Analisa Landasan LKMS
Analisa Landasan LKMS
Skripsi
Oleh :
Fitri Yunindya
109046100185
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 28 Desember 20 13
Fitri Yunindya
iii
ABSTRAK
Fitri Yunindya. 109046100185. Analisis Landasan Operasional Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang
Terkait. Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013,
80 halaman.
Masalah pokok penelitan ini adalah analisis landasarn operasional lembaga
keuangan mikro syariah khususnya Baitul Mal Wat Tamwil berdasarkan adanya
pembaruan undang-undang di sektor keuangan. Tujuan penelitan ini adalah untuk
menjelaskan bagaimana Baitul Mal Wat Tamwil dalam merujuk hukum-hukum
yang ada dalam hal mendapatkan kejelasan hukum dan legitimasi hukum. .
Jenis penelitian ini adalah penelitan kualitatif. Jenis data dalam penelitian
ini terdiri atas dua sumber, yaitu data primer yaitu undang-undang yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan data sekunder yang
diperoleh dari Artikel, Jurnal, Laporan Penelitian, dan Prosiding. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Baitul Mal Wat Tamwil merujuk pada
Undang-Undang No.17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Undang-Undang No.
21 tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang No. 1 tahun
2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro dan pengaplikasian undang-undang
tersebut menggunakan asas-asas perundang-undangan yang ada dan berlaku di
Indonesia.
Kata Kunci: Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Baitul Mal Wat Tamwil,
Undang-Undang.
Pembimbing: Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M.
Daftar Pustaka: 1982 s.d. 2013
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya milik Allah SWT, Tuhan
seluruh makhluk Nya, memberikan nikmat Islam yang tiada pernah berbalas oleh
runtutan sujud. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar
yang penuh Ilmu, dan juga kepada segenap keluarga serta umatnya sepanjang
zaman.
skripsi ini dengan baik yang berjudul “Analisis Landasan Operasional Lembaga
Dalam proses menyelesaikan skripsi ini ada banyak motivasi dan doa dari
semua pihak, hingga akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk
dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM., selaku Dekan
2. Ibu DR. Euis Amalia, M. AG., selaku ketua Program Studi Muamalat
Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
v
Hidayatullah Jakarta, yang merupakan tauladan di Fakultas yang sangat amat
4. Bapak Harry Alexander, S.H., M.H., LL.M. selaku dosen pembimbing yang
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,
6. Kepada Bapak Dr. Phil. JM. Muslimin, M.A dan Bapak Fahmi Muhammad
Ahmadi, M.Si selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan masukan
7. Yang terhormat dan tercinta, Ibu dan Ayah Saya yang selalu memberikan doa
8. Kepada Kakak saya, Yuli Kusuma Dewi yang telah memberikan fasilitas dan
ini.
vi
9. Kepada teman terdekat dan juga sahabat yang telah memberikan banyak
masukan dan bantuan Dini Aulia, Amala Shabrina, Sri Lestari, Dinar Aulia,
dan khususnya Agus Maulana Yusuf yang banyak membantu baik waktu,
yang telah menjadi kerabat bertukar pikiran, berdikusi, dan berbagi selama
11. Kepada Teman-teman Lingkar Studi Ekonomi Syariah (LiSEnSi) UIN Jakarta
Syariah.
Dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak, semoga kebaikan dan
bantuan kepada penulis menjadi amal ibadah dan mendapat ridha dari Allah
terdapat dalam skripsi ini. Untuk itu kritik dan saran kiranya dapat
memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi
yang membacanya.
Penulis
Fitri Yunindya
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN
B. Permasalahan………………………………………………………………...4
1. Identifikasi Masalah…………………………………………………….4
2. Pembatasan Masalah……………………………………………………5
3. Perumusan Masalah…………………………………………………….5
1. Jenis Penelitian…………………………………………………….…… 7
viii
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Hukum
3. Fungsi Hukum……………………………………………………….….17
B. Undang-Undang ........................................................................................... 19
ix
2. Undang-Undang No.21 Tahun 2011 Tentang OJK…………………...46
A. Kelembagaan BMT…………………………………………………57
B. Regulasi BMT……………………………………………………….66
A. Kesimpulan ................................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...81
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menunjang hal tersebut, maka perlu adanya perbaikan terhadap akses
mengakses layanan keuangan pada umumnya disebabkan antara lain dari sisi
legalitas yaitu masalah agunan, belum berbadan hukum, tidak adanya izin
usaha, dan tidak adanya identitas pribadi.1 Hal tersebut membuat masyarakat
keuangan inklusif akan berpijak di atas sektor perbankan sebagai basis. Untuk
1
Eko, “Financial Inclusion; Akses Pendanaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah”,
Tabloid Progress, (Mei 2011), h. 7
1
2
mengisi celah konsumen yang tidak terlayani, maka sinergi antara bank dan
yang sudah banyak melayani kelompok miskin dan UMKM perlu di dorong.
