Anda di halaman 1dari 4

Komik “7 Wonder” dan Lagu “Umbul-umbul Belambangan”

Sebagai Upaya Revitalisasi Sastra Lisan

Derry Sulisti Adi Putra


NIM: 19/439505/SA/19649

A. Pendahuluan
Sastra adalah cara manusia mengungkapkan pikiran dan/atau perasaannya ke dalam
media bahasa. Secara etimologis, “sastra” berasal dari kata Sanskerta, yaitu “sas” yang
bermakna “ajaran” dan “tra” yang bermakna “alat”. Dengan menggabungkan pengertian
awal dan pengertian etimologis tersebut, “sastra” dapat dipahami sebagai “teks yang
berisi ajaran tentang suatu hal”.
Dalam tulisan ini, teks dipahami tidak hanya dalam bentuk tulisan, namun sebagai
tindak berbahasa dalam bentuk apapun. Hal tersebut didasarkan dari pemahaman
pascamodern terhadap teks, yaitu bahwa setiap hal yang terpikirkan oleh manusia adalah
teks (Al-Fayyadl, 2005).
Dengan pengertian tersebut, tradisi lisan dalam khasanah kebudayaan nusantara dapat
diidentifikasi sebagai “sastra lisan”. Lebih jauh, “sastra lisan” dapat dipahami sebagai
tuturan lisan yang berisi ajaran tentang suatu hal.
Sebagai bagian dari tradisi lisan, sastra lisan tersebar di tengah masyarakat dari mulut
ke mulut. Persebaran tersebut mencakup penyebaran sinkronik dan diakronik. Pola
persebaran tersebut memungkinkan sebuah karya sastra lisan untuk menyebar dengan
cepat sehingga jumlah pewaris karya sastra lisan dapat bertambah dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Akan tetapi, pola penyebaran lisanan, di samping kelebihannya dalam hal kecepatan
penyebaran, memiliki problem dalam dirinya. Media lisan, yang merupakan satu-satunya
kendaraan penyebar sastra lisan, tidak memiliki daya tahan dalam mengabadikan sastra
lisan (Teeuw, 1984). Apabila dibandingkan dengan media visual, teks lisan tidak
memiliki kapasitas penyimpanan ekspresi yang cukup baik.
Di samping problem internal, sastra lisan berhadapan dengan problem eksternal.
Problem eksternal tersebut adalah perkembangan zaman. Sastra lisan, sebagaimana sastra
pada umumnya yang menyimpan wacana tertentu (Faruk, 2010), berhadapan dengan
wacana-wacana lain yang dimediasi dengan lebih baik. Kondisi tersebut menyebabkan
sastra lisan menjadi kurang diminati dan, dengan demikian, terlupakan oleh
masyarakatnya sendiri.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, revitalisasi sastra lisan perlu dilakukan.
Revitalisasi sastra lisan adalah upaya menghidupkan kembali sastra lisan di tengah
masyarakat. Salah satu cara melakukan revitalisasi sastra adalah alih wahana. Alih
wahana adalah perubahan pada suatu karya seni, dari suatu bentuk ke bentuk lainnya
(Damono, 2018). Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk mengembalikan wacana yang
dimiliki oleh sastra lisan ke dalam kehidupan masyarakat.
Dalam khasanah kesenian kontemporer Indonesia, tercatat beberapa karya seni yang
diasumsikan sebagai hasil dari alih wahana sastra lisan dan, dengan demikian, revitalisasi
sastra lisan. Karya seni tersebut adalah komik berjudul “7 Wonder” dan sebuah lagu
berjudul “Umbul-umbul Belambangan”.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kealihwacanaan komik “7 Wonder” dan
“Umbul-umbul Belambangan”. Menganalisis artinya mendedah struktur karya ke dalam
elemen-elemen terkecilnya. Dengan menganalisis kealihwacanaan kedua karya tersebut,
diharapkan asumsi bahwa kedua karya tersebut adalah upaya revitalisasi sastra
terverifikasi.

