Anda di halaman 1dari 8

KEBIJAKAN STRATEGIS USAHA PERTANIAN

DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKSI


DAN PENGENTASAN KEMISKINAN
Tahlim Sudaryanto dan I Wayan Rusastra

Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jalan Ahmad Yani No.70, Bogor 16161

ABSTRAK
Sektor pertanian, khususnya usaha tani lahan sawah, memiliki nilai multifungsi yang besar dalam peningkatan
ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Keberlanjutan pertanian
dengan program lahan pertanian abadi akan dapat diwujudkan jika sektor pertanian dengan nilai multifungsinya
dapat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Tingkat kemiskinan absolut tahun 2004 mencapai 36,10 juta
orang, sebagian besar tinggal di pedesaan (68,70%) dengan kegiatan utama (60%) di sektor pertanian. Kemampuan
sektor pertanian dalam peningkatan produksi dan pengentasan kemiskinan akan ditentukan oleh tiga faktor, yaitu
1) kemampuan mengatasi kendala pengembangan produksi, 2) kapasitas dalam melakukan reorientasi dan
implementasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi, dan 3) keberhasilan pelaksanaan program diversifikasi
usaha tani di lahan sawah dengan mempertimbangkan komoditas alternatif nonpadi seperti palawija dan hortikultura.
Kebijakan strategis yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah: 1) memfasilitasi pengembangan infrastruktur
fisik dan kelembagaan, perbaikan sistem insentif usaha tani, dan mendorong pengembangan agroindustri padat
tenaga kerja di pedesaan, 2) reorientasi arah dan tujuan pengembangan agribisnis padi dengan sasaran peningkatan
pendapatan dan ketahanan pangan rumah tangga petani padi, serta sebagai wahana dinamisasi perekonomian desa,
dan 3) pengembangan infrastruktur (fisik dan kelembagaan), teknologi, permodalan, kebijakan stabilisasi, dan
penyuluhan untuk komoditas alternatif nonpadi yang bernilai ekonomi tinggi tetapi memiliki risiko yang besar.
Kata kunci: Usaha pertanian, peningkatan produksi, pengentasan kemiskinan

ABSTRACT
Strategies for increasing production and alleviating poverty in agriculture

Agricultural sector, especially wetland farming, has multifunctionality value on enhancing food security, farmer’s
welfare, and maintaining environmental sustainability. Agricultural sustainability with its external agricultural land
program can be implemented if the respective sector with its multifunctionality value was able to give the
contribution on poverty reduction. In 2004, the absolute poverty reached 36.10 millions and most of them
(68.70%) reside in rural area with the main activity (60%) on agricultural sector. The capability of the sector in
increasing agricultural production and reducing poverty will be determined by three factors, i.e. 1) the capability to
eliminate the constraint of agricultural production bottleneck, 2) the capacity on conducting the reorientation as
well as implementation of direction and objective of rice agribusiness development, and 3) the successful
implementation of farming diversification program in wetland area by considering non-rice alternative commodities
such as secondary crops and horticulture. The appropriate strategic policies are: 1) facilitating the development of
physical and institutional infrastructure, improving farming incentive system, and promoting labor intensive
agro-industry development in rural area, 2) conducting the reorientation of direction and objective of rice
agribusiness development with the main goals to improve income as well as household food security of the rice
farmers, and as a tool to dynamist rural economic, and 3) developing infrastructure (physical and institutional),
technology, capital, price stabilization policy, and extension services for the non-rice alternative commodities
having high profitability at manageable.
Keywords: Agricultural farming, production increase, poverty alleviation

S ektor pertanian memiliki multifungsi


yang mencakup aspek produksi atau
ketahanan pangan, peningkatan kesejah-
sektor pertanian. Komitmen dukungan
insentif melalui pemahaman peran
multifungsi pertanian perlu didefinisikan
judkan jika sektor pertanian dengan nilai
multifungsinya dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kesejahteraan petani dan
teraan petani atau pengentasan kemis- secara luas, bukan saja insentif ekonomi pengentasan kemiskinan.
kinan, dan menjaga kelestarian lingkungan (subsidi dan proteksi), tetapi juga dukung- Hasil kajian di DAS Citarum Jawa
hidup. Bagi Indonesia, nilai fungsi perta- an pengembangan sistem dan usaha Barat menunjukkan bahwa konversi lahan
nian tersebut perlu dipertimbangkan dalam agribisnis dalam arti luas. Pengembangan sawah yang diprediksi sekitar 15%, di
penetapan kebijakan struktur insentif lahan pertanian abadi akan dapat diwu- samping berdampak langsung terhadap

