Anda di halaman 1dari 23

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Kinerja Lalu lintas Jalan


Kriteria kinerja lalu lintas dapat ditentukan berdasarkan nilai derajat
kejenuhan atau kecepatan tempuh pada suatu kondisi jalan tertentu yang terkait
dengan geometrik, arus lalu lintas, dan lingkungan jalan untuk kondisi eksisting
maupun untuk kondisi desain. Semakin rendah nilai derajat kejenuhan atau
semakin tinggi kecepatan tempuh menunjukan semakin baik kinerja lalu lintas.

Untuk memenuhi kinerja lalu lintas yang diharapkan, diperlukan beberapa


alternatif perbaikan atau perubahan jalan terutama geometrik. Persyaratan teknis
jalan menetapkan bahwa untuk jalan arteri dan kolektor, jika derajat kejenuhan
sudah mencapai 0,75, maka segmen jalan tersebut sudah harus dipertimbangkan
untuk ditingkatkan kapasitasnya, misalnya dengan menambah lajur jalan. Untuk
jalan lokal, jika derajat kejenuhan sudah mencapai 0,90, maka segmen jalan
tersebut sudah harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan kapasitasnya.

Cara lain untuk menilai kinerja lalu lintas adalah dengan melihat derajat
kejenuhan eksisting yang dibandingkan dengan derajat kejenuhan desain sesuai
umur pelayanan yang diinginkan. Jika derajat kejenuhan desain terlampaui oleh
derajat kejenuhan eksisting, maka perlu untuk merubah dimensi penampang
melintang jalan untuk meningkatkan kapasitasnya. Untuk tujuan praktis dan
didasarkan pada anggapan jalan memenuhi kondisi dasar (ideal), maka dapat
disusun Tabel 3.1 untuk membantu menganalisis kinerja jalan secara cepat.

12
Tabel 3.1 Ekuivalen Kendaraan Ringan .

Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan


No Uraian Jalan Satu-
Jalan Sedang Jalan Raya Jalan Raya arah tipe 1/1,
tipe 2/2TT tipe 4/2T tipe 6/2T 2/1, 3/1
1 Lebar Jalur lalu lintas( m ) 7,0 4x3,5 6x3,5 2x3,5
Tanpa bahu, tetapi
2 Lebar bahu efektif di 1,5 dilengkapi kereb di kedua 2,0
kedua sisi( m ) sisinya

3 Jarak terdekat kereb ke - 2,0 2,0 2,0


penghalang (m)
4 Median Ada, tanpa Ada, tanpa
Tidak ada -
bukaan bukaan
5 Pemisahan arah (%) 50-50 50-50 50-50 -
6 Kelas Hambatan Samping Rendah Rendah Rendah Rendah
7 Ukuran kota, Juta jiwa 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0 1,0-3,0
8 Tipe alinemen jalan Datar Datar Datar Datar
9 Komposisi KR:KB:SM 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32% 60%:8%:32%
10 Faktor-k 0,08 0,08 0,08
Sumber: PKJI-2014
3.2 Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia
Pedoman kapasitas Jalan Indonesia 2014 merupakan pedoman untuk
perencanaan, perancangan dan operasi fasilitas lalu lintas yang memadai
(PKJI,2014). Nilai kapasitas dan hubungan kecepatan arus digunakan untuk
perencanaan, perancangan, dan operasional jalan raya di Indonesia, dalam upaya
memutakhirkan MKJI1997 diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis
bagi para penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan,
pengajar, praktisi baik ditingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan
perencanaan dan evaluasi kapasitas jalan perkotaan dan jalan persimpangan
(PKJI,2014).

3.3 Pengertian Analisis Dampak Lalu Lintas


Tarikan perjalanan merupakan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu
tata guna lahan atau zona. Dengan adanya pembangunan seperti pusat
perbelanjaan otomatis akan membangkitkan pergerakan dan menarik
pergerakan tata guna lahan yang akan dikembangkan. Seiring dengan adanya
pengembangan tersebut akan berpengaruh terhadap sistem jaringan jalan yang
ada di sekitarnya, baik untuk kondisi saat ini maupun untuk kondisi yang akan
datang. Beberapa jenis tata guna lahan atau kawasan yang dalam proses

13
pembangunannya perlu terlebih dahulu dilakukan studi andalalin disajikan
dalam tabel 3.1.

No Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal


1. Pusat Kegiatan
a. Kegiatan Perdagangan
Pusat perbelanjaan/ritail 500 m2 luas lantai bangunan
b. Kegiatan Perkantoran 1000 m2 luas lantai bangunan
c. Kegiatan Industri
Industri dan pergudangan 2500 m2 luas lantai bangunan
d. Fasiltas Pendidikan
1). Sekolah/Universitas 500 siswa
2). Lembaga kursus Bangunan dengan 50 siswa/waktu
e. Fasilitas Pelayanan Umum 2500 m2 luas lantai bangunan
1). Rumah sakit 50 tempat tidur
2). Klinik bersama 10 ruang praktek dokter
3). Bank 500 m2 luas lantai bangunan
f. Stasiun Pengisian Bahan Bakar 1 dispenser
Umum
g. Hotel 50 kamar
h. Gedung Pertemuan 500 m2 luas lantai bangunan
i. Restauran 100 tempat duduk
j. Fasilitas olah raga (indoor atau Kapasitas penonton 100 orang dan/
outdoor) atau luas 10000 m2
k. Bengkel kendaraan bermotor 2000 m2 luas lantai bangunan
l. Pencucian mobil 2000 m2 luas lantai bangunan

2. Permukiman
a. Perumahan dan Permukiman
1) Perumahan sederhana 150 unit
.
2) Perumahan menengah-atas 50 unit
.
b. Rumah Susun dan Apartemen
1) Rumah susun sederhana 100 unit
.
2) Apartemen 50 unit
.
c. Asrama 50 kamar
d. Ruko Luas lantai keseluruhan 2000 m2

2. Infrastruktur
a. Akses ke dan dari jalan tol Wajib
b. Pelabuhan Wajib
c. Bandar udara Wajib

Tabel 2.1 : Lanjutan

14
No Jenis Rencana Pembangunan Ukuran Minimal
d. Terminal Wajib
e. Stasiun kereta api Wajib
f. Pool kendaraan Wajib
g. Fasilitas parkir untuk umum Wajib
h. Jalan layang (flyover) Wajib
i. Lintas bawah (underpass) Wajib
j. Terowongan (tunnel) Wajib

Fenomena dampak lalu lintas dapat diakibatkan oleh adanya pembangunan


dan pengoperasian pusat kegiatan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas yang
cukup besar, seperti pusat perkantoran, pusat perbelanjaan, terminal dan lain –
lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak lalu lintas terjadi pada dua tahap,
yaitu:

1. Tahap konstruksi/ pembangunan, pada tahap ini akan terjadi bangkitan lalu
lintas akibat angkutan material dan mobilitas alat berat yang membebani
ruas jalan pada rute material.

2. Tahap pasca konstruksi/ saat beroperasi, pada tahap ini akan terjadi
bangkitan lalu lintas dari pengunjung, pegawai, dan penjual jasa
transportasi yang akan membebani ruas–ruas jalan tertentu, serta
timbulnya bangkitan parker kendaraan.

Setiap ruang kegiatan akan membangkitan pergerakan dan menarik


pergerakan yang intensitasnya tergantung pada jenis tata guna lahannya. Bila
terdapat pembangunan dan pengembangan kawasan baru seperti pusat
perbelanjaan, superblock, dan lain–lain tentu akan menimbulkan tambahan
bangkitan dan tarikan lalu lintas baru akibat kegiatan tambahan di dalam dan
sekitar kawasan tersebut. Karena itu pembangunan kawasan baru dan
pengembangnnya akan memberikan pengaruh langsung terhadap system jaringan
jalan di sekitarnya. (Tamin, 2000)

Perkiraan banyaknya lalu lintas yang dibangkitkan oleh fasilitas pembangunan


dan pengembangan kawasan merupakan hal yang mutlak penting untuk dilakukan,
termasuk dalam proses analisis dampak lalu lintas adalah dilakukannya

15
pendekatan manajemen lalu lintas yang dirancang untuk menghadapi dampak dari
perjalanan terbangkitkan terhadap jaringan yang ada.

Lima faktor/ elemen penting yang akan menimbulkan dampak apabila


sistem guna lahan berinteraksi dengan lalu lintas, antara lain:

1. Elemen bangkitan/ tarikan perjalanan yang dipengaruhi oleh faktor


tipe dan kelas peruntukan, intensitas serta lokasi bangkitan.

2. Elemen kinerja jaringan ruas jalan.

3. Elemen akses berkenaan dengan jumlah dan lokasi akses.

4. Elemen ruang parkir.

5. Elemen lingkungan khususnya berkenaan dengan dampak polusi dan


kebisingan.

3.4 Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik
tertentu pada ruas jalan ataupun simpang jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam
kendaraan per jam atau satuan kendaraan ringan per jam (PM No.96 Tahun 2015).
Volume lalu lintas total (Q) jumlah kendaraan-kendaraan yang masuk Simpang
dari semua arah, dinyatakan dalam kendaraan/hari atau skr/hari

3.1 Komposisi Lalu Lintas

Komposisi lalu lintas merupakan nilai arus lalu lintas mencerminkan


komposisi (unsur) lalu lintas dengan menyatakan arus dalam satuan kendaraan
ringan per jam (PKJI,2014). Semua arus lalu lintas (per arah dan total) diubah
menjadi satuan kendaraan ringan per-jam (skr/jam) dengan menggunakan
ekivalen kendaraan ringan (ekr) yang diturunkan secara empiris untuk tipe
kendaraan yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Kendaraan Ringan (KR).


