Anda di halaman 1dari 70

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS POST NATAL PADA

NY.K DENGAN P1A0 POST PARTUM MATUR SC ATAS


INDIKASI PEB + OLIGOHIDRAMNIOS
DI RUANG NIFAS RSUD WALED

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Program Studi Profesi Ners


Mata Kuliah Praktik Profesi Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh Kelompok III :

1. Sunaryo R230417060
2. Nurhalissa Qotrunnada R230417054
3. Yeni Lidiya R230417041
4. Yola Maefani R230417053
5. Yusriyyah Durrotul Hikmah R230417062

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahhirohmanirroim,

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “asuhan keperawatan maternitas post natal pada Ny.K

dengan P1A0 post partum sc atas indikasi peb + oligohidramnios di ruang nifas

RSUD Waled”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini memiliki kekurangan

ddan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan dalam rangka perbaikan dan kesempurnaan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini, tidak lepas

dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Nur Rokhim Satria Nugraha, S.Kom. selaku Ketua Pengurus Yayasan

Indra Husada Indramayu

2. Riyanto, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua STIKes Indramayu

3. Wiwin Nur Aeni, S.Kep.,Ns.,M.Kep. selaku Ketua Prodi Profesi Ners

STIKes Indramayu.

4. Seluruh dosen dan staff karyawan STIKes Indramayu

5. Pembimbing klinik/Clinical Instrukture (CI) RSUD Waled

6. Rekan-rekan seperjuangan program studi profesi ners angkatan XVII .

i
Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi “Tugas Praktik

Program Profesi Ners Mata Kuliah Praktik Profesi Keperawatan Maternitas”.

Dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca

sehingga Insya Allah dapat bermanfaaat bagi kita semua.

Cirebon, November 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BABI PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................................. 3
D. Manfaat ........................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 6

A. Konsep Post Partum (Sectio Caesarea)......................................... 6


B. Konsep Preeklamsi Berat (PEB)...................................................... 14
C. Konsep Oligohidramnios................................................................. 22

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN..................................................... 28

A. Pengkajian........................................................................................ 28
B. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi Keperawatan................. 45

BAB IV PEMBAHASAN DAN EVIDENCE BASED


NURSING (EBN)................................................................................. 56

A. Analisis Tindakan Keperawatan ..................................................... 54


B. Analisis Evidance Based Nursing (EBN)........................................ 54
C. Hasil Jurnal...................................................................................... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 61

A. Kesimpulan...................................................................................... 61
B. Saran................................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 63

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Preeklampsia berat merupakan kondisi yang hanya terjadi selama

kehamilan, yang dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah dan

proteinuria. Kondisi ini dapat disertai kejang (eklampsia) dan kegagalan multi

organ pada ibu, sedangkan komplikasi pada janin meliputi hambatan pertumbuhan

intrauterus. Bila kondisi ini tidak segera tertangani maka akan menyebabkan

peningkatan angka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin (Vicky, 2013).

Insidensi di Australia ibu hamil yang mengalami preeklampsia diperkirakan < 5%.

Sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa angka kejadian Preeklampsia

berat sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn

C Jung, 2007).

Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia berat sekitar 7-10%

(Sarwono, 2008). Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria

(protein dalam urin) dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20

minggu atau segera setelah persalinan (Dewi, 2016). Word Health Organization

(WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal setiap harinya akibat

komplikasi kehamilan dan proses kelahiran, sekitar 99% dari seluruh kematian ibu

terjadi di Negara berkembang. Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat

meningkatnya komplikasi selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan

(WHO, 2014).

1
2

Menurut hasil penelitian yang ada di RB Al-Hazmi Sidoarjo pada tahun

2013 terdapat 1% ibu hamil yang dirujuk karena mengalami preeklampsia berat

pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Sekitar 85% preeklampsia terjadi pada

kehamilan pertama. Sementara itu sekitar 2% - 12% preeklampsia berat

dipengaruhi sindrom HELLP dengan angka mortalitas 2% sampai 24%.

Preeklampsia berat dan eklampsia dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

(28%) dan infeksi (11%). Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia berat serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

dan anak (Bobak, 2005). Pada awal kehamilan atau trimester pertama dan

trimester kedua kehamilan, preeklampsia memang sering bersifat asimptomatik.

sudah terjadi plasentasi yang buruk.

Selanjutnya, adanya gangguan perdarahan pada plasenta dapat

menyebabkan janin kekurangan oksigen dan nutrisi hingga terjadi gangguan

pertumbuhan janin. Jadi, meskipun tanda dan gejala dari preeklampsia baru

muncul pada usia kehamilan diatas 20 minggu, sebenarnya perjalanan

penyakitnya sudah dimulai jauh lebih awal. Oleh karena itu tindakan pencegahan

memang semestinya dilakukan dari awal kehamilan (William Obstetrik, 2009).

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat

menunjang terjadinya preeklamsia berat dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut

antara lain; gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor

resiko terjadinya preeklamsia berat pada umumnya terjadi pada kehamilan yang

pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40

tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis

sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat


3

preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih

dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid

artritis (Rukiyah 2010).

Untuk mencegah timbulnya penyakit ini perlu adanya pendekatan asuhan

kebidanan yang terfokus yaitu dengan kunjungan rutin pada antenatal 4x selama

kehamilan agar dapat diantisipasi sedini mungkin dan dapat menurunkan angka

kejadian preeklampsia berat didalam kehamilan. Bila usia kehamilan belum

mencapai 37 minggu, sebaiknya ibu dirawat inap di rumah sakit, kadar protein

urin diperiksa setidaknya dua hari sekali, dilakukan pemeriksaan USG untuk

menentukan dan memastikan usia kehamilan, gangguan pertumbuhan janin,

kesejahteraan janin, plasenta, dan air ketuban. Jika usia kehamilan lebih dari 37

minggu dan janin dalam keadaan distress, maka segera lakukan SC. (William

Obstetric, 2009). Perlu juga dilakukan penyuluhan tentang manfaat istirahat,

istirahat tidak selalu tirah baring di tempat tidur, tetapi ibu masih dapat melakukan

kegiatan sehari-hari, hanya dikurangi diantara kegiatan tersebut. Nutrisi juga

penting untuk diperhatikan selama hamil, terutama protein. Diet protein yang

adekuat bermanfaat untuk pertumbuhan dan perbaikan sel, dan transformasi lipid

(Anik Maryunani, 2009).

Berdasarkan tingginya angka kejadian Preeklampsia Berat (PEB) pada

ibu hamil khususnya di Indonesia serta dengan melihat bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh Preeklampsia Berat (PEB) baik pada ibu maupun janin, maka

penulis melakukan pengkajian kepada Ny. K dengan Preeklampsia Berat (PEB).

Sebagai wujud, perhatian dan tanggung jawab yang berkompeten dengan masalah

tersebut guna mencari solusi yang terbaik atas permasalahan yang dihadapi ibu.
4

Berdasarkan latar belakang ini, penulis tertarik untuk membuat studi kasus dengan

judul “Asuhan keperawatan maternitas post natal pada Ny.K dengan P1A0

post partum sc atas indikasi peb + oligohidramnios di ruang nifas RSUD

Waled”

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan maternitas post natal pada Ny.K dengan

P1A0 post partum sc atas indikasi peb + oligohidramnios di ruang nifas RSUD

Waled.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan dengan PEB dan

Oligohidramnios pada Ny. K di Ruang Nifas RSUD Waled.

2. Tujuan Khusus

a. Mengkaji klien dengan PEB dan oligohidramnion pada Ny. K di

Ruang Nifas di RSUD Waled.

b. Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan PEB dan

oligohidramnion pada Ny. K di Ruang Nifas di RSUD Waled.

c. Menyusun perencanaan keperawatan klien dengan PEB dan

oligohidramnion pada Ny. K di Ruang Nifas di RSUD Waled.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan PEB dan

oligohidramniom pada Ny. K di Ruang Nifas di RSUD Waled.


5

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan klien dengan PEB dan

oligohidramnion pada Ny. K di Ruang Nifas di RSUD Waled.

f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan PEB dan

oligohidramnion pada Ny. K di Ruang Nifas di RSUD Waled.

D. Manfaat

1. Manfaat Bagi Mahasiswa

Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis

dalam memberikan, mengimplementasikan dan menyusun Asuhan Keperawatan

pada pasien PEB dan oligohidramnion sebagai salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan Program Studi Profesi Ners STIKes Indramayu Tahun 2023.

2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam ilmu

keperawatan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien PEB yang

dirawat di rumah sakit sehingga dapat mengurangi bertambahnya angka

kesakitan.