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006 115


nilai ekonomi lahan dan produksi padi, (13,10%), yaitu dari 25,90 juta menjadi daripada kemiskinan relatif (Khomsan
juga memiliki dampak eksternal positif 22,50 juta jiwa. Bila dirinci menurut 1999). Tujuan utama program pengentasan
yang perlu dipertimbangkan (Agus et al. wilayah, secara absolut penurunan tingkat kemiskinan adalah mengembangkan
2002). Nilai multifungsi pertanian berdasar- kemiskinan di pedesaan lebih tinggi kesetaraan posisi dan kemampuan masya-
kan metode Replacement Cost Method dibandingkan di perkotaan, yaitu 1,90 juta rakat. Fokus penanganan masalah perlu
(RCM) menunjukkan bahwa kehilangan vs 1,50 juta orang selama periode 1993− didasarkan pada permasalahan pokok
nilai riil pendapatan karena konversi lahan 1996 (Badan Pusat Statistik 2004). Fakta yang dihadapi masyarakat melalui pe-
sawah (15%) mencapai US$ 27,20 juta. Jika ini menunjukkan keberhasilan program ngembangan instrumen kebijakan yang
diperhitungkan total nilai eksternal yang pembangunan dalam memperbaiki relevan.
besarnya US$ 12,25 juta maka total kehi- kapasitas produksi sektoral, tingkat Dimensi kemiskinan secara inter-
langan manfaat (keuntungan), termasuk pendapatan, dan kesejahteraan mayoritas temporal mengalami perubahan dengan
nilai riil alih fungsi lahan sawah mencapai masyarakat Indonesia. mempertimbangkan aspek nonekonomi
US$ 39,45 juta. Jadi proporsi nilai eks- Sejak krisis ekonomi pada perte- masyarakat miskin. Sedikitnya terdapat
ternal terhadap total nilai kehilangan relatif ngahan tahun 1997, jumlah penduduk sembilan dimensi kemiskinan yang perlu
besar, yaitu 31%. Nilai ini perlu diper- miskin meningkat tajam menjadi 49,50 juta, dipertimbangkan, yaitu: 1) ketidak-
hitungkan dalam penentuan nilai dan dan sekitar 31,90 juta jiwa (64,40%) tinggal mampuan memenuhi kebutuhan dasar
struktur insentif bagi sektor pertanian. di pedesaan (Badan Pusat Statistik 2004). (pangan, sandang, dan perumahan), 2)
Dalam konteks ini, menciptakan lahan Setelah krisis ekonomi, dalam periode aksesibilitas ekonomi yang rendah ter-
pertanian abadi dan peningkatan kesejah- 1998−2004, secara relatif jumlah penduduk hadap kebutuhan dasar lainnya (kese-
teraan petani atau pengentasan kemis- di bawah garis kemiskinan menurun dari hatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air
kinan merupakan tujuan ganda yang 24,20% menjadi 16,70%. Namun secara bersih, dan transportasi), 3) lemahnya
bersifat inklusif. Pencapaiannya akan absolut, pada tahun 2004 jumlah penduduk kemampuan untuk melakukan akumulasi
menghadapi berbagai tantangan, antara miskin masih tetap tinggi, yaitu sekitar kapital, 4) rentan terhadap goncangan
lain mencakup pengembangan aspek 36,10 juta orang, dan sekitar 68,70% tinggal faktor eksternal yang bersifat individual
penawaran sektor pertanian, pengem- di pedesaan (Tabel 1). Menurut Sajogyo maupun massal, 5) rendahnya kualitas
bangan agribisnis padi dan diversifikasi (2002), tingginya tingkat kemiskinan di sumber daya manusia dan penguasaan
usaha tani di lahan sawah. Agribisnis padi pedesaan disebabkan kebijakan pemba- sumber daya alam, 6) ketidakterlibatan
dan pengembangan diversifikasi lahan ngunan cenderung bias perkotaan dan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, 7)
sawah perlu mendapat penekanan karena sektor industri, sementara alokasi ang- terbatasnya akses terhadap kesempatan
peran lahan sawah dalam multifungsi garan sektor pertanian menurun drastis. kerja secara berkelanjutan, 8) ketidak-
pertanian sangat vital. Urgensi memper- Kebijakan ini dinilai keliru karena memar- mampuan untuk berusaha karena cacat
tahankan lahan sawah menjadi penting ginalkan hak masyarakat dan menumbuh- fisik maupun mental, dan 9) ketidak-
karena memiliki nilai eksternal yang besar kan kantong-kantong kemakmuran masya- mampuan dan ketidakberuntungan secara
(Agus et al. 2002), yaitu mencakup fungsi rakat perkotaan di tengah kemiskinan sosial.
mitigasi banjir, konservasi sumber daya air, masyarakat pedesaan. Karakteristik penduduk miskin se-
pencegahan erosi tanah dan longsor, cara spesifik antara lain adalah (Pasaribu
penampungan limbah organik, pember- 2006): 1) sebagian besar tinggal di pede-
sihan udara, mitigasi suhu udara, dan Karakteristik Penduduk Miskin saan dengan mata pencaharian dominan
fungsi pemeliharaan lingkungan. Tulisan berusaha sendiri di sektor pertanian
ini mendiskripsikan perkembangan dan Penanganan masalah kemiskinan perlu (60%), 2) sebagian besar (60%) berpeng-
karakteristik penduduk miskin, membahas difokuskan pada kemiskinan absolut hasilan rendah dan mengonsumsi energi
kendala dan prospek pengembangan pro-
duksi komoditas pertanian, merumuskan
kebijakan strategis pengembangan agri-
Tabel 1. Jumlah dan proporsi penduduk miskin di pedesaan dan perkotaan
bisnis padi, serta membahas kinerja dan
Indonesia, 1996−2004.
prospek pengembangan diversifikasi di
lahan sawah. Jumlah penduduk miskin (juta orang)
Tahun
Kota Desa Jumlah
1996 9,6 (13,6) 24,9 (19,9) 34,5 (17,7)
PERKEMBANGAN DAN 1998 17,6 (21,9) 31,9 (25,7) 49,5 (24,2)
KARAKTERISTIK 1999 1 15,7 (19,5) 32,7 (26,1) 48,4 (23,5)
1999 2 12,4 (15,1) 25,1 (20,2) 37,5 (18,2)
KEMISKINAN 2000 12,3 (14,6) 26,4 (22,4) 38,7 (19,1)
2001 8,6 (9,8) 29,3 (24,8) 37,9 (18,4)
Perkembangan Penduduk 2002 13,3 (14,5) 25,1 (21,1) 38,4 (18,2)
2003 12,2 (13,6) 25,1 (20,2) 37,3 (17,4)
Miskin 2004 11,3 (12,1) 24,8 (20,1) 36,1 (16,7)
Angka dalam kurung adalah proporsi penduduk miskin (dalam persen).
Dalam periode sebelum krisis ekonomi 1
Hasil Susenas, Februari 1999, 2Hasil Susenas, Agustus 1999.
(1993−1996), tingkat kemiskinan agregat Sumber: Badan Pusat Statistik (2004).
mengalami penurunan secara signifikan