Kendaraan ringan merupakan kendaraan bermotor dengan dua gandar
beroda empat, panjang kendaraan ≤ 5,5 meter dengan lebar sampai 2,1
meter, meliputi sedan, minibus (termasuk angkot), mikrobis (termasuk
mikrolet, oplet, metromini), pick-up, dan truk kecil (PKJI,2014).

16
2. Kendaraan Berat (KB).

Kendaraan berat merupakan kendaraan bermotor dengan 2 sumbu atau


lebih, beroda 6 atau lebih, panjang kendaraan 12,0 meter atau lebih dengan
lebar sampai dengan 2-5 meter, meliputi bus besar, truk besar 2 atau 3 sumbu
(tandem), truk tempelan, dan truk gandengan. Arus Kendaraan Berat (KB)
dalam jaringan jalan kota sangat sedikit dan beroperasi pada jam-jam
lenggang terutama tengah malam, sehingga dalam perhitungan kapasitas
praktis tidak ada atau sekalipun ada dikatagorikan sebagai kendaraan sedang
(PKJI,2014).

3. Kendaraan Sedang (KS).

Kendaraan sedang merupakan kendaraan bermotor dengan dua gandar


beroda empat atau enam, dengan panjang kendaraan > 5,5 meter dan ≤ 12,0
meter, meliputi bus sedang dan truk sedang (PKJI,2014).

4. Kendaraan Tak Bermotor (KTB).

Kendaraan tak bermotor merupakan kendaraan yang tidak menggunakan


motor penggerak, bergerak ditarik oleh orang atau hewan, termasuk sepeda,
becak, kereta dorongan, dokar, andong dan gerobak (PKJI,2014).

3.2 Satuan Kendaraan Ringan


Setiap jenis kendaraan memiliki karakteristik yang berbeda, karena
memiliki dimensi dan kecepatan serta percepatan yang berbeda pula. Untuk
anasilis satuan yang digunakan adalah satuan kendaraan ringan (skr). Jenis-jenis
kendaraan harus dikonversi kedalam satuan kendaraan ringan dengan cara
mengalikan dengan ekuivalen kendaraan ringan (ekr) yang terdapat dalam Tabel
3.2 dan Tabel 3.3.

1. Ekuivalen Kendaraan Ringan (Ekr) untuk Ruas Jalan.


Ekr untuk kendaraan ringan adalah satu dan ekr untuk kendaraan berat dan sepeda
motor ditetapkan sesuai dengan yang ditunjukkan dalam Tabel 3.2, untuk
penelitian ini tipe segmen jalan berupa 2/2TT.

17
Tabel 3.2 Ekuivalen Kendaraan Ringan .
ekr
Arus lalulintas total dua SM
Tipe jalan
arah (kendaraan/jam) KB Lebar jalur lalu lintas (L jalur)

≤6m ≥6m

2/2TT < 1800 1,3 0,5 0,40

2/2TT ≥ 1800 1,2 0,35 0,25

Sumber: PKJI-2014
2. Ekuivalen Kendaraan Ringan (Ekr) untuk Simpang.
Ekr untuk kendaraan ringan adalah satu dan ekr untuk kendaraan berat
dan sepeda motor ditetapkan sesuai dengan yang Terdapat dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Nilai Ekivalen Kendaraan Ringan


ekr
Jenis Kendaraan
QTOTAL ≥ 1000 QTOTAL < 1000
kend/jam kend/jam

KR 1.0 1.0
KS 1.8 1.3
SM 0.2 0.5
Sumber: PKJI 2014

3.3 Kinerja Ruas Jalan Dan Simpang


1. Kinerja Ruas Jalan

Kinerja ruas jalan menurut Panduan Kapasitas Jalan Indoneisa 2014


didefinisakan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional
fasilitas ruas jalan (PKJI,2014). Kinerja suatu ruas jalan dapat diukur sebagai
berikut:

a. Kapasitas (C)

Kapasitas didefinisikan sebagai arus lalu lintas maksimum dalam


satuan ekr/jam yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu

18
dalam kondisi tertentu, yaitu meliputi geometrik, lingkungan dan lalu
lintas (PKJI,2014).

b. Derajat Kejenuhan (DJ)

Derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio antara arus lalu lintas


terhadap kapasitas, digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan
tingkat kinerja ruas jalan (PKJI,2014).

c. Kecepatan Tempuh (VT).

Kecepatan tempuh merupakan kecepatan rata-rata ruang (space mean


speed) kendaraan sepanjang segmen jalan (PKJI,2014).

d. Kecepatan Arus Bebas (VB )

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan suatu


kendaraan yang tidak terpengaruh oleh kehadiran kendaraan lain, yaitu
kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak pada kondisi
geometrik, lingkungan dan pengendalian lalu lintas yang ada pada suatu
segmen jalan tanpa lalu lintas lain (PKJI,2014).

e. Kecepatan Tempuh (VT).

