Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sisa bahan dari suatu proses yang tidak berguna, tidak digunakan atau
bahan yang dibuang merupakan pengertian dari sampah. Biasanya berupa padatan
atau setengah padatan yang sering dikenal dengan istilah sampah basah atau
sampah kering. Seringkali manusia tidak memperdulikan sisa bahan atau sampah.
Mereka hanya membuangnya begitu saja sisa bahan yang sudah tidak digunakan
lagi. Padahal jika dia memanfaatkannya, maka banyak yang bisa diciptakan dari
sisa bahan tersebut (Nur et al., 2016).
Usaha pengelolaan sampah di masyarakat kebanyakan diatasi dengan
membakar sampah, dibuang ke sungai atau di kumpulkan di tempat sampah
terdekat kemudian di angkut oleh petugas ke tempat pembuangan sampah. Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan nilai kepraktisan sampah segera hilang dari
pandangan mata. Padahal jika dilakukan pemilahan dan pengelolaan, sampah-
sampah tersebut masih mempunyai nilai ekonomis tinggi (Indriyanti et al., 2015).
Mendaur ulang sampah dengan proses pengomposan merupakan salah satu
cara mengatasi permasalahan sampah. Selain itu, juga mengurangi volume
sampah tetapi bermanfaat bagi tanaman dan lingkungan fisik tanah. Pengomposan
biasanya dilakukan dengan cara konvensional atau hasil fermentasinya
menggunakan aktivator yang menghasilkan pupuk organik atau kompos.
Pengaplikasian dari pupuk kompos ini bertujuan untuk menyuplai nutrisi bagi
tanaman dan memperbaiki sifat fisik tanah baik secara fisika, kimia, maupun
biologi. Kompos sangat penting untuk dikembangkan, karena mengingat semakin
tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan
menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara (Dahlianah,
2015).
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan praktikum untuk
mengetahui dan memahami cara pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa limbah
pertanian, mengetahui manfaat dan pengaruh penggunaan kompos serta
memanfaatkan limbah sayuran.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk mengetahui bagaimana
cara membuat kompos, untuk mengetahui manfaat dan pengaruh dari penggunaan
kompos bagi tumbuhan, dan memanfaatkan limbah sayuran serta mengurangi
pupuk kimia.
Kegunaan diharapkan setiap peserta praktikan dapat memahami pembuatan
pupuk organik dari limbah pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kompos
Kompos adalah pupuk organik yang berasal dari pengomposan secara
konvensional atau hasil fermentasi yang menggunakan aktivator, sehingga
pengomposan yang memerlukan waktu lama dalam prosesnya, bisa dipercepat
dengan menggunakan bioaktivator seperti EM4. Bahan baku dalam pembuatan
kompos adalah dari sampah organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan maupun
hewan atau dengan sebutan sampah (Dahlianah, 2015).
Kompos bermanfaat dalam meningkatkan produktivitas media tanam
tanaman dengan meningkatkan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah,
penggunaannya aman dan tidak merusak lingkungan dan tidak memerlukan
banyak biaya dan proses pembuatannya mudah. Artinya pupuk kompos baik
digunakan karena berbagai alasan seperti tidak merusak lingkungan, tidak
memerlukan biaya yang banyak, proses pembuatan yang mudah dan bahan yang
tidak sulit ditemukan (Bachtiar dan Ahmad, 2019).
Selain menyediakan unsur hara, juga dapat meningkatkan produktivitas
tanah dan mendukung kehidupan tanaman budidaya baik pertumbuhan maupun
produksi tanaman. Pemberian kompos merupakan merupakan salah satu alternatif
pemecahan atau solusi untuk membatasi kemungkinan dampak negatif yang
ditimbulkan akibat pemberian pupuk anorganik. Penggunaan pupuk kompos atau
pupuk organik lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan (Dahlianah, 2015).
2.2 Pengomposan Anaerob
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian
secara biologis oleh mikroba seperti bakteri, jamur yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi, yang dapat berlangsung secara aerobik dan
anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu. Proses
pengomposan sampah secara tradisional berlangsung dalam waktu lama.
Sehingga hal ini menyebabkan sampah terus bertumpuk. Tetapi, ada juga
pengomposan yang memerlukan waktu cepat yaitu pengomposan anaerob
(Wardoyo dan Anwar, 2021).
Pengomposan secara anaerob memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Artinya pengomposan