3. Manfaat Bagi Profesi Keperawatan

Mengetahui tingkat kemampuan dalam upaya untuk mengevaluasi materi

yang telah disampaikan kepada mahasiswa keperawatan serta dapat digunakan

sebagai pengetahuan dalam proses belajar tentang asuhan keperawatan dengan

PEB yang dapat digunakan bagi praktik mahasiswa.


6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum (Sectio Caesarea)

1. Definisi Post Partum (Sectio Caesarea)

Sectio caesarea adalah suatu persalinan melalui suatu insisi pada dinding

perut dengan sayatan uterus dengan janin dilahirkan dalam keadaan utuh dan berat

janin di atas 500 gram (Rosselini et al., 2022). SC merupakan proses persalinan

untuk mengeluarkan bayi dengan aman, melalui metode pembedahan pada

dinding abdomen atas indikasi tertentu letak, panggul sempit dan preeklamsia

(Kognisi et al., 2021).

2. Etiologi Post Partum (Sectio Caesarea)

Menurut Febiantri dkk (2021), penyebab SC adalah sebagai berikut :

a. Usia ibu

Usia pada saat kehamilan merupakan salah satu yang menentukan tingkat

risiko kehamilan dan persalinan. Usia reproduksi sehat yang aman untuk seorang

wanita hamil dan melahirkan adalah 20-35. Wanita hamil pada umur muda (< 20

tahun) dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum sepenuhnya

optimal.

Dari segi psikis belum matang dalam mengahadapi tuntutan beban moril,

dan emosional, pada usia lebih dari 35 tahun, elastisitas dari otot-otot panggul dan

sekitarnya serta alat-alat reproduksi pada umumnya mengalami kemunduran,

kadang terdapat penyakit degenerasi seperti hipertensi yang dapat berkembang ke

6
7

arah pre eklamsi, juga wanita pada usia ini besar kemungkinan akan mengalami

kelelahan jika dilakukan persalinanPre-Eklamsi Berat ( PEB ).

b. Riwayat SC

Ibu yang melahirkan dengan mempunyai riwayat SC, tidak bisa

melahirkan dengan cara normal. Pada dasaranya seorang ibu yang bersalin

pertamanya melalui tindakan bedah caesar maka pada kelahiran berikutnya akan

dilakukan tindakan bedah cesar kembali namun hal tersebut bergantung pada

indikasi sebelumnya, apakah indikasi tersebut bersifat sementara dan dapat

dikendalikan pada persalinan berikutnya ataukah bersifat absolut yakni hal yang

menetap dan tidak dapat dikendalikan seperti halnya panggul sempit.

Riwayat SC sebelumnya berkemungkinan memiliki parut uterus atau

rahim yang dapat mengakibatkan rupture uterus saat usia kehamilan semakin tua

dan ukuran janin semakin membesar. Disamping itu kejadian parut dan rupture

uterus juga meningkat dengan bertambahnya jumlah SC pada kehamilan

selanjutnya (Anandah, 2019).

c. Partus tak maju

Menurut Anandah (2019) menyatakan partus tidak maju atau gagal maju

(failure to progress) merupakan berhentinya pembukaan dan penurunan sekunder.

Hal tersebut bisa mengakibatkan kelelahan pada ibu, dehidrasi bahkan dapat

mengakibatkan syok, untuk itu pilihan yang dihadapi oleh ibu bersalin yang

mengalami partus tidak maju adalah dilakukan SC.

d. Induksi gagal
8

Ibu yang melahirkan dengan induksi gagal tidak bisa melahirkan dengan

cara normal.. Induksi gagal diartikan sebagai kegagalan timbulnya persalinan

dalam satu siklus terapi, solusi pada kasus kegagalan induksi adalah dengan

meneruskan induksi atau melakukan persalinan SC.

e. Ketuban pecah dini ( KPD )

Ketuban pecah dini merupakan suatu kejadian dimana ketuban pecah

sebelum proses persalinan berlangsung, yang disebabkan karena berkurangnya

kekuatan membran atau meningkatnya tekanan dalam rahim. Dapat juga

disebabkan oleh kombinasi kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang

dapat berasal dari vagina dan servik. Kondisi ini membuat air ketuban merembes

ke luar sehingga air ketuban menjadi sedikit lalu lama kelamaan menjadi habis.

Ketika air ketuban habis maka pada keadaan tersebut janin harus segera dilahirkan

karena dikhawatirkan mengalami fetal distress yang dapat mengancam janin

(Prawirohardjo.S, 2010).

f. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta seperti DM akan beresiko dilakukan tindakan SC

karena indikasi mutlak janin seperti akromegali sedangkan penyakit hipertensi

akan berisiko terjadi preeklamsi yang merupakan indikasi dilakukanya tindakan

persalinan SC.

g. Gawat Janin

Normalnya detak jantung janin berkisar 120-160 kali/menit. Dikatakan

gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin di atas 160 kali/menit atau di
9

bawah 100 kali/menit, denyut jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium

yang kental pada awal persalinan. Penyebabnya bisa bermacam-macam seperti

preeklamsi / eklamsi, partus lama, infeksi, keadaan tersebut menyebabkan janin

harus segera dilahirkan, maka bedah caesar adalah tindakan yang biasanya dipilih

untuk mengakhiri kehamilan.

3. Klasifikasi Post Partum (Sectio Caesarea)

Menurut Astutik dan Kurlinawati (2017), terdapat beberapa macam

operasi SC yaitu:

a. Insisi Pada Segmen Bawah Rahim.

Dilakukan dengan dua cara yaitu melintang dan memanjang. Kelebihan

dariteknik ini : tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, resiko terjadinya

perionitis rendah, luka dapat sembuh lebih sempurna

b. Insisi Memanjang Pada Segmen atau Uterus.

Pembedahan ini dilakukan jika insisi segmen bawah rahim tidak bisa

dilakukan.

c. Sectio cacaria ekstra peritoneal.

Sekarang sudah jarang dilakukan, dulu sering dilakukan pada pasien

yang mengalami infeksi intra uterin yang berat.

d. Sectio Caesaria Histeroctomi.

Dilakukan pengangkatan rahim karena ada beberapa penyebab Setelah

SC, dilakukan hysteroktomi dengan indikasi, atonia uteri. plasenta accrete,

myoma uteri, infeksi intra uteri berat.


10

4. Patofosiologi

Pathways :
11

5. Komplikasi pada ibu

Komplikasi pada seksio sesarea menurut Rustam ( 2013) adalah sebagai

berikut:

a. Infeksi puerferal (nifas)

1) Ringan dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.

2) Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi

dan perut sedikit kembung.

3) Berat dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.

Infeksi berat sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul

infeksi nifas, telah terjadi infeksi intra partum karena ketuban pecah terlalu lama.

b. Perdarahan

Perdarahan pada SC terjadi karena adanya atonia uteri, banyak pembuluh

darah yang terputus dan terbuka, dan perdarahan pada placental bed. Perdarahan

paska melahirkan biasanya didefinisikan sebagai hilangnya darah lebih dari 500

ml setelah kelahiran normal tanpa komplikasi, atau 1000 ml setelah kelahiran

sesar. Perdarahan paska melahirkan dapat berlangsung dini (24 jam) atau akhir

(antara 14 jam dan 6 minggu setelah kelahiran).

c. Luka kandung kemih, dan keluhan kandung kemih bila

reperitonialisasi terlalu tinggi.

d. Ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

6. Indikasi Sectio Caesarea

a. Indikasi SC berasal dari ibu adalah panggul sempit, adanya riwayat

kehamilan dan proses melahirkan yang buruk, plasenta previa terutama pada
12

primipara, solusio plasenta grade I-II, komplikasi kehamilan, penyakit penyerta

pada saat hamil (jantung, DM), gangguan jalan lahir (kista ovarium, mioma uteri,

dan sebagainya (Manuaba, 2012).

b. Indikasi berasal dari janin gawat janin yaitu prolapsus tali pusat,

malpresentasi dan posisi kedudukan janin.

7. Kontraindikasi Sectio Caesarea

a. Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga

kemungkinan hidup kecil.

b. Jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk tidak

tersedia.

c. Dokter bedah yang tidak berpengalaman, dan keadaannya tidak

menguntungkan bagi pembedahan, atau tidak tersedia tenaga asisten yang

memadai.

8. Penatalaksanaan Sectio Caesarea

Menurut Hartanti ( 2016 ), ibu post SC perlu mendapatkan perawatan

sebagai berikut :

a. Ruang Pemulihan

Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan

dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi

dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga dibutuhkan karena 6 jam

pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan intravena harus

cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,

atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.


13

b. Ruang perawatan

1) Monitor tanda–tanda vital

Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,

suhu, pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status fundus uteri.