116 Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006


kurang dari 2.100 kkal/hari, 3) berdasarkan Dinamika fakta empiris yang terkait produksi agregat sektor pertanian. Ketiga
indikator silang proporsi pengeluaran dengan Growth Domestic Product (GDP) komoditas tersebut mengalami pertum-
pangan (> 60%) dan kecukupan gizi dan produksi agregat pertanian membe- buhan yang relatif tinggi selama periode
(energi < 80%), proporsi rumah tangga rikan beberapa informasi menarik sebagai 1976−1980, dan selanjutnya menurun
rawan pangan nasional mencapai sekitar berikut (Arifin 2003; Simatupang et al. secara konsisten sejak tahun 1986, dan
30%, dan 4) penduduk miskin dengan 2004): 1) GDP dan produksi agregat sangat drastis sejak 1996, bahkan untuk
tingkat sumber daya manusia yang rendah pertanian mengalami pertumbuhan yang kedelai pertumbuhannya negatif sejak
umumnya tinggal di wilayah marginal, relatif tinggi dalam periode 1967−1986 1996−2003. Penurunan produksi ini dise-
dukungan infrastruktur terbatas, dan karena adanya dukungan pengembangan babkan oleh penurunan areal panen dan/
tingkat adopsi teknologi rendah. lahan pertanian dan infrastruktur, kelemba- atau stagnasi produktivitas. Produktivitas
Dalam konteks karakteristik kemis- gaan penyuluhan, kelembagaan koperasi potensial varietas unggul baru (kecuali
kinan masyarakat petani di pedesaan, pedesaan, kredit bersubsidi, dan insentif jagung) juga tidak mengalami perubahan
menarik untuk dikemukakan keterkaitan harga, 2) kontradiksi kebijakan pada berarti sejak pertengahan tahun 1990-an.
antara penguasaan lahan dan tingkat periode berikutnya, yang ditunjukkan oleh
kemiskinan. Terdapat korelasi yang kuat penurunan alokasi anggaran dan insentif
antara skala penguasaan lahan dengan sektor pertanian, berdampak pada makin Kendala Pengembangan
indeks kemiskinan dan indeks rumpang meningkatnya kendala pengembangan Produksi Pertanian
kemiskinan (proverty gap). Makin luas produksi pertanian, 3) sumber utama
penguasaan lahan, makin rendah tingkat pertumbuhan produksi dalam periode Di samping permasalahan yang terkait
kemiskinan (LPEM-FEUI 2004). Bagi tuna- 1967−1986 adalah produktivitas lahan, dengan ketersediaan dan pengembangan
kisma (petani tanpa lahan), tingkat yang kemudian menurun drastis dalam lahan beririgasi, ketersediaan, akses, dan
kemiskinan mendekati 31%, dan bagi periode 1997−2001 dan bahkan mengalami penerapan varietas unggul baru serta
petani dengan penguasaan lahan kurang pertumbuhan negatif pada tahun 1997− teknologi spesifik lokasi, pengembangan
dari 0,10 ha, tingkat kemiskinan mencapai 2001 karena menurunnya produktivitas produksi pertanian juga menghadapi
28,30%. Tingkat kemiskinan menurun lahan dan tenaga kerja pertanian. permasalahan yang terkait dengan keter-
secara konsisten menjadi 5,60% bagi Pertumbuhan produksi komoditas sediaan anggaran pembangunan dan pe-
rumah tangga petani yang menguasai pertanian utama (padi, jagung, kedelai) nyediaan sistem insentif untuk mendorong
lahan 2−5 ha. (Tabel 2) juga menunjukkan kecende- peningkatan produksi dan pendapatan
rungan yang sama dengan GDP dan petani. Keragaan dinamika investasi

KINERJA DAN KENDALA


PRODUKSI KOMODITAS
Tabel 2. Pertumbuhan produksi, areal panen, produktivitas, dan produk-
PERTANIAN
tivitas potensial varietas unggul baru (NHYV) di Indonesia (%/
tahun), 1976− 2003.
Kinerja Produksi Agregat dan
Komoditas Pertanian Uraian 1976−1980 1986−1990 1996−2000 2001−2003
Padi
Kendala utama pengembangan pertanian Produksi 6 3,70 0,30 0,90
ke depan adalah ketersediaan lahan perta- Areal panen 2 1,60 0,80 -0,10
nian. Pengembangan lahan pertanian tidak Produktivitas 1 4 2,10 -0,50 1,10
dapat dipisahkan dari pengembangan (3) (4,10) (4,30) (4,40)
infrastruktur irigasi. Keterbatasan pe- NHYV2 4,80 5 6,50 6,20
(11) (7) (14) (13)
ngembangan lahan pertanian di Indonesia
diindikasikan oleh penurunan luas lahan Jagung
Produksi 10,20 4,30 1,60 1,70
pertanian sebesar 0,40%/tahun dalam dua
Areal panen 5,40 1,20 -1,10 -1,20
dasawarsa terakhir (1980−2000). Perluasan Produktivitas 1 4,80 3 2,70 2,90
lahan sawah beririgasi sangat lambat, (1,30) (2) (2,60) (3)
hanya 0,20%/tahun, dan proporsinya NHYV2 4 5,90 8,80 8,10
relatif kecil, yaitu 27% (2,59 juta ha) pada (3) (5) (26) (2)
tahun 2000 (Pasandaran et al. 2004). Kedelai
Berdasarkan kesesuaian lahan dan keter- Produksi 7,10 5,10 -8 -5,50
sediaan air, areal yang potensial untuk Areal panen 4,40 2,20 -8,50 -5,50
Produktivitas 1 2,60 3 0,50 0,10
pengembangan irigasi sangat terbatas. (0,80) (1,10) (1,20) (1,20)
Kecenderungan tersebut mengindikasikan NHYV2 − 1,50 1,80 1,80
kuatnya tantangan peningkatan produksi (−) (8) (5) (5)
dan kesejahteraan petani di pedesaan. 1
Angka dalam kurung adalah produktivitas (t/ha).
Luas penguasaan lahan per rumah tangga 2
NHYV adalah dalam bentuk nilai produktivitas potensial (t/ha), dan angka dalam kurung
petani terus menurun karena meningkat- adalah jumlah varietas (buah).
nya jumlah penduduk dan jumlah rumah Sumber: Simatupang et al. (2004).
tangga petani.

