Anda di halaman 1dari 16

SUMBER HUKUM : PERSPEKTIF ISLAM DAN BARAT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Filsafat Hukum Islam dan Barat

Oleh:

ELVI JUNISA
NIM: 3002193033
MUTIA SAFITRI
NIM :3002193040

Pembimbing:

Dr.Nurhayati, M.Ag

PRODI HUKUM ISLAM

PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN TAHUN 2021

1
A. Pendahuluan

Pembahasan tentang hukum Islam dan barat merupakan pembahasan yang sangat menarik
untuk dipelajari dan digali lebih dalam. Kita dapat melihat perbedaan yang mendasar dari
kedua hukum ini, tapi kita juga tidak bisa menyangkal adanya korelasi antara hukum Islam
dan Barat. Korelasi yang melihat bahwa hukum adalah untuk ketertiban manusia dalam
berkehidupan bermasyarakat. Namun hukum Islam yang merupakan hukum dari Tuhan tidak
hanya berbicara tentang permasalahan hukum manusia di dunia. Hukum Islam mempunyai
cakupan yang lebih luas dari hukum barat yang merupakan produk dari manusia itu sendiri.
Semua aspek kehidupan manusia sama-sama dibahas baik dalam hukum Islam maupun
hukum barat. Namun hukum Islam selain berbicara tentang mua’amalah bayn al-
nas (hubungan dan transaksi antarsesama manusia) juga berbicara tentang habl min
Allah (hubungan manusia dengan Allah) sebagai penciptanya. Dari penjelasan diatas dapatlah
kita melihat bahwa hukum Islam bersumber dari Allah SWT, dan hukum Barat berasal dari
akal manusia itu sendiri untuk menciptakan ketertiban di kehidupan mereka. Dalam makalah
ini kita akan khusus membahas sumber dari hukum Islam maupun hukum barat. Namun
sebelum membahas sumber-sumbernya, kita akan melihat pengertian secara umum
pengertian sumber hukum secara universal. Kemudian kita akan membahas satu persatu
sumber hukum yang menjadi tolak ukur terciptanya hukum Islam dan Barat.

B. Pengertian Sumber Hukum

Sumber hukum secara umum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan
sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutuskan perkara. Istilah sumber hukum
mengandung banyak pengertian. Istilah itu dapat dilihat dari segi historis, sosiologis, filsufis,
dan ilmu hukum. Masing-masing disiplin mengartikannya dari perspektifnya terhadap
hukum. Sejarawan, sosiolog, filsuf dan yuris dapat melihat hukum dari masing-masing sudut
pandangnya. Sejarawan dan sosiolog memandang hukum tidak lebih dari gejala sosial hingga
harus didekati secara ilmiah. Filsuf dan yuris sebaliknya, memandang hukum sebagai
keseluruhan aturan tingkah laku dan sistem nilai.1 Sejarawan hukum memandang sumber
hukum dalam dua arti yaitu dalam arti sumber tempat orang untuk mengetahui hukum dan
sumber bagi pembentuk undang-undang menggali bahan-bahan dalam penyusunan undang-
undang. Sosiolog mengartikan sumber hukum adalah faktor-faktor yang menyebabkan
hukum berlaku, faktor tersebut adalah fakta dan keadaan yang menjadi tuntutan sosial dalam
1
Acmeira, jurnal : Sumber hukum islam dan barat,(acmeira.blospot.com: 2015) diakses pada 20
november 2020

2
menciptakan hukum. Hukum dipandang dalam sosiologi tidak lebih daro pencerminan realita
sosial. Sedangkan seorang filsuf memandang sumber hukum dalam arti mengenai keadilan
yang merupakan esensi hukum, maka filsuf melihat sumber hukum menerapkan kriterium
untuk menguji apakah hukum yang berlaku sudah mencerminkan keadilan (fairness).2