Kecepatn tempuh merupakan kecepatan rata-rata ruang (space mean


speed) kendaraan sepanjang segmen jalan (PKJI,2014).

f. Hambatan Samping.

Hambatan samping merupakan kegiatan di samping segmen jalan


yang berpengaruh terhadap kinerja lalu lintas (PKJI,2014).

2. Kinerja Simpang

Kinerja simpang menurut Pedoamn Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014


didefinisakan sebagai ukuran kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional
fasilitas simpang (PKJI,2014). Kinerja suatu simpang dapat diukur sebagai
berikut:

19
a. Kapasitas (C)

Kapasitas merupakan sebagai arus lalu lintas total maksimum yang


masuk simpang yang dapat dipertahakan selama waktu paling sedikit satu
jam dalam kondisi cuaca dan geometrik yang baku, dalam satuan kend/jam
atau skr/jam (PKJI,2014).

b. Derajat Kejenuhan (DJ)

Derajat kejenuhan merupakan rasio arus lalu lintas terhadap


kapasitas (PKJI,2014). Derajat kejenuhan merupakan suatu indikator yang
menentukan tingkat kinerja suatu simpang. Suatu simpang mempunyai
kinerja yang baik apabila derajat kejenuhan tidak melebihi dari 0,85 pada
jam puncak tahun rencana (PKJI,2014).

c. Tundaan (T)

Tundaan merupakan waktu tempuh tambahan yang digunakan


pengemudi untuk melaluli suatu simpang apabila dibandingkan dengan
lintasan tanpa simpang (PKJI,2014). Tundaan terdiri dari tundaan lalu
lintas (TLL) dan Tundaan Geometrik (TG). Tundaan lalu lintas adalah
waktu menunggu yang disebabkan oleh interaksi lalu lintas dengan
gerakan lalu lintas yang berlawanan (PKJI,2014). Tundaan geometrik
adalah waktu tambahan perjalan yang disebabkan oleh perlambatan dan
percepatan kendaraan yang membelok di simpang (PKJI,2014).

d. Peluang Antrian (PA)

Peluang antrian dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%)


merupakan peluang terjadinya antrian kendaraan yang mengantri di
sepanjang pendekat (PKJI,2014).

3.4 Prosedur Pertihutngan Kinerja Ruas Jalan


Segmen jalan perkotaan didefinisikan sebagai segmen jalan yang
mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang atau hampir
seluruh jalan, minimum pada satu sisi jalan, baik berupa perkembangan lahan
maupun bukan.

20
Tujuan analisa operasional segmen jalan sesuai dengan kondisi geometrik,
lalu lintas dan hambatan samping lingkungan yang ada, dapat berupa salah satu
atau semua kondisi berikut:
1. Untuk menentukan kapasitas.

2. Untuk menentukan derajat kejenuhan sehubungan dengan arus lalu


lintas sekarang atau yang akan datang.

3. Untuk menentukan kecepatan kendaraan pada jalan tersebut.


Berdasarkan data-data yang ada di lapangan kemudian diolah sesuai urutan
pengerjaan hingga didapatkan suatu nilai Level of Service (LOS) yang diharapkan
dapat menjadi paremeter untuk menganalisa kebutuhan perubahan geometrik
maupun perubahan lain yang dapat menjadi alternatif perbaikan pada tahun
mendatang.

3.5 Data Masukan Ruas Jalan Dan Simpang


Data masukan untuk analisis kinerja ruas jalan dan simpang tak bersinyal
menurut Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia tahun 2014 adalah sebagi berikut :
3.1.1 Konsisi Geometrik

a. Kondisi Geometrik Ruas Jalan.

Geometrik ruas jalan akan berpengaruh terhadap kapasitas dan


kinerja jalan, tipe ruas jalan yang menentukan perbedaan pembebanan lalu
lintas, lebar jalur lalu lintas yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan arus
bebas dan kapasitas, kereb dan bahu jalan yang berdampak pada hambatan
samping di sisi jalan, median yang mempengaruhi pada arah pergerakan
lalu lintas, dan nilai alinemen jalan tertentu yang dapat menurunkan
kecepatan arus bebas. Kendati begitu, alinemen jalan yang terdapat di
jalan perkotaan dianggap bertopografi datar, maka pengaruh alinemen
jalan ini dapat diabaikan.
Geometrik jalan merupakan informasi yang sangat penting dalam
rangka melakukan analisis pada ruas jalan. Oleh Karena itu perlu dilakukan
inventarisasi kondisi jaringan jalan sebelum melakukan perhitungan dengan
menggunakan PKJI (Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia) 2014. Sebagai
ilustrasi dari penampang melintang jalan.

21
SISI A SISI B

bahu
Median
bahu dalam
bahu bahu
luar jalur lalu lintas dalam jalur lalu lintas luar saluran samping

LBL− A LJ −A LBD L M A
LBD −B LJ −B LBL−B

Gambar 3.1: Tipikal jalan raya yang berbahu dilengkapi median (PKJI, 2014)
untuk data masukan dari PKJI 2014 sebagai berikut:

LM = Lebar median.

