersama dengan
kesedihannya, karena kesedihannya remaja-remaja yang berada di asrama.
anak remaja itu terlihat seperti orang
kesurupan kemudia ia tertidur dan (3) Hubungan Manusia dengan
bermimpi terlihat menjadi seperti Dewa lingkungan (Palemahan) dapat dilihat
di sorga yang banyak dikelilingi bunga dari kutipan Kakawin Bhomakawya,
gadung. Dan dilain cerita ada pulau yang pupuh 4, bait 1 – 4 wirama Sikarini,
sangat mempesona dan terlihat sebagai berikut :
keindahan lautnya. Disana ada tempat Sawang kania lwirning pasisi ri
pemujaan Sang Semara, agar ada yang halintang Nrepasuta,
mendatanginya. Lengong warnnaniahyas mapa ta
(2) Hubungan Manusia dengan patahan tang yyak alango,
manusia (Pawongan) dapat dilihat dari Layarning baniaganusu-nusu katon
kutipan Kakawin Bhomakawya, pupuh 4, manda tan awas,
bait 5 wiram Sikarini, sebagai berikut : Limutning wway mawrasemu-semu
Raranontononton wija-wijah pupur pinghay I pipi.
arampak pada rara, (Bhomakawya, 4 : 1).
Girahyasen de Sang Lituhayu
magupian dharadaran, Terjemahan :
Guywaniyasring pedan saputi ri Seperti seorang wanita penampakan
kemulniayatayatan, pantai, ketika Sang Pangeran Sambha
29
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana

melintas. Asri sekali yang mengembala sapi semua tekun


pemandangannya, seperti wanita menonton sapinya memakan rumput,
yang berhias ombaknya yang berkumpul-kumpul berteduh.
Nampak begitu bagus. Badan Kemudian pulang dengan rasa sayang
perahunya terlihat susunannya yang memelihara sapi-sapinya.
begitu tidak jelas nampaknya. (Bhomakawya, 1990 : 47).
Kumpulan air terpecah bagaikan busa
putih bergelembung. Araryyan Sang Nathatmaja sakareng
(Bhomakawya, 1990 : 47). ing wandirataru,
Alinggih ring twarjja sumayana kalih
Huwus lunghadoh Sang Nrepasuta pamucangan,
tekeng wanwa masenet, Tinangkil dening bhretianira tan
Alas lor kulwan wetan ika marenek adoh ra ki sahaja,
tirtha maparek, Tekanantwa maswagata teher
Pucang mwahniyu makrep walaha ri asuciasaji tadah.
katubania gumuruh, (Bhomakawya, 4 : 4).
Makempong-kempong tang palu
daluwang asrang masahuran. Terjemahan :
(Bhomakawya, 4 : 2). Sang Pangeran Sambha beristirahat
sebentar di bawah pohon beringin.
Terjemahan : Dudut di batu yang datar dan bagus,
Setelah Sang Pangeran Sambha dan dihidangkan serta didampingi
menempuh perjalanan jauh, tiba di oleh para pengawalnya. Tidak jauh
daerah yang sepi hutan di barat laut dari sang bijaksana sangat hormat
dan disebelah timurnya menyatu, di sambil menyediakan air untuk
dekat sana ada tempat petirtan, tempat membasuh tangan dan menghaturkan
itu penuh air yang mengalir dari makanan. (Bhomakawya, 1990 : 47).
gunung. Suaranya bergemuruh
kletak-kletok bagaikan suara palu Dari kutipan di atas dapat
yang memahat kayu, suaranya disimpulkan, bahwa ajaran Tri Hita
bertabuhan. Karana pada bagian Palemahan yang
(Bhomakawya, 1990 : 47). terdapat dalam Kakawin Bhomakawya
dilihat dari menceritakan keindahan
Tengah ngwe mantuk tang tuhaburu pantai ketika Sang Sambha berada
padanglih kapanasan, diperjalanan dan melewati pantai nan
Rare manghwan sangkeng talaga indah. Dan juga tempat petirtan yang
saha kancur pada telas, berada di daerah hutan barat laut. Begitu
Kaki mpwanghwan goh kapwa pijer keindahan alam yang dilewati Sang
anuket kawanan angob, Sambha saat diperjalanan menyebabkan
Mulih marmmamakpak mangamer I adanya hubungan yang harmonis antara
sapinian sapi dayang. mahluk hidup dengan alam disekitarnya.
(Bhomakawya, 4 : 3). Dengan terjalinnya hubungan yang
harmonis antara manusia dengan
Terjemahan : lingkungan sekitar mengakibatkan
Sesudah tengah hari pulanglah para jernihnya percikan air yang indah
pemburu, semuanya lemas karena sehingga menarik perhatian bagi orang
kepanasan. Anak-anak yang melihat dan berteduh disekitar pinggiran
mengembala pulang dari kolam, pantai yang indah dan sejuk.
pakaianya basah semua. Orang tua
30
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707

