119
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
119—128
120
Arok
Dedes
dan
Pararaton
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
121
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
119—128
dikenal
sebagai
nenek
moyang
yang
me-‐ yang
mendapat
tentangan
hebat
ini
ter-‐
nurunkan
raja-‐raja
Majapahit,
sebuah
nyata
mencapai
sebagian
tujuannya
ber-‐
kerajaan
yang
pernah
berjaya
di
Nusan-‐ kat
timbulnya
perang
dunia
pertama.
Se-‐
tara
ini.
masa
perang
itu,
banyak
pekerjaan
yang
Novita
Dewi
(2000:85—91)
menyo-‐ awalnya
dianggap
pekerjaan
khas
lelaki
roti
karya
Pramoedya
ini
dalam
konteks
dapat
dilakukan
dengan
baik
oleh
wani-‐
sastra
pascakolonial.
Dalam
hal
ini
yang
ta.
Tiba-‐tiba
saja
berbagai
segi
kehidup-‐
perlu
dicermati
tentang
Pramoedya
an
yang
sebelumnya
tertutup
bagi
wani-‐
Ananta
Toer
dalam
kerangka
pembaca-‐ ta,
kini
terbuka
lebar.
Namun,
hasil
po-‐
an
sastra
poskolonial
antara
lain,
dalam
litik
yang
penting
ini
belum
berarti
bah-‐
The
Empire
Writes
Back,
Indonesia
tidak
wa
wanita
terbebas
sepenuhnya
dari
pernah
disebut
sebagai
negara
poskolo-‐ prasangka-‐prasangka
yang
membeleng-‐
nial
meskipun
negara
ini
terkena
imbas
gunya
(Ikram,
1997:198).
kolonialisme.
Tulisan-‐tulisan
Pramoedya
Julia
Kristeva
melihat
kewanitaan
hampir
selalu
menampilkan
hubungan
(feminity)
sebagai
suatu
kedudukan
(po-‐
kekuasaan
antara
penjajah
dan
terjajah
sition),
jadi
bukan
sifat.
Ia
menerangkan
yang
kemungkinan
tidak
berbeda
warna
bahwa
kewanitaan
adalah
suatu
bentuk-‐
kulit.
Pramoedya
menjelaskan
ini
dalam
an
(construct)
yang
diciptakan
oleh
pat-‐
esainya
yang
terkenal
“Maaf,
atas
nama
riarkat.
Dalam
suatu
dunia
patriakat
pengalaman”,
yang
diterbitkan
oleh
ber-‐ yang
dikuasai
oleh
lelaki,
kedudukan
wa-‐
bagai
jurnal
internasional.
Dalam
esai
ini
nita
selalu
dipinggir,
hanya
disebut
da-‐
diuraikan
secara
gamblang
sejarah
bang-‐ lam
hubungan
dengan
lelaki.
Dalam
tata-‐
sa
Indonesia
yang
dikubur
dalam-‐dalam
nan
simbolik
yang
patriarkal
dan
lelaki
oleh
Orde
Baru.
Intrik,
pengkhianatan,
sentris,
wanita
ada
di
batas
antara
lelaki
dan
perebutan
kekuasaan
merupakan
(tatanan)
dan
khaos
(Ikram,
1997:198).
hal
yang
jamak
bagi
bangsa
Indonesia
ja-‐ Ikram
(1997:197)
juga
mengatakan
uh
sebelum
penjajahan
Belanda
hingga
bahwa
se-‐dikit
demi
sedikit
telah
timbul
zaman
Orde
Baru.
Hanya
yang
disayang-‐ kesadaran
bahwa
kebudayaan
dengan
kan,
kata
Pram,
apa
yang
disebut
“suara
segala
pra-‐sangka
serta
tradisinya
hati”
tidak
pernah
muncul.
adalah
pengatur-‐an
lelaki.
Mulailah
Ashcroft
(dalam
Dewi,
2000:89)
semua
itu
dilihat
de-‐ngan
mata
menyarankan
kemungkinan
terjadinya
perempuan.
