Simpanan Stok Karbom Jurnal
Simpanan Stok Karbom Jurnal
Diterima (received) 3 Oktober 2017; disetujui (accepted) 1 Februari 2018; tersedia secara online (available online) 5 Februari 2018
Abstract
Human activity is the most contributor of carbon dioxide gas (CO 2) to the air. The oceans have an important role in
the carbon cycle, about 93% of the Earth's CO2 is stored in the oceans. Seagrass is one of sea plants that has a role as
carbon sinks in ocean. Seagrass beds are able to absorb carbon by an average 0.21 tons/ha and the important species
are Enhalus acoroide. The aim of this study is determine the carbon storage in seagrass at aboveground (leaf),
belowground (roots and rhizomes) and carbon storage on each species of seagrass obtained at Mengiat coastal area.
Determination of sampling point refer to seagrass density that used by purposive sampling. This method was
assumed to represent or describe the condition of this area. This research used dry dyeing method which components
sample was destruction with 500oC inside the furnace. The results showed that carbon storage of seagrass at
belowground (root and rhizoma) is 25.70 gC/m 2, and aboveground (leaf) is 17.18 gC/m 2. Carbon storage at
belowground is higher than aboveground because carbon will accumulate in the sediment. The type of seagrass that is
obtained at Mengiat coastal area is Thalassodendron ciliatum, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis,
Cymodocea rotundata, and Syringodium isoetifolium, the highest carbon storage are 62.46 gC/m 2 is owned by
Thalassodendron ciliatum, and the lowest carbon storages are 17.25 gC/m 2 is owned by Syringodium isoetifolium.
Abstrak
Aktivitas manusia adalah penyumbang gas karbon dioksida (CO 2) terbanyak ke udara. Lautan memiliki peranan
yang penting dalam siklus karbon, sekitar 93% CO2 di bumi disimpan dalam lautan. Lamun merupakan salah satu
tumbuhan laut yang berperan sebagai penyerap karbon di lautan. Padang lamun mampu menyerap karbon dengan
rata-rata 0,21 ton/ha dan jenis yang berperan penting yakni Enhalus acoroides. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
simpanan karbon pada lamun di bagian atas substrat (daun), bagian bawah substrat (akar dan rhizoma) dan pada
setiap jenis lamun yang didapat di Pantai Mengiat. Penentuan titik pengambilan sampel mengacu pada kerapatan
lamun yang dilakukan dengan metode purposive sampling. Metode ini diasumsikan bisa mewakili atau
menggambarkan keadaan perairan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pengabuan kering yang dilakukan
dengan penghancuran komponen sampel pada suhu 500oC di dalam tanur listrik. Hasil penelitian menunjukkan
kandungan karbon lamun pada bagian bawah substrat (akar dan rhizoma) sebesar 25.70 gC/m2, sedangkan bagian
atas substrat (daun) sebesar 17.18 gC/m2. Kandungan karbon pada bagian bawah substrat lebih tinggi daripada
bagian atas substrat karena karbon akan terakumulasi di sedimen. Jenis lamun yang didapat di Pantai Mengiat yaitu
Thalassodendron ciliatum, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, dan
Syringodium isoetifolium, dimana kandungan karbon tertinggi yaitu 62.46 gC/m 2 dimiliki jenis Thalassodendron ciliatum,
sedangkan kandungan karbon terendah yaitu 17.25 gC/m2 dimiliki jenis Syringodium isoetifolium.
Tabel 1
Alat penelitian.