dengan menggunakan aktivator seperti EM4 adalah termasuk pengomposan secara
anaerob karena membutuhkan mikroorganisme. Proses pembuatan Kompos
dengan anaerob, penguraian bahan organik berlansung tanpa bantuan udara atau
oksigen secara maksimal, sehingga proses ini berlangsung secara dingin dan tidak
terjadi fluktuasi suhu yang dapat memperlambat penguraian (Dahlianah, 2015).
Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat perlu perlakuan
dengan menggunakan alat biakan berupa komposter dan menambahkan activator
atau biang kompos. Komposter yang selama ini dipergunakan berupa komposter
anaerob, yang hanya mengandalkan suplai udara secara alami. Adapun waktu
yang diperlukan dalam pembuatan kompos dengan menggunakan komposter
anaerob sekitar 2 sampai dengan 3 minggu (Wardoyo dan Anwar, 2021).
2.3 Aktivator
Bahan yang mengandung mikroorganisme di sebut sebagai aktivator.
Aktivator tidak termasuk ke dalam pupuk. Pembuatan kompos khususnya dari
sampah organik rumah tangga perlu penambahan aktivator EM4. EM4 merupakan
bahan yang membantu mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan
meningkatkan kualitasnya. Selain itu, EM4 juga bermanfaat memperbaiki struktur
dan tekstur tanah menjadi lebih baik serta menyuplai unsur hara yang dibutuhkan
tanaman (Nur et al., 2016).
Effective Microorganisms (EM) merupakan kultur campuran dari
mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM4 yang
dikenal saat ini adalah EM4 yang diaplikasikan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keanekaragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan
tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas
dan kualitas produksi tanaman. Dengan demikian penggunaan EM4 akan
membuat tanaman menjadi lebih subur, sehat dan relatif tahan terhadap serangan
hama dan penyakit (Fuadi, 2022).
Effective Microorganisms (EM) merupakan suatu cairan berwarna
kecoklatan dan beraroma manis asam yang di dalamnya berisi campuran beberapa
mikroorganisme hidup yang baik untuk tanaman yang terdiri dari bakteri
fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomydetes, dan jamur peragian.
Inokulan mikroorganisme yang terdiri dari 90% Lactobacillus sp ini memproduksi
asam laktat yang dapat mempercepat perombakan bahan organik seperti lignin
dan selulosa (Irawan dan Suwanto, 2017).
2.4 Kandungan Bahan
Bahan yang digunakan dan mikroorganisme berpengaruh besar terhadap
pembuatan kompos. Selama proses pengomposan, terjadi kenaikan suhu yang
membantu menghilangkan organisme patogen sehingga kompos aman untuk
digunakan sebagai pupuk organik. Bahan organik menunjukkan pentingnya
sumber nutrisi yang dibutuhkan tanaman dan akan mengurangi penggunaan pupuk
kimia (Widowati et al., 2022).
2.4.1 Eceng Gondok
Tanaman yang hidup di wilayah perairan yang terapung pada air didalam
atau mengembangkan perkaran di dalam lumpur pada air yang dangkal yaitu
tanaman eceng gondok. Tanaman ini merupakan tanaman gulma. Eceng gondok
berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.
Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam
waktu 7-10 hari. Salah satu upaya untuk menanggulangi gulma eceng gondok di
kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok
untuk pupuk organik. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk
karena mengandung selulosa (Juliani et al., 2017).
Tumbuhan eceng gondok biasanya digunakan sebagai sumber pangan
langsung (pakan makhluk hidup), sebagai bahan pangan manusia, makanan
ternak, sumber kerajinan tangan, sebagai pemurnian air dari pencemaran-
pencemaran limbah pertanian, pencemaran organik, pencemaran limbah rumah
tangga, dan menahan sistem drainase serta sebagai bahan baku pembuatan pupuk
organik seperti kompos. Kompos eceng gondok tidak hanya dapat membantu
memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman, tetapi dapat membantu
memperbaiki sifat tanah, terutama bagi sifat kimia tanah (Nilahayati et al., 2023).
Kandungan bahan organik dan unsur hara pada eceng gondok sangat tinggi
sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif sumber pupuk organik. Kandungan
dari eceng gondok mengandung bahan organik sebesar 78,47%, C organik
21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011%, dan K total 0,016% sehingga dari hasil
ini eceng gondok berpotensi untuk di manfaatkan sebagai pupuk organik karena
eceng gondok memiliki unsur-unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh
(Moi, 2015).
2.4.2 Dedak
Dedak padi merupakan bahan pakan untuk ternak, dimana jenis pakan ini
mudah ditemukan, harga relatif murah, dan memiliki kandungan nutrisi yang
cukup. Dedak padi adalah hasil luaran dari olahan padi menjadi beras, dimana
kualitas dedak padi akan bermacam-macam tergantung dari jenis padi. Dedak padi
merupakan salah satu hasil pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi
beras. Namun terkadang kandungan nutrisi dedak mulai diragukan karena ada
kecenderungan serat kasar yang tinggi (Mila dan Sudarma, 2021).
Nutrien yang terdapat di dedak padi yang berkualitas baik antara lain
komposisi kimia dedak padi cukup tinggi diantaranya protein, lemak, serat kasar,
karbohidrat dan abu. Dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi daripada
jagung atau sumber energi yang lain maka menyebabkan dedak padi diberikan
dalam jumlah yang terbatas. Zat makanan yang tersisa pada dedak padi yang
cukup tinggi memungkinkan limbah ini masih dapat dimanfaatkan (Wizna dan
Muis, 2014).
Dedak mampu mempertahankan kandungan bahan kering dan bahan
organik karena pada proses ini bakteri asam laktat berperan sebagai pengawet dan
mampu menekan degradasi nutrien sehingga yang dihasilkan memiliki kandungan
bahan kering dan bahan organik yang baik. Dedak fermentasi berperan sebagai
akselerator yg dapat membantu mempercepat proses fermentasi, karena membantu
menyediakan biakan bakteri asam laktat bagi proses fermentasi (Azizah et al.,
2020).
2.4.3 Pupuk Kandang
Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah,
menyediakan unsur makro dan mikro. Selain itu, pupuk kandang berfungsi untuk
meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai
kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Pengaruh pemberian
pupuk kandang secara tidak langsung memudahkan tanah untuk menyerap air.
Pemakaian pupuk kandang sapi dapat meningkatkan permeabilitas dan kandungan
bahan organik dalam tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas tanah yang
pada akhirnya meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi, sehingga tanah
mampu memberikan hasil yang terbaik terhadap tanaman (Yuliana et al., 2015).
Pupuk kandang adalah sumber beberapa hara seperti nitrogen, fosfat,
kalium, dan lainnya. Nitrogen adalah salah satu hara utama bagi sebagian besar
tanaman yang dapat diperoleh dari pupuk kandang. Nitrogen dari pupuk kandang
umumnya diubah menjadi bentuk nitrat tersedia. Nitrat mudah larut dan bergerak
ke daerah perakaran tanaman, bentuk yang bisa diambil oleh tanaman secara
langsung. Selain itu pupuk kandang dapat mengurangi unsur hara yang bersifat
racun bagi tanaman (Hamzah, 2014).
Pupuk kendang dapat memberikan kontribusi hara yang mampu mencukupi
pertumbuhan bibit tanaman, karena pupuk kendang mengandung hara yang lebih
tinggi dari pupuk kandang lainnya. Pupuk kendang memiliki efek terhadap
kesuburan tanah gambut yang cukup baik karena mengandung unsur hara yang
lengkap baik makro maupun mikro serta mikroorganisme yang ada di dalamnya
mampu menguraikan gambut menjadi lebih matang sehingga beberapa unsur hara
dalam gambut seperti P mudah tersedia bagi tanaman. Dengan demikian, pupuk
kandang akan memperbaiki kondisi fisik dan kesuburan gambut (Yuliana et al.,
2015).
2.5 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan Pembuatan Kompos
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pembuatan
pupuk organik yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan,
mikroorganisme yang bekerja, kelembaban dan aerasi, temperatur dan keasaman
(pH). Bahan organik yang memiliki perbandingan C/N yang relatif tinggi atau
sama tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman. Bahan
yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena
semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Komposisi bahan dari
beberapa macam bahan organik akan lebih baik dan cepat. Biasanya dalam
membuat kompos sering di tambakan mikroorganisme. Bertambahnya jumlah
mikroorganisme diharapkan proses pembuatan pupuk organik akan lebih cepat
(Nur et al., 2016).
Proses pengomposan memberikan pengaruh sangat nyata dalam
menurunkan jumlah bakteri. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan suhu yang
terjadi selama proses pengomposan. Peningkatan suhu selama pengomposan
merupakan akibat dari perombakan bahan organik. Sejumlah energi akan