LJ −A = Lebar jalur lalu lintas sisi A.

LJ −B = Lebar jalur lalu lintas sisi B.

LBL− A = Lebar bahu luar sisi A.

LBL−B = Lebar bahu luar sisi B.

LBD A
= Lebar bahu dalam sisi A

LBD −B = Lebar bahu dalam sisi B

misal:
warung

Lkp Lj Lkp

Gambar 3.2: Jalan dengan kereb tanpa median (PKJI, 2014)

Lj = Lebar jalur lalu lintas.

Lkp = Jarak dari kereb ke penghalang.

Isi data geometrik yang sesuai untuk segmen yang diamati kedalam ruang
yang tersedia pada tabel:
1. Lebar jalur lalu lintas pada kedua sisi atau arah.
2. Jika terdapat kereb atau bahu pada masing-masing sisi.
3. Jarak rata-rata dari kereb ke penghalang pada trotoar seperti
pepohonan, tiang, lampu dan lain-lain.

22
4. Lebar bahu efektif. Jika jalan hanya mempunyai bahu pada satu
sisi, lebar bahu rata-rata adalah sama dengan setengah lebar bahu
tersebut. Untuk jalan terbagi, lebar bahu rata-rata dihitung per arah
sebagai jumlah bahu luar dan dalam.
1 Jalan tak terbagi (2 Arah) :
LBA−L BB
LBe = 2

1 Jalan terbagi
- Arah 1: LBe-1 = LBL-A + LBD-A
- Arah 2: LBe-2 = LBL-B + LBD-B
1. Jalan satu arah

LBe = LBA + LBB

b. Kondisi Geometrik Simpang

Kondisi geometrik dibuat dalam bentuk sketsa yang memberikan


Gambaran tentang bentuk simpang dan mengenai inforamsi kreb, lebar
jalur, bahu dan median. Lebar pendekat berjarak 10 m dari garis imajiner,
jarak tersebut menghubungkan tepi perkerasan dari jalan berpotongan,
yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing
pendekat. Lebar pendekat simpang dapat dilihat pada Gambar 3.1. Jalan
utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang
(PKJI,2014). Misalnya, jalan dengan dengan klasifikasi fungsional
tertinggi. Pada simpang yang memiliki 3 lengan, jalan yang menerus
selalu jalan utama. Notasi C melambangkan pendekatan jalan minor,
sedangkan notasi B dan notasi D melambangkan pendekatan jalan utama
(lihat pada Gambar 3.1). Pemberian notasi dibuat searah jarum jam. Sketsa
lalu lintas menambah informasi yang lebih terperinci dalam analisis
simpang. Jika diperlukan alternatif pemasangan sinyal pada simpang,
maka informasi sketsa lalu lintas akan diperlukan dalam analisis pengujian
(MKJI1997).

23
Gambar 3.3 Kondisi Geometrik Simpang (PKJI 2014).
3.1.2 Konsisi Lalu lintas

Arus dan komposisi lalu lintas meliputi penentuan arus jam rencana
(skr/jam) dan menentukan ekivalensi kendaraan ringan (ekr). Cara menentukan
ekivalensi kendaraan ringan (ekr) untuk kendaraan ringan dengan tipe jalan 2/2TT
adalah seperti pada Tabel 2.2, sedangkan untuk jalan perkotaan terbagi dan satu
arah seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2: Ekivalen kendaraan ringan untuk tipe jalan 2/2TT (PKJI, 2014)
ekr
Arus lalu-lintas SM
Tipe jalan: total dua arah
KB Lebar jalur lalu-lintas, LJalur
(kend/jam) ≤6m >6m
< 3700 1,3 0,5 0,40
2/2TT
≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Sumber: PKJI,2014
Tabel 2.3: Ekivalen kendaraan ringan untuk jalan terbagi dan satu arah
(PKJI, 2014)
Tipe jalan: Arus lalu-lintas per lajur ekr
Jalan satu arah dan (kend/jam)
KB SM
jalan terbagi
< 1050 1,3 0,40
2/1, dan 4/2T ≥ 1050 1,2 0,25
< 1100 1,3 0,40
3/1, dan 6/2D ≥ 1100 1,2 0,25

Sumber: PKJI,2014

3.1.3 Kondisi Lingkungan

24
a. Kondisi Lingkungan Ruas Jalan.

Kondisi lingkungan ruas jalan perkotaan pada kedua sisinya memiliki


perkemangan menerus didominasi rumah makan, perkantoran, industri,
atau perkampungan (kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap
sebagai perkembangan yang permanen).

b. Kondisi Lingkungan Simpang.