Banyak
peranan
dan
sifat
penyerbukan
antara
teori
poskolonialis-‐ wanita
yang
dikatakan
sudah
ditentukan
me
dan
feminisme
mengingat
keduanya
oleh
alam
(nature)
sebenar-‐nya
menapaki
jalan
yang
sama,
yaitu
menuju
ditentukan
oleh
pendidikan
(nurtu-‐re),
pembebasan
bagi
mereka
yang
tersisih
yang
diatur
dalam
suatu
masyarakat
(the
other).
Jika
dibaca
lewat
kacamata
yang
patriarkal.
Stereotip
yang
kita
kenal
berlensa
ganda
ini,
kemungkinan
besar
dari
gambaran
wanita
sebagai
sesuatu
Arok
Dedes
akan
dikenal
sebagai
sastra
yang
halus,
perasa,
tunduk,
merupakan
sejarah.
Namun,
anggapan
bahwa
novel
sesuatu
yang
di
dalam
kehidupan
sehari-‐
ini
berbau
feminis
bukanlah
hal
yang
hari
terbantah,
dan
wanita
ideal
yang
di-‐
mengada-‐ada.
Arok
Dedes
berarti
Arok
isyaratkan
oleh
tradisi
memaksakan
ke-‐
milik
Dedes;
Arok
si
pembangun
yang
di-‐ munafikan
di
pihak
wanita
demi
konfor-‐
lahirkan
atau
dibidani
oleh
Dedes.
mitas.
Gerakan
emansipasi
wanita
diawali
Dalam
kaitannya
dengan
karya
sas-‐
di
Eropa
sebagai
suatu
usaha
untuk
tra,
kritik
feminis
timbul
dengan
kuatnya
memperoleh
persamaan
hak
wanita
de-‐ setelah
aliran
strukturalis.
Strukturalis-‐
ngan
pria
di
hadapan
hukum.
Gerakan
me
ini
sejalan
dengan
yang
122
Arok
Dedes
dan
Pararaton
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
123
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
119—128
wanitanya.
Benarkah
Ken
Dedes
mem-‐ Nama
pendeta
di
Bulatak
ialah
Mpu
punyai
peran
besar
terhadap
kekuasaan
Tapawangkeng,
sedang
membangun
dalam
rangka
kehidupan
kenegaraan?
gerbang
asramanya,
dimintai
syarat
Uraian
tersebut
mengisyaratkan
bahwa
kambing
merah
sejodoh
oleh
dewa
penjaga
pintu.
Berkatalah
pada
hakikatnya
wanita
mempunyai
pe-‐
Tapawangkeng,
tidak
dapatnya
meng-‐
ran
penting
dalam
masalah
politik
dan
usahakan
menjadikan
dosa
kejahatan
kenegaraan.
pada
diri,
jika
membunuh
manusia
tak
Dalam
kaitannya
dengan
wacana,
apalah
yang
dapat
membatalkan
peme-‐
Foucault,
salah
seorang
pemikir
post
nuhan
syarat
korban
kambing
merah
struktural
melontarkan
gagasan-‐gagasan
itu.
Menyebabkan
sang
penyamun
ber-‐
penting
bagi
pengembangan
kritik
waca-‐ kata,
sanggup
menjadi
korban
(pendiri-‐
na.
“Wacana”
dalam
hal
ini
bukan
seka-‐ an)
pintu
asrama
Mpu
Tapawangkeng,
dar
kelompok-‐kelompok
tanda
(unsur-‐ bersumpahlah
ia
sanggup
dijadikan
unsur
pemaknaan
yang
mengacu
pada
korban
sebagai
jalan
agar
ia
dapat
pu-‐
isi
atau
representasi)
melainkan
praktik-‐ lang
ke
surga
Dewa
Wisnu,
agar
dapat
menjelma
ke
kediaman
manusia,
ke
du-‐
praktik
yang
secara
sistematis
memben-‐
nia
kembali,
demikian
permohonannya.
tuk
objek
yang
dibicarakannya.
Jika
Waktu
itulah,
sewaktu
Mpu
Saussure
membangun
konsep
difference-‐ Tapawangkeng
meluluskan
permoho-‐
nya
dengan
bertumpu
dan
sekaligus
me-‐ nannya
menjelma
sesuai
kehendak
lakukan
dekonstruksi
atas
teori
yang
meninggal,
bertapalah
ia
tujuh
Saussure,
maka
Foucault
menjelaskan
mandala.