Dalam pola pikir eropa continental, disamping pengertian sumber-sumber hukum dari
disiplin ilmu diatas, yang menjadi pembahasan penting adalah sumber hukum dalam arti
formal karena sumber dalam arti formal inilah yang bersifat operasional artinya yang
berhubungan langsung dengan penerapan hukum. Melihat kaitan antara proses terjadinya
hukum dan mengikat masyarakat. Proses ini bukan sekedar tindakan yang dilakukan oleh
lembaga hukum dalam memproduksi dokumen-dokumen resmi melainkan juga penerimaan
masyarakat terhadap substansi aturan sebagai aturan hukum. Di eropa continental,
penerimaan masyarakat merupakan elemen kunci bagi sumber-sumber hukum dalam arti
formal.3 Berbicara sumber hukum berarti kita membicarakan kevaliditasan hukum.
Sebagaimana Gurvitch mengatakan “The Question of the source of law is only one aspect of
the general study of the validity of law” berarti dari sumber hukum dapat dijadikan sebagai
tolak ukur untuk melihat kevaliditasan suatu hukum. Secara filosofis dapat dikesankan bahwa
masalah sumber hukum ini merupakan problem mendalam yang senantiasa muncul dalam
filsafat hukum. Hal ini mungkin dikarenakan faktor eratnya kaitan sumber hukum dengan
validitas hukum. Suatu hukum tidak akan dapat mengikat masyarakat dan tidak dapat
dikatakan layak bila berasal dari sumber yang tidak kuat. Jadi, nilai philosophinya, hukum
tidak aka nada, kepastian hukum tidak akan tercipta dari keadilan tidak akan terwujud bila
sumber hukum tidak ada.4

Hukum Islam dan Barat mempunyai validitas yang berbeda-beda, hukum Islam yang
bercorak Theosentris mempunyai kevaliditasan tersendiri kalau dikembalikan kepada
sumbernya, demikian pula dengan hukum barat yang bercorak Antrophosentris cenderung
untuk meniadakan agama dalam hukumnya juga punya validitas sendiri. Dalam ilmu hukum,
sumber hukum dikenal ada dua, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum Formil.
Kalau ditanyakan sumber hukum materiil maka jawabannya adalah “mengapa orang harus
taat dan/atau menjalankan ketentuan hukum: sedangkan yang dimaksud dengan sumber
hukum formal adalah “dimana kita menemukan hukum”. CST Kansil mengatakan sumber
hukum formal adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang
2
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana, 2008) h.302
3
Ibid h.304
4
Faisar Ananda, Filsafat Hukum Islam (Bandung : Citapustaka, 2007), h.57-58

3
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan sanksi tegas dan nyata”. Sumber hukum materil merupakan faktor-faktor
yang menentukan isi hukum karena sumbernya hukum materiil ini merupakan faktor adil dan
faktor kemasyarakatan. Faktor adil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan
yang harus ditaati oleh para pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang
lain dalam melaksanakan tugasnya. Sedangkan faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang
benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai
petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan.5 Sumber hukum formal adalah sumber hukum
dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal. Dengan
demikian, sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan
agar ditaati oleh masyarakat maupun penegak hukum

C. Sumber Hukum Islam

Dalam kajian Ushul Fiqh , kadang-kadang dibedakan antara kandungan makna kata
“sumber” dan kata “dalil” dalam pembicaraan “sumber hukum” dan “dalil hukum”. Dalam
bahasa Arab, kata “sumber” adalah pemahaman dari kata “mashdar” jamaknya “mashadir”,
artinya asal dari segala sesuatu, atau tempat merujuk segala sesuatu. Jadi kalau
dikatakan mashdar al-hukmi, atau mashdar al- ahkam, artinya asal atau rujukan hukum. Kata
“dalil” jamaknya al-adillat, yang secara etimologi mempunyai arti petunjuk kepada sesuatu
baik yang bersifat hissi (indrawi) maupun makna (non indrawi). Secara etimologi, dalil
hukum adalah sesuatu yang dijadikan landasan berpikir yang benar dalam memperoleh atau
menemukan, mendapatkan hukum (syara’), baik yang bersifat qath’iy (pasti)
maupun dzanny (relative).6 Dengan demikian sumber hukum Islam berarti bahwa sumber
hukum (mashadir al-ahkam) adalah asal hukum atau rujukan hukum yang sama dengan
kandungan pemahaman sumber hukum materiil dalam ilmu hukum. Hukum islam sebagai
sistem hukum yang bersumber dari Din al Islam sebagai suatu sistem hukum dan sutu disiplin
ilmu, hukum islam mempunyai dan mengembangkan istilah-istilahnya sendiri sebagaimana
disiplin ilmu yang lain.7

Dalam pandangan Islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT untuk beribadah
dan mengabdi kepada-Nya. Semua perintah Tuhan jelas tertulis di kitab suci umat Islam yaitu

5
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman,Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
2013)h. 88
6
Suparman Usman, Hukum Islam (Jakarta : Gaya Media Pratama2001), h.32
7
Abdul Shomad, Hukum Islam, (Jakarta : Kencana, 2010), h.24

4
Al- Qur’an. Allah menurunkan petunjuk bagi kehidupan manusia melalui firman-firman-Nya.
Kemudian Rasulullah SAW diutus untuk menjelaskan ayat-ayat Allah tersebut. Umat Islam
percaya bahwa pegangan ataupun pedoman hidup mereka adalah Al-Qur’an yang berasal dari
Allah dan Hadis yang berasal dari Rasulullah saw. Semua permasalahan manusia akan
kembali kepada kedua sumber hukum ini, kebenaran mutlak bersumber pada-Nya dan Rasul-
Nya. Seperti jelas tertulis di surah Al- Baqarah ayat 147 :

‫اْلَح ُّق ِمْن َر ِّب َك ۖ َف اَل َت ُك وَن َّن ِمَن اْلُمْم َت ِر يَن‬
“ Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu Termasuk
orang-orang yang ragu.”