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006 117


pemerintah di sektor pertanian menunjuk- keberhasilan pengembangannya akan nomi, 2) kemiskinan dan kerawanan
kan bahwa (Rusastra et al. 2005) proporsi memberikan pengaruh nyata terhadap pangan, 3) keterbatasan kebijakan fiskal
pengeluaran untuk pengembangan irigasi, pencapaian ketahanan pangan dan dan moneter, 4) liberalisasi perdagangan,
penelitian dan pengembangan, serta kesejahteraan petani. Berdasarkan hasil 5) integrasi pasar, 6) ketimpangan
penyuluhan tahun 2002 hanya 48,20% analisis kinerja kebijakan sebelumnya, distribusi pembangunan dan marginalisasi
(Rp418 juta) dari pengeluaran tahun 1985/ pilihan kebijakan usaha tani tanaman pasar, 7) pelaksanaan desentralisasi
96 (Rp867 juta). Pupuk yang bersifat pangan (padi) ke depan yang mempunyai pembangunan, dan 8) perubahan pola
komplemen dengan pengembangan infra- prospek bagus adalah peningkatan pena- iklim El Nino dan La Nina.
struktur pertanian juga mengalami penu- waran, pasokan input dan sistem pasca- Beberapa tantangan dan hambatan
runan subsidi secara signifikan sejak panen, pengembangan iptek, dan subsidi internal yang perlu dipertimbangkan
pertengahan 1980-an. Penurunan ang- benih (Tabel 3), disusul kebijakan pene- adalah: 1) kecenderungan penurunan daya
garan pemerintah dalam pengembangan rapan harga dasar dan subsidi kredit saing yang ditunjukkan oleh penurunan
infrastruktur (irigasi, penelitian dan usaha tani. Program intensifikasi dan total faktor produksi dan profitabilitas
pengembangan serta penyuluhan) dan pemberian subsidi pupuk memberikan usaha tani padi, 2) marginalisasi kemam-
subsidi pupuk berdampak terhadap respons yang relatif rendah, sementara puan usaha tani akibat perpaduan dari
stagnasi atau penurunan produktivitas penerapan teknologi pascapanen akan marginalisasi luas pemilikan lahan,
dan produksi komoditas pertanian. memberikan respons yang cepat dan penurunan laju pertumbuhan produkti-
Insentif yang diterima petani terdiri signifikan. vitas, dan penurunan profitabilitas, 3)
atas dua komponen utama, yaitu subsidi Dalam perumusan reorientasi arah penurunan laju pertumbuhan produksi
sarana produksi (pupuk, benih, kredit dan dan penyesuaian kebijakan, sedikitnya akibat perlambatan laju pertumbuhan luas
mekanisasi pertanian) dan proteksi harga perlu dipertimbangkan dua aspek, yaitu panen dan produktivitas usaha tani padi,
hasil produksi. Sejak pertengahan 1980- konteks kebijakan serta tantangan dan 4) peningkatan variabilitas produksi
an, total insentif pemerintah secara ber- hambatan internal pembangunan agri- sebagai akibat makin rentannya usaha tani
tahap menurun. Penurunan subsidi sarana bisnis padi (Simatupang dan Rusastra padi terhadap perubahan iklim dengan
produksi berdampak terhadap pening- 2004). Konteks kebijakan yang perlu tingkat ancaman yang makin meningkat
katan biaya produksi dan penurunan dipertimbangkan adalah: 1) krisis eko- dan tidak menentu, dan 5) hambatan
pendapatan petani. Dalam periode 1981−
2002, rasio harga padi terhadap pupuk
secara konsisten menurun dari 1,80
menjadi 1,20 untuk urea dan dari 1,80
menjadi 0,90 untuk TSP (Rusastra et al. Tabel 3. Kinerja implementasi kebijakan tanaman pangan 1968−1998 dan
2005). Bersamaan dengan penurunan prospek kebijakan tahun 2000 ke depan.
kinerja proteksi output, kesejahteraan
petani pun menurun yang ditunjukkan Kinerja sebelumnya Prospek
oleh penurunan nilai tukar petani dari Kebijakan/sumber pertumbuhan 2000
1968−84 1985−90 1990−98 ke depan
106,40 menjadi 103,10 selama periode 1986/
90−1991/95. Perbaikan kapasitas produksi
Sejak 2001, nilai tukar petani mening- Program intensifikasi Tinggi Rendah Rendah Rendah
Pembangunan sistem irigasi Tinggi Rendah Rendah Rendah
kat secara signifikan karena adanya Peningkatan teknologi
perubahan kebijakan pemerintah (Sima- Bioteknologi Cepat Lambat Lambat Lambat
tupang et al. 2004). Sejak 3 tahun terakhir, Teknologi persiapan lahan Cepat Lambat Lambat Lambat
pemerintah menerapkan kembali kebijakan Teknologi pascapanen Lambat Cepat Lambat Cepat
proteksi dan promosi sektor pertanian, Pembangunan infrastruktur
seperti tarif impor untuk melindungi harga Perbaikan penyediaan input Tinggi Rendah Rendah Tinggi
padi dan gula dari distorsi harga pasar pertanian
Perbaikan sistem pascapanen Tinggi Tinggi Rendah Tinggi
dunia, serta kebijakan subsidi pupuk.
Pengembangan sistem iptek
Kebijakan ini diharapkan dapat berlanjut Penelitian dan pengembangan Tinggi Sedang Rendah Tinggi
dan efektif untuk mendorong peningkatan Benih/pemuliaan Tinggi Sedang Rendah Tinggi
produksi dan pendapatan petani. Sistem penyuluhan Tinggi Sedang Rendah Tinggi
Insentif bagi produsen
Kebijakan harga dasar Tinggi Sedang Tinggi Sedang
KEBIJAKAN STRATEGIS Subsidi input pertanian
Benih Tinggi Sedang Sedang Tinggi
PENGEMBANGAN Pupuk Tinggi Sedang Rendah Rendah
TANAMAN PANGAN (PADI) Pestisida Tinggi Rendah Rendah Rendah
Modal Tinggi Rendah Tinggi Sedang
Kinerja dan Reorientasi Kelembagaan dan organisasi (pemerintahan)
Kebijakan Bimbingan massal (Bimas) Tinggi Sedang Tinggi Rendah
Keterlibatan vertikal pada pemerintah Tinggi Tinggi Rendah Rendah