Sesudahnya
meninggal
pada
teorinya
tentang
wacana
juga
sambil
me-‐ waktu
itulah
dijadikan
korban
oleh
ngacu
pada
konsep
Saussure.
Foucault
Mpu
Tapawangkeng.
Sesudah
itu
le-‐
melakukan
dua
hal
sekaligus,
yaitu
me-‐ nyaplah
ia
ke
surga
Dewa
Wisnu,
tak
nunjukkan
keterbatasan
konsep
langue
bertentangan
dengan
janji
sang
korban
dan
parole
sekaligus
memperkenalkan
yang
disampaikan
(dengan)
permohon-‐
an
hendaknya
ia
dapat
dijelmakan
di
suatu
konsep
baru
yang
melampaui
ke-‐
sebelah
timur
Kawi
(Pararaton,
episode
terbatasan
tersebut.
Melalui
pengertian
”Ken
Angrok”).
“wacana”
yang
baru,
Foucault
mengait-‐
kan
sistem
pemaknaan
dengan
dua
wila-‐ Melalui
jalan
korban
(pengganti
yah
yang
selama
ini
dianggap
telah
dilu-‐ kambing
merah
sejodoh)
kelak
diharap-‐
pakan
oleh
strukturalisme,
yakni
wila-‐ kan
reinkarnasi
Ken
Angrok
mengalami
yah
sejarah
dan
politik
(Young
dalam
kehidupan
yang
lebih
baik.
Dengan
de-‐
Budianta,
2002:47).
mikian,
dapat
dikatakan
bahwa
Parara-‐
Sebelum
kelahiran
Ken
Arok
yang
ton
selain
mengisahkan
tokoh
legenda-‐
merupakan
benih
Bhatara
Bhrahma,
se-‐ ris
Ken
Angrok
sebagai
pendiri
wangsa
benarnya
sang
pengarang
Pararaton
pun
Rajasa,
juga
menceritakan
tentang
pra-‐
sudah
memasukkan
pelegitimasian
se-‐ kehidupannya
(sebelum
reinkarnasi).
suai
dengan
ajaran
pada
masa
itu,
yakni
Pelegitimasian
tokoh
Ken
Angrok
secara
mengenai
reinkarnasi.
Menurut
ajaran
intuitif
diungkapkan
oleh
pengarang
pada
zaman
itu,
upacara
korban
meru-‐ bahwa
selain
berasal
dari
benih
seorang
pakan
kewajiban
manusia.
Mpu
dewa
(anak
Bhatara
Brahma)
ia
juga
Tapawangkeng
memohonkan
kepada
berasal
dari
seseorang
yang
telah
ber-‐
Dewa
Wisnu
agar
kelak
Ken
Arok
meng-‐ reinkarnasi
melalui
korban
upacara
ke-‐
alami
reinkarnasi.
Perhatikan
kutipan
agamaan.
Dengan
demikian,
kematian
dari
Pararaton
berikut
ini
yang
tergo-‐ dengan
jalan
seperti
itu
dianggap
suci
long
pula
sebagai
unsur
legenda.
dan
mulia.
124
Arok
Dedes
dan
Pararaton
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
Dalam
Pararaton
yang
dapat
dike-‐ Dalam
karya
sastra
lama,
khususnya
se-‐
mukakan
berkaitan
dengan
pelegitimasi-‐ jarah
seperti
babad
(sastra
Jawa),
hika-‐
an
Ken
Angrok
sebagai
raja
besar
bahwa
yat
(sastra
Melayu),
atau
sejarah
(sastra
ia
lahir
dalam
keadaan
ajaib,
yaitu
lahir
Sunda),
memang
tidaklah
mengheran-‐
dengan
menampakkan
cahaya
(Jawa:
kan
apabila
seorang
pemimpin
(raja)
prabha),
bahkan
sampai
besarpun
tetap
mengalami
proses
kelahiran
yang
luar
menampakkan
cahaya.
Hal
ini
dapat
di-‐ biasa.
tafsirkan
bahwa
Ken
Angrok
sejak
lahir
Dalam
karya
sastra
sejarah
hal
ter-‐
telah
memiliki
karisma
dan
kekuatan
ba-‐ sebut
mempunyai
fungsi
sebagai
pelegi-‐
tin.