Sedangkan penjelas tentang Rasul sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an juga telah
Allah sebutkan dalam firmannya surah Al- Hasyr ayat 7 :

‫َم ا َأَف اَء ُهَّللا َع َلٰى َر ُسوِلِه ِمْن َأْه ِل اْل ُقَر ٰى َف ِلَّلِه َو ِللَّر ُسوِل َو ِلِذي اْل ُقْر َب ٰى َو اْلَي َت اَم ٰى َو اْلَمَس اِكيِن َو اْب ِن الَّس ِبيِل َك ْي‬
‫اَل َي ُك وَن ُد وَلًة َب ْي َن اَأْلْغ ِنَي اِء ِم ْنُك ْم ۚ َو َم ا آَت اُك ُم الَّر ُسوُل َفُخ ُذ وُه َو َم ا َن َه اُك ْم َع ْن ُه َف اْن َت ُهواۚ َو اَّتُقوا َهَّللاۖ ِإَّن َهَّللا َش ِديُد‬
‫اْلِع َقاِب‬
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah.”

Maka dengan demikian sumber (asal), atau isi (materi) hukum atau rujukan dalam
menetapkan hukum, menurut pandangan Islam adalah kehendak atau aturan dari Allah SWT,
Tuhan yang Maha Esa. Kehendak Tuhan tersebut termaktub dalam firman-Nya yaitu Al-
Qur’an yang dijelaskan melalui utusan atau rasul-Nya. Sumber hukum Islam (Mashadir al-
ahkam) ataupun sumber materiil yang dipahami dalam ilmu hukum yaitu Al- Qur’an dan
Sunnah. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai
alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an dan sunah
Rasulullah SAW.Secara sederhana dapat kita pahami bahwa hukum adalah “seperangkat
peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-
orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku mengikat, untuk seluruh
anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti:
“seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang
tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat
semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan

5
yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia
maupun di akhirat.

Sumber hukum Islam adalah al-Qur’an, Sunnah Nabi, ijma‟dan qiyas. Akan tetapi,
dua yang terakhir biasanya diterjemahkan dengan consensus dan penalaran melalui analogi.
Ijtihad (penalaran hukum secara independen), yaitu terkadang dianggap sebagai sumber
syari’ah dalam catatan tradisi-tradisi awal.Logika syari’ah sebagai suatu sistem perundang-
undangan agama menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah perundang- undangan yang,
pertama, dijabarkan langsung dari al-Qur’an, kedua, dari tradisi atau sunnah nabi, dan ketiga,
dari tindakan individu yang terpercaya dan terbimbing dalam masyarakat yang hidup sesuai
dengan wahyu dan tradisi tersebut. Walaupun ijma‟ dan qiyas tidak secara jelas disebutkan
dalam al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber syariah, akan tetapi perkembangan kedua
konsep tersebut telah disepakati; ijtihad para ahli hukum pendiri abad kedua dan ketiga
Islam.8

1. Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Seluruh teks al-
Qur’an diyakini umat Islam secara literal dan final sebagai firman Allah SWT. Teks
al-Qur’an dianggap sangat akurat dan tidak perlu diperdebatkan lagi oleh seluruh
umat Islam.20 Kunci dasar dalam rangka memahami fungsi al-Qur’an dalam
perumusan hukum Islam adalah dengan jalan mengapresiasi bahwa al-Qur’an lebih
berupaya membangun standar dasar perilaku umat Islam daripada mengekspresikan
standar-standar itu sebagai hak dan kewajiban. Seperti peranan Nabi MuhammadSaw.
dalam membangun standar perilaku ditunjukkan dalam peranannya sebagai pengambil
keputusan politik, dengan menyebutkan konsekuensi hukum atas pelanggaranstandar-
standar tersebut, dalam arti bahwa,seorang nabitidakmempunyaiperanan sebagai
legislator politik, tetapi peranan tersebut ada dalam al-Qur’an dan direalisasikan oleh
Nabi sendiri, Al-Qur’an berisi tentang gagasan yang mendasari tingkah laku
masyarakat beradab, seperti tenggang rasa, kejujuran dan kepercayaan, integritas dan
kejujuran dalam administrasi peradilan, dan mengekspresikannya sebagai etika
keagamaan Islam.

