707-Article Text-2538-1-10-20220214
707-Article Text-2538-1-10-20220214
2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707
Abstrak
Many Hindu religious teachings are reflected in a literary work, one of which is
Kakawin Bhomakawya. The researchers conducted research on Kakawin Bhomakawya.
where the Bhoma story is of the most importance for Hindus, the Bhoma story has values
and teachings that should be known and used as guidelines by Hindus in everyday life.
Researchers conducted research on the structure of the Bhoma story, Hindu religious
teachings contained in the Bhoma story. In this study, researchers used theory to dissect
the problem. The theory used by researchers in conducting research in the Bhoma story
is the Theory of Structure, Hindu Aesthetic Theory and Hermeneutic Theory,
Keywords: Filosofis, Bhoma, Kakawin Bhomawakya
19
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana
memperkuat pendapat atau apapu hal-hal kesaksian yang terang benderang tentang
yang mendorong untuk menyusun karya kenyataan bahwa para penyalin Bali dari
tulis. Penelitian naskah sastra tradisional generasi ke generasi terus menerus
merupakan salah satu upaya menyalin kembali puisi ini di seluruh
melestarikan peninggalan kebudayaan Bali. (Poertbatjaraka, 1952 : 22) salah
yang sampai sekarang terus berlangsung satunya yang telah disalin Dra. Ni Made
di masyarakat. Suatu tradisi yang Rinu, dengan judul Kakawin
menganggap bahwa sastra milik bersama Bhomakawya, jumlah pupuh 118, ukuran
(Aditya, 2013:50), memberikan peluang lontar : panjang 45 cm, lebar 3,5 cm, dan
besar pada penyalin untuk memasukan merupakan milik Pusat Dokumentasi
pandangan-pandangannya, atau Kebudayaan Bali. Hal tersebut bertujuan
menafsirkannya seolah-olah bertindak untuk memberikan gambaran asal-usul
sebagai pengarang. Ini mengakibatkan dalam karya ilmiah ini, agar penelitian
terpengaruhnya isi naskah dan menjadi lebih jelas dengan dukungan
merupakan bukti terbentuknya Kakawin data yang akurat.
khususnya Kakawin Bhomakawya 1.
Kajian Kakawin Bhomakawya 2.2 Sinopsis Cerita Kelahiran Bhoma
adalah salah satu dari dua puluh puisi DalamKakawin Bhomakawya
naratif Jawa Kuno yang disebut sebagai Diceritakan tentang kesaktian
Kakawin, yang datang dari Jawa masa Dewa Brahma dan Dewa Wisnu. Merasa
lampau. Kecuali Ramayana, yang tidak ada yang bisa menandingi atau
kemungkinan besar ditulis di Jawa melampaui kesaktian kedua Dewa
Timur dan kemungkinan bisa dijajarkan tersebut, kedua Dewa tersebut
dengan Kakawin Arjunawiwaha. Semua menyombongkan dirinya, semua yang
Kakawin adalah produk kegiatan sastra ada di alam ini adalah ciptaan beliau saja.
pada periode Jawa Timur dalam sejarah Disaat mereka berdua berdebat, seketika
Jawa antara abad ke-10 dan pertengahan muncul lingga manik berdiri tegak
abad ke-16. Hampir semua Kakawin ditengah-tengah perdebatan mereka itu.
secara langsung atau tidak langsung Lingga manik itu semakin lama semakin
meminjam tema narasi dari berbagai meninggi, beliau ingin sekali
sumber India, sebagian besar dari epik mengetahui dari mana datangnya lingga
Mahabaratha dan Ramayana, Purana, manik tersebut. Geram Dewa Brahma
serta Makakavya. dan Dewa Wisnu dan bersama-sama
Namun seiring dengan perjalanan ingin menjatuhkan lingga manik
waktu seperti disampaikan penyair tersebut, kemudian ujung lingga manik
dalam bait-bait penutup karyanya, tersebut semakin meninggi di tengah
Kakawin Bhomakawya yang ditulis oleh langit. Kedua Dewa itu tidak bisa
Mpu Panuluh mengubah kisah merobohkan lingga tersebut, lalu Dewa
Bhomakawya, ia mempersembahkan Wisnu menggunakan senjata cakranya
Kakawin ciptaannya kepada Rsi Narada. untuk memotong lingga manik itu tetapi
Apapun mungkin terjadi, tampaknya senjata cakra Dewa Wisnu memantul
pasti bahwa Bhomakawya telah lama kembali kepadanya. Lalu Dewa Wisnu
menghilang dari percaturan sastra di memutuskan turun ke Bumi untuk
tanah Jawa yang samapi kepada kita saat mencari dasar dari lingga manik tersebut
ini. Meskipun di tanah asalnya karya dan merubah dirinya menjadi seekor
sastra ini telah lama menghilang, namun babi besar yang besarnya seperti Gunung
di Bali semua naskahnya masih ada dan Himalaya yang bernama Waraha,
bertahan menghadapi perjalanan waktu, kemudian Waraha menggali tanah,
berasal dari Bali dan memberikan keinginannya menemukan dasar dari
22
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707
cerita Sang Kresna ketika memberikan Sang Sambhadara tan sahur tuhun
wacana kepada anaknya Sang Sambha, anembah amuhun iki rakwa
Sang Kresna berbicara dengan halus agar mangkata,
anaknya Sang Sambha mau untuk Mangkin sok hati Sang Narendra
menjaga hutan para pertapa yang berada mawelas yyanakira wahu-wahwa
di gunung Himalaya. Sang Kresna mangkana,
berbicara kepada Sang Sambha “anaku Dening sih pinegat matangnian umili
engkau turutilah nasehat ayah, senang banyuni matanirahawan pipi.