maka LKMS perlu mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah. Jika
khususnya Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) dengan koperasi pada umumnya.
tidak mengatur secara komprehensif mengenai aspek syariah baik dari segi
hukum koperasi hanya sebagai pelindung dari sebutan bank gelap tetapi
2
Euis Amalia, Keadilan Distributif Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di
Indonesia (Jakarta: Rajawali Press, 2009)
3
munculnya pelanggaran dan penyimpangan pada LKMS atau dalam hal ini
membuat LKMS khususnya Baitul Mal wat Tamwil (BMT) menjadi terbatas
Pasar, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit
Syariah Koperasi (UJKS Koperasi), Baitul Mal wat Tamwil (BMT), Baitul
namun juga pada aspek legal agar lebih efektif dan kondusif melayani
4
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
bagi usaha mikro dan kecil, lembaga keuangan mikro mulai mendapat
industri LKMS khususnya BMT akan highly regulated dan relatif rentan
2. Pembatasan Masalah
sedangkan LKMS yang dikaji hanya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).
3. Perumusan Masalah
menjalankan operasionalnya?
penyimpangan?
6
BMT di Indonesia?
1. Tujuan Penelitian
2. Manfaat Penelitian
berikut:
a. Bagi Penulis
c. Bagi masyarakat
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.3 Pada
karya tulis tentang hukum dan LKMS. Dengan demikian penelitian ini
3
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Rajawali Press,
2011) h. 13
4
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2002) Cet.I, h.
51.
8
2. Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi data primer dan
sekunder. Data primer atau data hukum primer, yaitu bahan-bahan yang
hasil penelitian hukum, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya
dan konsep, serta analisis hukum yang bersifat yuridis normatif, yaitu
mengatur BMT.
5
Ibid., h.13
9
4. Teknik Penulisan
pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB V PENUTUP
TINJAUAN TEORI
A. Hukum
1. Definisi Hukum
sebagai berikut1:
tertib masyarakat yang itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada
masyarakat.
1
Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 2-3.
11
12
melakukan tugasnya.
kemerdekaan.
dalam masyarakat.
dan kebiasaan.
mengatur serta memberi batasan terhadap tingkah laku manusia agar tercipta
2. Sumber-sumber Hukum
Sumber hukum dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi materiil dan segi
formil.3
hukum, atau tempat dari mana materi hukum itu diambil. Sumber hukum
2
A. Siti Soetami, S.H, Pengantar Tata Hukum Indonesia (Bandung: Pt. Refika Aditama,
2005)
3
E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia (Jakarta: Ichtisar) dalam Ni’matul Huda,
Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010). H. 28
4
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidhartha, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung, Alumni,
2000), hlm. 54. Dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006),
h. 55.
5
Ibid., 55.
15
2) agama
3) kebiasaan, dan
sebagainya.6
yang ada. Sumber hukum formal diartikan juga sebagai tempat atau
6
Ibid.,
7
Yulies Tiena Masriani, S.H., M.Hum. Pengantar Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
Jakarta 2008), h.13.
16
1) Undang-undang (statute),
konkret.9
8
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).,
h. 33.
9
Ibid., h. 34.
17
badan pengadilan.10
4) Traktat (treaty),
5) Doktrin.
3. Fungsi Hukum
10
Ibid., h. 35
11
Ibid.,
12
Ibid., h. 36.
18
sangat diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaedah dapat berfungsi
dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di atas
sosial.14
Berdasarkan uraian fungsi hukum oleh para pakar hukum diatas, dapat
13
Lawrence M. Friedmann, Law and Society an Introduction, (New Jersey: Prentice Hall,
1997), h. 11-12 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009)
14
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: Rajawali, 1982 h.
9 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 10.
