Anda di halaman 1dari 4

Kriteria Sgarbossa dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan diagnosis

infark miokard akut dengan left bundle branch block atau LBBB melalui
elektrokardiogram. Infark miokard akut atau IMA yang disertai dengan LBBB
membuat diagnosis IMA menjadi sulit ditegakkan hanya dengan menggunakan
kriteria perubahan segmen ST pada gambaran elektrokardiografi (EKG). Hal ini
sebagian disebabkan oleh adanya deviasi segmen ST yang menyertai timbulnya
perubahan konduksi akibat LBBB.[1]
Kesulitan lain yang dapat timbul adalah adanya kemiripan morfologi EKG antara
pasien dengan irama ventrikuler dari pacu jantung dengan pasien yang memiliki
LBBB. Di sisi lain, penggunaan istilah “LBBB baru” atau “dugaan LBBB baru”
sebagai bagian dari kriteria diagnosis IMA sering menimbulkan hasil positif
palsu. Oleh sebab itu, suatu kriteria EKG yang lebih baik diperlukan untuk
mendiagnosis IMA pada skenario klinis semacam ini.
Sebuah analisis retrospektif dari Sgarbossa melahirkan suatu kriteria EKG untuk
mendeteksi IMA yang disertai LBBB[2]. Sistem yang diperkenalkan oleh
Sgarbossa ini terdiri dari tiga kriteria, yaitu:
1. ST elevasi konkordan ≥ 1 mm pada salah satu sandapan (skor 5)
2. ST depresi ≥ 1 mm pada sandapan V1, V2, atau V3 (skor 3), dan
3. ST elevasi diskordan ≥ 5 mm pada salah satu sandapan (skor 2).
Sejak diperkenalkan lebih dari dua dekade lalu, kriteria Sgarbossa telah menerima
banyak kritik dan diuji pada berbagai situasi klinis untuk menilai kemampuannya
dalam membantu diagnosis IMA yang disertai LBBB. Artikel ini akan membahas
temuan terkait penggunaan kriteria Sgarbossa dalam diagnosis IMA yang disertai
LBBB.
Basis Ilmiah Manfaat Kriteria Sgarbossa
Sebuah tinjauan sistematik dan meta analisis yang dilakukan oleh Tabas et
al menjadi basis ilmiah manfaat kriteria Sgarbossa dalam diagnosis infark
miokard akut (IMA) yang disertai left bundle branch block (LBBB). Studi
tersebut didesain untuk mengetahui apakah kriteria Sgarbossa mampu mendeteksi
infark miokard pada pasien dengan LBBB.[3]
Dari 11 studi yang memenuhi kriteria inklusi (n=2100 partisipan), 10 studi
(n=1614) melaporkan adanya skor Sgarbossa ≥ 3. Analisis dari sampel tersebut
menunjukkan bahwa kriteria Sgarbossa memiliki spesifisitas yang cukup tinggi
(98%) namun sensitivitas yang rendah (20%), dengan positive likelihood ratio 7,9
dan negative likelihood ratio 0,81.
Analisis lanjutan pada sampel penelitian yang memiliki skor Sgarbossa ≥ 2 (7
studi, n=1213 partisipan) menyimpulkan bahwa rentang rasio kemungkinan
positif menjadi sangat luas (0,7-6,6) dan rasio kemungkinan negatif antara 0,2-
1,1. Dengan kata lain, ketika skor Sgarbossa kurang dari 3, kriteria ini tak
memiliki performa sebaik ketika skor lebih dari 3 dalam memprediksi pasien
LBBB yang memiliki IMA.
Kelebihan studi Tabas et al terletak pada strategi analisis yang digunakan dalam
menginterpretasi berbagai studi yang pernah dilakukan dalam menguji kriteria
Sgarbossa. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa untuk skor EKG Sgarbossa ≥
3, yakni setidaknya terdapat ST elevasi minimal 1 mm yang konkordan dengan
arah QRS atau ST depresi minimal 1 mm di V1 hingga V3, memiliki spesifisitas
yang tinggi dan rasio kemungkinan positif yang baik.
Bahkan, penggunaan ambang kriteria Sgarbossa ≥ 3 memiliki rasio kemungkinan
positif yang lebih tinggi dalam mendiagnosis IMA yang disertai LBBB
dibandingkan kriteria “LBBB baru” (7,9 vs 1,4). Selain itu, studi Tabas et al juga
mampu menunjukkan bahwa ketika skor Sgarbossa sama dengan 2, yang ditandai
oleh ST deviasi diskordan ≥ 5 mm, tidak cukup untuk mendiagnosis IMA.
Hal ini juga didukung oleh sensitivitas dan rasio kemungkinan negatif yang
rendah pada level skor Sgarbossa 2 sehingga ketika skor sama dengan 0, hal ini