No Komponen yang diamati Satuan Alat Keterangan
1 Pengamatan ekosistem Tegakan Alat Tulis, Transek Kuadrat, In Situ
lamun Kantong Sampel
2 Suhu perairan °C Thermometer In Situ
3 Salinitas Ppt Refraktometer In Situ
4 pH - pH Meter In Situ
5 Oksigen terlarut Ppm DO Meter In Situ
6 Analisa biomassa Oven Laboratorium
7 Analisa karbon Tanur Listrik Laboratorium
8 Koordinat lapangan GPS In Situ
9 Pengamatan lapangan Kamera In Situ
Alat dan bahan penelitian merupakan segala 2.3.1. Kondisi Umum Lamun
sesuatu yang dikenai perlakuan atau yang
digunakan dalam pengumpulan data. Bahan yang Survei awal pengamatan kondisi umum lamun
digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan dilakukan untuk melihat distribusi lamun terkait
penentuan letak transek penelitian (Graha, 2016).
lamun sebagai objek yang diamati dan sebagai
Pada penelitian ini penentuan titik sampling
sampel jenis. Parameter lingkungan yang diteliti
adalah sebanyak enam titik untuk pengambilan
yaitu suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut.
sampel lamun dilakukan secara purposive sampling
Diukur menggunakan thermometer, refractometer,
mengacu pada kerapatan lamun yang diasumsikan
pH meter, DO meter dan peralatan pendukung dapat mewakili atau menggambarkan keadaan
penelitian (Tabel 1). perairan tersebut.
Bersamaan pada saat dilakukan pengamatan menjadi tiga bagian yaitu daun, rhizoma dan akar.
kondisi umum ekosistem padang lamun, Setelah didapatkan nilai biomassa per jaringan
dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lamun (daun, rhizoma dan akar), dilakukan
yaitu berupa suhu, salinitas, pH dan oksigen penghitungan kandungan karbon terhadap sampel
terlarut (DO). Penelitian dilakukan dengan biomassa.
tahapan pengambilan sampel di lapangan, b. Kandungan Karbon
pengukuran biomassa dan pengukuran
Menghitung kandungan karbon menggunakan
kandungan karbon di laboratorium.
metode pengabuan, dilakukan dengan sampel
2.3.2. Kondisi Umum Lamun dimasukkan ke dalam tanur listrik selama 3 - 6 jam
pada suhu 500°C hingga menjadi abu yang
Pengambilan sampel sebagai biomassa dilakukan ditandai oleh warna putih keabu-abuan. Metode
dengan menggunakan transek kuadrat 1 x 1 m2 pengabuan bertujuan mengoksidasi semua zat
yang dibagi menjadi 25 sub petak berukuran 20 x organik pada suhu tinggi, kemudian dilakukan
20 cm (Gambar 2). penimbangan zat yang tertinggal setelah proses
pembakaran (Hafiludin, 2011). Sampel yang
diambil untuk dapat memenuhi kebutuhan uji
laboratorium selanjutnya di konversi ke dalam
satu meter persegi.
ni
Di (1)
Pengambilan sampel lamun dilakukan dengan A
mencuplik menggunakan tangan sampai pada
dimana 𝐷𝑖 adalah kerapatan lamun jenis-i
kedalaman penetrasi akar. Rhizoma yang menjalar
ke luar transek dipotong untuk mempermudah (tegakan/m2), 𝑛𝑖 adalah jumlah tegakan lamun
pencuplikan. Sampel dimasukkan ke kantong jenis-i (tegakan) dan 𝐴 adalah jumlah luas transek
sampel setelah dibersihkan dari substrat dan dimana lamun jenis-i ditemukan (m2)
dibedakan perspesies.
