Pendahuluan Pola Tanam
Pendahuluan Pola Tanam
Disusun oleh:
Avi Qurvanda Putri Pradani
205040307111016
Pola Tanam C
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
memberikan kemampuan, keberkahan, serta kekuatan baik waktu, pikiran, maupun
tenaga kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pola
Tanam (Cropping Pattern)"
Sebagai penulis, saya menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
penulis dengan rendah hati menerima saran maupun kritik dari pembaca agar dapat
memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga karya ilmiah yang disusun mampu memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca secara berkelanjutan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
3.2 Saran...............................................................................................................7
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
kemampuan genetik tinggi, sehingga produktivitas tanaman tersebut optimal dan
berkelanjutan, meskipun lahan yang digunakan sangat terbatas (Syafruddin, 2015).
2
BAB II. PEMBAHASAN
Sistem pola tanam tentu memiliki sejarah awal, yang dimana masyarakat
zaman dahulu mempraktekkan sistem ini dengan lebih simpel, namun dasar konsep
pengelolaannya tetap sama hingga sekarang. Gambaran singkat terkait sejarah pola
tanam yakni:
Pada abad ke-9 sistem pola tanam sebenarnya sudah diterapkan oleh
masyarakat Jawa Kuno, hal ini dapat dilihat dari adanya relief ke-65
Karmawibhangga di Candi Borobudur, relief ini menceritakan tentang kemunculan
hama saat musim panen padi akan tiba, selain itu juga terdapat gambaran terkait
bagaimana cara pengelolaan lahan pada masa itu, seperti penggunaan irigasi teratur
3
serta kerbau sebagai pengolah lahan. Beranjak ke abad 13 pada masa kejayaan
Kerajaan Majapahit, kerajaan ini membuat sistem pengairan atau irigasi yang cukup
baik, hingga saat ini, peninggalan saluran pengairan tersebut masih digunakan oleh
petani di Trowulan.
Sekitar abad ke-16, ketika VOC berada di indonesia, mereka menerapkan
sistem tanam paksa (Kultuur Stelsel) dan mereka menambah pengetahuan
masyarakat lokal tentang cara memaksimalkan potensi lahan subur, semua itu
dituangkan pada serat Centhini yang ditulis pada masa Keraton Surakarta yakni
tahun 1814, didalam serat tersebut dikatakan bahwa petani Suku Jawa melakukan
budidaya campuran di lahan padi gogo, pekarangan, kebun campuran, dan lain
sebagainya, dengan tujuan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi (Suryanto, 2019).
4
2.3 Bentuk-Bentuk Pola Tanam
bentuk penataan pertanaman atau pola tanam dibagi menjadi 2 kategori yakni
monokultur dan polikultur, adapun penejlasan terkait bentuk pola tanam menurut
Evizal & Prasmatiwi (2021) yaitu:
No Keterangan Gambar
1. Monokultur
Dalam satu lahan menanam satu jenis tanaman,
umumnya lahan luas, dan berulang menanam
tanaman yang sama (minimal 1 siklus tanam),
termasuk kdealam pertanian intensif.
2. Polikultur
Kebalikan dari monokultur yaitu menanam dua
atau lebih jenis tanaman di lahan yang sama
dalam rentang waktu tertentu. Polikultur dpaat
diklasifikasikan dalam skala kecil yakni:
a. Pertanian campuran: sistem pertanian yang
melibatkan tanaman semusim atau tahunan
dengan ternak, ikan, dan sebagainya.
b.Tanaman lorong: tanaman semusim ditanam
pada lorong (alley) diantara dua baris
tanaman pagar (pohon atau perdu legum).
c. Tanaman sela: budidaya tanaman semusim di
sela tanaman tahunan yang masih muda
(umur 0-3 tahun), seperti penanaman jagung
di sela barisan kelapa.
d.Tumpangsari: penanaman dua jenis atau lebih
tanaman secara bersama (simultan) di lahan
yang sama pada rentang musim tertentu.
5
adalah faktor fisik serta non fisik (Setiawan, 2009). Adapun penjelasan terkait
kedua faktor tersebut yakni diantaranya:
Faktor Fisik
1. Iklim Sebagai tempat adaptasi tanaman, yang dimana iklim
mencakup banyak hal seperti curah hujan yang berkaitan
dengan ketersediaan air, radiasi matahari yang menjadi
sumber energi, ataupun unsur iklim lainnya seperti suhu,
udara, angin, serta kelembapan yang tentu memiliki
pengaruh masing-masing terhadap tanaman.
