Anda di halaman 1dari 24

TUMOR DAN KANKER ESOFAGUS

A. Pendahuluan

Tumor esofagus merupakan jenis tumor yang paling sering terjadi di dalam sel yang
melewati dinding kerongkongan. Tumor esofagus ada yang bersifat jinak dan ada yang
bersifat ganas. Tumor jinak yang paling sering terdapat pada esofagus adalah tumor yang
berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan leiomioma. Sedangkan tumor yang bersifat
ganas sering dikenal dengan kanker esofagus. Jenis yang paling sering terjadi pada
kanker kerongkongan adalah squamous sel carcinoma dan adenokarsinoma, Dari kedua
tumor tersebut sekitar 95% tumor yang ada di esofagus adalah tumor yang bersifat
ganas.1

Kanker esofagus merupakan jenis kanker yang sering ditemukan di daerah yang
dikenal dengan julukan Asian Esophageal Cancer Belt yang terbentang dari tepi selatan
laut Kaspia di sebelah barat sampai ke utara Cina meliputi Iran, Asia Tengah,
Afganistan, Siberia, dan Mongolia.1,2

Kanker esofagus merupakan peringkat ke enam penyebab kematian yang disebabkan


oleh kanker. Sekitar 80 persen kematian terjadi di negara berkembang seperti Afrika
Selatan dan Cina. Insidens karsinoma esofagus sangat bervariasi diberbagai negara,
banyak ditemukan di China, Jepang, Rusia, Hongkong, Skandinavia, dan Iran. Di negara-
negara barat seperti Amerika dan Inggris jarang ditemukan karsinoma esofagus.
Dilaporkan di China insiden karsinoma esofagus 19,6/100.000 pada laki-laki dan
9,8/100.000 pada wanita, bahkan pada propinsi Hunan, Shanxi dan Hebey insiden
mencapai 100/100.000 penduduk. Sedang Di Amerika dilaporkan insiden 6/100.000 pada
laki-laki dan 1.6/100.000 pada wanita.1,3

B. Anatomi dan Fisiologi Esofagus

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang menghubungkan


dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring
menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen
tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan
kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di
mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri,
lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen
(pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan
berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm.4

1. Cervikal, dimulai dari bagian bawah kartilago cricoid (settinggi C6) sampai suprasternal
notch

2. Upper Thoracis, dari suprasternal notch sampai carina (setinggi T4-T5)

3. Mid Thoracis, dari bifurcatio trakea sampai esofagus punction

4. Lower Thoracis, 8 cm panjangnya, meliputi abdominal esophagus

Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior ke otot
krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v. pulmonalis inferior, 30-35
cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45 cm. Bagian atas esofagus yang berada di
leher dan rongga dada mendapat darah dari a. thiroidea inferior beberapa cabang dari arteri
bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut
mendapat darah dari a. phrenica inferior sinistra dan cabang a. gastrika sinistra.3,4

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosal esofagus. Di esofagus bagian


atas dan tengah, aliran vena dari plexus esofagus berjalan melalui vena esofagus ke v. azigos
dan v. hemiazigos untuk kemudian masuk ke vena kava superior. Di esofagus bagian bawah,
semua pembuluh vena masuk ke dalam vena koronaria, yaitu cabang vena porta sehingga
terjadi hubungan langsung antara sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian
bawah melalui vena lambung tersebut. Pembuluh limfe esofagus membentuk pleksus di
dalam mukosa, submukosa, lapisan otot dan tunika adventitia. Di bagian sepertiga kranial,
pembuluh ini berjalan seara longitudinal bersama dengan pembuluh limfe dari faring ke
kelenjar di leher sedangkan dari bagian dua per tiga kaudal dialirkan ke kelenjar seliakus,
seperti pembuluh limfe dari lambung. Duktus thorakikus berjalan di depan tulang belakang.

Esofagus dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. N. vagus bersifat saraf
parasimpatis bagi esofagus, meskipun di bawah leher n. vagus membawa gabungan saraf
simpatis dan parasimpatis. Esofagus pars servikalis dipersarafi oleh n. laringeus rekuren yang
berasal dari n. vagus. Cabang n.vagus dan n. laringeus rekurens kiri mempersarafi esofagus
thorakalis atas. N. vagus kiri dan kanan berjalinan dengan serabut simpatis membentuk
pleksus esofagus. Persarafan simpatis berasal dari ganglion servikal superior rantai simpatis,
n. splanikus mayor, pleksus aortik thorasikus dan ganglion seliakus.3,4

Secara histologis dinding esofagus terdiri atas 4 lapis, yaitu:

1. Mukosa

Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas,
dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam.

2. Submukosa

Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat mempermudah


jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia.

3. Muskularis

Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh bagian bawah
merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran antara otot rangka dan
otot polos.

4. Serosa

Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur
yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat
(bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke
lambung. Refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah esofagus dan masuknya
udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter atas esofagus, sfingter atas
normalnya selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot krikofaringeus.

Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung oleh


gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada besarnya bolus
makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari gerakan
peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik primer adalah gerak
peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik pada faring yang menyebar ke
esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan membutuhkan waktu
8-9 detik untuk mendorong makanan ke lambung. Gerakan peristaltik sekunder terjadi oleh
adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan peristaltik primer dan masih ada makanan
pada esofagus yang merangsang reseptor regang pada esofagus, maka akan terjadi gelombang
peristaltik sekunder. Gelombang peristaltik sekunder berakhir setelah semua makanan
meninggalkan esofagus. Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus
proksimal atau sfingter atas esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan
dengan lambung oleh sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal
spinchter/ LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. vagus.
Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion n.
vagus yang menghasilkan asetilkolin.3,4

Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus dan
lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda dengan esofagus
tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal sfingter selalu konstriksi.

Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu :

1. Fase oral, yang mencetuskan proses menelan. Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang
telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan melalui dorsum
lidah ke orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator veli palatini
mengakibatkan rongga pada tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas
dinding posterior faring (Passavant’s ridge) terangkat penutupan nasofaring akibat kontraksi
m. levator veli palatine, kontraksi m. Palatoglosus, ismus fausium tertutup, kontraksi m.
palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

2. Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya makanan dari
faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.
salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis,
sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika
vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligesàpenghentian aliran
udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan masuk ke
saluran nafas meluncur ke arah esofagus.
3. Fase esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari esofagus
ke lambung. Rangsangan makanan pada akhir fase faringealàrelaksasi m. krikofaringà
introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam esofagus. Sfingter
berkontraksi, tonus introitus esofagus saat istirahat,àrefluks dapat dihindari. Akhir fase
esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus
servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat,
maka sfingter ini akan menutup kembali.

C. Definisi dan Klasifikasi

Tumor esofagus terdiri dari tumor yang bersifat jinak dan tumor yang bersifat ganas
(kanker). Berbagai jenis tumor yang bermassa jinak dapat tumbuh dan berkembang dari
lapisan dinding yang berbeda yang ada di esofagus. Tumor jenis ini biasanya tanpa gejala
dan tumbuh secara lambat, bahkan tumor jinak ini sering tercatat hanya sebagai temuan
insidentil selama radiografi rutin atau endoskopi. Tumor jinak yang paling sering terdapat
pada esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot, yang disebut dengan
leiomioma. Karena tumor berasal dari propria muskularis, tumor tersebut ditutupi oleh
submukosa yang utuh dan mukosa, sehingga sulit untuk dilakukan biopsi secara
endoskopi. Sedangkan tumor yang bersifat ganas sering dikenal dengan kanker esofagus.1,5

Kanker esofagus adalah karsinoma yang berasal dari epitel berlapis gepeng yg
melapisi lumen esofagus. Kanker esofagus dimulai dari lapisan dalam (mukosa) dan
tumbuh hingga ke submukosa dan lapisan otot. Dari kedua tumor tersebut hampir 95%
tumor yang ada di esofagus adalah tumor yang bersifat ganas.5

Berdasarkan histopatologinya, kanker esofagus dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Tumor epitel

Merupakan jenis tumor yang berasal dari lapisan epitel esofagus. Tumor
jenis ini merupakan tumor uang paling sering didapatkan pada esofagus. Tumor
epitel dibagi menjadi squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma.5

2. Tumor metastase

3. Limfoma
Jenis tumor yang berasal dari sel kekebalan tubuh yang ada di esofagus.

4. Sarcoma

Merupakan jenis tumor yang berasal dari dinding muscular esofagus.

Berdasarkan jenis sel yang melapisi esofagus, maka kanker esofagus dibagi menjadi
epitel berlapis gepeng (squamous cell carcinoma) dan adenokarsinoma. Squamous cell
carcinoma dapat terjadi disepanjang esofagus. Jenis kanker ini meliputi 95% kejadian
kanker esofagus di Amerika Serikat. Kanker yang terjadi di sel kelenjar disebut
adenokarsinoma. Jenis sel ini bukanlah sel yang biasanya ada dan menjadi bagian di
lapisan dalam esofagus. Sebelum menjadi adenokarsinoma, sel glandular menggantikan
posisi sel squamous, dan inilah yang sering disebut dengan Barrett’s esophagus. Kanker
tipe ini sering terjadi di bagian yang lebih bawah dari esofagus, yang merupakan tempat
terbanyak kejadian adenokarsinoma.5

D. Faktor Risiko

Penyebab kanker esofagus belum diketahui dengan pasti akan tetapi para peneliti
percaya bahwa beberapa faktor resiko seperti merokok dan alkohol, dapat menyebabkan
kanker esofagus dengan cara merusak DNA sel yang melapisi bagian dalam esofagus,
akibatnya DNA sel tersebut menjadi abnormal. Iritasi yang berlangsung lama pada dinding
esofagus, seperti yang terjadi pada GERD, Barrett’s esophagus dan akhalasia dapat
memicu terjadinya kanker. Beberapa faktor resiko yang dapat mempertinggi kejadian
kanker esofagus diantaranya adalah :

1. Merokok dan Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol dan merokok berkaitan dengan kejadian kanker esofagus.


Alkohol dan rokok dapat menyebabkan iritasi kronik pada mukosa esofagus.
Orang yang merokok 1 bungkus perhari memiliki resiko 2 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan yang tidak merokok.

2. Obesitas
Orang yang kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus. Hal ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen dan refluk esofagus.

3. Gastro-esophageal Reflux Disease (GERD)

Orang yang menderita GERD, beresiko 2 hingga 16 kali lebih tinggi untuk
menderita adenokarsinoma esofagus dibandingkan dengan orang normal. Resiko
bergantung pada seberapa panjang refluk dan gejala yang terjadi. Sekitar 30 %
kejadian kanker esofagus dikaitkan dengan kejadian GERD.