2) Pemberian obat – obatan

Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk

menghilangkan nyeri seperti, tramadol, antrain, ketorolac. Pemberian antibiotik

seperti ceftriaxone, cefotaxime, dan sebagainya.

c. Terapi cairan dan diiet

Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3 liter cairan

memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan tindakan, namun apabila

pengeluaran urine turun, dibawah 30 ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai

kembali. Cairan yang biasa diberikan biasanya Dextrose 1%, garam fisiologi dan

Ringer Lactat sevara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan.

d. Ambulasi

Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus tetap baring dan

hanya bisa menggerakan lengan, tangan, menggerakan ujung jari kaki dan

memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta

menekuk dan menggeser kaki.

e. Perawatan luka

Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila balutan basah dan

berdarah harus segera dibuka dan diganti. Perawatan luka juga harus rutin

dilakukan dengan menggunakan prinsip steril untuk mencegah luka terinfeksi.


14

B. Konsep Preeklamsi Berat (PEB)

1. Definisi Preeklamsi Berat (PEB)

Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,

bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan proteinuria yang muncul

pada kehamilan 20 minngu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan

(Sukarni Icesmi dan Margaretha 2013). Preeklampsia adalah sekumpulan gejala

yang secara spesifik hanya muncul selama kehamilan dengan usia lebih dari 20

minngu (kecuali pada penyakit trofoblastik) dan dapat di diagnosis dengan kriteria

sebagai berikut :

a. Ada peningkatan tekanan darah selama masa kehamilan sistolik

≥140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg), yang sebelumnya normal, disertai

proteinuria (≥ 0,3 gram protein selama 24 jam atau ≥ 30 mg/dl dengan hasil

reagen urine ≥ +1).

b. Apabila hipertensi selama kehamilan muncul tanpa proteinuria, perlu

dicurigai adanya preeklampsia seiring kemajuan kehamilan, jika muncul gejala

nyeri kepala, gangguan penglihatan, nyeri pada abdomen, nilai trombosit rendah

dan kadar enzim ginjal normal (Norma Nita dan Mustika, 2013).

2. Etiologi Preeklamsi Berat (PEB)

Ada beberapa faktor resiko tertentu yang berkaitan dengan

perkembangan penyakit:

a. Primigravida, kira-kira 85% preeklampsia terjadi pada kehamilan

pertama

Berdasakan teori immunologik, preeklampsia pada primigravida terjadi

dikarenakan pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies


15

terhadap antigen tidak sempurna. Selain itu pada kehamilan pertama terjadi

pembentukan Human Leucoyte Antigen (HLA-G) yang berperan penting dalam

modulasi respon imun sehingga ibu menolak hasil konsepsi atau terjadi intoleransi

ibu terhadap plasenta sehingga menyebabkan preeklampsia (Norma Nita dan

Mustika 2013).

b. Grand multigravida

Pada ibu yang grand multigravida beresiko mengalami preeklampsia

dikarenakan terjadi perubahan pada alat-alat kandungan yang berkurang elastisnya

termasuk pembuluh darah sehingga lebih memudahkan terjadinya vasokontriksi,

terjadi peningkatan cairan, timbul hipertensi yang disertai oedema dan proteinuria

(Norma Nita dan Mustika 2013).

c. Distensi rahim berlebihan: hidramnion, hamil ganda, dan mola

hidatidosa. Preeklampsia terjadi pada 14% sampai 20% kehamilan dengan janin

lebih dari satu. Kehamilan ganda dan hidramnion sangan berkaitan dengan

kejadian preeklampsia. Ibu dengan hamil ganda dapat menyebabkan terjadinya

hidramnion akibat dua janin yang ada dalam rahim ibu sehingga tekanan dalam

rahim ibu berlebihan. Akibatnya cairan yang berlebihan dalam rahim akan akan

memudahkan terjadinya vasokontriksi dan peningkatan pada tekanan darah ibu

(Norma Nita dan Mustika 2013).

d. Morbid obesitas atau kegemukan dan penyakit yang meyertai

kehamilan seperti diabetes mellitus.

Kegemukan disamping menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah juga

menyebabkan kerja jantung lebih berat. Semakin gemuk seseorang maka semakin
16

banyak pula jumlah darah yang terdapat di dalam tubuh yang berarti makin berat

pula fungsi pemompaan jantung sehingga dapat meyebabkan terjadinya

preeklampsia. Preeklampsia lebih cenderung juga terjadi pada wanita yang

menederita diabetes melitus karena pada saat hamil plasenta berperan untuk

memenuhi semua kebutuhan janin.

Pertumbuhan janin dibantu oleh hormonhormon dari plasenta, namun

hormone-hormon plasenta ini juga mencegah kerja insulin dalam tubuh ibu hamil.

Hal ini disebut resistensi insulin atau kebal insulin. Resistensi insulin membuat

tubuh ibu hamil lebih sulit untuk mengatur kadar gula darah sehingga glukosa

tidak dapat diubah menjadi energi dan menumpuk didalam darah sehingga

keadaan ini menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi (Dyah Ayu

Wulandari, 2016).

e. Pada ibu yang mengalami hipertensi kronis atau penyakit ginjal,

insiden dapat mencapai 25%.

Ibu hamil dengan hipertensi kronis lebih memudahkan terjadinya

preeklampsia berat dikarenakan pembuluh darah ibu sebelum mencapai 20

minggu sudah mengalami vasokontriksi. Hal ini akan menyebabkan tekanan darah

ibu tinggi dan kandungan dalam protein dalam urin selama kehamilan semakin

meningkat. Gagal ginjal juga menyebabkan terjadinya preeklampsia akiba terjadi

penurunan aliran darah ke ginjal sehingga menyebabkan filtrasi glomelurus

berkurang akibatnya terjadi proteinuria (Dyah Ayu Wulandari, 2016).

f. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun.

Wanita pada usia lebih dari 35 tahun lebih mudah mengalami berbagai

masalah kesehatan salah satunya hipertensi dan preeklampsia. Hal ini terjadi
17

karena terjadinya perubahan pada jaringan alat-alat kandungan dan jalan lahir

tidak lentur lagi begitu pula dengan pembuluh darah, juga diakibatkan tekanan

darah yang meningkat seiring dengan pertambahan usia sehingga memudahkan

terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah ibu, proteinuria dan oedema. Usia

35 tahun sebenarnya belum dianggap rawan, hanya pada usia ini kemampuan

reproduksi lebih menurun sehingga usia diatas 35 tahun dianggap fase untuk

menghentikan kehamilan (Sukarni Icesmi dan Margaretha 2013).

3. Patofisiologi Preeklamsia

a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamila normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari

cabang-cabang arteri uterine dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut

menembus meometrium berupa arteri akuarta memberi cabang arteri radialis.

Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis member cabang

arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel

trofoblas secara sempurna pada lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan

keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan

vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokontriksi sehingga

aliran darah uteroplasenta menurun, sehingga terjadilah hipoksia dan iskemia

plasenta.

b. Teori iskemia plasenta, Radikal bebas dan disfungsi endotel

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada preeklampsia

terjadi kegagalan pada aliran pembuluh darah, akibatnya palsenta mengalami

iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia plasenta dan hipoksia akan

menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan dan radikal bebas
18

adalah senyawa penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai elektron

yang tidak berpasangan. Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,

maka terjadi kerusakan sel ednotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel

endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi

endotel maka akan terjadi :

1) Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel

endotel adalah memproduksi prostaglandin yaitu menurunnya produksi

prostaglandin (PGE2): suatu vasodilator kuat.

2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah sel endotel yang mengalami

kerusakan.

3) Peningkatan permeabilitas kapilar

c. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi

trofoblas kedalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua

menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri

spiralis. HLA-G akan merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan

terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi immune-maladapatation pada

preeklampsia.

d. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap

bahan vasokontriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-

bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan

vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan

vasopresor. Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
19

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya preeklampsia dalam kehamilan secara

familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.

Pathways :
20

4. Klasifikasi Preeklamsi Berat

Adapun preeklampsia digolongkan kedalam preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:

a. Preeklampsia Ringan

Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan

menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasme pembuluh darah

dan aktivasi endotel (Prawihardjo 2014). Berikut diagnosis preeklampsia ringan:

1) Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan diatas 20

minggu

2) Tes celup urine menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan

protein kuantitatif menunjukkan hasil lebih dari 300 mg/24 jam.

b. Preeklampsia Berat

Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik ≥

160 mmHg dan tekanan diastolic ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24

jam (Prawihardjo 2014, 544). Berikut diagnosis preeklampsia berat:

1) Tekanan darah ≥160/110 mmHg pada usia kehamilan lebih dari 20

minggu

2) Tes celup urine menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan

protein kuantitatif menunjukkan hasil lebih dari 5 g/24 jam

3) Atau keterlibatan organ lain:

a) Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikiroangiopati

b) Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

c) Sakit kepala, skotoma penglihatan


21

d) Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion

e) Edema paru atau gagal jantung kongestif

f) Oliguria (<500 ml/24 jam), kreatinin lebih dari 1,2 mg/dl.