Pengkategorian tipe lingkungan jalan ditetapkan menjadi 3 yaitu :


komersil, pemukiman, dan akses terbatas. Pengkategoria tersebut
berdasarkan fungsi tata guna lahan dan aksesinilitas jalan dari aktivitas
yang ada disekitar simpang. Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan
penilaian teknis dan kriteria sebagaimana diuraikan berikut ini :

1. Komersil yaitu lahan yang digunkan untuk kepentingan komersial,


misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran, dengan akses masuk
langsung baik bagi pejalan kaki maupun kendaraan (PKJI,2014).

2. Pemukiman yaitu lahan yang digunakan untuk tempat tinggal dengan


jalan masuk langsung baik bagi pejalan kaki maupun kendaraan
(PKJI,2014).

3. Akses terbatas yaitu lahan tanpa jalan masuk langsung atau sangat
terbatas, misalnya karena adanya penghalang fisik akses harus melalui
jalan samping (PKJI,2014).

3.1.4 Karakteristik Ruas Jalan

Data masukan lalu lintas yang diperhitungkan terdiri dari dua, yaitu
pertama data arus lalu lintas dan kedua data arus lalu lintas rencana
(PKJI,2014). Data arus lalu lintas eksisting digunakan untuk melakukan
evaluasi kinerja lalu lintas, berupa arus lalu lintas per jam eksisting pada jam-
jam tertentu yang dievaluasi, misalnya arus lalu lintas pada jam sibuk pagi atau
arus lalu lintas pada jam sibuk sore. Data arus lalu lintas rencana digunakan
sebagai dasar untuk menetapkan lebar jalur lalu lintas atau jumlah lajur lalu
lintas, berupa arus lalu lintas jam desain ( qjd) yang ditetapkan dari LHRT,
menggunakan faktor k. Dalam penelitian ini hanya menghitung evaluasi kinerja

25
lalu lintas dan tidak menghitung rencana arus lalu lintas (qjd).
a. Kriteria Kelas Hambatan Samping
Kriteria kelas hambatan samping ditetapkan dari jumlah total nilai
frekuensi kejadian setiap jenis hambatan samping yang diperhitungkan yang
masing-masing telah dikalikan dengan bobotnya. Frekuensi kejadian
hambatan samping dihitung berdasarkan pengamatan di lapangan untuk
periode waktu satu jam di sepanjang ruas jalan yang diamati. Bobot jenis
Hambatan Samping (HS) ditetapkan pada Tabel 3.5, dan kriteria KHS
berdasarkan frekuensi kejadian ini ditetapkan sesuai dengan Tabel 3.6.
Tabel 3.5 Pembobotan Hambatan Samping (HS).

No. Jenis Hambatan Samping Utama Bobot

Pejalan kaki di badan jalan dan yang


1 menyeberang 0,5

Kendaraan umum dan kendaraan


2 lainnya yang berhenti 1,0

Kendaraan keluar/masuk sisi atau lahan samping


3 jalan 0,7

Arus kendaraan lambat (kendaraan tak


4 bermotor) 0,4

Sumber: PKJI,2014

Tabel 3.6 Kriteria Hambatan Samping (HS).

26
Nilai frekuensi
Kelas hambatan kejadian (dikedua Ciri-ciri khusus
samping sisi) dikali bobot

Daerah Permukiman, tersedia


Sangat <100 jalan lingkungan (frontage
rendah, SR
road)
Daerah Permukiman, ada
Rendah, R 100 – 299
beberapa angkutan umum
(angkot).
Sedang, S Daerah Industri, ada beberapa
300 – 499 toko di sepanjang sisi jalan

Tinggi, T Daerah Komersial, ada


500 – 899 aktivitas sisi jalan yang tinggi

Sangat Daerah Komersial, ada


tinggi, ST > 900 aktivitas pasar sisi jalan.

Sumber: PKJI,2014
b. Kecepatan Arus Bebas (VB)
Nilai VB jenis KR ditetapkan sebagai kriteria dasar untuk kinerja
segmen jalan, nilai VB untuk KB dan SM ditetapkan hanya sebagai referensi.
VB untuk KR berkisar anatara 10-15% lebih besar dari jenis kendaraan lain.
VB dihitung menggunakan Persamaan 3.1.
VB = (VBD +VBL ) x FVBHS x FVBUK ………………………………………………...(3.1)

Keterangan:
VB = Kecepatan arus bebas untuk KR pada kondisi lapangan (Km/jam)
VBD = Kecepatan arus bebas dasar KR ( lihat Tabel 3.7 )
VBL = penyesuaian kecepatan akibat lebar jalan (km/jam)
FVBHS = Faktor penyesuaian kecepatan bebas akibat hambatan samping
pada jalan yang memiliki bahu atau jalan yang dilengkapi kereb
atau trotoar dengan jarak kereb ke penghalang terdekat (lihat
Tabel 3.9 dan Tabel 3.10).
FVBUK = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
Jika kondisi exsisting sama dengan kondisi (ideal), maka semua faktor
penyesuaian menjadi 1,0 dan VB menjadi sama dengan VBD.