4. Barrett’s esophagus

Jika refluk di bagian lower esophagus berlangsung terus menerus dan dalam
jangka waktu yang lama, maka refluk ini akan menyebabkan kerusakan pada
dinding esofagus. Hal ini dapat mengakibatkan sel skuamous yang melapisi
esofagus menjadi nhilang dan digantikan oleh sel glandular. Sel glandular ini
biasanya terlihat seperti sel yang melapisi dinding lambung dan usus halus, dan
lebih resisten terhadap asam lambung. Kondisi ini dinamakan Barrett’s
esophagus. Sekitar 10 % orang dengan gejala GERD menderita Barrett’s
esophagus. Semakin lama seseorang mngalami GERD , maka semakin beresiko
untuk menderita Barrett’s esophagus. Kebanyakan orang yang menderita
Barrett’s esophagus memiliki gejala dada terasa terbakar. Penyakit ini memiliki
resiko 30 hingga 125 kali lebih besar untuk menyebabkan terjadinya kanker
esofagus dibandingkan dengan orang normal. Hal ini dikarenakan sel glandular
pada Barrett’s esophagus menjadi abnormal hingga menjadi displasia, kondisi
prekanker.7

5. Diet

Makan makanan yang banyak mengandung buah-buahan dan sayur-sayuran,


berkaitan dengan berkurangnya angka kejadian kanker esofagus. Buah-buahan
dan sayur-sayuran mengandung banyak vitamin dan mineral yang membantu
dalam mencegah terjadinya kanker. Sekitar 15 5 kanker esofagus dikaitkan
dengan rendahnya asupan buah-buahan dan sayuran. Makan makanan yang
sedikit mengandung buah-buahan dan sayur-sayuran dapat meningkatkan
kejadian kanker esofagus.

6. Akhalasia

Pada penyakit ini, otot pada bagian bawah esofagus tidak berfungsi dengan
baik. Makanan dan cairan yang yang masu ke dalam lambung menjadi tertahan
dan cenderung berkumpul di esofagus. Akibatnya esofagus mengkompensasi
dengan melakukan dilatasi. Orang dengan akhalasia memiliki resiko untuk
mengalami kanker esofagus 15 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
normal. Sekitar 6% (1 dari 20 orang) dari semua kasus akhalasia berkembang
menjadi kanker squamous cell carcinoma. Pada umumnya, kanker terjadi sekitar
17 tahun setelah pasien didiagnosa akhalasia.

7. Bakteri Lambung

Bakteri lambung, helicobacter pylori dapat menyebabkan masalah lambung,


termasuk ulserasi dan beberapa jenis kanker lambung. Infeksi karena nakteri ini
dapat diobati dengan antibiotic dan tambahan obat yang mengurangi asam
lambung. Orang yang mendapat terapi H.Pylori beresiko untuk mengalami kanker
esofagus dibandingkan dengan orang yang tidak mendapatkan terapi. Hal ini
dikarenakan infeksi H.Pylori, menyebabkan lambung memproduksi sedikit asam
lambung. rendahnya kadar asam lambung berdampak apad rendahnya refluks ke
esofagus. Jadi infeksi dapat menyebabkan banyak masalah di lambung, tetapi di
lain pihak hal ini infeksi tersebut membantu melindungi esofagus.

E. Manifestasi Klinis

Keterlambatan antara awitan gejala-gejala dini serta waktu ketika pasien mencari
bantuan medis seringkali antara 12-18 bulan, biasanya ditandai dengan lesi ulseratif
esofagus tahap lanjut.

1. Disfagia

Gejala utama dari kanker esofagus adalah masalah menelan, sering dirasakan
oleh penderita seperti ada makanan yang tersangkut di tenggorokan atau dada.
Ketika menelan menjadi sulit, maka penderita biasanya mengganti makanan dan
kebiasan makannya secara tidak sadar. Penderita makan dengann jumlah gigitan
yang lebih sedikit dan mengunyah makanan dengan lebih pelan dan hati-hati.
seiring dengan pertumbuhann kanker yang semakin besar, penderita mulai makan
makanan yang lebih lembut dengan harapan makanan dapat dengan lebih mudah
masuk melewati esofagus, hingga akhirnya penderita berhenti mengkonsumsi
makanan padat dan mulai mengkonsumsi makanan cair. Akan tetapi, jika kanker
tetap terus tumbuh, bahkan makanan cair pun tidak bisa melewati esophagus.
Untuk membantu makanan melewati esophagus biasanya tubuh mengkompensasi
dengan menghasilkan saliva luarkan Hal ini juga yang menyebabkan orang yang
menderita kanker esofagus sering mengeluh mengeluh banyak mengeluarkan
mukus atau saliva.1,5,8

2. Merasakan benjolan dan nyeri pada saat menelan

3. Nyeri pada dada,regurgitasi makanan yang tak tercerna dengan bau nafas dan
akhirnya cegukan

Nyeri dada sering dideskripsikan dengan perasaan tertekan atau terbahkar di


dada. gejala ini sering sekali diartikan dengan gejala yang berkaitan dengan organ
lain, seperti jantung, sehingga sering kali orang tidak menyadari kalau gejala
tersebut adalah salah satu gejala yang sering dikeluhkan pada penderita kanker
esofagus.

4. Hemoragi, kehilangan berat badan dan kekuatan secara progresif akibat kelaparan

Sekitar sebagian dari pasien yang menderita kanker esofagus mengalami


penurunan berat badan. Hal ini terjadi karena masalah menelan sehingga
penderita mendapat masukan makanan yang kurang untuk tubuhnya. Penyebab
lain dikarenakan berkurangnya nafsu makan dan meningkatnya proses
metabolisme kanker yang diderita oleh pasien.1

Pendarahan juga bisa terjadi pada pasien kanker esofagus. Sel tumor mampu
tumbuh keluar aliran darah, menyebabkan terjadinya nekrosis dan ulserasi pada
mukosa dan menghasilkan pendarahan di daerah gastrontestinal. Jika pendarahan
terjadi dalam jumlah yang banyak, maka feses juga bisa berubah menjadi warna
hitam tapi hal ini bukan berarti tanda bahwa kanker esofagus pasti ada.

5. Pada pemeriksaan fisik tampak pasien menjadi kurus karena gangguan menelan
dan anoreksia Jika telah lanjut, terdapat pembesaran kelenjar getah bening daerah
supraklavikula dan aksila, serta hepatomegali.