8
Ahmad hasan, The Early Development of Islamic Yurisprudence, (Islamabad: Islamic Research Institute,
1970), 40.

6
Secara garis besar, al-Qur’an berisi akidah, syari’ah, akhlak, kisah umat manusia di
masa lalu, berita tentang masa yang akan datang (akhirat) dan benih atau prinsip-
prinsip ilmu pengetahuan. Pada dasarnya, konsep “hukum” yang ada dalam al-Qur’an
jauh lebih jelas dari konsep hukum Barat. Hal ini dikarenakan di dalam al-Qur’an,
selain kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT. dan
manusia dengan manusia dalam masyarakat, ditentukan juga hukum yang berkenaan
dengankeyakinan dan sikap manusia terhadap lingkungannya yang biasa disebut
dengan akidah, akhlak dan moral. Dengan demikian, konsep hukum menurut al-
Qur’an adalah all comprehensive.

2. Sunnah

Sunnah Nabi Muhammad saw. Menurut Syara’, as-Sunnah adalah sesuatu yang
datang dari Rasulullah, baik berupa ucapan, perbuatan dan atau ketetapan. As-Sunnah
merupakan sumber hukum yang kedua setelah al- Qur’an, hal ini dikarenakan
kadangkala suatu persoalan tidak ditemukan solusinya, Fungsi dari sunnah adalah
sebagai penjelas al-Qur’an, penguat hukum yang ada dalam al-Qur’an dan menetapkan
hukum yang belum ada dalam al-Qur’an.

3. Ijma

Ijma’ menurut ahli ushul adalah “Kesepakatan para imam mujtahid di antara umat
Islam pada suatu masa setelah Rasulullah wafat terhadap hukum syara’ tentang suatu
masalah atau kejadian”.9 Di samping itu, ada yang mendefinisikan bahwa ijma‟
adalah kesepakatan para mujtahid dari umat ini dalam suatu masa atas suatu huku
syar’i.10Untuk itu, jika terdapat suatu kejadian yang dihadapkan kepada seluruh imam
mujtahid umat Islam pada waktu itu, kemudian mereka sepakat terhadap suatu hukum
mengenai kejadian tersebut, maka kesepakatan mereka itu disebut sebagai ijma‟.
Setelah itu, ijma‟ mereka dianggap sebagai suatu hukum tentang persoalan tersebut.

4. Qiyas

Dalam menerapkan Qiyas, seorang ahli hukum menyimpulkan dari prinsip yang
telah dijadikan preseden, bahwa suatu kasus baru berada di bawah prinsip tersebut
9
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 1997),
81.
10
M. Hudhari Beik, Ushul Fiqh, terj. Zaid H. al-Hamid, (Pekalongan: Raja Murah), 111.

7
atau mirip dengan preseden ini berdasarkan kuatnya alasan (illat).11 Qiyas harus
dibatasi pada kasus-kasus yang tidak ada satu sumber lain yang dapat diterapkan dan
hasilnya diketahui sepenuhnya sesuai dengan keseluruhan syari’ah juga sejalan
dengan prinsip dan aturan yang telah dibangun. Jika tidak dibatasi, maka orang akan
mendasarkan syari’ah lebih kepada akal manusia daripada wahyu tuhan. Karena
memiliki kaitan yang jelas dengan ijtihad (penalaran hukum yang independen) dan
menjadi salah satu dari tekniknya, maka tentulah bermanfaat mengakui qiyas sebagai
sumber syari’ah yang independen. Khususnya semenjak pintu ijtihad dianggap
tertutup dan terus diperkuat setelah abad IX M. Dengan demikian, menjadi mungkin
untuk terus memberi keputusan-keputusan terhadap kasus-kasus baru, melampaui
prinsip-prinsip dan aturan-aturan syariah yang dibangun generasi sebelumnya tanpa
mengklaim menggunakan ijtihad sekalipun.