sekali seorang ayah yang mempunyai (Bhomakawya, 3 : 1).
anak yang pintar, banyak beryadnya dan
tidak pernah ingin mendapatkan Terjemahan :
balasanya. Ayah sangat berharap anak Seperti itu perkataan Sang Kresna
ayah mendapatkan keselamatan. Seperti berbicara kepada anaknya, perkataan
perkataan Sang Kresna kepada Sang Sang kresna halus sekali. Sang
Sambha, perkataan Sang Kresna sangat Sambha berlutut tidak menjawab,
halus sekali dan membuat Sang Sambha hanya mengatakan akan segera pergi.
berlutut tidak menjawab. Hal tersebut Semakin sedih perasaan Sang Prabhu
dapat dilihat pada kutipan Kakawin Kresna karena akan terpisah dari
Bhomakawya, pupuh 2 dan 3 , bait 34 – putranya Sang Sambha. Karena
1 wirama Jagadnata, sebagai berikut : terlalu sayangnya Sang Kresna
Kalinganing ujarku masku saphala kepada putranya Sang Sambha,
ngwang aweka gunawan sulaksana, sampai-sampai air matanya menetes
Ikang phala ri yajnya satus apitowi di pipinya.
tan amada kasel denika, (Bhomakawya, 1990 : 29).
Putus ning hati bhagiamanta sira
Sang pinituhunang anak mapet ayu, Dari kutipan di atas menyatakan
Matangnia kami tuhwa haywa ta bahwa seorang Ayah yang berbicara
manahta cala yasani ta nghulun kepada anaknya dengan halus dan
tuhan. memberikan anaknya arahan agar mau
(Bhomakawya, 2 : 34). berbuat yang baik, seperti banyak-
banyak berkata-kata yang baik (Vacika
Terjemahan : Parisudha), bersikap yang baik, dan
“Anak ku, engkau turutilah nasehat selalu ingat beryadnya. Dan Ayahnya
ayah, senang sekali seorang yang selalu memberikan doa kepada anaknya
mempunyai anak pintar, bersikap agar mendapatkan keselamatan.
yang baik, banyak beryadnya dan
tidak pernah ingin mendapatkan c) Tri Hita Karana
balasannya. Sangat ayah harapkan Tri Hita Karana berasal dari bahasa
engkau bisa mematuhinya agar sansekerta yang memiliki arti tiga
mendapatkan keselamatan. Itu penyebab kesejahteraan. Tri artinya tiga,
permintaan dari ayah janganlah Hita artinya sejahtera, dan karana artinya
engkau berubah pikiran, hanya penyebab. Jadi, Tri Hita Karana adalah
engkau yang bisa mengerti ayah. tiga hal pokok yang menyebabkan
(Bhomakawya, 1990 : 27). kesejahteraan dan kemakmuran hidup
manusia. Konsep ini muncul berkaitan
Na ling Sang Naratha mojar I erat dengan keberadaan hidup
Narendra tanaya mamanis bermasyarakat di Bali. Berawal dari pola
wuwusnira, hidup ini muncul dan berkaitan dengan
terwujudnya suatu desa adat di Bali.