F. Penegakan Diagnostik

Diagnosis kanker esofagus dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan


penunjang termasuk didalamnya imaging studies dan endoskopi.9

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan diantaranya LED meningkat,


terdapat gangguan faal hati dan ginjal, dilihat dari nilai SGOT, SGPT, ureum dan
creatinin yang mengalami peningkatan.

2. Imaging Studies

a. Barrium Swallow

Pada uji ini, cairan yang disebut barium di telan. Barium akan melapisi
dinding esofagus. Ketika dilakukan penyinaran (sinar X), barium akan
membentuk esofagus dengan jelas. Tes ini dapat digunakan untuk melihat
apakah ada kelainan pada permukaan dinding esofagus. Tes barium biasanya
menjadi pilihan utama untuk melihat penyebab disfagia. Bahkan sebagian
kecil tumor, dapat terlihat dengan menggunakan tes ini. Tes barium tidak dapat
digunakan untuk menentukan seberapa jauh kanker telah bermetastase.9

b. CT Scan

CT Scan biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosis kanker esofagus,


tetapi CT Scan dapat membantu dalam menentukan penyebaran dari kanker
esofagus. CT Scan dapat menunjukkan lokasi dimana kanker esofagus berada
dan dapat membantu dalam menentukan apakah pembedahan merupakan
tatalaksana terbaik untuk kanker esofagus. Sebelum gambar diambil, pasien
diminta untuk minum cairan kontras, sehingga esofagus dan bagian usus dapat
terlihat jelas sehingga tidak terjadi pembiasan pada daerah sekitarnya.

c. Upper Endoscopy

Endoskopi merupakan uji diagnostic yang paling utama untuk


mendiagnosis kanker esofagus. Dengan bantuan endoskopi, dokter dapat
melihat kanker melalui selang dan melakukan biopsy terhadap jaringan kanker
maupun jaringan lain yang ada di sekitar kanker yang tampak tidak normal.
Contoh jaringan yang telah diambil kemudian dikirim ke laboratorium, dan
dengan bantuan mikroskop dapat ditentukan apakah jaringan tersebut
merupakan jaringan yang bersifat ganas (kanker). Jika kanker esophagus
menutupi lumen esophagus, maka lumen tersebut dengan bantuan alat dan
endoskopi dapat dilebarkan sehingga makanan dan cairan dapat melaluinya.9

d. Endoscopic Ultrasound

Merupakan jenis endoskopi yang menggunakan gelombang suara untuk


melihat gambar bagian dalam tubuh. Endoskopi jenis ini sangat berguna untuk
menentukan ukuran dari kanker esofagus dan seberapa jauh kanker tersebut
telah menyebar ke jaringan lain. Uji ini tidak memiliki dampak radiasi,
sehingga aman untuk digunakan.

e. Bronkoskopi dan Mediastinoskopi

Bronkoskopi biasanya dilakukan, khususnya pada tumor pada sepertiga


tengah dan atas esofagus, untuk menentukan apakah trakea telah terkena dan
untuk membantu dalam menentukan apakah lesi dapat diangkat. Sedangkan
mediastinoskopi digunakan untuk menentukan apakah kanker telah menyebar
ke nodus dan struktur mediastinal lain.

G. Penatalaksanaan dan Prognosis

Sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada tumor atau karsinoma


esofagus, perlu dilakukan penentuan stadium (staging) dan pengelompokan stadium
tumor. Penentuan tingkatan tumor ini dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan jasmani
yang teliti, dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium. Prosedur dilanjutkan dengan
esofagografi memakai suspensi barium, foto dada, CT Scan dada dan abdomen. Pada
kasus-kasus tertentu perlu dilakukan bronkoskopi, mediastinoskopi, atau sidik tulang.

Ada beberapa pilihan yang dapat digunakan untuk terapi kanker esofagus.
Pilihannya adalah pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dari ketiga jenis
pilihan. Sebagai contoh, terapi radiasi dan kemoterapi dapat diberikan sebelum atau
setelah operasi. Pilihan terapi bergantung pada beberapa hal, diantaranya :

1. Lokasi kanker di dalam esofagus

2. Apakah kanker telah menyerang struktur di sekitarnya

3. Apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening atau organ tubuh lainnya

4. Gejala dan kondisi kesehatan secara umum

Ada beberapa jenis operasi untuk kanker kerongkongan.. jenis tergantung terutama
di mana kanker itu berada.Untuk pembedahan harus ditentukan apakah dapat dioperasi
atau tidak berdasarkan keadaan umum pasien secara klinis, tidak adanya fiksasi tumor ke
jaringan sekitar, atau tidak adanya metastasis ke organ lain. Pembedahan dapat
dikombuinasikan dengan terapi lain seperti kemoterapi dan radioterapi. Pada stadium dini,
di mana besar tumor kurang dari 2 cm, dilakukan pembedahan enbloc esophagectomy.
Penderita akan merasakan nyeri pada masa awal setelah operasi. Namun obat-obatan akan
membantu dalam mengurangi rasa sakit tersebut. Efek samping yang ditimbulkan dari
tindakan pembedahan diantaranya adalah meningkatnya resiko infeksi termasuk
pneumoni, pandarahan setelah pembedahan dan gangguan pernafasan.1,3,9

Esofagektomi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat semua bagian


dari esofagus, termasuk sebagaian kecil dari lambung. Saat esofagus diangkat maka limfa
nodus yang berada dekat dengan esophagus juga terangkat. Bagian atas esofagus sering
dihubungkan dengan bagian lambung yang tersisa, bagian lambung tersebut ditarik ke arah
dada atau leher menjadi bagian baru dari esofagus. Banyaknya esofagus yang diangkat,
bergantung pada staging tumor dan lokasi tumor berada. Jika tumor terletak di bagian
distal esofagus, maka bagian esofagus yang diangkat bisa mencapai 8 hingga 10 cm dari
normal esofagus.4,8,9
Terapi radiasi (juga disebut radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk
membunuh sel-sel kanker. Sinar tersebut hanya mempengaruhi sel-sel kanker, tidak untuk
sel-sel disekitarnya. Terapi radiasi dapat digunakan sebelum atau setelah operasi. Bahkan
dapat digunakan sebagai terapi tunggal, pengganti operasi. Terapi radiasi biasanya
dikombinasi dengan kemoterapi untuk mengobati kanker kerongkongan. Ada dua jenis
terapi radiasi dalam pengobatan kanker kerongkongan.1,3,9