dilepaskan dalam bentuk panas langsung pada perombakan bahan organik, ini
mengakibatkan naiknya suhu dalam tumpukan kompos (Ratna et al., 2017).
Beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan proses pembuatan
kompos salah satunya adalah waktu pengomposan. Waktu pengomposan
berpengaruh terhadap rasio C/N, semakin lama proses pengomposan maka
presentase rasio C/N dalam kompos semakin meningkat. Rasio C/N yang besar
memiliki pengaruh yang berarti terhadap tumbuh kembangnya mikroorganisme.
Mikroorganisme tumbuh baik dengan banyaknya unsur C dan unsur lainnya
(Afifah et al., 2019).
2.6 Manfaat Kompos di Bidang Pertanian
Manfaat kompos bagi tanah dan tanaman adalah meningkatkan kesuburan
tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas
penyerapan air oleh tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan
kualitas hasil panen, menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, dan meningkatkan ketersediaan hara di
dalam tanah. Untuk memperoleh kualitas kompos yang baik perlu diperhatikan
proses pengomposan dan kematangan bahan, dengan kompos yang matang maka
frekuensi kompos akan meracuni tanaman akan rendah dan unsur hara pada
kompos akan lebih tinggi dibandingkan dengan kompos yang belum matang
(Thesiwati, 2018).
Kompos sangat berpengaruh besar terhadap lahan pertanian, agar tanah
tetap subur dan gembur diperlukan bahan organic. Fungsinya adalah untuk
menggantikan bahan organik yang berkurang dari dalam tanah. Pupuk kompos
memilik beberapa keuntungan selain bagi tanaman, juga bagi lingkungan dan sifat
fisik tanah. Tujuan utama aplikasi pupuk kompos yang merupakan pupuk organik
yaitu menyuplai nutrien bagi tanaman dan memperbaiki sifat fisik tanah baik
secara fisika kimia dan biologi (Dahlianah, 2015).
Penggunaan pupuk organik dipercaya membawa manfaat lebih bagi
produk produk pertanian. Karena dengan penggunaan pupuk organik produk
pertanian menjadi lebih sehat, lebih ramah lingkungan dan sedikit banyak
mengurangi dapak negatif dari bahan kimia yang digunakan untuk memperoleh
hasil pertanian yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Dengan
peranan kompos sebagai bahan organik yang ramah lingkungan diharapkan
sebagai solusi mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia dan
meningkatkan kemandirian petani dalam membuat pupuk organik sebagai upaya
pelestarian bercocok tanam ramah lingkungan (Thesiwati, 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin pada hari Sabtu, 14 Oktober 2023 pukul 16.00 WITA-
Selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu parang, sekop, ember, tali rafiah, karung beras
20 kg, spanduk bekas 2x2 dan trashbag.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pupuk kandang ayam 5 kg,
cacahan eceng gondok 1,25 kg, cacahan limbah sayuran daun 2,5 kg, dedak 2,5 kg,
cacahan daun kirinyuh dan daun gamal 0,5 kg, larutan gula pasir 1 kg (dilarutkan
dengan 1 liter air), dan 2 tutup botol EM4.
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1 Pembuatan Kompos
Prosedur pembuatan kompos adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Memotong limbah sayur, eceng gondok, daun kirinyuh, dan daun gamal
menjadi ukuran yang lebih kecil menggunakan pisau/parang.
3. Mencampurkan bahan-bahan yang ada di atas karung/spanduk bekas dan
mencampurkan dedak dan pupuk kandang ayam dan mengadukya
menggunakan sekop.
4. Menyiapkan ember berisi air, masukkan gula pasir dan EM4, lalu siram
campuran bahandengan larutan gula pasir dan EM4 hingga mempeoleh
kadar air sekitar 40%. Untuk mngetahui kadar air mencapai 40% ialah
dengan cara kepal campuran dan lepas, campuran masih menggumpal,
namun bila disentuh jari akan pecah.
5. Setelah bahan tercampur dengan baik dan cukup jenuh, masukkan semua
bahan kedalam karung lalu ikat ujung karung dengan rapat agar bakteri
pengurai mampu bekerja dengn baik.
3.3.2 Pengadukan Kompos
Prosedur pengadukan kompos adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan ikatan pada karung dan keluarkan kompos.
2. Mengaduk kompos dengan merata (Pengadukan dilakukan 2 kali dalam
seminggu).
3. Mengikat kembali ujung karung dengan rapat.
3.3.3 Pemanenan Kompos
Prosedur pemanenan kompos adalah sebagai berikut:
1. Melepaskan ikatan pada karung.
2. Mengaduk kompos dalam karung.
3. Mencium aroma, meraba, dan melihat warna kompos, jika aroma seperti
aroma tanah segar, warna menjadi coklat kehitaman, dan bertekstur halus,