2.4.2. Biomassa dan Kandungan Karbon Jaringan
2.3.3. Pengolahan Sampel di Laboratorium Lamun
rumus (3). Rumus yang digunakan untuk Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii,
menghitung kadar abu pada jaringan lamun Thalassodendron ciliatum dan Halodule uninervis
dengan metode pengabuan dapat ditunjukkan (Tabel 3). Pada transek 1 terdapat dua jenis lamun
oleh persamaan (3) (Huriawati, 2016): yaitu Cymodocea serrulata dan Syringodium
𝑐 −𝑎 isoetifolium. Jenis yang mendominasi pada transek
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100 % (3) 1 adalah Cymodocea serrulata memiliki nilai
𝑏 − 𝑎
kerapatan 668 tegakan/m2 dan jenis Syringodium
dimana 𝑎 adalah berat cawan, 𝑏 adalah berat isoetifolium yaitu 237 tegakan/m2. Pada transek 2
cawan + berat sampel, dan 𝑐 adalah berat cawan + terdapat dua jenis lamun yaitu Thalassia hemprichii
berat abu. dan Cymodocea rotundata. Jenis yang mendominasi
adalah Thalassia hemprichii memiliki nilai kerapatan
Tabel 2. 530 tegakan/m2 dan jenis Cymodocea rotundata yaitu
Skala kondisi padang lamun berdasarkan kerapatan 386 tegakan/m2. Pada transek 3 terdapat dua jenis
Amran, 2009 in Nurzahraeni, 2014). lamun yaitu Cymodocea serrulata dan Cymodocea
Kerapatan rotundata. Jenis yang mendominasi adalah
Skala Kondisi
(tegakan/m2) Cymodocea rotundata memiliki nilai kerapatan 700
5 > 625 Sangat Rapat tegakan/m2 dan jenis Cymodocea serrulata yaitu 393
425 – 624 Rapat tegakan/m2. Pada transek 4 terdapat satu jenis
4
lamun yaitu Thalassodendron ciliatum dengan nilai
3 225 – 424 Agak Rapat
kerapatan 629 tegakan/m2. Pada transek 5 terdapat
2 25 – 224 Jarang
dua jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata dan
1 <25 Sangat Jarang
Halodule uninervis. Jenis yang mendominasi adalah
Halodule uninervis memiliki nilai kerapatan 596
tegakan/m2 dan jenis Cymodocea rotundata yaitu 458
Untuk menghitung bahan organik dengan tegakan/m2. Pada transek 6 terdapat satu jenis
metode pengabuan ini dapat ditentukan dengan lamun yaitu Thalassodendron ciliatum dengan nilai
menghitung pengurangan berat saat pengabuan kerapatan 665 tegakan/m2.
dengan persamaan (4) (Helrich, 1990): Kerapatan lamun tertinggi terdapat pada
transek 3 dengan nilai 1093 tegakan/m2 yang
[( 𝑏 − 𝑎) − (𝑐 − 𝑎)]
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 = 𝑥 100 % (4) menunjukkan kondisi sangat rapat (Amran, 2009
( 𝑏 − 𝑎)
in Nurzahraeni, 2014). Transek 3 terdiri dari jenis
dimana 𝑎 adalah berat cawan, 𝑏 adalah berat
Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata. Nilai
cawan + berat sampel, dan 𝑐 adalah berat (cawan +
kerapatan terendah terdapat pada transek 4
abu).
dengan nilai 629 tegakan/m2, terdiri dari jenis
Setelah mengetahui kadar bahan organik, lamun Thalassodendron ciliatum. Kerapatan setiap
dilakukan penghitungan kandungan karbon jenis lamun dari seluruh transek penelitian
jaringan lamun dengan persamaan (5) (Helrich, menunjukkan lamun jenis Cymodocea rotundata
1990): memiliki nilai kerapatan 386 – 700 tegakan/m2,
𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑂𝑟𝑔𝑎𝑛𝑖𝑘 jenis Cymodocea serrulata memiliki nilai kerapatan
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 = (5)
1,724 393 – 668 tegakan/m2, jenis Syringodium isoetifolium
memiliki nilai kerapatan 287 tegakan/m2, jenis
dimana 1,724 merupakan Konstanta nilai bahan
Thalassia hemprichii memiliki nilai kerapatan 530
organik (Graha, 2016).