5. Penatalaksanaan Pada Preeklampsia

a. Preeklampsia Ringan

1) Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklampsia ringan, dengan

cara:

Ibu dianjurkan untuk beristirahat (berbaring tidur/miring), diet: cukup

protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam; Pemberian sedative ringan: tablet

Phenobarbital 3 x 30 mg atau diazepam 3 x 2 mg peroral selama 7 hari (atas

instruksi dokter); roborantia: kujungan ulang setiap 1 minggu; pemeriksaan

laboratorium: hemoglobin, hemotokrit, trombosit, urin lengkap, asam urat darah,

fungsi hati dan fungsi ginjal.

2) Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklampsia ringan

berdasarkan kriteria: setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan

adanya perbaikan dari gejala-gejala preeklampsia, kenaikan berat badan ibu 1 kg

atau lebih Perawatan lalu disesuaikan dengan perawatan rawat jalan. (Yeyeh Ai

dan Lia Yulianti 2014).

Jika kehamilan sudah diatas 37 minggu, maka pertimbangkan terminasi

sebagai berikut dibawah ini:

1) Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam

500 ml dekstrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin


22

2) Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau

kateter Foley, atau terminasi dengan seksio sesaria (Pratono Ibnu 2014).

b. Preeklampsia Berat

1) Segera masuk ke rumah sakit

2) Tirah baringmiring kesatu sisi. Tanda-tanda vital diperiksa setiap 30

menit, memeriksa reflex patella setiap jam.

3) Memasang infuse dengan cairan dexatose 5% dimana setiap 1 liter

diselingi dengan cairan infuse RL (60 -125CC/jam) 500cc.

4) Pemberian anti kejang /anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4)

sebagai pencegahan dan terapi kejang. MgSO4 merupakan obat pilihan untuk

mencegah dan mengatasi kejang pada preeclampsia berat dan ringan.

C. Konsep Oligohidramnios

1. Definisi Oligohidramnios

Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari

normal, yaitu kurang dari 500 cc. Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan

ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di

bawah persentil 5. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan,

dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar

1L di 34-36 minggu kehamilan.Dalam definisi lain oligohidramnion adalah

kondisi dengan Amniotic FluidIndex (AFI) <5 atau tidak ada kantong vertikal >1

cm dianggap oligohidramnion. Sedangkan AFI dengan nilai 5-8 dianggap sebagai

batas nilai (Sulistyawati, 2020).


23

2. Etiologi Oligohidramnios

Marmi, dkk 2014 mengatakan penyebab pasti belum diketahui dengan

jelas. Namun pada beberapa kasus bisa diklasifikasikan penyebab

oligohidramnion ada 2 yaitu:

a. Primer : karena pertumbuhan amnion yang kurang baik.

b. Sekunder : ketuban pecah dini.

3. Patofisiologi Oligohidramnios

Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion.

Namun, tidak adanya produksi urine janin atau penyumbatan pada saluran kemih

janin dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan

amnion, yang terjadi secara fisiologis juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa

keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital,

Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan posterm,

insufiensi plasenta dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin).

Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion adalah

kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom (Prawirohardjo, 2015).

Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan menyebabkan hipoksia janin.

Hipoksia janin yang berlangsung kronik akan memicu mekanisme redistribusi

darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal,

produksi urin berkurang dan terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010:269).


24

Pathways :

4. Manifestasi Klinis
25

Pada ibu yang mengalami oligohidramnion biasanya uterusnya akan

tampak lebih kecil dari usia kehamilan, ibu merasa nyeri di perut pada setiap

pergerakan anak, sering berakhir dengan partus prematus, bunyi jantung anak

sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas, persalinan lebih

lama dari biasanya, sewaktu ada his akan sakit sekali, bila ketuban pecah air

ketubannya sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar dan dari hasil USG jumlah

air ketuban kurang dari 500 ml (Sulistyawati, 2020).

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang biasa dilakukan:

a. USG ibu (menunjukkan oligohidramnion serta tidak adanya ginjal

janin atau ginjal yang sangat abnormal

b. Rontgen perut bayi

c. Rontgen paru-paru bayi

d. Analisa gas darah

6. Pengobatan

Penanganan oligohidramnion bergantung apda situasi klinik dan

dilakukan pada fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin

yan tidak baik. Kompresi tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada

oligohidramnion, oleh karena itu persalinan dengan sectio caesaria merupakan

pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Menurut Sulistyawati, 2020

penatalaksanaan pada ibu dengan oligohidramnion yaitu:

a. Tirah baring

b. Hidrasi dengan kecukupan cairan


26

c. Perbaikan nutrisi

d. Pemantauan kesejahteraan janin (hitung pergerakan janin)

e. Pemeriksaan USG yang umum dari volume cairan amnion

7. Komplikasi

Menurut Sulistyawati, 2020 komplikasi oligohidramnion dapat

diajabarkan sebagai berikut:

a. Dari sudut maternal

Komplikasi oligohidramnion pada maternal tidak ada kecuali akibat

persalinannya oleh karena

1) Sebagian persalinannya dilakukan dengan induksi

2) Persalinan dilakukan dengan tindakan sectio caesari

Dengan demikian komplikasi maternal adalah trias komplikasi persalinan

dengan tindakan perdarahan, infeksi, dan perlukaan jalan lahir.

b. Komplikasi terhadap janin

Oligohidramnionnya menyebabkan tekanan langsung terhadap janinnya:

1) Deformitas janin adalah :

a) Leher terlalu menekuk-miring

b) Bentuk tulang kepala janin tidak bulat

c) Deformitas ekstremitas

d) Talipes kaki terpelintir keluar

2) Kompresi tali pusat langsung sehingga dapat menimbulkan fetal

distress
27

3) Fetal distress menyebabkan makin terrangsangnya nervus vagus

dengan dikeluarkannya mekonium semakin mengentalkan air ketuban

a) Oligohidramnion makin menekan dada sehingga saat lahir terjadi

kesulitan bernapas karena paru-paru mengalami hipoplasia sampai ateletase paru

b) Sirkulasi yang sulit diatasnya ini akhirnya menyebabkan kematian

janin intrauterine

c) Amniotic band

Karena sedikitnya air ketuban, dapat menyebabkan hubungan langsung

antara membran dengan janin sehingga dapat menimbulkan gangguan tumbuh

kembang janin intrauterin. Dapat dijumpai ekstremitas terputus oleh karena

hubungan atau ikatan dengan membrannya.


BAB III

Asuhan Keperawatan Pada NY.K

Dengan Diagnosa P1A0 Post SC Matur Atas Indikasi PEB +

Oligohidramnion

Di Ruang Nifas (Mawar) RSUD Waled Kabupaten Cirebon

Nama Mahasiswa : Kelompok 3

1. Sunaryo R230417060

2. Nurhalissa Qotrunnada R230417054

3. Yeni Lidiya R230417041

4. Yola Maefani R230417053

5. Yusriyyah Durrotul Hikmah R230417062

Tempat Praktek : RSUD Waled Kabupten Cirebon

Tanggal Pengkajian : 25 Oktober 2023

Tanggal Masuk RS : 24 Oktober 2023

No Medical Record : 23975568

1. Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : Ny.K

Umur : 33 tahun

Agama : Islam

Jenis Kelamin :P

28
29

Status : Menikah

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Suku Bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Ds. Kudumulya RT/RW 07/04

Kec. Babakan Kab. Cirebon.

Diagnosa Medis : P1A0 post SC matur atas indikasi

PEB + oligohidramnion

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. K

Umur : 34 tahun

Hubungan dengan Pasien : Suami

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Ds. Kudumulya RT/RW 07/04

Kec. Babakan Kab. Cirebon.

2. Keluhan Utama

Nyeri

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 oktober 2023 jam 14.00 wib.

Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada luka operasi (18cm) nyeri

seperti disayat-sayat dengan skala 6 (1-10) nyeri dirasakan hilang timbul dan

semakin sakit ketika bergerak. Post OP hari ke 2


30

4. Data Umum Kehamilan

Jenis Partus di/ Hasil Jenis Keadaan BB Masalah


No Tahun
persalinan Penolong kehamilan kehamilan bayi kehamilan

1. 2023 Sectio SC Partus PEB+ Afiksia 2440 Preeklamsia


caesarea (Hidup) Oligohimnous gram Berat
(SC)

5. Pola Kesehatan Fungsional

a. Persepsi kesehatan

Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak mngetahui penyakit yang dialami

karena kurangnya pendidikan kesehatan tentang hipertensi pada kehamilan

sehingga pasien kurang mendapatkan edukasi mengenai penyakitnya.

b. Pola nutrisi

Sebelum sakit

Makan : Nasi, lauk pauk, sayur-sayuran, buah-buahan 2-4 kali/hari

Minum : Air putih, teh, susu 3-5 kali/hari (200-300 ml)

Pantangan : Tidak ada

Saat sakit (hamil)

Makan : Nasi, bubur, lauk pauk, sayur-sayuran 2 kali/hari

Minum : Air putih dan susu 3-5 kali/hari (±500 ml)

Pantangan : Tidak ada

c. Pola eliminasi

Sebelum sakit

BAB
31

1) Frekuensi : 3-5 kali/hari

2) Warna : Kuning, kecoklatan

3) Konsistensi : Lembek

4) Penggunaan pencahar : Tidak ada

BAK

1) Frekuensi : 2-3 kali/hari

2) Warna : Kuning, jernih

3) Bau : Khas, amoniak

Saat sakit

BAB

1) Frekuensi : 2-3 kali/hari

2) Warna : Kuning, kecoklatan

3) Konsistensi : Lembek

4) Kesulitan : Tidak adak

5) Cara mengatasi : Tidak ada

BAK

1) Frekuensi : 2-3 kali/hari

2) Warna : Kuning, jernih

3) Bau : Khas, amoniak

4) Distensi kandung kemih : Tidak ada

5) Kesulitan : Tidak ada

6) Cara mengatasi : Tidak ada

d. Pola aktivitas
32

1) Perawatan diri

0 1 2 3 4

Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di TT √

Berpindah √

Ambulasi/ROM √

Ket:

0 = Mandiri

1 = Alat bantu

2 = Dibantu orang lain

3 = Dibantu alat dan orang lain

4 = Ketergantungan total

2) Olahraga

Jenis : Jalan pagi

Frekuensi : 3-4 kali/minggu (10-15 menit/hari)

3) Kegiatan diwaktu luang :

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga sehingga keseharianya

hanya

mengurus rumah namun sesekali mengisi waktu luang dengan bersantai.

4) Pola kerja :
33

Jenis pekerjaan : Ibu rumah tangga

Jumlah jam kerja : Seharian dirumah

Jadwal kerja : 24 jam

Lain-lain : Tidak ada

5) Pola persepsi kogntif

Pengetahuan ibu tentang penyakit yang dialami belum ia miliki, untuk

pengetahuan kesehatan tentang perawatan bayi baru lahir juga belum dimiliki

karena ibu mengalami keterbatasan pngetahuan dalam penerimaan informasi.

6) Pola tidur dan istirahat

Sebelum sakit

Waktu tidur jam : Tidur Siang: (2-3 jam) Malam: (5-7 jam)

Lama tidur/hari : 5-8 jam perhari

Kesulitan dalam hal tidur : Tidak ada

Setelah sakit

Waktu tidur jam : Tidur Siang: (1-2 jam) Malam: (3-5 jam)

Lama tidur/hari : 2-5 jam perhari

Kesulitan dalam hal tidur : Sering/mudah terbangun

7) Konsep diri :

Pasien menerima keadaan yang dialaminya saat ini

8) Pola peran dan hubungan :

Pasien menyadari bahwa perannya saat ini menjadi intri dan ibu dari

anaknya.

9) Pola reproduksi seksual


34

Menstruasi pertama usia 12 tahun

Lama siklus 5-7 hari

Keputihan : Ya

Dismenorrhoe : Tidak ada

Masalah hubungan seksual : Tidak ada

Operasi alat reproduksi : Tidak ada

10) Pola koping

Pengambilan keputusan : Sendiri

11) Keyakinan/nilai :

Pasien menyadari bahwa penyakit dan keadaan yang dialaminya adalah

hal yang telah diberikan oleh Tuhan sehingga pengobatan dan perawatan yang

dilakukan merupakan upada dalam meningkatkan kesehatannya.

12) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Composmentis GCS: 15 (E:4 M:5 V:6)

b) Tanda-tanda vital :

BB saat ini : 100 kg

Tekanan darah : 120/90 mmHg

Nadi : 80 kali/menit

RR : 23 kali/menit

Suhu : 36,5°C

Spo2 : 97%

c) Kepala dan leher (inspekssi, palpasi):

Rambut : Hitam, penyebaran merata, bersih, ketombe (-)


35

Muka : Wajah simetris

Kelopak mata : Tidak ada edema

Konjungtiva : Ananemis

Sclera : Anikterik

Cloasma gravidarum : Tidak ada

Hidung : Bersih, sputum / sekret (-)

Bibir : Mukosa lembab

Leher : Tidak ada peningkatan vena jungularis dan

kelenjar getah bening (-)

d) Payudara dan ketiak

Keadaan putting susu : Menonjol

Areola : Berwarna cokelat kehitaman

Luka : Tidak ada

Pembengkakan : Tidak ada

Laktasi : Asi keluar sedikit (colestrum)

Striae : Tidak ada

Kebersihan : bersih

Kelainan : Tidak ada

e) Abdomen

Striae : Ada berwarna putih

Linea : Ada

Tinggi fundus uteri : 2 jari dibawah pusat

Konsistensi uterus : Teraba keras


36

Kontraksi uterus : Baik

Adanya luka post op sc : Ada (panjang luka 18cm)

Keadaan luka

Luka : Bersih ( tidak adan tanda infeksi)

Panjang : 18cm

Jumlah jaitan : 8 jaitan

f) Genetalia

Lochea : Rubra

Jumlah : ± 20cc

Bau : Khas darah

Warna : Merah

Adanya rasa gatal : Tidak ada

Adanya bekuan : Tidak ada

Vulva

Kedaan vulva : Normal

Kebersihan Perineum: Bersih

Episiotomi : Tidak dilakukan episiotomy (Sc)

Kebersihan : Bersih

Rectum

Hemoroid : Tidak ada

g) Integumen

Warna kulit sawo matang, teraba hangat, CRT < 2 detik, tidak

terdapat lesi
37

h) Ekstremitas

(1) Atas

Oedema : Tidak ada

CRT : <2 detik

(2) Bawah

Tanda houman : Normal tidak ada gangguan saraf

Edema : Tidak ada

Varises : Tidak ada

Reflek Hammer : Normal

CRT : <2 detik

6. Riwayat Persalinan

(Tidak memiliki riwayat persalinan sebelumnya)

7. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan bahwa dikeluarga tidak ada yang memiliki riwayat

penyakit (diabetes, hepatitis, hipertensi dll) dan tidak memiliki riwayat penyakit

menular seksual.

8. Pengetahuan Ibu Tentang

Perawatan bayi baru lahir : Tidak mengetahui

Perawatan payudara : Mengetahui

Pengetahuan tentang penyakit : Tidak mengetahui

9. Pemeriksaan Penunjang

Jenis Nilai
No Tanggal Hasil Interpretasi
pemeriksaan normal
Laboratorium 24 Okt 2023
38

1 Hemoglobin 12,4 gr%12,5-15,5 gr Normal


%
2 Leukosit 11,5/mm 4-10 / mm Meningkat
3 Limfosit 21% 25-40% Menurun
4 Hematocrit 39% 35-48% Normal
5 Trombosit 258 mm 150-400 mm Normal
6 Eritrosit 4,5 mm 3,8-5,4 mm Normal

10. Analisa data

Tanggal Data senjang Penyebab Masalah TTD


Jam (Ds dan Do) /Etiologi Keperawata Nama jelas
n
25 Okt Ds: Agen pencedera Nyeri akut Kelompok
2023 Pasien fisik (D.0077) 3
14.00 wib mengatakan ↓
nyeri diluka Prosedur
post op sc operasi sc
seperti ↓
disayat-sayat Luka insisi 18
dengan skala cm
6 (1-10) nyeri ↓
dirasa ketika
bergerak Tekanan pada
Do: luka insisi saat
Tampak bergerak
meringis ↓
TD: 130/70 Nyeri akut
mmHg
Nadi: 85
kali/menit

Tanggal Data senjang Penyebab Masalah TTD


Jam (Ds dan Do) /Etiologi Keperawata Nama jelas
n
25 Okt Ds: Kurang terpar Defisit Kelompok
2023 Pasien informasi pengetahuan 3
39

