Anda di halaman 1dari 3

Problematika Label “Sejati”

dalam Hubungan

“Immature love says, ‘I love you cause I need you”. Mature love says, ‘I need you
cause I love you’.” Demikianlah pernyataan Erich Fromm perihal bagaimana seharusnya
hubungan cinta terjadi di antara manusia. Melalui pernyataan itu, Fromm berupaya
menegaskan bahwa cinta yang dewasa tidaklah terjebak ke dalam lingkaran hasrat menuntut
pada orang lain (pasangan), melainkan berupaya untuk memberi pada orang lain (pasangan).
Tentu saja, kata “love” dalam pernyataan Fromm tersebut tidak terbatas pada satu jenis
hubungan yang terjadi antara kekasih, melainkan juga pertemanan, persahabatan, dan
sebagainya.
Suatu hal yang menarik dari pernyataan tersebut adalah bahwa Fromm tidak
menggunakan frasa “cinta sejati”, melainkan “cinta yang dewasa”. Hal itu menandakan
bahwa, bagi Fromm, suatu hubungan tanpa transaksi (baca: sejati) merupakan hubungan yang
tidak mungkin karena sebaik-baiknya hubungan, yaitu cinta yang dewasa, ‘tetap’ berisi niat
untuk melakukan tindakan memberi. Artinya, di dalam cinta yang dewasa, tetap ada
transaksi.
Akan tetapi, salahkah jika kita menggunakan kata “sejati” sebagai label dari hubungan
kita dengan kekasih, teman, atau sahabat? Tulisan ini berupaya menjawab pertanyaan
tersebut dengan mengurai makna kata “sejati” dalam frasa “hubungan yang sejati”. Dalam
tulisan ini, kata “sejati” dalam frasa “hubungan yang sejati” dipahami sebagai “tiadanya
hasrat transaksional”.

Hubungan yang Sejati?


Seberapa sering kita melabeli hubungan dengan kekasih, teman, atau sahabat sebagai
hubungan yang ‘sejati’? Kita melabeli sebuah hubungan sebagai “hubungan yang sejati”
karena, menurut kita, hubungan tersebut terjadi tanpa adanya hasrat transaksional. Dalam
konteks itu, kita memahami kata “transaksi” sebagai “pertukaran material”.
Pemahaman kita tentang kata “transaksi” tersebut memiliki persoalan. Dengan
memahami transaksi sebagai semata-mata pertukaran material, kita telah lupa bahwa
hubungan juga terdiri atas pertukaran ideal. Pertukaran ideal tersebut dapat berupa transaksi
yang menghasilkan rasa tenang, nyaman, dan sebagainya. Maka dari itu, kita perlu
mengetengahkan pertukaran ideal dalam hubungan.
Dengan memegang dua jenis pertukaran tersebut, yaitu material dan ideal, kita dapat
memahami bahwa setiap hubungan dapat dikategorikan ke dalam dua jenis hubungan yang
didasarkan pada jenis pertukaran. Misalnya, suatu hubungan antara seorang pengusaha dan
seorang investor. Dalam hubungan tersebut, transaksi yang dilakukan tentu saja bersifat
material. Kemudian, suatu hubungan antara sepasang kekasih. Dalam hubungan tersebut,
transaksi yang terjadi menghasilkan rasa nyaman, tenang, dan sebagainya. Jadi, hubungan
tidak lagi terbagi atas “hubungan yang sejati” dan “hubungan yang tidak sejati”, melainkan
“hubungan yang didasari oleh pertukaran material” dan “hubungan yang didasari oleh
pertukaran ideal”.
Kemudian, dua jenis hubungan tersebut memiliki parameter yang berbeda untuk
menentukan nilai dari hubungan. Pada hubungan yang didasari oleh pertukaran material,
parameter yang digunakan adalah parameter kuantitatif. Dalam kasus hubungan antara
pengusaha dan investor, angka investasi menentukan seberapa bernilai hubungan tersebut.
Dengan demikian, hubungan antara pengusaha dengan pemegang saham sebesar 70% lebih
berharga daripada hubungan antara pengusaha dengan pemegang saham sebesar 10%.
Berbeda dengan hubungan yang didasari oleh pertukaran material, hubungan yang
didasari oleh pertukaran ideal menggunakan parameter kualitatif. Tentu saja, parameter ini
tidak dapat diwakili oleh angka, melainkan, bisa jadi, kedekatan. Hubungan antara seorang
pemain sepak bola dengan ayahnya lebih dekat daripada hubungannya dengan pelatihnya.
Dengan demikian, hubungannya dengan ayahnya lebih berharga.

Mengapa Perlu Penguraian?


Barangkali, sebelum menyetujui penguraian di atas, kita dapat bertanya, “Mengapa
perlu diurai secara demikian? Mengapa tidak sebaiknya kita membiarkan kata ‘sejati’
melekat hubungan antara kekasih, teman, atau sahabat? Bukankah penguraian semacam itu
dapat menghilangkan penghargaan terhadap rasa nyaman dan tenang yang tercipta?”
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tanpa mengklarifikasi makna
“transaksi” dan membiarkannya tetap bermakna “pertukaran material”, kita akan melupakan
adanya pertukaran ideal dalam hubungan. Jika kita melupakan adanya pertukaran ideal dan
nilai sebuah hubungan yang didasari oleh pertukaran ideal, maka bagaimana kita dapat
menghargai hubungan antara kekasih, teman, atau sahabat?
Misalnya, seorang anak laki-laki yang berprofesi sebagai pengusaha mendapat
undangan untuk melakukan rapat mendadak dengan seorang calon investor potensial. Pada
saat yang bersamaan, Ibu dari pengusaha tersebut baru saja meninggal beberapa jam
sebelumnya? Dalam kondisi tersebut, apa yang akan dilakukan oleh si anak laki-laki yang
berprofesi sebagai pengusaha itu? Akankah Ia datang menemui si calon investor potensial?
Atau mengurus pemakaman ibunya? Dalam kondisi tersebut, nilai dari sebuah hubungan
menentukan tindakan seseorang.

Menentukan Nilai Hubungan dan Upaya Penghargaan


Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ungkapan Fromm perihal cinta
menandakan bahwa hubungan senantiasa terdiri atas transaksi. Hal yang membedakan antara
cinta yang tidak dewasa dan cinta yang dewasa adalah tindakan yang terjadi di dalamnya.
Dalam cinta yang tidak dewasa, individu terjebak di dalam lingkaran hasrat menuntut pada
orang lain. Sedangkan, dalam cinta yang dewasa, individu memiliki niat untuk memberi pada
orang lain. Akan tetapi, sekalipun dua hal tersebut berbeda, aktivitas yang dihasilkan oleh
kedua hal tersebut adalah sama, yaitu transaksi atau pertukaran.
Penggunaan kata “dewasa”, bukan “sejati”, oleh Fromm menunjukkan bahwa
hubungan yang sejati, dalam arti tidak terdiri atas transaksi apapun, merupakan hubungan
yang mustahil. Karena, transaksi senantiasa terjadi. Meskipun demikian, kita masih kerap
melabeli sebuah hubungan sebagai sebuah hubungan yang sejati karena kita menganggap
bahwa dalam hubungan tidak ada transaksi material. Dengan demikian, kita telah melupakan
adanya transaksi ideal dalam hubungan.
Upaya klarifikasi tersebut ditujukan agar kita dapat menyadari secara jelas bagaimana
hubungan kita terjalin. Dengan menyadari bagaimana hubungan terjalin, kita dapat menyadari
nilai dari sebuah hubungan.

Anda mungkin juga menyukai