19
berperilaku.
serta memelihara ikatan sosial. Ross menganut teori imperatif tentang fungsi
B. Undang-undang
1. Definisi Undang-Undang
15
Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni,m 1981) h.
44 dalam Ishaq, S.H, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) h. 11
20
seperti ditetapkan dalam Pasal 5 ayat (1), dan Pasal 20 UUD 1945.16
16
Maria Farida Indrati. S, Ilmu Perundang-undangan (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007).
h. 186.
17
Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h. 25.
18
Ibid.,
21
berikut.20
UUD 1945
Ketetapan MPRS/MPR
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan daerah
19
Ibid., h. 26.
20
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010).
H. 28-59.
22
1. Perda Provinsi
tinggi dari pada bentuk-bentuk yang tersebut dibawahnya. Di samping itu, tata
ketetapan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh mengandung materi yang
peraturan yang lebih tinggi.21 Hal ini selaras dengan asas hukum lex superior
21
Ibid., h. 38.
22
Ibid., h. 46.
23
dicabut. Selain itu, peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus
23
Ibid., h. 46-47.
24
Indonesia untuk pertama kali secara tegas dan limitatif dicantumkan dalam
berikut24:
dicapai.
24
Prof. dr. Yuliandri, S.H, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009) h, 152
25
c. Asas Kesesuaian Antara Jenis dan Materi Muatan adalah bahwa dalam
perundang-undangannya.
undangan.25
baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada
keuntungan.26
25
Ibid., h. 151-152.
26
Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan
Mikro, Bab I pasal 1.
27
Ibid., Bab IV pasal 12.
27
dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan informal
LKM formal terdiri dari bank, yaitu Badan Kredit Desa (BKD), Bank
Prekreditan Rakyat (BPR), dan BRI Unit, sementara LKM formal non bank
Simpan Pinjam dan Koperasi Unit Desa) dan Pegadaian. Adapun LKM
(KSM dan LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi
28
Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2000), h. 8
28
dari pemilik dana yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur
sesuai keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan
bukan bank berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders)
kepada unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan asset
dapat pula terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank
dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya
tingkat likuidasi
29
d. Efisiensi (efficiency)
Pembeda
diteliti
1.Putri Syahidah, Skripsi yang Dalam skripsi ini Skripsi yang akan
Syariah, Fakultas Regulasi BMT yaitu UU No.2 dan saran yang telah
Syariah dan Baitul Maal Tahun 1992 tentang ditulis dalam skripsi
pelaksanaan kegiatan
kekurangan dalam
mengatur keberadaan
di masyarakat.
Dijelaskan bahwa
pemberian laporan
yang berwenang.
Kemudian dijelaskan
undang-undang atau
kebijakan yaitu
berjalannya pemberian
berjalannya pembinaan
Kementrian Koperasi
32
dalam menjalankan
usaha.
BAB III
A. Definisi BMT
Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Terpadu, adalah lembaga
kesejahteraan. BMT sesuai namanya terdiri atas dua fungsi utama yaitu sebagai
berikut: 1
pengusaha mikro dan kecil, antara lain dengan mendorong kegiatan menabung
2. Baitul mal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak, dan sedekah
Secara harfiah, baitul mal berarti rumah dana, sedangkan baitut tamwil adalah
1
M. Nur Rianto Al-Arif, Lembaga Keuangan Syariah - Suatu Kajian Teoretis Praktis
(Jakarta: Pustaka Setia, 2012) h. 317.
34
35
bisnis yang bermotif laba. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik pengertian
sosial.2
1. Jasa Keuangan
untuk anggota atau non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara
Hal ini juga terlihat dari produk-produk jasanya yang kurang lebih sama
simpan pinjam, aktivitasnya tidak boleh bercampur dengan aktivitas lain yang
2
Ibid., h. 319.
3
Hertanto Widodo, Ak. Et., al, PAS (Pedoman Akuntansi Syariat): Panduan Praktis
Operasional Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999) h. 82-83.
36
dan khusus untuk aktivitas simpan pinjam harus disediakan modal sendiri
a. Penghimpunan Dana
panjang.
b. Penyaluran Dana
pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil, dan kedua, jual beli
antara BMT dengan pihak lain dengan jangka waktu tertentu dan nisbah
2. Sektor Riil
dengan mendirikan usaha baru atau dengan masuk ke usaha yang sudah ada
baik yang berasal dari Badan amil zakat maupun yang berhasil dihimpun
sendiri oleh BMT. Sektor ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena
juga berperan dalam pembinaan agama bagi para nasabah sektor jasa
tidak terbatas pada sisi ekonomi, tetapi juga dalam hal agama. Diharapkan
pula para nasabah BMT tersebut akan turut menyalurkan ZIS nya kepada
BMT.4
4
Ibid., h.82-84.