maka kompos dinyatakan berhasil dan siap panen.
4. Mengeluarkan kompos dari dalam karung.
5. Melakukan pengemasan pada kompos.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan adalah sebagai berikut:
1. Aroma
Biasanya kompos yang sudah matang beraroma seperti tape, meskipun
kompos dari sampah kota. Bila kompos tercium aroma yang tajam seperti
tapai berarti terjadi fermentasi anaerob. Apabila kompos masih beraroma
seperti bahan mentahannya, berarti kompos belum matang.
2. Warna
Bila sudah matang berwarna coklat kehitam – hitaman / warna keputihan
(lapisan jamur). Bila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip
dengan bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
3. Tekstur
Ciri-ciri kompos yang sudah jadi apabila dipegang atau dikepal akan
menggumpal, selain itu jika gumpalan tadi ditekan akan hancur dengan
mudah, artinya tekstur dari pupuk kompos yang sudah jadi adalah lembut.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompos
Pengamatan Parameter Pengamatan
Ke- Warna Aroma Tekstur
1 Hijau Kecoklatan Tidak berbau Kasar
2 Coklat Fermentasi Kasar
3 Coklat kehitaman Busuk Sedikit Halus
Busuk Sedikit Halus dan
4 Coklat kehitaman
menyengat Basah
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2023
4.2 Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa warna
yang dihasilkan pada pengamatan pertama berwarna hijau kecoklatan, sedangkan
pada pengamatan kedua berubah menjadi warna coklat dan pada pengamatan
ketiga dan keempat berubah lagi menjadi berwarna coklat kehitaman dimana
warna ini sudah menjadi tanda keberhasilan kompos. Perubahan warna pada
kompos ini terjadi karena adanya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroba.
Hal ini sesuai pendapat Andriany dan Fahruddin (2018) bahwa perubahan sifat
fisik kompos yaitu warna kompos dari hijau kecoklatan menjadi coklat kehitaman
terjadi akibat adanya proses penguraian yang dilakukan oleh mikroba.
Selain warna, aroma juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
kompos. Jika terjadi perubahan aroma dari pengamatan yang dilakukan maka
kompos tersebut bisa dikatakan berhasil. Seperti halnya pada pengamatan yang
telah dilakukan. Pada awalnya, aroma yang dihasilkan pada pengamatan pertama
tidak berbau sama sekali. Pada pengamatan kedua dan ketiga aromanya menjadi
bau fermentasi. Tetapi pada pengamatan keempat aromanya berubah menjadi bau
busuk. Perubahan aroma menjadi busuk ini disebabkan karena lambatnya kompos
tersebut dipanen yang mengakibatkan mikroba terus menerus mengurai bahan-
bahan yang digunakan yang seharusnya tidak perlu lagi diurai. Selain itu,
kelembaban juga menjadi faktor adanya bau busuk pada kompos. Hal ini sesuai
dengan pendapat Herlina (2014) bahwa kelembaban memegang peranan yang
sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplai oksigen. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran optimum
untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan
tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan
akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau busuk.
Hal lain yang menjadi penentu keberhasilan kompos adalah tekstur. Pada
pengamatan pertama dan kedua, teksturnya masih kasar bahan yang digunakan
belum terurai. Pada pengamatan ketiga teksturnya berubah menjadi sedikit halus,
namun pada pengamatan keempat teksturnya sedikit halus dan basah. Hal ini
terjadi karena adanya aktivitas mikroba yang mengurai bahan yang digunakan.
Hal ini sesuai pendapat Dewantari et al (2023) bahwa tekstur kompos dapat
terbentuk akibat adanya mikroba lignolitik yang merombak bahan organik
sehingga kompos bertekstur halus dan bau busuk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sisa bahan yang tidak digunakan lagi baik dari sisa bahan rumah tangga
maupun pasar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan kompos yang
bermanfaat bagi tanaman. Dalam proses pembuatan kompos perlu diperhatikan
seluruh faktor keberhasilan maupun kegagalan agar kompos dapat berhasil secara
maksimal.
5.2 Saran
Jika melakukan praktikum pembuatan kompos, maka sebaiknya terlebih
dahulu perhatikan tempat penyimpanan proses fermentasi pada kompos. Simpan
pada kelembaban yang optimal agar nantinya kompos berhasil dan dimanfaatkan
oleh tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, A. S., Prajati, G., dan Suryawan, I. W. K. 2019. Pengaruh Waktu