Usaha tani tanaman pangan (padi) memiliki Sumber: Simatupang (1999).


peranan multifungsi yang besar dan

118 Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006


internal dalam bentuk kendala sumber dalam Apriyantono 2006): 1) adanya restrukturisasi paket kebijakan harga dan
daya lahan dan air, teknologi, modal, dan dukungan penciptaan dan pengembang- perdagangan dengan mempertimbangkan
sarana produksi. an teknologi yang mantap, integratif dan profitabilitas minimum, nilai tukar rupiah,
Berdasarkan konteks kebijakan dan inklusif dalam pengembangan usaha tani dan harga beras di tingkat konsumen, 2)
tantangan serta hambatan internal ter- padi, 2) lembaga keuangan dan kredit revitalisasi industri pascapanen melalui
sebut, reorientasi tujuan kebijakan pe- program (produksi dan ekspor) yang renovasi mesin penggilingan padi,
ngembangan agribisnis (padi) hendaknya mudah diakses dengan tingkat suku pengembangan usaha jasa perontok
diarahkan untuk: 1) meningkatkan bunga bersubsidi, 3) pengembangan infra- mekanis, pembangunan lantai jemur, dan
pendapatan dan ketahanan pangan petani, struktur (fisik dan kelembagaan) dalam investasi mesin pengering padi, 3)
2) memantapkan ketahanan pangan pengembangan produksi, pascapanen, pengembangan jaring pengaman sosial
nasional, dan 3) mendinamisasi perekono- dan perdagangan beras, 4) kebijakan bagi petani dan penduduk miskin dengan
mian desa. Reorientasi tujuan ini berbeda subsidi sarana produksi pertanian utama pengembangan lumbung pangan di daerah
dengan paradigma lama yang hanya dan proteksi pasar output, dan 5) adanya terpencil rawan pangan dan pelaksanaan
difokuskan pada pemantapan ketahanan dukungan kebijakan terkait dengan Raskin yang terarah, 4) pemantapan
pangan nasional, tetapi kurang memper- konservasi sumber daya lahan beririgasi disentralisasi dan harmonisasi kebijakan
hatikan ketahanan pangan rumah tangga dan pengembangan SDM pertanian pembangunan melalui penyerahan tugas
dan pendapatan keluarga tani. secara sistematis dan integratif. Keber- dan kewenangan pembiayaan dan pem-
pihakan dan konsistensi kebijakan berdayaan petani kepada pemerintah
tersebut berdampak nyata terhadap kinerja kabupaten, dan 5) pembukaan, optimali-
Antisipasi Kebijakan Agribisnis produksi (surplus) dan mampu memenuhi sasi, dan pengendalian konversi lahan
Padi kebutuhan pangannya yang besar. pertanian melalui pemanfaatan secara
Berdasarkan reorientasi tujuan pem- optimal lahan gambut dan pasang surut,
Di samping mempertimbangkan reorientasi bangunan agribisnis padi, kebijakan mendorong konsolidasi lahan pertanian,
arah dan tujuan kebijakan agribisnis, pangan global, dan kebijakan negara kom- dan mencegah konversi lahan pertanian
kebijakan pangan nasional (beras) perlu petitor utama di Asia, strategi peningkatan produktif.
mempertimbangkan dimensi kontekstual produksi beras yang dipandang sesuai
kebijakan pangan global dan negara untuk lima tahun mendatang adalah
kompetitor utama di kawasan Asia, seperti optimalisasi dan efisiensi sistem agribisnis KINERJA DAN PROSPEK
Thailand, Vietnam, India, dan Cina. Ulasan padi yang mencakup optimalisasi peng-
DIVERSIFIKASI DI LAHAN
dan sintesis kebijakan pangan negara gunaan sumber daya, efisiensi usaha tani
maju dapat dinyatakan sebagai berikut padi, dan efisiensi pascapanen. Perlu SAWAH
(Sawit dan Rusastra 2005): 1) kebijakan dipertimbangkan sedikitnya 10 paket
subsidi domestik dan ekspor yang besar program pengembangan agribisnis padi Diversifikasi Pertanian
karena kemampuan keuangan negara dan sebagai implementasi dari strategi Regional
sosial ekonomi konsumen dengan tingkat peningkatan produksi beras. Lima paket
pendapatan yang tinggi, 2) kebijakan program pertama adalah (Simatupang dan Penelitian diversifikasi pertanian regional
khusus bagi komoditas sensitif, terutama Rusastra 2004): 1) mendorong rasionali- dilakukan oleh Simatupang et al. (2003) di
untuk produk unggulan dan olahan, 3) sasi manajemen usaha tani dengan empat kabupaten sentra produksi padi,
kebijakan investasi infrastruktur agribisnis mempertimbangkan peningkatan potensi yaitu Indramayu, Klaten, Kediri, dan
dan transfer pendapatan yang dapat kemandirian manajemen petani, diversifi- Ngawi. Empat indikator diversifikasi yang
dilakukan secara bebas dan besar, 4) kasi usaha tani, dan percepatan adaptasi diaplikasikan adalah: 1) multiple cropping
fleksibilitas dalam penyesuaian subsidi teknologi baru, 2) restrukturisasi lembaga index (MCI) yang menunjukkan derajat
dan proteksi, tanpa efek distorsi terhadap pelayanan dan pemberdayaan petani intensitas tanam, 2) harvest diversity index
pasar dalam negeri dan tidak melanggar melalui pemberdayaan kelembagaan lokal (HDI) yang merefleksikan derajat
regulasi AoA-WTO, 5) pelaksanaan serta organisasi petani dan advokasi diversifikasi pemanfaatan lahan, dan 3)
restriksi akses pasar domestik dalam untuk kepentingan petani, 3) revitalisasi diversity index (DI) yang menunjukkan
bentuk sanitasi, labelisasi, HAM, dan sistem inovasi teknologi dan memper- derajat diversifikasi pendapatan. Makin
sejenisnya, 5) pelarangan ekspor yang timbangkan usaha penangkaran benih, tinggi nilai ketiga indikator tersebut, makin
dapat memunculkan goncangan pasar penelitian dan pengembangan, dan tinggi derajat pengembangan diversifikasi
mendadak bagi negara yang mengalami jaringan inovasi interaktif, 4) pemulihan, di suatu wilayah dan di tingkat usaha tani.
ketergantungan impor, dan 6) restriksi peningkatan peran, dan pemeliharaan Secara umum, diversifikasi pertanian
pasar domestik yang ketat, khususnya infrastruktur penting dalam mendukung regional di daerah sentra produksi padi
untuk produk pangan olahan dari negara keberhasilan strategi pembangunan, dan mengalami stagnasi, yang diindikasikan
berkembang. 5) restrukturisasi sistem penyediaan oleh relatif kecilnya perubahan MCI dan
Ulasan dan sintesis kebijakan eko- sarana produksi dan pembiayaan usaha HDI selama periode 1996−2002 (Tabel 4).
nomi perberasan di empat negara di Asia tani dengan penekanan pada sarana Sementara derajat diversifikasi (MCI dan
(Thailand, Vietnam, India, dan Cina) produksi utama seperti pupuk, pestisida, HDI) berjalan lambat, laju diversifikasi
memberikan beberapa fakta empiris jasa mekanisasi, dan modal usaha tani. pendapatan bahkan menurun 1,60−4,40%/
penting sebagai berikut (Kustia 2002; Lima paket program pengembangan tahun, terutama karena adanya perubahan
Sumintaatmadja 2002; Pambudy et al. 2002 agribisnis padi berikutnya adalah: 1) harga relatif masukan dan keluaran