tidak mengeliminasi adanya infark miokard akut. Atau dalam kata lain, pasien
LBBB dengan skor Sgarbossa kurang dari 2 masih memiliki kemungkinan
menderita IMA.
Temuan Tabas et al sesuai dengan hasil penelitian Jain et al yang berupaya
menjawab apakah penggunaan kriteria LBBB baru atau LBBB baru presumtif
berkaitan dengan diagnosis IMA yang berlebihan. Jain et al menemukan bahwa
pada 5 pasien dengan IMA yang terbukti mengalami oklusi arteri koroner, skor
Sgarbossa ≥ 5 memiliki sensitivitas yang rendah (14%) namun spesifisitas yang
tinggi (100%) dalam mengidentifikasi risiko IMA pada pasien LBBB.[4]
Kedua studi ini mengisyaratkan bahwa semakin besar skor Sgarbossa pada pasien
LBBB, maka probabilitas kejadian IMA juga semakin meningkat. Secara teori,
hal ini seharusnya mampu menempatkan kriteria Sgarbossa sebagai panduan
dalam menilai pasien yang berisiko tinggi dan memerlukan tindakan fibrinolitik
atau kateterisasi segera.
Modifikasi Algoritma Sgarbossa
Modifikasi terhadap algoritma Sgarbossa dilakukan dalam usaha meningkatkan
sensitivitas kriteria Sgarbossa untuk membantu diagnosis infark miokard akut
(IMA) yang disertai left bundle branch block (LBBB). Setidaknya terdapat dua
alasan yang menyebabkan kriteria dasar Sgarbossa memiliki sensitivitas yang
rendah.
Pertama, sebagian besar studi yang mengevaluasi sensitivitas kriteria Sgarbossa
menggunakan referensi standar kreatin kinase untuk IMA, bukan berdasarkan
angiografi untuk membuktikan adanya oklusi arteri koroner. Hal ini menyebabkan
pasien dengan infark miokard tanpa ST elevasi yang tidak memerlukan tindakan
reperfusi darurat (Non ST Elevation Myocardial Infarction/NSTEMI) dimasukkan
dalam kategori yang sama dengan pasien infark miokard dengan ST elevasi (ST
Elevation Myocardial Infarction/STEMI) yang memerlukan tindakan reperfusi
koroner.
Kedua, STEMI anterior biasanya didiagnosis dengan adanya gambaran elevasi
segmen ST di sandapan V1 hingga V4, sedangkan pada kondisi LBBB, sandapan
ini biasanya telah menunjukkan elevasi segmen ST diskordan. Oleh sebab itu,
suatu metode analisis elektrokardiogram (EKG) perlu menggantikan komponen
ketiga dari kriteria Sgarbossa (ST elevasi ≥ 5 mm diskordan pada salah satu
sandapan) guna menghasilkan luaran diagnostik yang lebih baik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Smith et al merancang sebuah penelitian yang
mengevaluasi penggunaan modifikasi kriteria Sgarbossa dalam meningkatkan
sensitivitas kriteria EKG untuk mendiagnosis IMA yang disertai LBBB. Pada
penelitian ini, EKG pasien dengan oklusi arteri koroner yang terbukti dari
angiografi dan LBBB dibandingkan dengan EKG dari kelompok pasien kontrol.
Kemudian, gelombang R atau S dan segmen ST diukur hingga ketelitian 0,5 mm.
Lalu, rasio ST/S dihitung untuk tiap sandapan dengan ST deviasi diskordan
minimal 1 mm dan gelombang R atau S yang memiliki polaritas terbalik. Rasio
ST/S dengan nilai paling negatif dan spesifisitas minimal 90% akan dianalisis.
Hasil skor Sgarbossa dan modifikasi Sgarbossa kemudian dihitung dan
dibandingkan.
Dengan metodologi tersebut, Smith et al menyimpulkan bahwa ambang batas
rasio ST/S yang cukup spesifik adalah -0,25; sensitivitas kriteria modifikasi
Sgarbossa (modified Sgarbossa criteria) lebih baik dibandingkan kriteria
Sgarbossa asal (91% vs 52%); namun spesifitasnya lebih rendah dibandingkan
kriteria asal (90% vs 98%). Sementara itu, kriteria modifikasi Sgarbossa oleh
Smith et al tersebut menunjukkan rasio kemungkinan positif yang lebih tinggi
dalam mendiagnosis IMA disertai LBBB dibandingkan kriteria asal Sgarbossa
(9,0 vs 7,9).[5]
Hal ini mengindikasikan bahwa walaupun kriteria modifikasi oleh Smith memiliki
spesifitas

Anda mungkin juga menyukai