tegakan/m2, jenis Thalassodendron ciliatum memiliki
nilai kerapatan 629 – 665 tegakan/m2, dan jenis
3. Hasil dan Pembahasan
Halodule uninervis memiliki nilai kerapatan sebesar
3.1 Kondisi Umum Lamun 596 tegakan/m2. Kecilnya nilai kerapatan pada
transek 4 dikarenakan morfologinya dari lamun
3.1.1. Kerapatan Jenis Lamun jenis Thalassodendron ciliatum lebih besar jika
dibandingkan dengan lamun jenis lainnya di
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan enam lokasi penilitian. Menurut Kurnia (2015),
spesies lamun di wilayah Pantai Mengiat yaitu Thalassodendron ciliatum memiliki morfologi daun
Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, berbentuk seperti sabit dan ujung daun seperti
Tabel 3
Kerapatan lamun di Pantai Mengiat.
Transek Kuadrat Jenis Lamun (tegakan/m2) Total
(1 x 1 m2) Cs Si Th Cr Tc Hu (tegakan/m2)
Transek 1 668 287 - - - - 955
Transek 2 - - 530 386 - - 916
Transek 3 393 - - 700 - - 1093
Transek 4 - - - - 629 - 629
Transek 5 - - - 458 - 596 1054
Transek 6 - - - - 665 - 665
Keterangan: Cs = Cymodocea serrulata, Si = Syringodium isoetifolium, Th = Thalassia hemprichii, Cr = Cymodocea rotundata,
Tc = Thalassodendron ciliatum, Hu = Halodule uninervis.
gigi, memiliki rhizoma yang keras seperti kayu, Hasil pengukuran biomassa lamun pada bagian
serta akar memanjang dan bercabang. bagian atas substrat dan bawah substrat memiliki
hasil yang berbeda (Gambar 4). Nilai total
3.1.2. Biomassa Lamun biomassa pada bagian atas subtrat dari setiap jenis
lamun yang ditemukan di lokasi penelitian sebesar
Berdasarkan perhitungan biomassa (persamaan 2), 76.77 gbk/m2. Nilai tersebut lebih rendah
nilai biomassa lamun tertinggi pada setiap jenis dibandingkan pada bagian bawah subtrat yang
lamun dimiliki jenis Thalassodendron ciliatum memiliki nilai biomassa sebesar 133.55 gbk/m2.
sebesar 340.98 gbk/m2, dan nilai biomassa terendah
dimiliki jenis Syringodium isoetifolium sebesar 78.37
gbk/m2 (Gambar 3).
(mg/L) sudah masuk katagori optimum, menurut banyak tumbuhan lamun mampu mengikat bahan
Barus (2004), nilai oksigen terlarut di perairan organik di dasar perairan. Rendahnya kandungan
sebaiknya berkisar antara 6 sampai 8 mg/l. Hasil bahan organik diatas substrat diduga akibat
pengukuran suhu dan salinitas dilapangan pengaruh fisik seperti gelombang dan paparan
masing-masing memiliki nilai 28.3 – 28.6 oC dan 33 cahaya matahari. Menurut Supriadi (2014),
- 34‰, masuk dalam katagori optimum, dimana rendahnya nilai bahan organik diatas subtrat
nilai suhu dan salinitas yang optimum bagi berkaitan dengan posisinya yang langsung
pertumbuhan lamun menurut KepMenLH No. 51 terpapar gelombang dan kekeringan akibat
Th 2004 (MNLH, 2004) masing-masing memiliki paparan cahaya matahari.
nilai 28 - 30 oC dan 33 – 34‰. Nilai pH dilokasi
penelitian berkisar antara 8.04 – 8.1, sudah masuk
dalam katagori optimum, menurut Pratiwi (2014)
nilai pH optimum untuk pertumbuhan lamun
berkisar 7,3 – 9,0.
Tabel 4
Parameter perairan di Pantai Mengiat
DO Suhu Salinitas
Transek pH
(mg/L) (oC) (‰)
1 7.3 28.5 8.06 34
2 7.4 28.6 8.07 33 Gambar 5. Kadar abu dan bahan organik atas dan
3 7.2 28.5 8.1 34 bawah substrat.