14.10 wib menanyakan ↓ (D.0111)


tentang Perawatan bayi
penyakit dan baru lahir
cara merawat ↓
bayi baru Keterbatasan
lahir kognitif dan
sumber
Do: informasi
TD: 130/70 ↓
mmHg Defisit
Nadi: 85 pengetahuan
kali/menit
25 Okt Ds: Nyeri Gangguan Kelompok
2023 Pasien ↓ mobilitas fisik 3
14.20 wib mengatakan Luka insisi (D.0054)
kesulitan ↓
dalam Penurunan
bergerak kekuatan otot
karena nyeri ↓
dibagian Gerakan
perut akibat terbatas
luka post op ↓
SC Immobilisasi

Do: Gangguan
Mobilitas mobilitas fisik
terbatas
pola aktifitas
dibantu orang
lain
kekuatan otot
menurun
gerakan
terbatas

Tanggal Data senjang Penyebab Masalah TTD


Jam (Ds dan Do) /Etiologi Keperawata Nama jelas
n
25 Okt Ds: Efek prosedur Risiko infeksi Kelompok
2023 (-) invasif (D.0142) 3
40

14.30 wib Do: ↓


Terdapat luka Penurunan
insisi 18cm hemoglobin
Luka nampak ↓
masih basah Gangguan
respon terhadap
mikroorganisme

Risiko infeksi

11. Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis TD: 130/70

mmHg, nadi: 85 kali/menit

b. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri d.d kesulitan menggerakan

ekstremitas bawah, penurunan kekuatan otot dan keterbatasan gerak

c. Defisit pengetahuan b.d keterbatasan kognitif d.d kurang kurang

informasi (perawatan bayi baru lahir dan penyakit hipertensi)

d. Risiko infeksi b.d efek prosedur invasive d.d Terdapat luka insisi

18cm dan Luka nampak masih basah


41

12. Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosa Perencanaan keperawatan TTD


, keperawata Nama
Tujuan Rencana Rasional
Jam n jelas
25 Nyeri Akut Setelah dilakukan 1. Indentifikasi skala nyeri 1. untuk mengetahui skala Kelompok
oktober tindakan keperawatan 2. Identifikasi faktor yang nyeri pada pasien 3
2023 selama 3x24 jam memperberat dan 2. untuk mengetahui apa
15.00 diharapkan nyeri akut memperingan nyeri saja faktor yang
WIB pada pasien dapat 3. Fasilitasi Istirahat dan tidur mempengaruhi terjadinya
membaik dengan 4. Jelaskan strategi meredakan nyeri
kriteria hasil nyeri 3. untuk meredakan rasa
5. Kalaborasi pemberian nyeri
Indikato I E analgetik 4. agar pasien mengetahui
r r r carameredakan nyeri
Keluhan 3 4 5. untuk menghilangkan rasa
nyeri nyeri

Meringis 4 5

Kesulitan 3 4
tidur
42

Tanggal Diagnosa Perencanaan keperawatan TTD


, keperawata Tujuan Nama
Rencana Rasional
Jam n jelas
25 Gangguan Setelah dilakukan 1. identifikasi adanya nyeri atau 1. mengetahui adanya nyeri
oktober mobilitas tindakan keperawatan keluhan fisik lainnya atau keluhan fisik
2023 fisik selama 3x24 jam 2. identifikasi toleransi fisik lainnya
15.10 diharapkan gangguan melakukan ambulasi 2. mengetahui toleransi
WIB mobilitas fisik dapat 3. fasilitasi melakukan fisik melakukan
teratasi dengan kriteria mobilisasi fisik ambulasi
hasil 4. libatkan keluarga untuk 3. agar pasien dapat
Indikator I E membantu psien dalam melakukan mobilitas
r r meningkatkan ambulasi fisik
5. anjurkan melakukan ambulasi 4. agar pasien dapat
Pergerak 3 4 dini melakukan ambulasi
an 6. ajarkan ambulasi sederhana 5. agar pasien dapat
ekstremita yang harus dilakukan melakukan ambulasi dini
s 6. agar pasien dapat
Nyeri 3 5 bergerak mandiri

Gerakan 4 5
terbatas
43

Tanggal Diagnosa Perencanaan keperawatan TTD


, keperawata Nama
Tujuan Rencana Rasional
Jam n jelas
25 Defisit Setelah dilakukan 1. identifiksi kesiapan dan 1. untuk mengetahui cara Kelompok
oktober pengetahuan tindakan keperawatan kemampuan menerima mengedukasi pasien 3
2023 selama 3x24 jam informasi 2. agar mempermudah
15.20 diharapkan deficit 2. sediakan materi dan media penyampaian materi
WIB pengetahuan dapat pendidikan kesehatan 3. untuk meningkatkan
teratasi dengan kriteria 3. jadwalkan Penkes sesuai kesiapan pasien
hasil kesepakatan 4. agar pasien lebih
Indikator I E 4. berikan kesempatan bertanya mengerti
r r 5. ajarkan strategi utuk 5. agar pasien dapat
menerapkan materi melakanakan secara
Kemampu 3 4 mandiri
an
menjelask
an
pengetahu
an tentang
suatu
topik
44

Pertaanya 3 4
an tentang
masalah
yang
dihadapi

Perilaku 3 5

Tanggal Diagnosa Perencanaan keperawatan TTD


, keperawata Nama
Tujuan Rencana Rasional
Jam n jelas
25 Risiko Setalah dilakukan 1. monitor tanda dan gejala 1. Memantau tanda dan
oktober infeksi tindakan keperawatan infeksi local dan sistemik gejala infeksi local dan
2023 selama 3x24 jam 2. Batasi jumlah pengunjung sistemik
15.30 diharapkan risiko 3. Pertahankan teknik aseptik 2. Agar pasien nyaman
WIB infeksi dapat teratasi pada pasien berisiko tinggi 3. Agar terhindar dari
dengan kriteria hasil 4. Ajarkan cara memeriksa mikroorganisme
Indikato I E kondisi luka atau luka operasi 4. Agar pasien dapat
r r r 5. Anjurkan meningkatkan membersihkan luka
asupan nutrisi dirumah sendiri
Nyeri 3 5 5. Agar luka dapat segera
Kadar sel 3 4 sembuh
darah
putih
45

Kultur 3 5
area luka
46

13. Implementasi Keperawatan Dan Evaluasi Keperawatan

TTD
No Dx Tgl/ Jam Implementasi TTD dan Nama Tgl/ Jam Evaluasi
Nama jelas
1 25/10/ Tindakan Kelompok 3 25/10/202 S : Pasien mengatakan Kelompok 3
2023 1. Mengidentifikasi skala 3 nyeri diluka post op sc
16.00 nyeri 16.15 seperti disayat-sayat
WIB 2. Menjelaskan strategi WIB dengan skala nyeri 6
16.10 meredakan nyeri nyeri dirasa Ketika
WIB bergerak
O:
- Pasien tampak
meringis
- Td : 130/ 70
mmHg
A : Masalah belum
teratasi
P :Lanjutkan Intervensi
2 25/10/ Tindakan Kelompok 3 25/10/102 S : pasien mengatakan Kelompok 3
2023 1. Mengidentifikasi 3 susah menggerakkan
16.20 adanya nyeri atau 16.45 ekstremitas bawah dan
WIB keluhan fisik lainnya WIB sulit bergerak karena
2. Menganjurkan luka post sc
melakukan ambulasi
dini
47

TTD
No Dx Tgl/ Jam Implementasi TTD dan Nama Tgl/ Jam Evaluasi
Nama jelas
25/10/ 3. Mengajarkan O:
2023 ambulasi sederhana - Mobilitas
16.30 yang harus dilakukan pasien terbatas
WIB - Gerakan
terbatas
- Pola aktivitas
dibantu orang
16.40 lain
WIB A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
3 25/10/20 Tindakan Kelompok 3 25/10/202 S : pasien mengatakan Kelompok 3
23 1. Menyediakan materi 3 belum megetahui
16.50 dan media pendidikan 17.05 perawatan bayi baru
WIB kesehatan (penkes WIB lahir
perawatan bayi baru O : pasien tampak
lahir) bingung ketika ditanya
perawatan bayi baru
lahir
17.00 A : masalah belum
WIB teratasi
P : lanjutkan intervensi
48

TTD
No Dx Tgl/ Jam Implementasi TTD dan Nama Tgl/ Jam Evaluasi
Nama jelas
4 25/10/ Tindakan Kelompok 3 25/10/202 S : asien mengatakan Kelompok 3
2023 1. Memonitor tanda dan 3 nyeri pada luka post sc
17.10 gejala infeksi local 17.25 O:
WIB dan sistemik WIB - Pasien tampak
2. Membatasi jumlah meringis
17.20 pengunjung - Terdapat luka
WIB post sc
A : masalah belum
teratasi
P: lanjutkan intervensi
48