38
C. Peran BMT
dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir
pendanaan yang berdasarkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting
kecil yang serba cukup – ilmu pengetahuan ataupun materik – maka BMT
mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek
masyarakat.
5
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekosiana, 2003) h.
97.
39
2. Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil. BMT harus bersikap aktif
segera.
pembiayaan.
kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19456 dan berdasar atas asas
kekeluargaan.7
berkeadilan.8
a. Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
6
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, pasal 2.
7
Ibid., pasal 3.
8
Ibid., pasal 4.
9
Ibid., 5.
10
Ibid., pasal 31.
41
1) Hibah;
2) Modal Penyertaan;
a) Anggota;
dan/atau
11
Ibid., pasal 66.
12
Ibid., pasal 75 ayat 1.
42
Koperasi.13
Pinjam.14
Anggota.18
13
Ibid., pasal 75 ayat 2.
14
Ibid., pasal 83.
15
Ibid., pasal 84.
16
Ibid., pasal 84 ayat 2.
17
Ibid., pasal 84 ayat 3.
18
Ibid., pasal 84 ayat 4.
43
memperoleh izin usaha simpan pinjam dari Menteri.21 Untuk memperoleh izin
Pinjam yaitu:
a. Kantor Cabang;
c. Kantor Kas.24
19
Ibid., pasal 87 ayat 3.
20
Ibid., pasal 87 ayat 4.
21
Ibid., pasal 88 ayat 1.
22
Ibid., pasal 88 ayat 2.
23
Ibid., pasal 89.
24
Ibid.,pasal 90.
44
menyelenggarakan kegiatan:
b. manajemen risiko;
Pinjaman sesuai dengan perjanjian dan wajib menempuh cara yang tidak
terhadap penyimpan.
45
sektor riil. Koperasi Simpan Pinjam yang menghimpun dana dari Anggota
Simpanan Anggota.
25
Ibid.,pasal 93.
26
Ibid.,pasal 94.
27
Ibid.,pasal 96.
28
Ibid.,pasal 100.
46
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
ini.30
29
Ibid., pasal 122.
30
Republik Indonesia, Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
pasal 1 ayat 1.
31
Ibid., pasal 1 ayat 4.
47
pembiayaan.32
bersifat wajib, serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh
wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal
32
Ibid., pasal 1 ayat 9.
33
Ibid., pasal 1 ayat 10.
34
Ibid., pasal 2 ayat 2.
48
35
Ibid.,Pasal 4.
36
Ibid.,Pasal 5.
37
Ibid., pasal 6.
49
keuangan;
Eksekutif;
pihak tertentu;
38
Ibid., pasal 8.
50
keuangan; dan
i. izin usaha;
keuangan.39
meliputi:
lain:
39
Ibid., pasal 9.
40
Ibid., pasal 28.
51
c. kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing,
bank; dan
Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK dan fungsi, tugas, dan wewenang
41
Ibid., 43.
42
Ibid., pasal 55.
52
ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan
jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
53
masyarakat; dan
Bentuk badan hukum yang dapat digunakan oleh LKM antara lain
adalah:
a. Koperasi; atau
b. Perseroan Terbatas.45
LKM harus memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. 46Untuk
43
Republik Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
pasal 1.
44
Ibid., pasal 3.
45
Ibid., pasal 5.
46
Ibid., pasal 9 ayat 1.
54
mengenai:
b. Permodalan;
c. Kepemilikan; dan
sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,
bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus serta
47
Ibid., pasal 9 ayat 2.
48
Ibid., pasal 12 ayat 1.
49
Ibid., ayat 2.
50
Ibid., pasal ayat 1.
51
Ibid., pasal 12 ayat 2.
55
52
Ibid., pasal 19 ayat 1.
53
Ibid., pasal 19 ayat 2.
54
Ibid., pasal 27.
55
Ibid., pasal 28.
56
Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit
dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun
Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini
pada tanggal 8 Januari 2013 dan mulai berlaku tanggal 8 Januari 2015.