4 7.3 28.3 8.05 33
5 7.4 28.3 8.06 34
6 7.4 28.4 8.04 34
(2010), potensi kandungan karbon berhubungan rotundata, dan Syringodium isoetifolium, dimana
erat dengan besarnya nilai biomassa. Hasil kandungan karbon tertinggi yaitu 62.46 gC/m2
tersebut berbanding lurus dengan pernyataan dimiliki jenis Thalassodendron ciliatum, sedangkan
Yuniawati, 2014 bahwa semakin besar kandungan kandungan karbon terendah yaitu 17.25 gC/m2
biomassa, maka kandungan karbon juga akan dimiliki jenis Syringodium isoetifolium.
semakin besar.
Ucapan terimakasih
Hasil analisis dengan menggunakan metode
pengabuan menghasilkan kandungan karbon
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
bagian atas substrat dan bagian bawah substrat
pihak yang telah memberikan masukan dan
(Gambar 7). Kandungan karbon tertinggi terdapat
bimbingan dalam pembuatan jurnal ilmiah ini.
pada bagian bawah substrat yaitu 25.70 gC/m2
Terimakasih yang sebesar – besarnya kepada
sedangkan kandungan karbon pada bagian atas
Fakultas Kelautan dan Perikanan atas fasilitas
substrat sebesar 17.18 gC/m2. Hasil tersebut sesuai yang telah diberikan.
dengan penelitian Putra (2017), dimana
kandungan karbon pada bagian bawah susbtrat Daftar Pustaka
lebih tinggi dibandingkan dengan bagian atas
substrat. Menurut Supriadi (2014), tingginya nilai Arthana, I. W. (2012). Jenis dan Kerapatan Padang
kandungan karbon pada bagian bawah substrat Lamun di Pantai Sanur Bali. Jurnal Bumi Lestari, 5(2),
sangat penting karena karbon akan terakumulasi 1-10.
di sedimen. Assuyuti, Y. M., Rijaluddin, A. F., Ramadhan, F., &
Zikrillah, R. B. (2016). Estimasi jumlah biomassa
lamun di Pulau Pramuka, Karya dan Kotok Besar,
Kepulauan Seribu, Jakarta. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan, Pesisir dan Perikanan, 5(2), 85-93.
Azizah, E., Nasution, S., & Ghalib, M. (2017). Biomass
and Density of Seagrass Enhalus Acoroides in the
Village Waters Jago Jago of Tapanuli Tengah North
Sumatera Province. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 4(2), 1-10.
Barus, T. A. (2004). Faktor-faktor lingkungan abiotik dan
keanekaragaman plankton sebagai indikator kualitas
perairan danau Toba. Jurnal Manusia dan Lingkungan,
11(2), 64-72.
Christon, C., Djunaedi, O. S., & Purba, N. P. (2012).
Gambar 7. Kandungan karbon lamun atas substrat dan Pengaruh Tinggi Pasang Surut Terhadap
bawah substrat Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamaun Enhalus
acoroides di Pulau Pari Kepulauan Seribu Jakarta.
Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3), 287-294.
4. Simpulan
Djunaedi, O. S., & Purba, N. P. (2012). Pengaruh Tinggi
Kandungan karbon pada lamun bagian atas Pasang Surut Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa
Daun Lamun Enhalus acoroides di Pulau Pari
substrat (daun) sebesar 17.18 gC/m2. Kandungan
Kepulauan Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan Kelautan,
karbon bagian atas susbtrat dipengaruhi dengan 3(3), 287-294.
posisinya yang langsung terpapar oleh kualitas
Faiqoh, E., Wiyanto, D. B., & Astrawan, I. G. B. (2017).
fisik perairan, seperti gelombang dan kekeringan Peranan Padang Lamun Selatan Bali Sebagai
akibat paparan cahaya matahari. Pendukung Kelimpahan Ikan di Perairan Bali. Journal
Kandungan karbon pada lamun bagian bawah of Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 10-18.
substrat (akar dan rhizoma) sebesar 25.70 gC/m2. Fajarwati, D. S., Setianingsih, A. I., & Muzani. (2015).