Bukan saja berakibat terwujudnya
27
Filosofis Kelahiran Bhoma dalam Kakawin Bhomakawya
Ida Bagus Putu Eka Suadnyana
persekutuan territorial dan persekutuan daya tarik yang sangat kuat bagi para
hidup atas kepentingan bersama dalam penciptanya. Pencipta sangat tertarik
bermasyarakat, juga merupakan mengangkat Tri Hita Karana di Bali
persekutuan dalam kesamaan sebagai sumber ide penciptaan karya
kepercayaan untuk memuja Tuhan atau seni karena upacara-upacaranya sangat
Ida Sang Hyang Widhi Wasa. unik dan artistik dengan penuh variasi
Dengan demikian dalam yang ditemukan dalam setiap upacara
pemahaman Hindu manusia adalah yang ada di Bali.
bagian dari lingkungan, bagian dari Dengan demikian betapa perlunya
ekosistem. Manusia dalam kondisi ini kita mengamalkan Tri Hita Karana.
dapat berperan sebagai obyek maupun Untuk menjaga keharmonisan hubungan
subjek. Sebagai obyek manusia harus manusia dengan Tuhan, manusia dengan
tunduk pada kekuatan alam, tetapi di sisi manusia dan manusia dengan
lain sebagai subjek, manusia dapat lingkungan. Dalam Kakawin
mengelola alam. Apabila alam Bhomakawya terdapat ajaran Tri Hita
dipandang sebagai sahabat, manusia Karana yaitu :
sebagai bagian dari alam, maka alam (1) Hubungan manusia dengan
harus diperlakukan bagaikan diri sendiri. Tuhan (Parhyangan) dapat dilihat dari
Implementasinya adalah bahwa kutipan Kakawin Bhomakawya, pupuh 3,
menyayangi alam adalah menyayangi bait 17 dan 41 wirama Jagadhita,
diri sendiri. Oleh karena itu tidak sebagai berikut :
dibenarkan adanya eksploitasi yang Nahan lingnia waneh dudu Sang
semena-mena terhadap alam. Angarang sumemu-semu rengunia
Bersahabat dengan alam adalah yan liring,
satu unsure dari filsafat tiga keselarasan Ringrang harsa rimang-rimangnian
(Tri Hita Karana) yang lahir dari alara wingit saha warnna kasrepan,
perpaduan religiositas Hindu dan Marmmanian paturu ya thanamara
kearifan adat istiadat Bali. Dua unsur leng-leng anurub asanahules gadung,
lainnya adalah relasi berkeseimbangan Kadiangipia mareng smaralaya
antara manusia dan manusia, serta mahanwa leyepi kukus ing hrebuk
hubungan yang vertical dengan Tuhan. minging. (Bhomakawya, 3 : 17).
Ketiga unsur itu tidak dapat dipisahkan
satu dengan lainnya, tetapi harus Terjemahan :
menyatu sebagai satu kesatuan yang Demikian perkataan anak remaja itu,
berkeseimbangan. Praktek adaptasi itu di kemudian ada lagi yang lain yang
Bali adalah dengan selalu menjaga merasa bersedih, kemudian
keseimbangan antara “pengambilan” dan memberitahukan kesulitannya.
“pengembalian”. Artinya pemanfaatan Karena kesedihannya terlihat seperti
sumber-sumber daya alam harus orang yang sedang kesurupan. Itu
dikembalikan, bahkan pengembaliannya karena ia tidur-tiduran supaya
dengan jumlah yang lebih banyak. Inilah menjadi seperti Dewa, diselimuti
esensi pelestarian dan pengembangan. angsana berumah sekar bunga
Banyak seniman-seniman Bali yang gadung, mungkin ia bermimpi sedang
menggunakan tema berdasarkan Tri Hita berada di sorga, ketika tercium sari
Karana, hal ini disebabkan karena Tri bunga yang harum wangi.
Hita Karana secara visual merupakan (Bhomakawya, 1990 : 37).
sebuah konsep yang sangat mendukung
dan bersifat adi luhung. Pancaran nilai Nusanunggalaken lango lengeng I
estetik yang sangat tinggi memberikan kahyun anaruka aramianing pasirr,
28
Widya Katambung:Jurnal Fisalfat Agama Hindu Vol.12 No.2 2021
Website Jurnal : https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/WK
P-ISSN : 2089-6662
DOI: https://doi.org/10.33363/wk.v12i2.707
DAFTAR PUSTAKA
Subagia, I Wayan dkk. Vol.4. No.1.
2014. Pengaruh Model
Pembelajaran Berbasis Proyek
Terhadap Hasil Belajar Ipa
Ditinjau Dari Self Efficacy Siswa.
Bali: Program Pascasarjana
31