56
Ibid., pasal 29.
57
Ibid., ayat 1.
58
Ibid., ayat 2.
59
Ibid., ayat 3.
BAB IV
A. Kelembagaan BMT
progress yang sangat baik, pasalnya LKM merupakan lembaga keuangan yang
mampu berbaur dengan masyarakat ekonomi rendah, dengan ciri khas nya yang
berbeda dengan bank, LKM hadir sebagai mitra masyarakat untuk mengakses modal.
LKM juga tidak hanya sebagai perantara antara pihak surplus dana dan pihak
menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak bankable namun memiliki prospek dalam
menjalankan usaha kecil dan menengah adalah masyarakat yang layak untuk diberi
pembiayaan. Hal ini juga ditunjukkan dengan rendahnya nilai NPL (Non Performing
Loan) atau kredit macet pada LKM lebih rendah daripada NPF pada bank.
LKM yang dapat dikatakan memiliki karakteristik yang berbeda dengan LKM
sejenisnya. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip yang dijalankan oleh BMT dan
juga corak dari kegiatan usaha yang berbeda dengan LKM lain yang sejenis.
57
58
saat ini dirasa kurang terpenuhi secara kelembagaan dan ketepatan hukum dengan
Banyak hal yang tidak diatur dengan baik perihal kelembagaan BMT, baik dari sisi
Dengan alasan tersebut, maka pemerintah yang saat ini telah mengeluarkan
ini tidak lagi mengatur tentang Lembaga Keuangan di Indonesia dan dialihfungsikan
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro itu sendiri membuat BMT sebagai Lembaga
Keuangan Mikro tidak lagi diatur oleh undang-undang perkoperasian dan Keputusan
undang LKM.
membuat banyak praktisi BMT merasa ruang lingkup operasional BMT dibatasi oleh
kurang tepat mengakomodasi kebutuhan hukum BMT saat ini. Banyak pula pihak
59
yang merasa undang-undang diatas belum matang untuk diundangkan dan terlihat
tumpang tindih.
bukan hanya terbatasi operasionalnya, namun juga membuat BMT semakin rentan
atau undang-undang mana yang menjadi acuan dasar apabila terjadi perselisihan atau
penyimpangan.
Dengan melihat review regulasi yang mengatur BMT diatas, maka berikut
beberapa hal yang dapat dilihat agar didapat pemahaman terkait landasan operasional
Keuangan Mikro, bentuk badan hukum Lembaga Keuangan Mikro dapat berupa:
a. Koperasi
budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. BMT yang berbadan hukum
koperasi dapat dimiliki oleh orang perorangan atau badan hukum koperasi.
b. Perseroan Terbatas
paling sedikit 60% (enam puluh persen) harus dimiliki oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota atau badan usaha milik desa/ kelurahan. Sisa
kepemilikan sahamnya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/ atau
berbentuk perseroan terbatas dibatasi hanya 20%. LKM dilarang dimiliki, baik
langsung maupun tidak langsung oleh warga Negara asing dan/ atau badan
usaha yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga Negara asing atau
badan usaha asing. Klausul ini akan menyulitkan bagi Baitul Mal Wat Tamwil
atau dengan badan usaha milik desa atau kelurahan baik dalam hal
matang dan serius dialokasikan untuk menyokong LKM di suatu desa atau
memilih untuk berbadan hukum Koperasi, maka BMT haruslah merujuk pada
Terbatas.
Selain itu Baitul Mal Wat Tamwil yang berbadan hukum koperasi
2. Perizinan
Keuangan Mikro, sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus memiliki izin
1
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro Pasal 5 ayat 1.
62
usaha dari Otoritas Jasa Keuangan. Agar BMT memperoleh izin usaha, harus
b. permodalan
c. kepemilikan
Dengan adanya OJK sebagai lembaga yang mengawasi BMT, maka selain
harus terlebih dahulu mendapat izin dari kementrian koperasi sebagai sebuah
lembaga hukum, maka BMT juga harus mendapatkan izin dari OJK terkait
berwenang diatas membuat BMT lebih legitimate dan credible sebagai sebuah
lembaga keuangan.
63
3. Permodalan
pada BMT yang berbadan hukum koperasi, maka sumber permodalan yaitu:
1) Modal Koperasi terdiri dari Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi
2) Selain modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) modal Koperasi dapat
berasal dari:
1) Hibah
2) Modal Penyertaan
1) Anggota
2
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, Pasal 7
ayat 1.