Efek samping dari terapi radiasi bergantung pada dosis dan tipe radiasi. Terapi
radiasi eksternal yang dilakukan pada daerah dada dan abdomen dapat menyebabkan
radang tenggorokan, atau nyeri pada perut dan usus. Efek samping lainnya yaitu mual dan
muntah. Selain itu, kulit di daerah yang mendapat terapi dapat menjadi merah, kering, dan
nyeri. Terapi radiasi dapat menyebabkan masalah dalam proses menelan. Misalnya,
kadang-kadang terapi radiasi dapat melukai esofagus dan menyebabkan kesulitan dalam
menelan. Atau, radiasi juga dapat menyebabkan esofagus menjadi sempit. Oleh karena itu,
Sebelum terapi biasanya sebuah tabung plastik dimasukkan ke dalam esofagus untuk
menjaga agar esofagus tetap terbuka.

Kebanyakan orang dengan kanker esofagus mendapatkan kemoterapi. Kemoterapi


menggunakan obat untuk menghancurkan sel-sel kanker. Obat-obat untuk kanker
kerongkongan biasanya diberikan melalui pembuluh darah (intravena). Kemoterapi
biasanya diberikan dalam beberapa siklus. Setiap siklus memiliki masa perawatan diikuti
oleh masa istirahat.9 Efek samping tergantung terutama pada obat yang diberikan dan
berapa banyak dosis yang digunakan. Kemoterapi dapat membunuh sel kanker dengan
cepat, akan tetapi obat tersebut juga dapat membahayakan sel-sel normal yang ada di
dalam tubuh yang membelah dengan cepat.

Terapi paliatif bisa dilakukan adalah dilatasi mekanik dan terapi yag laser. Dilatasi
mekaniuk digunakan ketika tindakan pembedahan dan radioterapi bersifat kontraindikasi.
Teknik dilatasi ini menggunkan balon dilatators yang dimasukkan ke esofagus dengan
bantuan endoskopi. Karena resiko perforasi esofagus cukup tinggi pada tindakan ini, maka
dilatasi mekanik harus dilakukan secara perlahan dan hati-hati.1,3,7,9

Terapi yag laser ini cukup efektif untuk mengobati obstruksi yang disebabkan oleh
tumor esofagus. Massa tumor dapat dihancurkan dengan menggunakan laser sehingga
lumen bebas dari massa.
Jika terdiagnosis secara dini, secara keseluruhan tumor esofagus memiliki prognosis
yang baik. Sebanyak 70% penderita mengalami metastase pada kelenjar limfa nodus. Jika
tidak ada keterlibatan limfa nodus, maka 50 % pasien dapat bertahan hidup selama 5
tahun. Jika sudah terjadi metastase, maka hanya 1 dari 8 penderita yang mampu bertahan
hingga 5 tahun.1,5,9

DISFAGIA

A. Pendahuluan

Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah dalam menelan
merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia lanjut. Oleh karena itu,
insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan juga pada pasien stroke. Kurang
lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia.10

Penyakit-penyakit yang memiliki gejala disfagia adalah antara lain keganasan


kepala-leher, penyakit neurologik progresif seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis,
atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme esofagus difus, lower
esophageal (Schatzki) ring, striktur esofagus, dan keganasan esophagus.10,11

B. Definisi

Disfagia berasal dari bahasa Yunani yang berarti gangguan makan. Disfagia
biasanya merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari proses menelan.
Disfagia dapat mejadi ancaman yang serius terhadap kesehatan seseorang karena adanya
resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan sumbatan
jalan napas. Beberapa penyebab telah di telah ditujukan terhadap disfagia pada populasi
dengan kondisi neurologis dan nonneurologis.10

C. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang tersangkut di
daerah leher atau dada ketika menelan. Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat
menunjukkan kelainan di esofagus bagian torakal. Tetapi bila sumbatan berada di leher,
kelainannya terletak di faring atau esofagus bagian servikal.
Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan disfagia
esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba menelan, tersedak atau
menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan, batuk saat menelan, muntah cairan
melalui hidung, bernapas saat menelan makanan, suara lemah, dan berat badan menurun.
Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah sensasi tekanan dalam dada tengah, sensasi
makanan yang menempel di tenggorokan atau dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa
terbakar di dada yang berlangsung kronis, belching, dan sakit tenggorokan.11

Disfagia juga dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti rasa mual, muntah,
regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat badan yang
cepat berkurang.

D. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia motorik,


dan disfagia oleh gangguan emosi atau psikogenik. Penyebab utama disfagia mekanik
adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing. Penyebab lain adalah
akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar,
misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di
mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak arteri subklavia dekstra yang
abnormal juga dapat menyebabkan disfagia, yang disebut disfagia Lusoria. Disfagia
mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada keadaan normal, lumen
esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila
dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.11,12

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang berperan


dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V,
n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik
esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus akan menyebabkan
gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah,
sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah
akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan scleroderma esofagus.12

Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau tekanan
jiwa yang berat (faktor psikogenik). Kelainan ini disebut globus histerikus.11
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran bolus
makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus,
fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot rongga mulut
dan lidah. Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula,
persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan
baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat
menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik esofagus, dan sfingter
esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas
juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus, aktivitas peristaltik esofagus masih
tampak pada kelainan otak. Relaksasi sfingter esofagus bagian bawah terjadi akibat
peregangan langsung dinding esofagus.12

E. Penatalaksanaan

Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis disfagia. Pertama dokter
dan speech-language pathologists (ahli patologi wicara-bahasa) yang menguji dan
menangani gangguan menelan menggunakan berbagai pengujian yang memungkinkan
untuk melihat bergagai fungsi menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy
serat optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam tenggorokan. Pemeriksaan
lain, termasuk video fluoroscopy, yang mengambil video rekaman pasien dalam menelan
dan ultrasound, yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas nyeri
memperlihakan tahapan-tahapan dalam menelan. Setelah penyebab disfagia ditemukan,
pembedahan atau obat-obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab
dysphagia tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli patologi
hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati masalah gangguan menelan.

Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat otot-otot facial atau
untuk meningkatkan koordinasi.13 Untuk lainnya, pengobatan dapat melibatkan pelatihan
menelan dengan cara khusus. Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi
kepala menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Menyiapkan makanan
sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat menolong orang lain. Sebagai
contoh, mereka yang tidak dapat menelan minuman mungkin memerlukan pengental
khusus untukminumannya. Orang lain mungkin harus menghindari makanan atau
minuman yang panan ataupun dingin.

Untuk beberapa orang, bagaimanapun juga, mengkonsumsi makanan dan minuman


lewat mulut sudah tidak mungkin lagi. Mereka harus menggunakan metode lain untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan,
seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian menelan yang tidak mampu
bekerja normal.

Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan disfagia orofaringeal pada


dewasa. Pendekatan langsung dan tidak langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan
langsung biasnya melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa bolus
makanan.11

Modifikasi diet merupakan komponen kunci dalam program pengobatan umum


disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur direkomendasikan pada pasien dengan
kesulitan pada fase oral, atau bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk
mengunyah makanan padat.12 Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat diubah
menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi normal.

Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia dapat menyebabkan
malnutrisi. Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan nutrisi.
Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur instan yang diperkuat, suplemen
cair oral. Jika asupan nutrisi oral tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral. 12 Disfagia
dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala keadaan hidrasi pasien sangat penting
dan cairan intravena diberikan jika terapat dehidrasi.

Selain terapi-terapi di atas, penatalaksanaan akhir adalah terapi pembedahan.

Latihan fisik dapat membantu mengoptimalkan kondisi disfagia. Jenis, jumlah, dan
frekuensi latihan tergantung pada rekomendasi dari ahli patologi wicara-bahasa pasien. 13,14
Ini sebenarnya dapat membahayakan untuk melakukan latihan ini jika mereka tidak
diresepkan untuk pasien dan kondisi spesifik pasien.

Sebelum memulai terapi fisik, harus diketahui keluhan disfagia pasien menurut
Functional Oral Intake Scale yang dikemukakan oleh Crary et al., 2005, yaitu: 15
Level 1 : Tidak ada diet peroral

Level 2 : Bergantung kepada feeding tube dengan diet makanan atau cairan minimal

Level 3 : Bergantung kepada feeding tube dengan diet makanan atau cairan konsistensi
tertentu

Level 4 : Diet oral sepenuhnya dengan konsistensi tunggal

Level 5 : Diet oral sepenuhnya dengan konsistensi multipel namun memerlukan persiapan
khusus

Level 6 : Diet oral sepenuhnya dengan konsistensi multipel tanpa memerlukan persiapan
khusus namun dibatasi jenis makana tertentu

Level 7 : Diet oral sepenuhnya tanpa ada pembatasan

Terapi rehabilitasi medik yang dapat diberikan pada pasien dengan disfagia, antara
lain: 13,14

1. Supraglottic Swallow

Tujuan: Untuk menutup erat jalan napas bagian atas sehingga tidak ada
makanan atau cairan memasuki saluran udara begitu juga paru-paru.

Metode: Menahan napas dengan kuat selama menelan dan segera setelah
menelan berdehem dan menelan lagi.

2. Mandelsohn’s maneuver

Tujuan: Untuk menutup jalan napas dan peregangan terbuka dari bagian atas
esofagus selama mungkin selama menelan.

Metode: laring (tenggorokan), pada pria ditunjukkan oleh Adam apel di bagian
depan leher. Mulailah dengan perasaan Adam apel naik dan kemudian turun
ketika menelan. Berhenti menelan ketika Adam apel berada dalam posisi tertinggi
dan tahan di sana selama satu sampai tiga detik. Lengkapi menelan dengan
membiarkan Adam apel untuk kembali ke posisi istirahat.
3. Shaker Head Raise

Tujuan: Untuk meningkatkan pembukaan bagian atas esofagus.

Metode: Berbaring telentang di permukaan yang mendukung. Angkat kepala


cukup lama untuk melihat kaki dan kemudian menurunkan kepala. Kemudian
diulangi.

4. Showa’s Maneuver

Tujuan: Untuk memperkuat otot-otot mulut dan tenggorokan.

Metode: Tekan lidah flat terhadap bagian atas mulut saat melakukan penelanan
ludah panjang selama memeras semua otot-otot wajah dan leher (seperti menelan
bola golf).

5. Masako’s Technique

Tujuan: Untuk memperkuat dan meningkatkan pergerakan belakang


tenggorokan selama menelan.

Metode: Julurkan lidah (pasien dapat memilih untuk menahan lidah dengan
kasa selama latihan ini) dan menelan ludah (tanpa makanan atau cairan) tanpa
menarik lidah ke dalam mulut.

6. Lee Silverman Voice Treatment (LSVT)

Tujuan: Untuk memperkuat otot-otot yang terlibat dalam pembicaraan dan


menelan dengan menggunakan kemampuan maksimalnya. Biasanya dianggap
sebagai pengobatan bicara, LSVT telah terbukti berhasil untuk mengptimalkan
proses menelan serta dalam situasi tertentu.