D. Hukum Barat

Penemuan kembali Kode Justinian di awal abad ke-10 menghidupkan kembali


semangat untuk disiplin hukum, awalnya dibagikan di banyak perbatasan pembentukan
kembali antara Timur dan Barat. Akhirnya, itu hanya dalam Katolik atau Frank barat
yang hukum Romawi menjadi dasar dari semua konsep hukum dan sistem. Pengaruhnya
dapat ditelusuri hingga hari ini di semua sistem hukum Barat, meskipun berbeda dalam
jenis dan tingkat antara tradisi hukum umum (Anglo-Amerika) dan sipil (Eropa
kontinental). Studi tentang hukum kanon , sistem hukum Gereja Katolik, menyatu dengan
hukum Romawi untuk menjadi dasar bagi pendirian kembali keilmuan hukum Barat.
Prinsip-prinsipnya tentang hak-hak sipil , persamaan di depan hukum , persamaan
perempuan , keadilanprosedural , dan demokrasi sebagai bentuk ideal masyarakat menjadi
dasar budaya Barat modern .

1. Budaya hukum Barat

Kebudayaan Barat, kadang disamakan dengan peradaban Barat, gaya hidup Barat
atau peradaban Eropa, adalah istilah yang digunakan secara luas untuk warisan norma
sosial, nilai etika, adat istiadat tradisional, sistem kepercayaan, sistem politik, dan
artefak dan teknologi tertentu yang memiliki asal atau asosiasi dengan Eropa. Budaya
hukum Barat bersatu dalam ketergantungan sistematis pada konstruksi
hukum. Konstruksi seperti itu termasuk perusahaan , kontrak , perkebunan , hak dan
11
acmeera.blogspot.com diunduh pada 22 november 2020 pukul : 08.00 wib

8
kekuasaan untuk beberapa nama. Konsep-konsep ini tidak hanya tidak ada dalam
sistem hukum primitif atau tradisional tetapi mereka juga dapat secara dominan tidak
mampu diungkapkan dalam sistem bahasa yang menjadi dasar budaya hukum
tersebut.12 Sebagai proposisi umum, konsep budaya hukum bergantung
pada bahasa dan simbol dan setiap upaya untuk menganalisis sistem hukum non-barat
dalam kaitannya dengan kategori hukum barat modern dapat mengakibatkan distorsi
yang disebabkan oleh perbedaan bahasa.

Jadi, sementara konstruksi hukum adalah unik untuk Romawi klasik, budaya sipil
dan hukum umum modern, konsep hukum atau hukum primitif dan kuno
mendapatkan maknanya dari pengalaman yang dirasakan berdasarkan fakta yang
bertentangan dengan teori atau abstrak. Oleh karena itu, budaya hukum dalam
kelompok pertama dipengaruhi oleh akademisi, anggota terpelajar dari profesi
tersebut dan secara historis, filsuf. Budaya kelompok terakhir ini digerakkan oleh
kepercayaan, nilai dan agama pada tingkat dasar.13

E. Sumber Hukum Barat

Sebelum kita memasuki sumber dari hukum barat, penulis ingin melihat sedikit
tentang perbandingan antara sistem hukum Islam dan dua sistem hukum besar di
dunia, yaitu Roman Law Sistem dan Common Law Sistem. Hukum barat biasa kita
sebut sekular karena sama sekali tidak ada kaitannya dengan agama. Jadi di dunia ini
terdapat tiga sistem hukum besar yaitu Roman Law (Hukum Romawi), Common Law
(hukum kebiasaan atau hukum tidak tertulis yang berasal dari Inggris). Sistem Roman
Law melahirkan sistem hukum di beberapa Negara Eropa, seperti hukum Napoleon
(Napoleonis Code) di Perancis, hukum sipil jerman (German Civil Code) tahun 1900,
hukum Belanda dan hukum sipil italia (Italian Civil Code). Hukum-hukum tersebut
mempengaruhi sistem hukum di Negara-negara jajahan Negara-negara tersebut.
Sedangkan Common Law yang berasal dari inggris juga mempengaruhi Negara-
negara jajahannya. Amerika Serikat pada umumnya menggunakan sistem hukum yang
berasal dari Common Law Inggris.14
12
JC Smith (1968) 'The Unique Nature of the Concepts of Western Law' The Canadian Bar Review (46:
2 hlm. 191-225) dalam Csaba Varga (ed) (1992) Comparative Legal Cultures (Dartmouth: England) .
13
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Western_law Diakses pada 20 november 2020

14
Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional (kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum),
(Yogyakarta : Gama Media, 2002), h.88