Kandungan karbon pada bagian bawah substrat Analisis Kondisi Lamun (Seagrass) di Perairan Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu. Jurnal SPATIAL Wahana
sangat penting karena karbon akan terakumulasi
Komunikasi dan Informasi Geografi, 13(1), 22-32.
di sedimen.
Graha, Y. I., Arthana, I. W., & Karang, I. W. G. A. (2016).
Jenis lamun yang didapat di Pantai Mengiat Simpanan Karbon Padang Lamun di Kawasan Pantai
yaitu Thalassodendron ciliatum, Thalassia hemprichii, Sanur, Kota Denpasar. Ecotrophic: Journal of
Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Cymodocea Environmental Science, 10(1), 46-53.
Hafiludin, H. (2011). Karakteristik Proksimat dan Perairan Tanjung Lanjut Kota Tanjungpinang. Jurnal
Kandungan Senyawa Kimia Daging Putih dan Zarah, 2(1), 1-10.
Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Putra, I. A., Thamrin, T., & Zulkifli, Z. (2017). Potensi
Indonesian Journal of Marine Science and Technology, Penyimpanan Karbon Pada Lamun (Cymodocea
4(1), 1-10. serrulata) di Perairan Pulau Poncan Sibolga Provinsi
Handayani. (2015). Analisis Kualitas Kimia Susu Sumatera Utara. Jurnal Online Mahasiswa (JOM)
Pasteurisasi dengan Penambahan Sari Buah Sirsak. Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan, 4(2), 1-12.
Skripsi. Makassar, Indonesia: Fakultas Peternakan Rahmawati, S. (2011). Estimasi Cadangan Karbon Pada
Universitas Hasanuddin Makassar. Komunitas Lamun Di Pulau Pari, Taman Nasional
Hartati, R., Pratikto, I., & Pratiwi, T. N. (2017). Biomassa Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Segara, 7(1), 1-12.
dan Estimasi Simpanan Karbon pada Ekosistem Rahman, A. A., Nur, A. I., & Ramli, M. (2016). Studi Laju
Padang Lamun di Pulau Menjangan Kecil dan Pulau Pertumbuhan Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan
Sintok, Kepulauan Karimunjawa. Jurnal Buletin Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten Konawe
Oseanografi Marina, 6(1), 74-81. Selatan. Jurnal Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan), 1(1),
Helrich, K. (1990). Official Method of Analysis of the 10-16.
Association of Official Analytical Chemists. (15th ed.). Riniatsih, I. (2016). Distribusi Muatan Padatan
Arlington, VA, USA: Association of Official Tersuspensi (MPT) di Padang Lamun di Perairan
Analytical Chemists. Teluk Awur dan Pantai Prawean Jepara. Jurnal
Hilwan, I., & Nurjannah, A. S. (2014). Potensi Simpanan Kelautan Tropis, 18(3), 121-126.
Karbon Pada Tegakan Revegetasi Lahan Pasca Rustam, A., Kepel, T. L., Afiati, R. N., Salim, H. L.,
Tambang di PT Jorong Barutama Greston, Astrid, M., Daulat, A., Mangindan, P., Sudirman, N.,
Kalimantan Selatan. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(3), Puspitaningsih, Y., Dwiyanti, D., & Hutahaean, A.
188-195. (2014). Peran Ekosistem Lamun Sebagai Blue Carbon
Huriawati, F., Yuhanna, W. L., & Mayasari, T. (2016). Dalam Mitigasi Perubahan Iklim, Studi Kasus
Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kualitas Tanjung Lesung, Banten. Jurnal Segara, 10(2), 107-117.
Serbuk Seresah Enhalus acoroides dari Pantai Tawang Santoso, B., Dharma, I. G. B. S., & Faiqoh, E. (2018).