Pengomposan dan Komposisi Kompos Sampah Organik terhadap Laju
Pertumbuhan Daun Tanaman Kacang Panjang. Jurnal Rekayasa Sipil dan
Lingkungan, 1-7.

Andriany, A., dan Fahruddin, F. 2018. Pengaruh Jenis Bioaktivator terhadap Laju
Dekomposisi Seresah Daun Jati (Tectona grandis), di Wilayah Kampus
Unhas Tamalanrea. Jurnal Biologi Makassar, 3(2): 31-42.

Azizah, N. H., Ayuningsih, B., dan Susilawati, I. 2020. Pengaruh Penggunaan


Dedak Fermentasi terhadap Kandungan Bahan Kering dan Bahan Organik
Silase Rumput Gajah (Pennisetum Purpureum). Jurnal Sumber Daya
Hewan, 1(1): 9-13.

Bachtiar, B., dan Ahmad, A. H. 2019. Analisis Kandungan Hara Kompos dengan
Penambahan Aktivator Promi. Jurnal Biologi Makassar, 4(1): 68-76.

Dahlianah, I. 2015. Pemanfaatan Sampah Organik Sebagai Bahan Baku Pupuk


Kompos dan Pengaruhnya terhadap Tanaman dan Tanah. Jurnal Penelitian
Ilmu-Ilmu Pertanian, 10(1): 10-13.

Dewantari, U., Arifin, A., Sulastri, A., dan Apriani, I. 2023. Efektivitas Aktivator
Mikroorganisme Lokal Limbah Sayur dalam Pembuatan Kompos. Jurnal
Teknologi Lingkungan Lahan Basah, 11(1): 8-15.