Berkaitan
dengan
peran
tokoh
Ken
timasian
terhadap
seorang
tokoh.
Dalam
Angrok
sebagai
raja
besar
(raja
Singasa-‐ Pararaton
unsur
legenda
yang
berkaitan
ri)
unsur
legenda
dalam
kisah
Pararaton
dengan
pelegetimasian
tokoh
Ken
Arok
berfungsi
sebagai
alat
pengesahan
pra-‐ sebagai
raja
besar
diawali
sebelum
kela-‐
nata-‐pranata,
yaitu
kehidupan
sosial
dan
hirannya,
bahkan
ketika
Ken
Endok
me-‐
politik
pada
zamannya.
nyatakan
dirinya
telah
mengandung
be-‐
Poerbatjaraka
(1957:66—67)
me-‐ nih
Bhatara
(Dewa)
Brahma.
Dengan
de-‐
nyebutkan
bahwa
Pararaton
berisi
kisah
mikian,
Ken
Arok
teleh
dilegitimasikan
Ken
Arok
(Ken
Angrok)
mulai
lahir
hing-‐ sebagai
anak
dewa
yang
berbeda
dengan
ga
matinya.
Kisah
Ken
Arok
yang
aneh
keturunan
orang
biasa.
sejak
sebelum
lahir
hingga
menjadi
anak,
Pramoedya
Ananta
Toer
lewat
Arok
kejahatan-‐kejahatan
yang
dilakukannya
Dedes
berhasil
memanfaatkan
tokoh
hingga
menjadi
raja
di
Tumapel
dan
Dedes,
sehingga
tokoh
Dedeslah
yang
cu-‐
akhirnya
bernama
Singasari.
Ken
Arok
kup
dominan
dalam
novel
tersebut.
bergelar
Ranggah
Rajasa
(Sri
Dalam
Arok
Dedes6
digambarkan
bahwa
Girindratana
Jaya).
Ken
Arok
merupakan
sosok
Dedes
cukup
berperan
dalam
per-‐
cikal
bakal
raja-‐raja
Majapahit.
Parara-‐ caturan
kekuasaan
Tunggul
Ametung
ton
dibagi
menjadi
dua
bagian,
yaitu
ten-‐ hingga
jatuhnya
ke
tangan
Ken
Arok.
Pe-‐
tang
kisah
Ken
Arok
hingga
berdirinya
ran
Dedes
amat
menentukan
termasuk
dan
masa
berakhirnya
Majapahit.
pengaturan
strateginya.
Dedes
merupa-‐
Melalui
teorinya
tentang
pengeta-‐ kan
sosok
wanita
yang
cerdas
dan
terpe-‐
huan/kekuasaan
dan
tentang
wacana,
lajar,
ia
anak
seorang
Mpu
Parwa.
Sejak
Faucault
membuka
suatu
dimensi
baru
kecil
ia
dididik
sebagai
seorang
brahma-‐
yang
belum
tersentuh
oleh
teori
dekon-‐ ni,
penganut
Dewa
Shiwa
penyembah
struksi,
yaitu
dimensi
sejarah
dan
politik.
Bathari
Durga
yang
mahir
dalam
ilmu
Pemikiran-‐pemikiran
Faucault
dimanfa-‐ keagamaan
dan
ahli
kitab-‐kitab.
Berbeda
atkan
oleh
sejumlah
pemikir
yang
meng-‐ dengan
Tunggul
Ametung,
suaminya
gagas
teori
postkolonial.
Pendekatan
yang
merampas
dengan
paksa
dari
sisi
postkolonial
adalah
pendekatan
post-‐ ayahandanya,
seorang
yang
tidak
melek
struktural
yang
diterapkan
secara
khu-‐ huruf
dan
berasal
dari
golongan
sudra.
sus,
tetapi
pendekatan
postkolonial
se-‐ Tidak
mengherankan
jika
Tunggul
kaligus
juga
merupakan
respon
dan
“ke-‐ Ametung
amat
cinta
dan
takluk
pada
kecewaan”
kritikus
di
dunia
ketiga
terha-‐ Dedes.