9
Indonesia sebagai Negara bekas jajahan Belanda, maka Indonesia mendapatkan
warisan sistem hukum yang dipakai di Negara Belanda, yaitu Roman Law Sistem.
Common Law Inggris mulai abad ke 11 sebagai hukum kota Inggris, Common Law di
dasarkan pada ketentuan hukum yang lebih dulu (judicial precedent) bukan pada
undang-undang, dan asalnya dari hukum tidak tertulis di inggris. Disinilah inti
perbedaan antara jenis sistem ini dengan hukum sipil (Civil Law) sebagai perwujudan
sistem Roman Law. Kalau sistem Roman Law berdasarkan pada tersusunnya
peraturan perundang-undangan, sistem Common Law lebih menekankan pada kaidah-
kaidah hukum. Sistem Roman Law lebih menekankan pada sistematis rasional,
sedangkan sistem Common Law pada empiris.15 Sedangkan hukum Islam seperti yang
kita ketahui bersama merupakan hukum yang sumbernya berupa ajaran dasar atau
pokok-pokok dalam Al-Qur’an dan Hadis. Sementara itu, wujud riilnya dalam praktek
lebih banyak didominasi oleh hasil ijtihad ulama (fuqaha’ atau mujtahid). Adanya
sumber hukum ini yaitu Al-Qur’an dan Hadis merupakan perbedaan mendasar antara
hukum Islam dan Hukum Barat. Hasil ijtihad Ulama kepada kedua sumber itu
kemudian dijadikan sebuah aturan sekaligus legal maxim yang dijadikan para qadhi
dalam membuat keputusan di Pengadilan.

Dalam hukum barat, sumber-sumber hukum dalam arti formal berupa undang-
undang dan sumber-sumber hukum dalam arti materiil berupa kebiasaan, perjanjian
dan lain-lain. Seperi disebutkan diatas bahwa di dalam sistem Civil Law bentuk-
bentuk sumber hukum dalam arti formal adalah perundang-undangan, juga termasuk
kebiasaan-kebiasaan dan yurispudensi. Dalam rangka menegakkan keadilan para yuris
dan lembaga merujuk kepada sumber-sumber tersebut.

Sumber Hukum Civil Law, yaitu :

1. Undang- undang

Menurut C.S.T Kansil menyatakan bahwa undang-undang adalah suatu peraturan


Negara yang mempunyai kekuataan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara
oleh Negara. Di dalam Negara yang mengikuti sistem hukum romawi, undang-undang
menjadi sumber utama dan hakim tidak boleh melanggar undang-undang dalam setiap
memutus perkara. Mereka juga menempatkan konstitusi pada urutan tertinggi dalam

15
Ibid h.90-91

10
hierarki perundang-undangan.16Maka dari itu setiap undang-undang yang ada harus
melewati uji materiil apakah undang-undang bertentangan dengan ketentuan
konstitusi atau tidak. Berdasarkan teori konsititusi, konstitusi dibentuk sebagai
instrument hukum dasar yang di dalamnya pelaksanaan kekuasaan politik Negara
dibatasi. Sebagai hukum dasar, konstitusi dirancang antara untuk menyeimbangkan
hak-hak rakyat dan alokasi kekuasaan lembaga-lembaga Negara sehingga Negara
dapat berfungsi secara layak.

2. Kebiasaan

Kebiasaan atau custom ini dimaksudkan dengan perbuatan manusia atau


masyarakat yang dilakukan secara berulang-ulang yang berarti telah diterima oleh
masyarakat atau merupakan tindakan menurut pola tingkah laku yang tetap, lazim,
normal atau adat dalam masyarakat atau pergaulan hidup tertentu. Karena adanya
pengulangan terhadap suatu perbuatan sedemikian rupan, maka masyarakat
beranggapan bahwa hal itu harus berlaku demikian. Dan jika berlawanan makan
masyarakat akan menganggap terjadinya pelanggaran terhadap norma atau hukum
tersebut. Dengan demikian yang dimaksud dengan kebiasaan yang mengandung
hukum itu adalah perbuatan-perbuatan yang baik dan diterima oleh masyarakat dan
sesuai dengan kepribadian mereka.17 Pelanggaran terhadap peristiwa-peristiwa
penting menimbulkan reaksi masyarakat terhadap pelanggar. Pada masyarakat
primitive, setiap pelanggar dapat diasingkan dari masyarakatnya. Norma demikian
merupakan norma kebiasaan. Norma kebiasaan dapat juga berupa aturan-aturan harta
perkawinan, mengasuh anak, dan mengalihkan hak milik karena kematian. Maka dari
itu kebiasaan dapat menjadi salah satu sumber terbentuknya hukum. Mereka yang
memiliki kewenangan dalam membuat aturan-aturan tentu tidak mungkin
bertentangan dengan kebiasaan masyarakat setempat. Penguasa tidak akan mungkin
dapat melaksanakan aturan yang sama sekali tidak dapat dukungan dari masyarakat.