Pacitan. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 2(1), Pertumbuhan dan Produktivitas Daun Lamun
35-43. Thalassia hemprichii (Ehrenb) Ascherson di Perairan
Ira, I., Oetama, D., & Juliati, J. (2013). Kerapatan dan Tanjung Benoa, Bali. Journal of Marine and Aquatic
Penutupan Lamun Pada Daerah Tanggul Pemecah Sciences, 4(2), 278-285.
Ombak di Perairan Desa Terebino Propinsi Sulawesi Setiawan F. (2012). Deteksi Perubahan Padang Lamun
Tengah. Aquasains: Jurnal Ilmu Perikanan dan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh dan
Sumberdaya Perairan, 2(1), 89-96. Kaitannya dengan Kemampuan Menyimpan Karbon
Kurnia, M., Pharmawati, M., & Yusup, D. S. (2015). di Perairan Teluk Banten. Jurnal Perikana dan Kelautan,
Jenis-Jenis Lamun di Pantai Lembongan, Nusa 3(3), 275-286.
Lembongan dan Analisisnya dengan Pcr Ruas rbcL. Supriadi, S., Kaswadji, R. F., Bengen, D. G., & Hutomo,
SIMBIOSIS Journal of Biological Sciences, 3(2), 330-333. M. (2012). Produktivitas Komunitas Lamun di Pulau
Nasdwiana. (2016). Analisis Hubungan Antara Konsentrasi Barranglompo Makassar. Jurnal Akuatika, 3(2), 159-168.
Karbon Organik di Sedimen dengan Laju Pertumbuhan Supriadi, S., Kaswadji, R. F., Bengen, D. G., & Hutomo,
dan Biomassa Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia M. (2014). Carbon Stock of Seagrass Community in
hemprichii. Skripsi. Makassar, Indonesia: Fakultas Barranglompo Island, Makassar. Indonesian Journal of
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Marine Sciences, 19(1), 1-10.
Hasanuddin.
Sudiarta, I. K., & Sudiarta, I. G. (2011). Status Kondisi
Nurzahraeni. (2014). Keragaman Jenis dan Kondisi Padang dan Identifikasi Permasalahan Kerusakan Padang
Lamun Di Perairan Pulau Panjang Kepulauan Derawan Lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari, 5(2), 103-126.
Kalimantan Timur. Skripsi. Makassar, Indonesia:
Uthbah, Z., Sudiana, E., & Yani E. (2017).Analisis
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan
Biomasa dan Cadangan Karbon Pada Berbagai Umur
Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar.
Tegakan Damar (Agathis Dammara (Lamb.) Rich.) di
MNLH. (2004). KKeputusan Menteri Negara KPH Banyumas Timur. Journal Scripta Biologica, 4(2),
Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 tentang 119-124.
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta-
Widyasari, N. A. E., & Saharjo, B. H. (2010). Pendugaan
Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
biomassa dan potensi karbon terikat di atas
Pratiwi, A. R., Willian, N., & Pratomo, A. (2016). Analisis permukaan tanah pada hutan rawa gambut bekas
Kandungan Logam Berat (Pb) dan (Cd) Terhadap terbakar di Sumatera Selatan. Jurnal Ilmu Pertanian
Lamun (Enhalus acoroides) Sebagai Bioindikator di Indonesia, 15(1), 41-49.
Yuniwati, Y., & Suhartana, S. (2014). Potensi Karbon Yusup, D. S., & Asy’ari, A. (2010). Komunitas Tumbuhan
Pada Limbah Pemanenan Kayu Acacia crassicarpa Lamun di Kawasan Perairan Sekitar Denpasar.
(Carbon Potential of Waste Timber Harvesting Acacia Dalam Prosiding Seminar Nasional Biologi:
Crassicarpa). Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(1), 21-31. Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik.
Purwokerto, Indonesia, 26 Juni 2010 (pp. 26-29).
© 2018 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under
the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).