Tabel 3.7 Kecepatan Arus Bebas Dasar (VBD)

27
VB0, Km/jam
Tipe Jalan
Rata-rata
KR KB SM
semua
kendaraan
6/2 T atau 3/1 61 52 48 57
4/2T atau 2/1 57 50 47 55
2/2TT 44 40 40 42
Sumber: PKJI,2014
Tabel 3.8. Nilai Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Dasar Akibat Lebar Jalur
Lalu Lintas Efektif, VBL
Lebar jalur VB,L
Tipe jalan efektif,Le (m) (Km/jam)
Per lajur: 3,00 -4
4/2T atau jalan satu arah 3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 4
5,00 -9,50
6,00 -3
2/2TT 7,00 0
8,00 3
9,00 4
10,00 6
11,00 7
Sumber: PKJI,2014

Tabel 3.9 Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping,
FVBHS, Untuk Jalan Berbahu Dengan Lebar Efektif LBE ( lanjut)
FVBHS
Tipe jalan KHS LBe (m)
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m >2m
Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91

Sumber: PKJI,2014

28
Tabel 3.10. Faktor Penyesuaian Arus Bebas Akibat Hambatan Samping Untuk
Jalan Berkereb Dengan Jarak Kereb Ke Penghalang Terdekat LK-p
FVB,HS
Tipe jalan KHS
Lk-p (m)
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m >2m
4/2T Sangat rendah 1,00 1,01 1,01 1,02
Rendah 0,97 0,98 0,99 1,00
Sedang 0,93 0,95 0,97 0,99
Tinggi 0,87 0,90 0,93 0,96
Sangat tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
Sangat rendah 0,98 0,99 0,99 1,00
2/2T Atau Rendah 0,93 0,95 0,96 0,98
Jalan satu-arah Sedang 0,87 0,89 0.92 0,95
Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: PKJI,2014

Tabel 3.11 Faktor Penyesuaian Untuk Pengaruh Ukuran Kota Pada Kecepatan
Arus Bebas Kendaraan Ringan, FVUK
Ukuran kota ( Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian Untuk Ukuran
Kota, FVUK
< 0,1 0,90
0,1 – 0,5 0,93
0,5 – 1,0 0,95
1,0 – 3,0 1,00
>3,0 1,03

Sumber: PKJI,2014

c. Penetapan Kapasitas (C)

Untuk tipe jalan 2/2TT, C ditentukan untuk total arus dua arah. Untuk
jalan dengan tipe 4/2T, 6/2T, dan 8/2T, arus ditentukan secara terpisah perarah
dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas segmen dihitung menggunakan
Persamaan 3.2.
C = C0 X FCLJ X FCPA X FCHS X FCUK
.......................................................................................................................................................
(3.2)

Keterangan:

29
C= Kapasitas, skr/jam

C0 = Kapasitas dasar, skr/jam

FCLJ = Faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas

FCPA = Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada

jalan tak terbagi

FCHS = Faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau
berkereb

FCUK = Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota

1. Kapasitas Dasar (C0)

C0 ditetapkan secara empiris dari kondisi Segmen Jalan yang ideal, yaitu
Jalan dengan kondisi geometrik lurus, sepanjang 300 m, dengan lebar lajur
rata-rata 2,75 m, memiliki kereb atau bahu berpenutup, ukuran kota 1-3 Juta
jiwa, dan Hambatan Samping sedang. Kapastas Dasar Jalan Perkotaan
ditunjukkan dalam Tabel 3.12.

Tabel 3 12. Kapasitas Dasar, C0

Tipe jalan C0 Catatan


(skr/jam)

4/2Tatau 1650 Per lajur (satu arah)


Jalan satu-arah
2/2 TT 2900 Per Jalur (dua arah)

Sumber: PKJI,2014

2. Faktor Penyesuaian (FC)

Nilai C0 disesuaikan dengan perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas
(FCLJ), pemisahan arah (FCPA), Kelas hambatan samping pada jalan berbahu
(FCHS), dan ukuran kota (FCUK). Besar nilai masing-masing FC ditunjukkan
dalam Tabel 3.13 hingga Tabel 3.16. Untuk segmen ruas jalan eksisting, jika
kondisinya sama dengan kondisi dasar (ideal), maka

30
Tabel 3.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Perbedaan Lebar Lajur Atau
Jalur Lalu Lintas, FCLJ
Lebar jalur lalu lintas efektif (WC) FCLJ
Tipe Jalan
(M)
Per Lajur: 3,00 0,92
4/2T
3,25 0,96
atau jalan 3,50 1
satu arah 3,75 1,04
4,00 1,08
Lebar jalur 2 arah 5,00 0,56
6,00 0,87
2/2TT 7,00 1,00
8,00 1,14
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber: PKJI,2014

Tabel 3.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Terkait Pemisahan Arah


Lalu Lintas, FCPA
Pemisahan Arah PA 50- 55- 60- 65- 70-
%-% 50 45 40 35 30
FCPA 2/2TT 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