2. Tanah Sebagai media tumbuh tanaman, hal yang perlu diperhatikan
pada tanah yakni mencakup kesuburan, sifat fisik, kimia,
dan biologinya.
3. Air Unsur yang diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang, air memiliki peran penting pada tanaman,
sehingga perla dikelola dengan baik, terlebih pada saat
musim kemarau (tanaman memerlukan air dan air minim).
Faktor Non Fisik
1. Sosial Tingkat pendidikan, status lahan, luas lahan, tenaga kerja,
sarana prasarana, lokasi lahan yang akan dikelola, dan
pengalaman. Semua itu berkaitan langsung dengan
bagaimana cara petani mengelola lahan yang dimilikinya.
2. Ekonomi Kondisi ekonomi mempengaruhi perkembangan
pengelolaan lahan layaknya inovasi teknologi, dll.
3. Budaya Banyak petani yang masih menggunakan sistem pengolahan
lahan secara turun-temurun, jika petani tidak menerima ilmu
luar yang mengembangkan cara pengelolaan tradisional,
maka pengelolaan lahan hanya sebatas itu saja.
4. Politik Kelembagaan luar sebagai penyalur informasi adanya
pemberdayaan masyarakat terkait pola tanam untuk menjaga
ketahanan pangan.
6
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penulisan makalah terkait pola tanam
(Cropping Pattern) adalah:
a. Pola tanam (cropping pattern) memiliki definisi yang beraneka ragam, namun
secara garis besar pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan tata letak
dan tata urutan tanaman pada suatu lahan dengan satuan waktu tertentu.
b. Pengimplementasian pola tanam sudah dilakukan sejak abad ke-9, hal ini dapat
dibuktikan melalui relief ataupun tulisan kuno terkait kemunculan hama saat
menuju musim panen, irigasi teratur, maupun pengelolaan kebun campuran.
c. Penerapan sistem pola tanam ini juga bermanfaat bagi lingkungan seperti
peningkatan kualitas air, sosial ekonomi seperti peningkatan pendapatan, lahan
yang lebih efisien, serta peminimalisir kegagalan panen.
d. Bentuk pola tanam secara sederhana dibagi menjadi 2 jenis yakni monokultur
dan polikultur, pola tanam polikultur ini dapat diklasifikasikan menjadi tanaman
sela, tanaman lorong, tumpangsari, tanaman campuran, dll.
e. Faktor yang mampu mempengaruhi pola tanam adalah faktor fisik (iklim, tanah,
air) serta faktor non fisik (sosial, ekonomi, budaya, politik)
3.2 Saran
Perlu adanya pembelajaran langsung dilapangan utnuk membedakan
klasifikasi bentuk pola tanam.
7
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, B., Purwanto, R. H., Sabarnurdin, S., & Sumardi, S. (2016). Pola tanam
dan pendapatan petani hutan rakyat di region atas Kabupaten Ciamis. Jurnal
kawistara, 6(3), 309-317.
Akhmad, R. (2021). Pola Tanam Pertanian Lahan Kering untuk Sistem Polikultur
Terintegrasi di Pulau Lombok, Indonesia. Jurnal Pendidikan Geosfer, 6(2),
155-163.
Chandrasekaran, B., Nnadurai, K. and Somasundaran, E. (2010). A textbook of
agronomy. New Age International.
Evizal, R., & Prasmatiwi, F. E. (2021). Pilar dan model pertanaman berkelanjutan
di Indonesia. Jurnal Galung Tropika, 10(1), 126-137.
Pitaloka, D. (2018). Lahan Kering Dan Pola Tanam Untuk Mempertahankan
Kelestarian Alam. G-Tech: Jurnal Teknologi Terapan, 2(1), 119-126.
Setiawan, E. (2009). Kearifan lokal pola tanam tumpangsari di Jawa
Timur. Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi, 2(2), 79-88.
Suryanto, A. (2019). Pola tanam. Universitas Brawijaya Press
Syafruddin, S., Padang, I. S., & Saidah, S. (2015). Perbaikan Pola Tanam Palawija
pada Lahan Kering di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 18(3), 263-272.