Tunggul
Ametung
amat
menga-‐
dap
teori-‐teori
poststruktural
terutama
sihi
Dedes,
walaupun
Dedes
amat
sangat
yang
diformulasikan
oleh
Derrida
dan
membencinya,
apalagi
jika
ia
mengingat
Barthes
(Budianta,
2002:49).
ramalan
para
resi
tentang
Dedes.7
Pengarang
Pararaton
mengkultus-‐ Dalam
Pararaton,
Ken
Dedes
me-‐
kan
Ken
Arok
dengan
perbedaan
yang
mang
sudah
dimitoskan
sebagai
wanita
metafisik
dengan
tokoh-‐tokoh
lainnya.
yang
luar
biasa.
Menurut
ramalan
125
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
119—128
126
Arok
Dedes
dan
Pararaton
…
(Trisna
Kumala
Satya
Dewi)
dapat
dikatakan
bahwa
baik
dalam
merampasnya
sekali
ia
pernah
melibatkanya
Pararaton
maupun
Arok
Dedes
potensi
sebagai
Prameswari
Tumapel.
Semua
telah
dipertaruhkan
untuk
perempuan
yang
se-‐
mitos
itu
amat
dimanfaatkan
oleh
sang
orang
ini.
Ia
merasa
terlalu
dungu
apabila
pengarang.
Mitos
Dedes
(dalam
Parara-‐ merusaknya
sendiri.
Lihat
Toer
(1999:
181).
ton
dan
Arok
Dedes)
sama-‐sama
me-‐ 8. Kyai
ngong
nyuwun
tatanya,
tiyang
estri
ing-‐
ngandung
konsekuensi
politik,
kekuasa-‐ kang
katon
murup
wawadinya,
ngalad-‐alad
an
dan
negara.
Kedua
karya
tersebut
me-‐ anelahi,
punapa
kang
wigati,
menggah
talepi-‐
yanipun,
sae
punapa
ala,
tanjege
tiyang
pa-‐
rupakan
karya
sastra
sejarah
yang
patut
westri,
kang
mekaten
ngong
nyuwun
wine-‐
kita
hargai.
dharena.
Sumaur
sira
bhrahmana,
sapa
baya
iku
kaki,
Ken
Angrok
alon
turiro:
wonten
sa-‐
webehing
estri,
katon
ingkang
wawadi,
mu-‐
1. Kudeta
(coup
d’etat)
adalah
pengertian
mo-‐ rup
kadulu
dening
sun,
Dhang
Hyang
dern
tentang
perebutan
kekuasaan
negara,
Lohgawe
mojar,
yen
ana
wong
pawestri,
namun
dalam
sejarah
kerajaan-‐kerajaan
di
kang
kadyeku
nariswari
aranira,
tutungguli-‐
Nusantara
perebutan
kekuasaan
negara
se-‐ reng
wanodya,
nadyan
priya
papa
miskin,
perti
ini
sudah
pernah
terjadi
pada
awal
abad
yen
entuk
estri
kayeka,
dadi
ratu
nyakrawati,
ke-‐13.
Ken
Angrok
berhasil
menjadi
Akuwu
Angrok
kendel
matawis,
tan
adangu
nulya
Tumapel
menyingkirkan
Tunggul
Ametung
matur,
kyai
waleh
punapa,
mring
paduka
dengan
dukungan
kelompok
agama
di
Jawa,
mawi
wadi,
de
esatrine
wau
kang
ingsung
yaitu
tokoh
pendeta
Shiwa
(lihat
Toer,
1999:
aturna.
Kyai
itu
garwane,
akuwu
Tumapel
viii)
nagri,
Tunggul
Ametung
kalanya,
cangkrama
2. Lihat
Dewi,
Trisna
Kumala
Satya.
1995.
marang
boboji,
yen
mekaten
iku
kyai,
sang
“Fungsi
Legenda
dalam
Naskah
Pararaton
Akuwu
sayogyane
ulun
cidra.
(lihat
Episode
Ken
Arok”.
Masyarakat
Kebudayaan
Hardjana,
1979:215).
dan
Politik.
Surabaya:
Fisip
Unair.