64
d. sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau
4. Kegiatan Usaha
Keuangan Mikro, kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan
kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat. Hal tersebut dilakukan baik
tersebut adalah salah satu yang membedakan BMT dengan perbankan, dimana
3
Ibid., pasal 66 ayat 1 dan 2.
4
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
pasal 7 ayat 2.
5
Ibid., pasal 11 ayat 1.
65
BMT lebih terasa dekat dengan para anggota dan masyarakat dan menjunjung
BMT dan perbankan adalah instansi keuangan yang berbeda segmen pasar
pembiayaan, BMT akan tetap fokus pada sektor mikro. Adapun jika anggota yang
diberikan fasilitas pembiayaan telah tumbuh usahanya menjadi skala makro, maka
perbankan akan mengambil alih posisi BMT yang dimana perbankan akan
melakukan skala pembiayaan yang lebih besar dari yang disalurkan oleh BMT.
Dengan demikian, walaupun keduanya memiliki sasaran dan target pasar yang
berbeda, namun keduanya memiliki peran yang saling mendukung satu sama lain
dengan kata lain, basis dari lembaga keuangan mikro adalah perbankan.
6
Ibid., pasal 12 ayat 1.
66
wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan
mengatur secara rinci tentang bagaimana peraturan yang harus diikuti oleh BMT
sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah. Aspek syariah yang dinilai
paling penting dalam BMT terkesan tidak terlalu menjadi fokus dalam kedua
undang-undang ini. Hal ini pun senada dengan undang-undang No.1 tentang
lembaga keuangan mikro dimana aspek syariah hanya sekedar kewajiban adanya
Dewan Pengawas Syariah. Adapun hal tersebut diatur dalam Keputusan Menteri
B. Regulasi BMT
tentang operasional BMT, maka dapat dikatakan di dalam tulisan ini terdapat tiga
7
Ibid.,pasal 12 ayat 2.
67
Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Dan Undang-Undang No.1 Tahun
yang harus dirujuk oleh BMT dalam menjalankan aktivitas bisnisnya, maka
1. Asas lex superior derogat legi inferior8 ( hukum yang lebih tinggi
tingkatannya.
telah dicabut untuk tunduk dalam peraturan tersebut manakala segala aspek
yang diatur dalam regulasi tersebut telah diatur oleh Undang-Undang No.17
8
Harry Alexander, Panduan Perancangan Peraturan Daerah di Indonesia (Jakarta: XSYS
Solusindo, 2004), h. 15.
68
2. Asas lex specialis derogat legi generalis, yang artinya bahwa peraturan yang
bersifat umum. Berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generalis, aturan
yang bersifat umum itu tidak lagi memiliki “validity” sebagai hukum ketika
telah ada aturan yang bersifat khusus, aturan yang khusus tersebut sebagai
3. Asas lex posterior derogat legi priori, yang berarti bahwa aturan yang baru
diatas, dapat dilihat bahwa ketika BMT dihadapkan oleh beberapa undang-
Sedangkan untuk ketentuan lain terkait yang tidak tercantum atau tidak
maka dapat didapatkan alur sistematis dibawah ini, dimana dalam praktiknya,
perkoperasian.
10
BMT dengan total outstanding Rp. 60 MIlyar dan funding Rp. 55 Milyar
70
undang tentang LKM selaku lembaga keuangan dan setelahnya akan tunduk
UU 1/13
LKM
UU Sektor
UU
Keuangan UU 21/11
17/12
& OJK
Koperasi
Perbankan
UU 40/07
PT
Landasan
•Koperasi (UU 17/12) Operasional LKM •Pengaturan LKMS
•Perseroan Terbatas •LKMS beroperasi sebagai •Pengawasan LKMS
(UU 40/07) lembaga keuangan Mikro
(UU No.1 Th.2013 ttg LKM)
Badan Pengaturan &
Hukum Pengawasan
Tentang Lembaga Keuangan Mikro akan pula taat pada undang-undang tentang
LKM tersebut dan selanjutnya akan secara runtut taat pada undang-undang
Dengan pilihan hukum responsive, yakni hukum sebagai suatu sarana merespons
aspirasi masyarakat. Hal ini terlihat dari Perkembangan BMT khususnya dan
11
Neni Sri Imayati, “Eksistensi BMT (Baitul Mal wat Tamwil) Sebagai Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia”. Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XXII Nomor 4 (Oktober 2004): h 11.