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006 119


komoditas pertanian. Pembandingan regi- penyusunnya, menunjukkan bahwa ting- Faktor-faktor yang kondusif untuk
onal juga menunjukkan bahwa Indramayu kat diversifikasi usaha tani di lahan sawah penerapan pola tanam diversifikasi adalah
memiliki derajat diversifikasi yang lebih bervariasi menurut lokasi dan tipe irigasi. jumlah anggota rumah tangga yang
rendah karena beberapa faktor sebagai Pemilihan jenis komoditas dan pola tanam bekerja di usaha tani, kemampuan
berikut (Simatupang et al. 2003): 1) petani oleh petani dipengaruhi oleh faktor teknis, permodalan, peran usaha tani lahan sawah
di daerah ini cenderung menanam padi, ekonomi, sosial, dan budaya setempat. dalam ekonomi rumah tangga, tingkat
dan bila air tidak tersedia, lahan akan Tingginya tingkat pendapatan bukan kelangkaan air irigasi, dan kepemilikan
diberakan, 2) petani padi umumnya tidak merupakan satu-satunya penentu peng- pompa irigasi. Faktor yang tidak kondusif
memiliki akses informasi teknologi komo- ambilan keputusan. Secara umum usaha adalah fragmentasi lahan garapan.
ditas nonpadi, 3) keterbatasan modal dan tani lahan sawah di desa-desa sentra Pengembangan diversifikasi usaha tani di
ketidakberanian petani menanggung risiko produksi padi di Jawa pada musim hujan wilayah persawahan sebaiknya diarahkan
usaha tani, dan 4) di samping aspek teknis didominasi oleh padi. Diversifikasi usaha pada lokasi-lokasi yang ketersediaan air
dan ekonomi, faktor budaya juga ber- tani umumnya dilakukan pada musim irigasinya rendah, ketersediaan tenaga
pengaruh terhadap rendah dan lambatnya kemarau pertama dan/atau kedua. Tingkat kerja pertanian cukup, peran usaha tani
implementasi diversifikasi. pendapatan usaha tani petani yang sebagai sumber pendapatan rumah tangga
melakukan diversifikasi lebih tinggi dari cukup signifikan, dan struktur penguasaan
petani nondiversifikasi. Pengusahaan lahan garapan relatif terkonsolidasi.
Antisipasi Diversifikasi Usaha komoditas hortikultura memberikan Akselerasi pengembangan diversifikasi
Tani tingkat pendapatan yang lebih tinggi dari- usaha tani membutuhkan kebijakan yang
pada palawija, namun pengusahaan dapat meningkatkan akses petani terhadap
Dalam rangka memahami kinerja dan
tanaman hortikultura membutuhkan modal sumber permodalan.
prospek diversifikasi di lapangan, analisis
yang besar dan risiko usahanya lebih Kebijakan strategis dan langkah
diversifikasi di tingkat regional perlu
tinggi. operasional yang perlu dipertimbangkan
dikomplemen dengan analisis mikro dan
Berkaitan dengan faktor-faktor yang dalam pengembangan diversifikasi di
diversfikasi di tingkat rumah tangga
mempengaruhi keputusan petani dalam lahan sawah adalah (Simatupang et al.
petani atau di tingkat usaha tani. Tidak
menerapkan pola tanam diversifikasi, 2003): 1) memperbaiki ketersediaan dan
ada fakta yang jelas bahwa lahan sawah
Sumaryanto (2006) menyimpulkan bahwa aksesibilitas terhadap teknologi usaha tani
irigasi teknis dan semiteknis memiliki
di lahan sawah irigasi teknis, diversifikasi nonberas, 2) memperkuat kapasitas
tingkat diversifikasi yang lebih rendah
usaha tani mempunyai prospek pengem- manajemen petani melalui perbaikan
dibandingkan dengan lahan sawah irigasi
bangan yang cukup baik. Secara umum pelayanan penyuluhan, khususnya dalam
sederhana (Tabel 5). Fakta ini menunjuk-
peluang petani untuk memilih pola tanam pengembangan komoditas nonberas, 3)
kan bahwa ketersediaan air tidak secara
monokultur padi lebih rendah daripada memperbaiki ketersediaan dan akses
otomatis mendorong petani menanam padi
berdiversifikasi. Dalam berdiversifikasi, terhadap permodalan untuk mendukung
sepanjang tahun. Pilihan untuk melakukan
kecenderungan untuk memilih komoditas pengembangan komoditas bernilai eko-
diversifikasi di lahan sawah ditentukan
pertanian yang tidak bernilai ekonomi nomi tinggi seperti hortikultura, 4)
oleh kombinasi faktor teknis, ekonomi,
tinggi lebih tinggi daripada komoditas pengembangan infrastruktur irigasi pompa
lingkungan, sosial, dan budaya.
yang bernilai ekonomi tinggi. untuk mempercepat perkembangan diver-
Saliem dan Supriyati (2006) menya-
takan bahwa tingkat diversifikasi usaha
tani lahan sawah, yang direfleksikan dalam
keragaan pola tanam dan ragam komoditas
Tabel 5. Indeks diversifikasi pertanian di tingkat usaha tani lahan sawah
menurut tipe irigasi di empat kabupaten sentra produksi padi di
Tabel 4. Rata-rata dan pertumbuhan Jawa, 2000/20011.
indeks diversifikasi pertanian
regional di empat kabupaten Kabupaten MCI (%) DI HDI
sentra produksi padi di Jawa, Indramayu
1996− 2002. Irigasi teknis 233 2 3,6
Irigasi setengah teknis 223 1,8 2,8
Kabupaten MCI (%) DI HDI
Klaten
Indramayu 175 1,36 1,10 Irigasi setengah teknis 269 2,1 3,3
(0,30) (-3,40) (-0,70) Irigasi sederhana 297 2,5 2,8
Klaten 245 2,10 1,90
Kediri
(0,60) (-2,50) (-0,10)
Irigasi teknis 298 2,8 4,3
Kediri 280 4,03 2,92
Irigasi sederhana 292 1,8 3,7
(-0,10) (-4,40) (-2,90)
Ngawi 275 2,07 2,03 Ngawi
(-0,20) (-1,60) (-2,10) Irigasi teknis 241 1,4 2,5
Irigasi setengah teknis 288 1,4 3
MCI = multiple cropping index; DI = diversity
1
index; HDI = harvest diversity index. Angka Setiap tipe irigasi diwakili oleh satu desa dengan 20 rumah tangga responden.
dalam kurung adalah tingkat pertumbuhan MCI = multiple cropping index; DI = diversity index; HDI = harvest diversity index.
indikator indeks diversifikasi (%/tahun). Sumber: Simatupang et al. (2003).
Sumber: Simatupang et al. (2003).