Metode: Serangkaian latihan yang menggunakan otot-otot untuk berbicara dan


menelan yang didasarkan pada teori "get loud".

7. Respiratory Muscle Strength Training (RMST)


Tujuan: Untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan dengan demikian
meningkatkan gerakan untuk berbicara dan menelan. RMST dapat
mencakuplatihan kekuatan otot inspirasi atau otot latihan kekuatan otot ekspirasi.

Metode: Pasien meniup suatu perangkat untuk melihat seberapa kuat otot-otot
pernapasannya. Kemudian sebuah perangkat kecil yang digenggam dan diatur ke
tingkat kemampuan tiupan yang tepat kemudian pasien meniup ke dalamnya
sejumlah beberapa kali sehari. Hal ini memperkuat otot-otot pernapasan dan
dengan demikian juga otot berbicara dan menelan.

8. Tounge Strengthening Techniques

Tujuan: Untuk meningkatkan kekuatan otot-otot lidah dan mulut lainnya


dalam rangka meningkatkan fase oral menelan dan awal menelan.

Metode: Lakukan gerakan dan posisi yang berbeda dengan lidah (beberapa di
antaranya mungkin melawanan tahanan).

9. Sensory Therapies

Tujuan: Untuk meningkatkan sensasi sensorik di mulut dan tenggorokan,


dengan demikian meningkatkan kecepatan dan kelengkapan menelan.

Metode: Merangsang bagian yang berbeda dari mulut dan tenggorokan dengan
dingin, asam, atau arus listrik.

10. Electrolarynx Speech Post Laringektomi Total

Merupakan perangkat yang paling komunikatif untuk pasien dengan


laringektomi total. Ini adalah perangkat genggam dioperasikan dan baterai yang
biasanya ditempatkan di wilayah rahang atau leher dan memungkinkan jaringan
untuk mengirimkan getaran elektromekanik ke mulut. Suara tersebut kemudian
dibentuk menjadi kata-kata melalui otot artikulator (misalnya bibir, rahang, dan
lidah).

Banyak model baru electrolarynx memiliki volume dan kontrol pitch. Sisipan
intra-oral juga dapat digunakan bagi mereka yang mungkin kaku di daerah leher
oleh karena terapi radiasi atau kondisi lain yang mencegah penggunaan
electrolarynx tersebut. Electrolarynx ini mudah untuk belajar, tetapi beberapa
pasien mungkin mengeluh tentang kualitas suara mekanik yang terdengar.
Terlepas dari pilihan komunikasi utama yang dipilih oleh pasien, electrolarynx
selalu baik sebagai cadangan untuk situasi darurat.

11. Esophageal Speech Post Laringektomi Total

Sejumlah kecil udara baik yang disuntikkan atau yang dihirup ke bagian atas
esofagus untuk menghasilkan sebuah "suara seperti bersendawa", yang kemudian
dibentuk menjadi suara atau pembicaraan melalui artikulator-artikulator. Ini
adalah teknik yang paling sulit untuk belajar dari tiga pilihan komunikatif.
Pembicaraan esofagus biasanya terdengar lebih alami dari bicara electrolaryngeal,
tetapi tidak mungkin dipahami jika individu yang miskin kemampuan artikulasi.
Pembicaraan esofagus juga tidak memerlukan ketergantungan pada atau
pembelian perangkat atau prostesis.

12. Transesophageal Speech Rehabilitation Post Laringektomi Total

Pembicaraan TE adalah alat komunikasi yang paling terakhir untuk


laringektomi total. Pungsi trakeo-esofageal (TEP) adalah lubang kecil (fistula)
yang dibuat hanya dalam stoma, mulai dari dinding belakang trakea dan menuju
dinding esofagus. Sebuah arah suara valved silikon prostesis (perangkat yang
dipertahankan) ditempatkan ke dalam terowongan untuk mengaktifkan
pembicaraan TE sementara memblok makanan atau cairan dari atau lewat ke
trakea. Pasien dengan suara TE baru yang diproduksi dengan menutupi stoma
agar udara dihembuskan dari paru-paru dapat diarahkan dari trakea melalui pintu
prostesis dan ke dalam esofagus. Udara dihembuskan membawa getaran di daerah
trakea dan esofagus, kemudian muncul melalui mulut sebagai suara atau kata atau
kalimat. TEP dapat dibuat pada waktu yang sama saat laringektomi total atau
pasien dapat memilih untuk memiliki untuk dibuat di lain waktu.

MENINGOENSEFALITIS
A. Definisi

Meningoensefalitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membran


atau selaput yang melapisi otak (brain) dan spinal cord. Kebanyakan kasus penyakit
meningoensefasilitis disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, jamur, dan parasit menjadi
penyebab paling umum berikutnya, juga bisa dari berbagai penyebab non-infeksius, seperti
karena obat-obatan misalnya atau bisa juga penyebaran ke meninges (malignant meningitis).
Pada pasien ini karena angka leukosit meningkat maka penyebabnya adalah karena bakteri.
Sehingga diberikan terapi antibiotik. 16

B. Diagnosis dan Patofisiologi

Diagnosis meningoensefalitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa


dan pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. pada pasien didapatkan
keluhan demam yang berlangsung selama 5 hari, merupakan salah satu keluhan atau gejala
pada meningitis, selain demam juga didapatkan adanya keluhan mual tapi tidak sampai
muntah ini menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial pada pasien: Agen
penyebab menyebabkan reaksi lokal pada meninges mengakibatkan inflamasi meninges
kemudian terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran cairan dari
intravaskuler ke interstisial. Hasil yang terjadi adalah peningkatan volume cairan interstisial
dan terjadi edema, jika kompensasi tidak adekuat, maka komplikasi utamanya adalah
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan kesadaran.16

C. Tanda dan Gejala

Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke
jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian
premotor. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi
pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri atau suatu tahanan, disebabkan oleh adanya
iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi
otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa
infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.17

D. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan dan laboratorium yang menunjukkan adanya leukositosis
menunjang terjadinya demam pada pasien, hasil pemeriksaan fisik juga menunjukkan adanya
infeksi pada meningen yang belum mencapai medulla spinalis, oleh karena itu gejala yang
didapat pada pasien ditunjang dengan pemeriksaan fisik dan penunjang maka sesuai dengan
diagnosis meningitis. untuk mengetahui penyebab pastinya dibutuhkan adanya kultur.

