Tutorial Skenario A Blok 12 DC
Tutorial Skenario A Blok 12 DC
Devin Chandra
04011181320016
PDU Unsri B 2013
A. Analisis Masalah
1. Bagaimana mekanisme terjadinya nekrosis perkijuan?
Pada granuloma yang disebabkan oleh organisme infeksius tertentu (M. Tuberculosis),
kombinasi antara hipoksia dan jejas akibat radikal bebas menimbulkan nekrosis ini.
B. Learning Issue
1. Tuberkulosis Kelenjar Getah Bening
Sistem syaraf autonom terdiri atas 2 macam, Simpatis dan Parasimpatis. Sistem
Syaraf Simpatis memiliki ranah syaraf Thoraco-lumbal sementara Sistem Syaraf
Parasimpatis memiliki ranah syaraf Cranio-sacral. Setiap jaras simpatis maupun
parasimpatis dari medula ke jaringan yang terangsang terdiri atas 2 neuron:
Preganglionic dan Postganglionic, berlawanan dengan jaras motoris yang hanya ada satu
macam neuron. Perbedaan kedua macam neuron pada Simpatis dan Parasimpatis ada
pada ada tidaknya hambatan saat hantaran rangsangan di neuron preganglionic. Pada
Parasimpatis, tidak ditemui adanya hambatan menuju organ-organ tujuannya.
Kedua sistem syaraf autonom diatas mensekresikan salah satu dari kedua bahan
sinaps berikut: Asetilkolin dan Norepinephrine. Serabut pensekresi Asetilkolin disebut
Kolinergik, sementara pensekresi Norepinephrine disebut Adrenergik. Dalam semua
sistem syaraf Simpatis maupun Parasimpatis, semua neuron preganglion sifatnya
Kolinergik. Sementara itu, semua atau hampir semua neuron postganglion dari
Parasimpatis bersifat kolinergik dan hampir semua neuron postganglionic dari Simpatis
bersifat adrenergik.
RESEPTOR ADRENERGIK
Setelah pembebasan dari terminal saraf, katekolamin bekerja pada reseptor-reseptor
adrenergik dari sel efektor. Ahlquist pada tahun 1948 membagi reseptor adrenergik
menjadi resptor alfa dan beta (α dan β) berdasarkan responnya terhadap beberapa agonis
dan antagonis selektif untuk masing-masing reseptor.
Efek yang ditimbulkan melalui resptor α pada otot polos umumnya adalah stimulasi
seperti pada otot vaskuler di kulit dan mukosa; dan pada reseptor beta adalah inhibisi
seperti terlihat pada otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka.
Terdapat pengecualian, yaitu: (1) Pada otot polos usus yang mempunyai reseptor alfa
dan beta, dan aktivasi kedua reseptor tersebut menimbulkan efek inhibisi. Hal ini
terlihat dalam efek epinefrin pada usus yang bekerja pada resptor alfa dan reseptor beta
menimbulkan relaksasi usus. Untuk dapat menghambat efeknya secara total diperlukan
penghambatan reseptor alfa dan beta. (2) Pada jantung, yang mempunyai reseptor beta
yang aktivasinya menimbulkan perangsangan denyut jantung dan kontraksi otot jantung.
Reseptor adrenergik dibagi menjadi:
1. Reseptor alfa adrenergik, dibagi menjadi 2 :
1.1. Alfa-1 adrenergik
Menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah, saluran gastrointestinal, vasodilatasi
otot bronkus (efeknya lebih kecil dibanding beta-2)
1.2. Alfa-2 adrenergik
Fungsi dari reseptor ini dapat menginhibisi pelepasan insulin, induksi pelepasan
glukagon, kontraksi spincher pada gastro intestinal
2. Reseptor beta adrenergik, dibagi menjadi 2:
2.1. Beta 1
Terdapat di jantungmenaikkan heart rate (jumlah denyut jantung per unit waktu),
menaikkan kontraksi jantung alfa 1-adrenoreseptor postsinaptik terdapat pada otot
polosvaskuler, otot miokardial, sel hepatosit, dan sel adiposit.
2.2. Beta 2
Terdapat di pembuluh darah, otot polos skeletal, otot polos bronkus relaksasi otot polos
di gastro intestinal dan bronkus, dilatasi arteri, glukoneogenesis.
Alfa 2-adrenoreseptor prasinaptik terdapat pada semua organ yang sarafnya dikontrol
oleh sistem saraf simpatetik. Alfa 2-adrenoreseptor postsinaptik terdapat pada otot polos
vascular, pankreas, platelet, adiposit, ginjal, melanosit, dan otot polos mata
Daftar Pustaka
Katzung, Bertram G.. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 12. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C.. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 11. Jakarta: EGC.
Saleh, M. Irsan. 2012 . Diktat Adrenergik dan Anti Adrenergik. Palembang: Universitas
Sriwijaya