3. Yurispudensi

Secara umum yang dimaksud dengan yurispudensi yaitu putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang secara umum memutuskan sesuatu persoalan
yang belum ada penganturanny pada sumber hukum yang lain. Dalam pengertian
16
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, h.308-309
17
Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional, h.235

11
yang luas yurispudensi adalah putusan hakim atau putusan pengadilan. Bahwa
putusan hakim yang pertama kali menyelesaikan sesuatu kasus yang belum ada
aturannya, jika dipergunakan sebagai dasar untuk memutus kasus yang sama oleh
hakim selanjutnya. Maka inilah yang dikatakan yurispudensi dan dapat dikatakan
sebagai sumber hukum, karena hakim adalah pembentuk hukum. Dalam yurispudensi
dikenal ada dua asas, yaitu asas precedent dan asas bebas. Asas precedent adalah asas
hakim terikat kepada keputusan-keputusan yang terlebih dulu dari hakim yang sama
derajatnya atau dari hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh Negara-negara
anglo saxen (Inggris, Amerika Serikat serta Negara-negara bekas jajahannya).
Sedangkan asas bebas adalah kebalikan dari asas precedent tersebut, yaitu petugas
pengadilan tidak terikat pada keputusan-keputusan hakim sebelumnya, baik pada
hakim tingkatan sejajar maupun hakim yang lebih tinggi. Asas ini dianut oleh Negara
Belanda dan Perancis. Kenyataan bahwa yurispudensi sebagai sumber hukum tidak
serta merta membuat hakim terikat pada precedent. Yurispudensi di Negara-negara
dengan sistem Civil Law tidak sekuat di Negara-negara Common Law.

4. Doktrin/ Pendapat Ahli

Doktrin/ pendapat ahli hukum menurut kebanyakan ahli hukum mempunyai


kedudukan sebagai salah satu sumber hukum ketika hakim akan memutuskan perkara
di pengadilan. Namun, dengan syarat ketika undang-undang tidak mengatur dan
ketika tidak didapatkan perjanjian internasional (untuk pengadilan internasional) dan
yurispudensi tidak didapatkan. Dalam banyak yurispudensi dapat kita lihat bahwa
hakim dalam keputusannya berpegang pada pendapat seorang atau beberapa orang
ahli hukum, terutama sekali mereka yang sudah terkenal dan dianggap mempunyai
otoritas dalam hal hukum. Hakim mengutip pendapat tersebut dalam pertimbangan
hukumnya sampai dengan menjadikannya sebagai dasar keputusannya.18 Mengenai
pendapat para ahli hukum pernah dikenal pendapat umum yang menyatakan bahwa
orang tidak boleh menyimpang dari Communis Opinio Doctorum (pendapat umum
para sarjana). Oleh karena itu, maka pendapat ahli hukum mempunyai kekuatan
mengikat sebagai sumber hukum. Pendapat para ahli ini dapat dipergunakan sebagai
landasan untuk memecahkan masalah-masalah yang langsung atau tidak langsung
berkaitan satu sama lain.

18
Ibid, h.240

12
Sedangkan sumber-sumber hukum menurut sistem Common Law yaitu Di Negara-negara
dengan sistem Common Law, pada mulanya yurispudensi ditempatkan sebagai sumber
hukum yang pertama. Akan tetapi untuk saat ini tidaklah demikian, undang-undang sama
pentingnya dengan yurispudensi, bahkan amerika serikat memiliki undang-undang dasar.
Masing-masing Negara bagian di Amerika Serikat memiliki UUD sendiri lengkap dengan
perangkat penerap hukumnya sendiri termasuk Mahkamah Agung masing-masing Negara
bagian.Mengenai sumber-sumber hukum ini terdapat perbedaan antara Amerika Serikat dan
Inggris. Yang pertama adalah pengadilan Inggris wajib mengikuti rules yang dinyatakan
dalam putusan hakim sebelumnya sedangkan Mahkamah Agung Amerika Serikat dan
Negara-negara bagiannya tidak pernah mempertimbangkan untuk terikat dengan putusan-
putusan yang mereka buat sendiri. Kedua, di Amerika Serikat dikenal adanya judicial review,
yaitu pengadilan dapat menyatakan tidak sah ketentuan undang-undang yang bertentangan
dengan ketentuan konstitusi, inggris tidak mengenal hal itu karena Inggris tidak mempunyai
konstitusi tertulis dan inggris hanya mengenal adanya supremasi parlemen.