Sumber: PKJI,2014

Tabel 3.15 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat KHS Pada Jalan Berbahu, FCHS
FCHS
Tipe Jalan KHS Lebar bahu efektif LBe, m
< 0,5 m 1,0 m 1,5 m >2m
SR 0,96 0,98 1,01 1,03
4/2T R 0,94 0,97 1,00 1,02
S 0,92 0,95 0,98 1,00
T 0,88 0,92 0,95 0,98
ST 0,84 0,88 0,92 0,96
SR 0,94 0,96 0,99 1,01
2/2TT Atau R 0,92 0,94 0,97 1,00
Jalan satu-arah S 0,89 0,92 0.95 0,98
T 0,82 0,86 0.90 0,95
ST 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber: PKJI,2014

31
Tabel 3. 16. Faktor Penyesuaian Kapasitas Terkait Ukuran Kota, FCUK
Ukuran kota Faktor penyesuaian untuk
ukuran kota, (FCUK)
(Jutaan penduduk)
< 0,1 0,86
0,1 - 0,5 0,90
0,5 - 1,0 0,94
1,0 - 3,0 1,00
> 3,0 1,04

Sumber: PKJI,2014

d. Derajat Kejenuhan (DJ)

DJ adalah ukuran utama yang digunakan untuk menentukan tingkat kinerja


segmen jalan (PKJI,2014). Nilai DJ menunjukkan kualitas kinerja arus lalu
lintas dan bervariasi antara nol sampai dengan satu. Nilai yang mendekati nol
menunjukkan arus yang tidak jenuh yaitu kondisi arus yang lengang dimana
kehadiran kendaraan lain tidak mempengaruhi kendaraan yang lainnya. Nilai
yang mendekati 1 menunjukkan kondisi arus pada kondisi kapasitas, kepadatan
arus sedang dengan kecepatan arus tertentu yang dapat dipertahankan selama
paling tidak satu jam. DJ dihitung menggunakan Persamaan 3.3.

Q
DJ = ………………………………………………………………….
C
(3.3)

Keterangan:

DJ = Derajat kejenuhan

Q = Arus lalu lintas, skr/jam

C = Kapasitas, skr/jam

e. Kecepatan Tempuh (VT)

Kecepatan tempuh (VT) merupakan kecepatan aktual kendaraan yang


besarannya ditentukan berdasarkan fungsi dari DJ dan VB yang telah ditentukan
dalam bagian C dan F (PKJI,2014). Penentuan besar nilai VT dilakukan dengan

32
menggunakan diagram Gambar 3.4 untuk jalan sedang dan diagram Gambar 3.5
untuk jalan raya atau jalan satu arah.

Gambar 3.2 Hubungan VT Dengan DJ, Pada Tipe Jalan 2/2TT

Gambar 3.3 Hubungan VT dengan DJ, pada jalan 4/2T, 6/2T

f. Waktu Tempuh (WT)

Waktu tempuh (WT) dapat diketahui berdasarkan nilai VT dalam


menempuh segmen ruas jalan yang dianalisis sepanjang L, Persamaan 3.4
menggambarkan hubungan antara WT, L dan VT.

33
L
WT = ………………………………………………………………….
VT
(3.4)

Keterangan :

WT = Waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan

L = Panjang ruas jalan, Meter


VT = Kecepatan tempuh kendaraan ringan atau kecepatan rata-rata ruang
kendaraan ringan (space mean speed, sms), Km/jam

3.6 Tingkat Pelayanan


Tingkat pelayanan pada umumnya digunakan sebagai ukuran dari
pengaruh yang membatasi akibat peningkatan volume lalu lintas. Level Of Service
(LOS) adalah tingkat pelayanan, bertujuan untuk melayani seluruh kebutuhan lalu
lintas (demand) semaksimal mungkin. Baik buruknya pelayanan dapat dikatakan
sebagai tingkat pelayanan (Arrafi, 2017). Berikut merupakan karakteristik tingkat
pelayanan (LOS) berdasarkan Q/C atau DJ pada segmen yang ada pada tabel 2.18.

Tabel 3. 17. Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Karakteristik Lalu Lintas NVK (Q/C)


Pelayanan
Kondisi arus lalu lintas bebas dengan kecepatan 0,00-0,20
A tinggi dan volume lalu lintas rendah
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai 0,20-0,44
B dibatasi oleh kondisi lalu lintas
Arus stabil, tetapi kecepatan gerak kendaraan 0,45-0,74
C dikendalikan
Arus mendekati stabil, kecepatan masih dapat 0,75-0,84
D dikendalikan, V/C masih dapat ditolerir
Arus tidak stabil, kecepatan terkadang terhenti, 0,85-1,00
E permintaan sudah mendekati kapasitas
Arus dipaksakan, kecepatan rendah, volume di ≥1,00
F atas kapasitas, antrian panjang (macet)
Sumber: PKJI,2014

34

Anda mungkin juga menyukai