120 Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006


sifikasi usaha tani, 5) meningkatkan daya rendah, serta kemampuan sumber bangannya hendaknya diarahkan untuk
produktivitas usaha tani atau mengimple- daya manusia dan adopsi teknologi meningkatkan pendapatan dan ketahanan
mentasikan program stabilisasi harga rendah. pangan petani padi, memantapkan keta-
untuk komoditas yang memiliki risiko Kemampuan sektor pertanian dalam hanan pangan nasional, dan mendinami-
tinggi tetapi tingkat profitabilitasnya peningkatan produksi dan pengentasan sasi perekonomian desa. Dalam merumus-
tinggi, 6) memberdayakan kelembagaan kemiskinan sangat bergantung pada kan instrumen kebijakan peningkatan pro-
kelompok tani dan membangun jaringan kemampuannya dalam mengatasi kendala duksi padi, di samping reorientasi arah dan
kerja dengan investor dalam rangka pengembangan yang dihadapi saat ini, tujuan tersebut, juga perlu dipertimbang-
mengatasi masalah permodalan dan yang mencakup keterbatasan pengem- kan konteks kebijakan pangan global dan
pemasaran komoditas alternatif, dan 7) bangan lahan beririgasi, teknologi varietas kebijakan di negara kompetitor utama di
mengembangkan infrastruktur (fisik dan unggul, ketersediaan anggaran pemba- Asia.
kelembagaan) di tingkat usaha tani, ngunan, dan penyediaan sistem insentif Upaya mempertahankan eksistensi
pengolahan dan pemasaran, dan kerja untuk mendorong peningkatan produksi lahan sawah dan peningkatan pendapatan
sama dengan pihak terkait dalam rangka dan pendapatan petani. Kebijakan petani (serta pengentasan kemiskinan)
peningkatan efisiensi pemasaran dan sta- strategis yang perlu dipertimbangkan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan
bilisasi harga khususnya untuk komoditas antara lain adalah: 1) peningkatan inves- program diversifikasi usaha tani. Kinerja
palawija dan hortikultura. tasi pemerintah dalam pengembangan diversifikasi di lahan sawah memiliki
infrastruktur utama seperti irigasi, prospek yang baik, tetapi dihadapkan
penelitian dan pengembangan serta kepada sejumlah kendala teknis, ekonomi,
KESIMPULAN DAN penyuluhan, 2) mendorong dan memfasili- lingkungan, sosial, dan budaya. Kebijakan
IMPLIKASI KEBIJAKAN tasi keterlibatan swasta dalam pemba- strategis yang dapat dipertimbangkan
ngunan pertanian, 3) peningkatan insentif antara lain adalah: 1) peningkatan keter-
Keberlanjutan pertanian dengan program usaha tani (input, output, kapital) dalam sediaan dan akses teknologi, permodalan,
lahan pertanian abadi dapat diwujudkan spirit koreksi kegagalan pasar, dan 4) dan penyuluhan komoditas alternatif non-
jika sektor pertanian (dengan nilai multi- memfasilitasi perkembangan agroindustri padi, 2) pengembangan infrastruktur
fungsinya) dapat berperan dalam pengen- padat tenaga kerja di pedesaan. irigasi pompa, peningkatan produktivitas,
tasan kemiskinan. Setelah krisis ekonomi, Usaha tani tanaman pangan (padi) dan program stabilisasi harga untuk
kemiskinan relatif tahun 2004 menurun memiliki peranan multifungsi yang besar, komoditas alternatif bernilai ekonomi dan
drastis menjadi 16,70%, tetapi secara dan keberhasilan pengembangannya akan risiko tinggi, dan 3) pemberdayaan kelem-
absolut angkanya tetap tinggi, yaitu 36,10 memberikan pengaruh yang nyata ter- bagaan kelompok tani dan membangun
juta orang. Sebagian besar dari mereka hadap pencapaian ketahanan pangan dan keterkaitan fungsional dan institusional
(68,70%) tinggal di pedesaan dengan kesejahteraan petani. Berdasarkan kon- dengan elemen agribisnis lainnya dalam
kegiatan utama (60%) di sekor pertanian, teks kebijakan dan tantangan serta rangka mendorong peningkatan produksi,
dengan ciri utama infrastruktur wilayah hambatan internal pembangunan agri- pendapatan petani, dan keberlanjutan
marginal, penguasaan dan akses sumber bisnis padi, reorientasi kebijakan pengem- diversifikasi usaha tani.

DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., R.L. Watung, H. Suganda, S.H. Tala'ohu, Kustia, A.A. 2002. Kebijakan perberasan di strategies for Indonesia: Enhancing the
Wahyunto, S. Sutanto, A. Setiyanto, H. Republik Rakyat Cina. Hasil Pertemuan contribution of agriculture to poverty
Mayrowani, A.R. Nurmanaf, and M. Kundarto. Regional di Bangkok, Thailand, Oktober reduction an food security. Forum Penelitian
2002. Multifunctionality and sustainability 2002. Agro Ekonomi 23(2): 84−101.
of paddy field in Citarum River Basin, West
LPEM-FEUI. 2004. Finding Sources of Poor Sajogyo. 2002. Pertanian dan kemiskinan. Jurnal
Java. Soil Research Institute, ICASERD,
Growth in Indonesia. Lembaga Penelitian Ekonomi Rakyat 1(1): 1−15.
Bogor, and UPN Veteran, Yogyakarta.
Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Eko-
Saliem, H.P. and Supriyati. 2006. Farm
Apriyantono, A. 2006. Kinerja dan kebijakan nomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
diversification and farmer income in rice
strategis pembangunan pangan nasional.
Pasandaran, E., G. Irianto, dan N. Zuliasri. 2004. field area. In-Country Seminar on Poverty
Makalah pada Silaturahmi Nasional Anggota
Pendayagunaan dan peluang pengembangan Allevation Through Development of Se-
Legislatif Partai Keadilan Sejahtera, Audito-
irigasi bagi peningkatan produksi padi. hlm. condary Crops, Bogor, 23 March 2006.
rium BPPT, Jakarta, 30 April 2006.
277−294. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, ICASEPS dan UNESCAP-CAPSA, Bogor.
Arifin, B. 2003. Dekomposisi pertumbuhan dan A.M. Fagi (Ed.). Ekonomi Padi dan Beras
Sawit, M.H. dan I W. Rusastra. 2005. Globalisasi
pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Indonesia. Badan Penelitian dan Pengem-
dan Ketahanan Pangan di Indonesia. Road
Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan bangan Pertanian, Jakarta.
Map Memperkuat Kembali Ketahanan
Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor, 14
Pasaribu, B. 2006. Poverty profile and the Pangan. Lembaga Penelitian Ekonomi dan
November 2004.
alleviation programs in Indonesia. Paper Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. presented in Asian Regional Seminar on Indonesia, Jakarta.
Badan Pusat Statistik, Jakarta. Poverty Allevation, held by AFPPD and
Simatupang, P. 1999. Toward sustainable food
IFAD, 5−6 April 2006, Hanoi, Vietnam.
Khomsan, A. 1999. Fenomena kemiskinan. security: The need for a new paradigm.
Harian Suara Pembaharuan, 1 November Rusastra, I W., Sumaryanto, and P. Simatupang. International Seminar on Agricultural Sector
1999 (http://www.indo-news.com/), Jakarta. 2005. Agricultural development policy During the Turbulence of Economic Crisis:

Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006 121


Lesson and Future Direction, 17−18 February Simatupang, P. dan I W. Rusastra. 2004. Sumaryanto. 2006. Faktor-faktor yang mem-
1999. ICASERD, Bogor. Kebijakan pembangunan sistem agribisnis pengaruhi keputusan petani menerapkan
padi. hlm. 31−52 Dalam F. Kasryno, E. pola tanam diversifikasi: Kasus di wilayah
Simatupang, P., I W. Rusastra, H.P. Saliem,
Pasandaran, dan A.M. Fagi (Ed.). Ekonomi persawahan irigasi teknis di DAS Brantas.
Supriyati, dan Saptana. 2003. Prospek
Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian In-Country Seminar on Poverty Allevation
Diversifikasi Usaha Tani di Lahan Sawah:
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Through Development of Secondary Crops,
Kasus Empat Kabupaten di Jawa. Pusat Pe-
Bogor, 23 March 2006. ICASEPS dan
nelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Simatupang, P., I W. Rusastra, and M. Maulana.
UNESCAP-CAPSA, Bogor.
Pertanian, Bogor dan Bappenas/USAID/ 2004. How to solve supply bottleneck in
DAI, Jakarta. agricultural sector. Agricultural Policy Sumintaatmadja, Z. 2002. Kebijakan Perberasan
Analysis 2(4): 369−392. di India. Hasil Pertemuan Regional di
Bangkok, Thailand, Oktober 2002.

122 Jurnal Litbang Pertanian, 25(4), 2006

Anda mungkin juga menyukai