Suatu hal yang perlu kita ketahui bersama bawah Amerika Serikat adalah peletak dasar
sistem presidensial, berbeda dengan Inggris yang menganut sistem pemerintahan parlemen,
hak inisiatif untuk mengajukan rancangan undang-undang pada legislative saja. Eksekutif
tidak mempunyai kekuasaan dalam membuat undang-undang. Namun demikian, presiden
sebagai kepala eksekutif menandatangani pengesahan RUU itu menjadi Undang-undang atau
19
keberatan untuk menandatangani. Dalam hal demikian, RUU dibahas kembali di majelis
yang mengajukannya disertai dengan keberatan-keberatannya, dan apabila dilakukan
pertimbangan-pertimbangan kembali, dua pertiga dari anggota majelis tujuh, RUU lalu
disertai dengan keberatan-keberatannya diajukan ke majelis lainnya dan apabila dua pertiga
dari anggota majelis setuju, RUU menjadi Undang-undang.

F. Sumber Hukum Barat

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang


mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang jika dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Sedangkan menurut Sudikno sumber hukum
sering digunakan dalam beberapa arti seperti:20

19
Moh. Makmun, jurnal: Perbandingan antara hukum islam dan barat,( UNIPDU Jombang, 2013), h.185

20
Heru Susanto, Hand Out pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Surabaya,
1999), 1.

13
1. Sebagai asas hukum
2. Menunjukkan sumber hukum terdahulu yang memberi bahan- bahan kepada
hukum-hukum yang sekarang berlaku
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal
kepada peraturan hukum.
4. Sebagai sumber dari mana hukum itu dapat diketahui.
5. Sebagai sumber terbentuknya hukum atau sumber yang menimbulkan hukum.

Sumber hukum pada hakekatnya dibedakan menjadi dua, yaitu sumber materil dan
sumber formal.Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi
hukum. Sumber- sumber hukum materiil dapat ditinjau lagi dari berbagai sudut, seperti dari
sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat dan lain- lain.Sumber hukum formal adalah sumber
hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara formal,
sehingga merupakan dasar kekuatan mengikat peraturan-peraturan agar ditaati oleh
masyarakat maupun oleh pengak hukum. Dengan kata lain, sumber hukum formal merupakan
causa efficient dari hukum. Yang termasuk dalam sumber hukum formal adalah Undang-
undang, kebiasaan, Yurisprudensi, Traktat, perjanjian dan doktrin.

G. Kesimpulan

Hukum dasar atau pokok-pokok dalam Al-Qur’an dan Hadis. Sementara itu, wujud
riilnya dalam praktek lebih banyak didominasi oleh hasil ijtihad ulama (fuqaha’ atau
mujtahid). Adanya sumber hukum ini yaitu Al-Qur’an dan Hadis merupakan perbedaan
mendasar antara hukum Islam dan Hukum Barat.

Dalam hukum barat, sumber-sumber hukum dalam arti formal berupa undang-undang dan
sumber-sumber hukum dalam arti materiil berupa kebiasaan, perjanjian dan lain-lain. Seperi
disebutkan diatas bahwa di dalam sistem Civil Law bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti
formal adalah perundang-undangan, juga termasuk kebiasaan-kebiasaan dan yurispudensi.
Dalam rangka menegakkan keadilan para yuris dan lembaga merujuk kepada sumber-sumber
tersebut

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, terj. Masdar Helmy, Bandung: Gema Risalah
Press, 1997.
Ahmad hasan, The Early Development of Islamic Yurisprudence, Islam abad: Islamic Research
Institute, 1970

15
Faisar Ananda, Filsafat Hukum Islam ,Bandung : Citapustaka, 2007.
Heru Susanto, Hand Out pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya: Fakultas Hukum Universitas
Surabaya, 1999).
JC Smith (1968) 'The Unique Nature of the Concepts of Western Law' The Canadian Bar
Review (46: 2 hlm. 191-225) dalam Csaba Varga (ed) (1992) Comparative Legal
Cultures (Dartmouth: England) .
Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana, 2008.
M. Hudhari Beik, Ushul Fiqh, terj. Zaid H. al-Hamid, (Pekalongan: Raja Murah)2011.
Suparman Usman, Hukum Islam , Jakarta : Gaya Media Pratama. 2001.
Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional (kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum
Umum), Yogyakarta : Gama Media, 2002.
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman,Pengantar Ilmu Hukum , Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2013.

JURNAL :
acmeera.blogspot.com
Moh. Makmun, jurnal PERBANDINGAN HUKUM ANTARA HUKUM BARAT DAN
HUKUM ISLAM, UNIPDU Jombang, 2013.
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Western_law
www.wikipedia.com

16

Anda mungkin juga menyukai