14. Catatan Keperawatan

a. Shift pagi

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam perkembangan Nama
1. Nyeri akut 26/10/2023 S : pasien mengatakan nyeri Kelompok
07.00 WIB dibagian luka post sc, nyeri 3
dirasa seperti disayat-
sayatskala nyeri 6
O:
- Pasien tampak
meringis
- Terdapat luka di
abdomen
- Td 130/80 mmHg
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
I:
- Mengajarkan teknik
relaksasi napas
dalam
- Memposisikan
pasien senyaman
mungkin
E : S : pasien mengatakan
nyeri dibagian luka
post sc, nyeri dirasa
seperti disayat-sayat
skala nyeri 6
O : pasien tampak
meringisTerdapat luka
di abdomen
Td 130/80 mmHg
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam perkembangan Nama
49

2. Gangguan 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok


mobilitas fisik 08.00 WIB masih sulit melakukan 3
miring kanan miring kiri
O:
- Pasien tampak
tiduran di bed
- Pola aktivitas
dibantu oleh
keluarganya
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
I:
- Latih melakukan
miring kanan dan
miring kiri
- Latih melakukan
ambulasi
E : S : pasien mengatakan
masih sulit
melakukanmiring
kanan miring kiri
O : pasien tampak
tiduran di bed dan
pola aktivitas dibantu
oleh keluarganya
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
R:-

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam perkembangan Nama
50

3. Defisit 26/10/2023 S: pasien mengatakan Kelompok


pengetahuan 09.00 WIB sedikit sedikit mengerti 3
tentang perawatan bayi baru
lahir
O:
- Pasien tidak
bertanya saat
pemberian penkes
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
I:-
E : S : pasien mengatakan
sedikit mengerti
perawatan bayi baru
lahir
O : pasien tidak bertanya
saat pemberian
penkes
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
R:-
4. Risiko infeksi 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
10.00 WIB masih nyeri pada luka post 3
sc
O:
- Luka jahitan tidak
rembes
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
I:
- monitor luka post sc
E : S : pasien
mengatakan nyeri
dibagian luka post sc
O : luka jahitan tidak
rembes
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
51

b. Shift siang

Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


No
keperawatan Jam Perkembangan Nama
1. Nyeri akut 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
14.00 WIB sedikit nyeri dibagian luka 3
post sc, nyeri dirasa
seperti disayat-sayat dan
skala nyeri 4
O:
- Terdapat luka di
abdomen
- Td 120/80 mmHg
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
I:
- Mengajarkan
teknik relaksasi
napas dalam
- Memposisikan
pasien senyaman
mungkin
E : S : pasien mengatakan
masih sedikit nyeri
dibagian luka post
sc, nyeri dirasa
seperti disayat-
sayat dan skala
nyeri 4
O : Terdapat luka di
abdomen
Td 120/80 mmH
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
R:-
52

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam Perkembangan Nama

2. Gangguan 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok


mobilitas fisik 15.00 WIB sudah melakukan latihan 3
miring kanan miring kiri
serta jalan jalan diluar
ruangan
O:
- Pasien terlihat
jalan jalan di luar
ruangan
- Pola aktivitas
sedikit dibantu
oleh keluarganya
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
I:
- Latih berjalan
jalan diluar
ruangan
- Latih melakukan
ambulasi
E : S : pasien mengatakan
sudah melakukan
latihan miring
kanan miring kiri
serta jalan jalan
diluar ruangan
O : pola aktivitas
sedikit dibantu oleh
keluarganya
A : masalah teratasi
sebagian
P:intervensidilanjutkan
R:-
53

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam Perkembangan Nama
3. Risiko infeksi 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
16.00 WIB masih sedikit nyeri pada 3
luka post sc
O:
- Luka jahitan tidak
rembes
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
I:
- Monitor luka post
sc
E : S : pasien mengatakan
nyeri dibagian luka
post sc
O : luka jahitan tidak
rembes
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
R:-
54

c. Shift malam

Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


No
keperawatan Jam Perkembangan Nama
1. Nyeri akut 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
21.00 WIB nyeri masih dirasa tapi 3
sedikit, skala nyeri 2
O:
- Terdapat luka di
abdomen
- Td 120/80
mmHg
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I:-
E : S : pasien
mengatakan nyeri
masih dirasa tapi
sedikit, skala
nyeri 2
O : Terdapat luka di
abdomen
Td 120/80 mmHg
A : masalah teratasi
P : hentikan
intervensi dan
rencana pulang
R:-
2. Gangguan 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
mobilitas fisik 22.00 WIB sudah bisa berjalan jalan 3
di luar ruangan dan
menjenguk bayi di
ruang perinatologi
O:
- Pasien terlihat
jalan jalan di
luar ruangan
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I:-
55

No Diagnosa Tanggal, Catatan TTD


keperawatan Jam perkembangan Nama
E : S : pasien
mengatakan sudah bisa
berjalan-jalan di
luar ruangan dan
menjenguk bayi
diruang
perinatologi
O : pasien terlihat
jalan jalan diluar
ruangan
A : masalah teratasi
P : intervensi
dihentikan dan
pasien rencana
pulang
R:-
3. Risiko infeksi 26/10/2023 S : pasien mengatakan Kelompok
23.00 WIB sedikit nyeri dibagian 3
luka post sc
O:
- Luka jahitan
tidak rembes
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I: -
E : S : pasien
mengatakan
sedikit nyeri
dibagian luka post
sc
O : luka jahitan tidak
rembes
A : masalah teratasi
P : hentikan
intervensi dan
pasien rencana
pulan
BAB IV

PEMBAHASAN DAN EVIDENCE BASED NURSING (EBN)

Berdasarkan hasil analisis tindakan keperawatan yang dilakukan pada

Ny. K dengan P1A0 Post Partum Matur SC atas indikasi PEB + Oligohidramnios.

Dimana asuhan keperawatan ini dilaksanakan pada 24 Oktober 2023 di ruang

Nifas RSUD Waled.

A. Analisis Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan merupakan proses penyusunan berbagai intervensi

keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi

masalah-masalah pasien, dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat

diperlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan

tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan

praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam

memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan

membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis

instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerjasama dengan

tingkat kesehatan lain Kegiatan perencanaan ini meliputi memprioritaskan

masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil serta tindakan (Hidayat, 2009).

Pada kasus ini penulis memberikan tindakan keperawatan yaitu asuhan

keperawatan pada pasien Ny. K yang berumur 33 tahun dengan melakukan pijat

oksitosin untuk membentu memperlancar ASI. Asuhan keperawatan memiliki

56
57

berbagai macam tujuan yaitu salah satunya untuk memberikan kebutuhan dasar

pasien.

B. Analisis Evidance Based Nursing (EBN)

Evidance Based Nursing (EBN) didefinisikan sebagai sintesis dan

penggunaan temuan ilmiah (hasil penelitian) dari suatu penelitian randomized

control trial (Estabrook, 2004 dalam Wood & Haber, 2006). Menurut Sackeett et

al, (2009) EBN adaalah suatu sintesis dan penggunaan temuan ilmiah dari

berbagai jenis penelitian termasuk randomized control trial, penelitian deskriptif,

informasi dari laporan kasus dan pendapat pakar. Pendapat lain dari Dharma,

(2011) mendefinisikan EBN sebagai suatu integrasi (lebih dari 1 penelitian) dari

bukti hasil penelitian terbaik yang telah melalui tahapan telaah dan sintesis yang

digunakan sebagai dasar dalam praktik keperawatan dan memberikan manfaat

bagi penerima layanan keperawatan.

Penerapan EBN pada jurnal Jihan El Arief Hanubun, Triana Indriyani

dan Retno Widiowati yang berjudul “Pengaruh Pijat Laktasi Terhadap Produksi

ASI Ibu Nifas”. Hasil sebelum dilakukan pijat laktasi sebagian besar produksi

ASInya banyak sejumlah 0 (0%), cukup sejumlah 3 ibu (15%), kurang sejumlah

17 ibu (85%), sesudah dilakukan pijat laktasi sebagian besar responden produksi

ASInya banyak sejumlah 19 ibu (95%) , cukup sejumlah 1 ibu (5%), kurang

sejumlah 0 (0%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Nurqalbi Sampara,

Jumrah dan Rahayu Eryanti Kusniyanto (2019) yang berjudul “Efektivitas Pijat

Laktasi Terhadap Produksi ASI Pada Ibu Post Partum di BPM Suriyanti”
58

responden yang diberikan pemijatan laktasi rata-rata mengalami peningkatan

produksi ASI, sehingga terdapat pengaruh pijat laktasi terhadap produksi ASI

pada ibu post partum di BPM Suriyanti Makassar. Pemijatan laktasi ini

menghasilkan ASI yang lebih meningkat. Pengeluaran ASI ini dapat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu produksi dann pengeluaran. Produksi ASI ipengaruhi oleh

hormone proaktin sedangkan pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin.