Fuadi, A. N. 2022. Sosialisasi Pembibitan Bakteri EM4 (Effective Microorganism)


untuk Pembuatan Pupuk Organik Secara Mandiri Sebagai Upaya Inovasi
Pertanian di Era New Normal. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat
Indonesia, 1(2): 20-23.

Hamzah, S. 2014. Pupuk Organik Cair dan Pupuk Kandang Ayam Berpengaruh
kepada Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L). Jurnal Ilmu
Pertanian, 18(3).

Herlina, F. 2014. Efektivitas dan Pemanfaatan Bioaktivator pada Bahan


Penggembur Eceng Gondok sebagai Kompos.Jurnal Integrasi Sistem
Industri, 1(2).

Indriyanti, D. R., Banowati, E., dan Margunani, M. 2015. Pengolahan Limbah


Organik Sampah Pasar Menjadi Kompos. Jurnal Abdimas, 19(1): 43-44.

Irawan, D., dan Suwanto, E. 2017. Pengaruh EM4 (Effective Microorganisme)


terhadap Produksi Biogas Menggunakan Bahan Baku Kotoran Sapi.
Jurnal Program Studi Teknik Mesin, 5(1).
Juliani, R., Simbolon, R. F. R., Sitanggang, W. H., dan Aritonang, J. B. 2017.
Pupuk Organik Enceng Gondok dari Danau Toba. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 23(1): 220-224.

Mila, J. R., dan Sudarma, I. M. A. 2021. Analisis Kandungan Nutrisi Dedak Padi
Sebagai Pakan Ternak dan Pendapatan Usaha Penggilingan Padi di
Umalulu, Kabupaten Sumba Timur. Bulletin of Tropical Animal Science,
2(2): 90-97.

Moi, A. R. 2015. Pengujian Pupuk Organik Cair dari Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) terhadap Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica juncea). Jurnal
MIPA, 4(1): 15-19.

Nilahayati, N., Ichsan, I., Safrizal, S., Saragih, N. P., Harahap, Z., dan Mahyar, H.
2023. Pemanfaatan Eceng Gondok Menjadi Pupuk Kompos Untuk
Meningkatkan Ekonomi Masyarakat Gampoang Cot Trueng Kecamatan
Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Vokasi, 7(1): 11-22.

Nur, T., Noor, A. R., dan Elma, M. 2016. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari
Sampah Organik Rumah Tangga dengan Bioaktivator EM4 (Effective
microorganisms). Jurnal Konversi, 5(2): 5-12.

Ratna, D. A. P., Samudro, G., dan Sumiyati, S. 2017. Pengaruh Kadar Air terhadap
Proses Pengomposan Sampah Organik dengan Metode Takakura. Jurnal
Teknik Mesin, 63-67.

Thesiwati, A. S. 2018. Peranan Kompos Sebagai Bahan Organik yang Ramah


Lingkungan. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Dewantara,1(1): 27-
33.

Wardoyo, S., dan Anwar, T. 2021. Perbedaan Penggunaan Komposter Anaerob


dan Aerob terhadap Laju Proses Pengomposan Sampah Organik. Jurnal
Ilmu Kesehatan, 15(3): 251-255.

Widowati, T., Nuriyanah, N., Nurjanah, L., Lekatompessy, S. J., dan Simarmata,
R. 2022. Pengaruh Bahan Baku Kompos terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Cabai Merah Keriting (Capsicum annuum L.). Jurnal Ilmu
Lingkungan, 20(3): 665-671.

Wizna, W., dan Muis, H. 2014. Pemberian Dedak Padi yang Difermentasi dengan
Bacillus amyloliquefaciens Sebagai Pengganti Ransum Komersil Ayam
Ras Petelur. Jurnal Peternakan Indonesia, 14(2): 398-403.

Yuliana, Y., Rahmadani, E., dan Permanasari, I. 2015. Aplikasi Pupuk Kandang
Sapi dan Ayam terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) di Media Gambut. Jurnal Agroteknologi, 5(2): 37-42.

Anda mungkin juga menyukai