B. Pembahasan
Alih wacana adalah perubahan pada suatu karya seni, dari suatu bentuk ke bentuk
lainnya (Damono, 2018). Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk mengembalikan
wacana yang dimiliki oleh sastra lisan ke dalam kehidupan masyarakat.
Dalam tulisan ini, objek yang diasumsikan sebagai hasil alih wacana adalah komik “7
Wonder” dan lagu “Umbul-umbul Belambangan”.
Komik “7 Wonder” adalah adaptasi dari 7 Wonders karya Metalu merupakan alih
wahana dari cerita rakyat berjudul Jaka Tarub yang merupakan bagian sastra lisan
menjadi sebuah kisah dalam jenis sastra elektronik. Sastra elektronik di sini justru
berperan ikut membantu pelestarian dan juga penyebaran sastra lisan kepada masyarakat,
utamanya generasi muda penerus bangsa. Perpaduan antara pemanfaatan teknologi dan
budaya lokal digunakan untuk mengembangkan karya sastra dalam bentuk lain serta
memasyarakatkan karya sastra dalam bentuk yang lebih keterkinian dan menghibur
pembaca. Dengan maraknya digitalisasi berbagai bidang di era sekarang, peneliti melihat
bahwa fenomena 7 Wonders karya Metalu ini mampu melihat celah baru untuk
menghidupkan kembali dan melestarikan budaya nusantara melalui media yang lebih
mudah diakses dan memiliki karakteristik yang baru. Penyesuain yang dilakukan pun
cenderung memberikan dampak positif terhadap masyarakat yang mengonsumsi
karyanya. Sebagai satu-satunya karya yang mengangkat cerita rakyat sebagai grand-plot,
Karya ini juga melakukan eksplorasi kepada budaya lainnya seperti lagu dan permainan
tradisional guna mengenalkan budaya daerah dalam kancah nasional maupun
internasional.
Sedangkan, lagu “Umbul-umbul Belambangan” adalah alih wahana cerita rakyat
Damarwulan. Akan tetapi, ada perbedaan antara kedua jenis karya tersebut. Dalam lirik
lagu, Minakjinggo dicitrakan sebagai subjek yang melambangkan keberanian dan hal-hal
baik lainnya. Sedangkan, dalam Damarwulan, Minakjinggo adalah subjek antagonis.

C. Simpulan
Pola penyebaran lisanan, di samping kelebihannya dalam hal kecepatan penyebaran,
memiliki problem dalam dirinya. Media lisan, yang merupakan satu-satunya kendaraan
penyebar sastra lisan, tidak memiliki daya tahan dalam mengabadikan sastra lisan
(Teeuw, 1984). Apabila dibandingkan dengan media visual, teks lisan tidak memiliki
kapasitas penyimpanan ekspresi yang cukup baik.
Di samping problem internal, sastra lisan berhadapan dengan problem eksternal.
Problem eksternal tersebut adalah perkembangan zaman. Sastra lisan, sebagaimana sastra
pada umumnya yang menyimpan wacana tertentu (Faruk, 2010), berhadapan dengan
wacana-wacana lain yang dimediasi dengan lebih baik. Kondisi tersebut menyebabkan
sastra lisan menjadi kurang diminati dan, dengan demikian, terlupakan oleh
masyarakatnya sendiri.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, revitalisasi sastra lisan perlu dilakukan.
Revitalisasi sastra lisan adalah upaya menghidupkan kembali sastra lisan di tengah
masyarakat. Salah satu cara melakukan revitalisasi sastra adalah alih wahana. Alih
wahana adalah perubahan pada suatu karya seni, dari suatu bentuk ke bentuk lainnya
(Damono, 2018). Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk mengembalikan wacana yang
dimiliki oleh sastra lisan ke dalam kehidupan masyarakat.
Komik “7 Wonder” adalah adaptasi dari 7 Wonders karya Metalu merupakan alih
wahana dari cerita rakyat berjudul Jaka Tarub yang merupakan bagian sastra lisan
menjadi sebuah kisah dalam jenis sastra elektronik. Sastra elektronik di sini justru
berperan ikut membantu pelestarian dan juga penyebaran sastra lisan kepada masyarakat,
utamanya generasi muda penerus bangsa. Perpaduan antara pemanfaatan teknologi dan
budaya lokal digunakan untuk mengembangkan karya sastra dalam bentuk lain serta
memasyarakatkan karya sastra dalam bentuk yang lebih keterkinian dan menghibur
pembaca.
Sedangkan, lagu “Umbul-umbul Belambangan” adalah alih wahana cerita rakyat
Damarwulan. Akan tetapi, ada perbedaan antara kedua jenis karya tersebut. Dalam lirik
lagu, Minakjinggo dicitrakan sebagai subjek yang melambangkan keberanian dan hal-hal
baik lainnya. Sedangkan, dalam Damarwulan, Minakjinggo adalah subjek antagonis.

D. Daftar Pustaka
Al-Fayyadl, M. (2005). Derrida. LKiS Yogyakarta.

Damono, S. D. (2018). Alih Wahana. Gramedia Pustaka Utama.

Faruk. (2010). Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-

modernisme. Pustaka Pelajar.

Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra. Pustaka Jaya.

Anda mungkin juga menyukai