E. Penatalaksanaan

Terapi umum diberikan oksigen 2-4 liter permenit, pasang DC, pasang NGT,
meninggikan kepala ditempat tidur 30 derajat. Terapi Suportif Infus RL 20 tetes permenit.
Terapi Khusus yaitu terapi kausatif diberikan cefotaxim 3 x 1 gram, kloramfenikol 3 x 1
gram, manitol 3 x 100 cc, citicolin 3 x 500 mg, dexametason 3 x 1 A. Terapi simptomatik
yaitu antipiretik : paracetamol 3 x 500 mg, profilaksis strees Ulcer : lansoprazol 3 x 1 tab,
penurun kolesterol : simvastatin 1 x 1 (malam). vitamin corsaneuron 3 x 1 tab.17

Pada penatalaksaan rehabilitasi pasien meningoensefalitis, utamanya adalah


fisioterapi. Namun, fisioterapi boleh dilakukan jika tanda-tanda infeksi meningen atau
jaringan otak sudah mereda, yaitu ditandai dengan tanda-tanda meningen (-). Jika memang
sudah bisa dilakukan fisioterapi, maka dapat dilakukan mobilisasi mulai dari latihan miring
pada bedside transfer kemudian dilanjutkan latihan duduk, positioning exercise, alih baring
tiap 2 jam, dan dilakukan latihan ROM pasif, jika pasien sudah sadar penuh bisa dilanjutkan
latihan ROM aktif.16,17

DAFTAR PUSTAKA

1. Chou J.C., Gress F.G. 2006. Benign Esophageal Tumors. http://www.health.am/cr/benign-


esophageal-tumors/ (4 November 2011)

2. Livestone E.M. 2007. Esophageal Cancer.


http://www.merckmanuals.com/home/digestive_disorders/tumors_of_the_digestive_system/
esophageal_cancer.html (4 November 2011)

3. National Cancer Institute. 2008. Esophageal Cancer (Esophageal Tumor).


http://my.clevelandclinic.org/disorders/esophageal_cancer/hic_esophageal_cancer.aspx (4
November 2011)

4. Califano J., Leong P.L., Koch W.M., Eisenberger C.F., Sidransky D., Westra W.H. 1999.
Second Esophageal Tumors in Patients with Head and Neck Squamous Cell Carcinoma: An
Assessment of Clonal Relationships. Clin Cancer Res July 1999 5; 1862.
5. Ozan E., Oztekin O., Alacacioglu A., Aykas A., Postaci H., Adibelli Z. 2010. Esophageal
gastrointestinal stromal tumor with pulmonary and bone metastases. Diagn Interv Radiol
2010; 16:217–220.

6. Sejpal S.V., Mulcahy M.F., Small W. 2010. The Role of Combined Radiation and
Chemotherapy in the Treatment of Esophageal Cancer.
http://www.cancernews.com/data/Article/305.asp (4 November 2011)

7. Reed C.E. 1999. Surgical Management of Esophageal Carcinoma. The Oncologist April 1999
vol. 4 no. 2 95-105.

8. Smith R.P., Shinohara E.T. 2008. Esophageal Cancer: The Basics.


http://www.oncolink.org/types/article.cfm?
c=5&s=12&ss=769&id=9465&CFID=36146701&CFTOKEN=25566200 (4 November
2011)

9. American Joint Committee on Cancer. 2011. Esophageal Cancer.


http://www.cancer.net/patient/Cancer+Types/Esophageal+Cancer?sectionTitle=Staging (4
November 2011)

10. Paik N.J. 2011. Dysphagia. http://emedicine.medscape.com/article/324096-overview (4


November 2011)

11. DiMarino M.C. 2009. Dysphagia.


http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/
esophageal_and_swallowing_disorders/dysphagia.html (4 November 2011)

12. Stoppler M.C. 2011. Dysphagia (Difficulty Swallowing).


http://www.emedicinehealth.com/dysphagia_swallowing_problems/article_em.htm (4
November 2011)

13. Muir A.J. 2010. Swallowing Rehabilitation Techniques.


http://www.dukehealth.org/services/speech_and_audiology/care_guides/swallow_center/
swallowing_rehabilitation_techniques (4 November 2011)

14. The Voice and Swallowing Institute. 2011. Voice and Swallowing Rehabilitation after Head
& Neck Cancer. http://www.nyee.edu/cfv-hn.html (4 November 2011)

15. Crary M.A., Mann G.D.C., Groher M.E. 2005. Initial Psychometric Assessment of a
Functional Oral Intake Scale for Dysphagia in Stroke Patients. Arch Phys Med Rehabil Vol
86, August 2005.

16. Balentine J.R. 2010. Encephalitis and Meningitis.


http://www.medicinenet.com/encephalitis_and_meningitis/article.htm (4 November 2011)

Steiner I., Budka H., Chaudhuri A., Koskiniemi M., Sainio K., Salonen O., Kennedy P.G.E.
2010. Viral meningoencephalitis: a review of diagnostic methods and guidelines for
management. European Journal of Neurology 2010, 17: 999–1009.

Anda mungkin juga menyukai