Hormon oksitosin akan keluar melalui rangsangan ke putting susu melalui isapan

mulut bayi atau melalui pijatan pada tulang belakang ibu bayi, dengan

dilakukannya pemijatan ini ibu akan merasa tenang, rileks, meningkatkan ambang

rasa nyeri dan mencintai bayinya, sehingga dengan begitu hormone oksitosin

keluar dan ASI pun cepat keluar.


59

C. Hasil Jurnal

No Penulis Judul Artikel Sumber Metode Hasil

1. Jihan El Arief Pengaruh Pijat https:// Penelitian ini Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
Hanubun, Laktasi Terhadap doi.org/ menggunakan metode sebelum dilakukan pijat laktasi didapatkan
Triana Produksi ASI Ibu 10.32583/ quasi experiment dengan hampir semua responden memiliki
Indrayani dan Nifas pskm.v13i2.8 pendekatan Pretest- produksi ASI kurang (0-3 ml) sebanyak 17
Retno 58 Posttest Without Control orang (85%) dan setelah dilakukan pijat
Widiowati Group Design laktasi didapatkan hampir semua
responden memiliki produksi ASI banyak
(7-12 ml) sebanyak 19 orang (95%). Rata-
rata produksi ASI sebelum dilakukan pijat
laktasi sebesar 2,45 ml dan setelah
diberikan pijat laktasi didapatkan rata-rata
produksi ASI sebesar 9,80 ml. Hasil ini
menunjukkan terdapat peningkatan
produksi ASI sebesar 7,35 ml.
2. Nurqalbi Efektivitas Pijat https:// Metode yang digunakan Berdasarkan pada penelitian dengan
Sampara, Laktasi Terhadap jurnal.uit.ac.i yaitu quasi eksperimental jumlah 30 responden, menunjukkan bahwa
Jumrah dan Produksi ASI Pada d/SemNas/ dengan pendekatan post 15 responden pada kelompok intervensi
Rahayu Ibu Post Partum di article/view/ test only dengan nilai rata-rata 123,33 dengan
Eryanti BPM Suriyanti 707 standar deviasi 11,28 dan 15 responden
Kusniyanto pada kelompok kontrol dengan nilai 88,00
60

No Penulis Judul Artikel Sumber Metode Hasil


dengan standar deviasi 7,74. Dengan
pengujian menggunakan uji ststistik t test
independen didapatkan nilai p=0,000 lebih
kecil dari nilai a=0,05. Dengan demikian
ada pengaruh pijat laktasi terhadap
produksi ASI pada ibu post partum
3. Naili Pengaruh Pijat https:// Penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
Rahmawati Laktasi Pada Ibu doi.org/ menggunakan jenis bahwa partisipan yang diberikan pemijatan
dan Indra Nifas Terhadap 10.33024/ penelitian quasi laktasi mengalami peningkatan pada
Karana Produksi ASI hjk.v17i1.860 eksperimental dengan produksi ASI, dan dari hasil analisis uji
7 desain posttest only independen sampel T test diperoleh hasil
nilai p value = 0,000 dimana nilai tersebut
lebih kecil dari nilai a = 0,05 sehingga
terdapat pengaruh pijat laktasi terhadap
produksi ASI.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Preeklampsia berat merupakan kondisi yang hanya terjadi selama

kehamilan, yang dikarakteristikkan dengan peningkatan tekanan darah dan

proteinuria. Kondisi ini dapat disertai kejang (eklampsia) dan kegagalan multi

organ pada ibu, sedangkan komplikasi pada janin meliputi hambatan pertumbuhan

intrauterus. Bila kondisi ini tidak segera tertangani maka akan menyebabkan

peningkatan angka mortalitas dan morbiditas pada ibu dan janin (Vicky, 2013).

Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat

menunjang terjadinya preeklamsia berat dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut

antara lain; gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim. Faktor

resiko terjadinya preeklamsia berat pada umumnya terjadi pada kehamilan yang

pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40

tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang kronis

sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya, riwayat

preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan, mengandung lebih

dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid

artritis (Rukiyah 2010).

Untuk mencegah timbulnya penyakit ini perlu adanya pendekatan asuhan

kebidanan yang terfokus yaitu dengan kunjungan rutin pada antenatal 4x selama

kehamilan agar dapat diantisipasi sedini mungkin dan dapat menurunkan angka

61
62

kejadian preeklampsia berat didalam kehamilan. Bila usia kehamilan belum

mencapai 37 minggu, sebaiknya ibu dirawat inap di rumah sakit, kadar protein

urin diperiksa setidaknya dua hari sekali, dilakukan pemeriksaan USG untuk

menentukan dan memastikan usia kehamilan, gangguan pertumbuhan janin,

kesejahteraan janin, plasenta, dan air ketuban. Jika usia kehamilan lebih dari 37

minggu dan janin dalam keadaan distress, maka segera lakukan SC. (William

Obstetric, 2009).

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. K dengan diagnosa

P1A0 dengan indikasi PEB dan Oligohidramnion di Ruang Nifas RSUD Waled.

Pasien merasa lebih baik dan tekanan darah menurun.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari makalah ini, penulis dapat

merekomendasikan banyak beberapa tindakan untuk mengatasi peningkatan

tekanan darah seperti mengkonsumsi makanan rendah garam dan mengandung

banyak protein dalam jumlah yang banyak misalnya: bayam, brokoli, kacang

hijau, jambu biji, buah naga, kismis, jeruk, daging merah, kentang, kuning telur.
63

DAFTAR PUSTAKA

Anandah, H. P. (2019). Penularan Infeksi Hepatitis B Pada Ibu Hamil


(Transmission of Hepatitis B virus in Pregnant Women) DETEKSI DINI
PERSALINAN PRETERM MENGGUNAKAN SYSTEM SCORING
CREASY View project. Poltekkes Kemenkes Banten, 1(May), 89–94.
https://www.researchgate.net/publication/333131763

Astutik, P., & Kurlinawati, E. (2017). Konsep & Aplikasi Manajemen Nyeri.
Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(2), 30–37.

Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2005). Buku ajar keperawatan
maternitas, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Dewi, Niwang Ayu Tungga. (2016). Patologi dan Patofisiologi Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Dyah, dkk. 2016. Hubungan Antara Status Gizi dan Kecemasan Ibu hamil dengan
Kejadian Preeklmasia Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Geyer I Kabupaten

Febiantri, N., & Machmudah, M. (2021). Penurunan Nyeri Pasien Post Sectio
Caesarea Menggunakan Terapi Teknik Relaksasi Benson. Ners Muda,
2(2), 31

Grobogan. Jurnal Kesehatan vol.4 No.3 Mei 2016

Kognisi, P. K., Risiko, P., Jenis, D. A. N., Bidori, F., Puspitowati, L. I. dan I.,
Wijaya, I. G. B., Alifah, U., Artikel, I., Paedagoria, S. N., Anwar, I.,
Jamal, M. T., Saleem, I., Thoudam, P., Hassan, A., Anwar, I., Saleem, I.,
Islam, K. M. B., Hussain, S. A., Witcher, B. J., … alma. (2021).

Manuba, Ida Bagus, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB. EGC
Medika, 2013.

Norma, Nita dan Mustika. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Nuha


Medika, 2013

Pranoto, Ibnu. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya, 2013.

Prawirohardjo, Sarwono, 2015, Ilmu Kebidanan. Jakarta: Pt Bina Pustaka


Sarwono

Rosselini RSUD Siti Fatimah Provinsi Sumatera Selatan Jl Kol Burlian, R. H.,
Bangun, S., Sukarami, K., Palembang, K., & Selatan, S. (2022).
Literature Review Efektivitas
64

Rustam Mochtar, Prof, Dr, (2019), Sinopsis Obstetric, Jakarta : EGC

Sukarni, Icesmi dan Margaretha. Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Yoygakarta

Sulistyawati dan Ari. (2020). Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan.


Jakarta :Salemba Medika.

Word Health Organization. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian


Preeklampsia pada ibu hamil. 3(2): 25-35

Yeyeh, Ai dan Lia Yulianti. Asuhan Kebidanan Patologi Kebidanan. Jakarta:


Trans Info Media, 2014.

Anda mungkin juga menyukai