9. Memasuki
Bilik
Paramesywari
Ken
Dedes
3. Dalam
novel
Arok
Dedes,
Toer
(1999:
256)
berhenti
di
depan
peraduan,
yang
ditidur-‐
dikisahkan
Dedes
sebagai
berikut.
“Dialah
kannya
pada
bulan
pertama
ia
memasuki
pe-‐
yang
patut
jadi
suamiku,
pemegang
kekuasa-‐ kuwuan.
Kini
ia
harus
berbagi
dengan
se-‐
an
atas
Tumapel.
Seorang
brahmana
yang
orang
lelaki
yang
jadi
suaminya,
Arok
se-‐
akan
dapat
memuliakan
kekuasaan
Hyang
orang
lelaki
yang
dicintainya
dengan
tulus.
Shiwa.
Ia
pejamkan
mata,
menikmati
musik
Tapi
ia
tidak
rela
berbagi
kekuasaan
dengan-‐
yang
terdengar
dalam
Sansekerta
Arok.
Dan
nya.
Dan
kini
ia
pun
harus
berbagi
tempat
ia
membiarkan
dirinya
dipandangi
sepuas-‐ dengan
Paramesywari
lain
Ken
Umang
se-‐
nya
oleh
seorang
lelaki
yang
bukan
suami-‐ orang
wanita
yang
baru
dikenalnya.
Ia
tidak
nya.
rela
berbagi
peraduan
dan
berbagi
kekuasa-‐
4. lihat
Soekarno,
1963.
Sarinah
Kewajiban
an
dengannya.
Ia
sadar
akan
dirinya
waktu
Wanita
dalam
Perdjoangan
Republik
Indone-‐ lengan
Ken
Arok
memeluk
lehernya
dengan
sia.
Panitia
Penerbit
Buku-‐Buku
Karangan
tangan
kanan,
dan
ia
lihat
tangan
kirinya
me-‐
Presiden
Soekarno.
meluk
Ken
Umang.
Ken
Dedes
kehilangan
ke-‐
5. lihat
Soekarno,
1963.
Sarinah
Kewajiban
damaiannya
memasuki
pura
bersama
de-‐
Wanita
dalam
Perdjoangan
Republik
Indo-‐ ngan
orang
Wisynu,
juga
Paramesywari
Tu-‐
nesia.
Panitia
Penerbit
Buku-‐Buku
Karangan
mapel.
Dilihatnya
Ken
Arok
dan
Ken
Umang
Presiden
Soekarno.
telah
tenggelam
dan
puji
syukur.
Lelaki
di
se-‐
6. lihat
(Toer,
1999:
76—229)
belah
kirinya
memang
sangat
berharga
un-‐
7. Perawatan
Dedes
yang
berkasih
sayang
itu
tuknya,
sangat
berharga
untuk
cinta
dan
hi-‐
menyejukkan
hatinya.
Mau
rasanya
ia
mem-‐ dupnya.
Dia
telah
persembahkan
kemenang-‐
bayar
kembali
dengan
apa
saja:
gelar,
harta
an
untuk
kawula
Tumapel
dengan
muslihat
benda,
dan
jiwa
orang
lain.
Tetapi
setelah
bermuka
ganda
dan
tanpa
bilangan.
Dan
ia
sembuh
tingkahnya
yang
ogah
menyerahkan
tahu,
kemenangan
itu
tidak
dipersembahkan
hati
dan
badan
kepadanya
sebagai
istri
yang
kepada
dirinya.
(Toer,
1999:
412—413).
syah
membangkitkan
berang.
Rasa-‐rasanya
tega
ia
hendak
meremasnya
sampai
lumat
ja-‐ DAFTAR
PUSTAKA
di
bubur.
Mengingat
akan
ramalan
resi
candi
Erlangga
dan
tuntutan
Ratu
Anggabaya
itu,
kembali
ia
tidak
berani
melakukan
kekasar-‐
Budianta,
Melani.
2002.
“Teori
Sastra
Se-‐
an.
Sri
Baginda
Kretajaya
pun
akan
sudah
Strukturalisme:
Dari
Studi
127
ATAVISME,
Vol.
16,
No.
1,
Edisi
Juni
2013:
119—128
128