Jadi, pada penelitian ini teori Universitas Pendidikan Ganesha.


hermeneutika digunakan untuk (Jurnal)
membedah ajaran-ajaran yang Suadnyana, I. B. P. E. (2020). Ajaran
terkandung dalam Kakawin Agama Hindu dalam Cerita Batur
Bhomakawya sehingga diperoleh ajaran Taskara. Sanjiwani: Jurnal
Karmaphala, ajaran Tri Kaya Filsafat, 11(2), 232-244.
Parisudha, dan ajaran Tri Hita Karana. Suadnyana, I. B. P. E. (2020). Ajaran
Jadi teori yang tepat (valid) digunakan Agama Hindu dalam Cerita Batur
dalam mengkaji ajaran Tri Hita Karana Taskara. Sanjiwani: Jurnal
di atas adalah Teori Behavioristik. Filsafat, 11(2), 232-244.

III. SIMPULAN Jendra, I. W. (2002). Kehidupan bahasa


Kakawin Bhomakawya memiliki Bali di tengah kehidupan
struktur meliputi : insiden yang terbagi masyarakat majemuk. Kongres
menjadi 8 insiden, menggunakan alur Bahasa Bali V, 47–52.
lurus yaitu peristiwa disampaikan Kakawin Bhomawakya
melalui urutan awal, tengah, dan akhir. Pigeaud, T. G. T. (1967). Literature of
Aspek latar terbagi menjadi dua bagian, Java (Volume III).
yaitu unsur tempat dan unsur waktu. Poerbatjaraka, 1957. Kapustakan Djawi.
Penokohan dan perwatakan dalam Jakarta: Djambatan.
Kakawin Bhomakawya diliputi tokoh Worsley, P., Supomo, S., Fletchert, M.,
utama yaitu Sang Bhoma, Sang Prabhu & Hunter, T. H. (2014). Kakawin
Kresna, Sang Sambha, Dewi Jambawati Sumanasantaka: Mati karena
dan Sang Rsi. Tema yang melandasi Bunga Sumanasa karya Mpu
adalah filosofi kelahiran Sang Bhoma Monaguna Kajian sebuah Puisi
karena Dewa Wisnu melakukan Epik Jawa Kuno (Vol. 32).
hubungan yang tidak benar dengan Dewi Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Basundari, serta memiliki amanat Zoetmulder, P. J. 1974 Kalangwan; a
mengenai ajaran dharma dan Survèy of Old Javanese
swadharma. Kakawin Bhomakawya Literature, The Hague: Martinua
mengandung ajaran-ajaran Agama Nijhoff.
Hindu meliputi : (1) Ajaran Karmaphala
Sradha; (2) Ajaran Tri Kaya Parisudha;
dan (3) Ajaran Tri Hita Karana.

DAFTAR PUSTAKA
Subagia, I Wayan dkk. Vol.4. No.1.
2014. Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Proyek
Terhadap Hasil Belajar Ipa
Ditinjau Dari Self Efficacy Siswa.
Bali: Program Pascasarjana

31

Anda mungkin juga menyukai