73
badan usaha pembiayaan non koperasi yang telah menerapkan konsep bagi hasil
yang bersangkutan. Dengan demikian, layak pula bila dikatakan bahwa hukum
adalah fungsi sejarah sosial suatu masyarakat. Tapi hukum bukanlah bangunan
sosial yang statis, melainkan ia bisa berubah dan perubahan ini terjadi karena
oleh Satjipto Rahadjo, hukum lembaga keuangan tidak boleh statis, pada masa
lalu tidak atau belum dikenal dan belum diatur tentang lembaga keuangan syariah,
Pernyataan ini seperti apa yang dialami BMT saat ini, BMT telah tumbuh
12
21 Rony Hanityo. Studi Hukum dan Masyarakat. (Bandung: Alumni Bandung,1985). h. 15-
16.
13
Seorang guru besar emeritus dalam bidang hukum, dosen, penulis dan aktivis penegakan
hukum Indonesia. Ia dikenal sebagai dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang.
14
Neni Sri Imayati, “Eksistensi BMT (Baitul Mal wat Tamwil) Sebagai Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia”. Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XXII Nomor 4 (Oktober 2004): h. 11
74
mengatur BMT antara lain seperti apa yang dilakukan oleh PINBUK.
difokuskan pada satu konsep yang jelas, salah satu orientasi yang harus dan perlu
dapat terwujudkan antara lain apabila dapat diwujudkan pula berbagai pranata /
ekonomi.
yang tegas dalam mengatur BMT. Hal ini terlihat dari eksistensi lembaga BMT
Namun, upaya pemerintah saat ini yang mulai memberikan perhatian kepada
75
BMT patut diapresiasi. Pasalnya, mengingat hukum adalah aturan yang mengikat
setiap warga Negara dan juga bersifat memaksa, maka Undang-undang yang saat
maal dan baitut tamwil. Sehingga kedepannya undang-undang yang telah ada
akan datang.
pilar dalam strategi nasional keuangan inklusif (SNKI) yaitu edukasi keuangan dalam
LKMS. Eksistensi LKMS akan tercipta dengan baik manakala segala hal yang
76
yang ditopang oleh sektor perbankan dan pemerintah, edukasi masyarakat tentang
literasi keuangan, dan juga penguatan kelembagaan serta hukum yang memayungi
LKMS. Hal tersebut penting bahkan mendesak dilakukan agar nantinya masyarakat
yang menjadi mitra dari LKMS mendapatkan kejelasan legitimasi dan keamanan
Keuangan
Inklsif
Pengembangan Eksistensi
Lembaga
Ekonomi
Keuangan
Penguatan Penguatan
Hukum LKMS LKMS
77
menjadi penting dan sangat perlu untuk diperbaiki dan dikaji ulang. Dengan
demikian, munculnya undang-undang baru dan perbaikan peraturan yang sudah ada
bukanlah hal yang niscaya. Hal tersebut dikarenakan hukum haruslah bersifat
Kebijakan Pengembangan
LKMS yang terarah
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Operasional Lembaga Keuangan Mikro dalam hal ini Baitul Mal Wat Tamwil
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan Undang-Undang No. 1 tahun 2013
peraturan lain yang secara tidak langsung mengatur operasional BMT, namun
untuk dirujuk diantara regulasi yang ada diselesaikan dengan mengacu pada
78
79
Hal tersebut bertujuan agar tercipta kepastian hukum dalam sistem peraturan
perundang-undangan.
undang yang telah ada harus terus dilakukan perbaikan agar kebutuhan BMT
dalam aspek legal nya terpenuhi. Hal tersebut penting dan mendesak untuk
keuangan mikro itu sendiri. Dengan perlindungan hukum dan aspek legal
B. Saran-saran
Keuangan Mikro yang sudah ada dan melakukan perbaikan dalam menyusun
2. Saran bagi praktisi BMT, agar merujuk pada hukum yang telah ada dan
terkait Lembaga Keuangan Mikro Syariah agar tercipta suatu hukum yang
3. Saran bagi peneliti selanjutnya agar mengkaji secara lebih mendetail tentang
Buku-buku
Amalia, Euis, Keadilan Distributif Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Jakarta: Pusat pendidikan dan studi
2002.
HR, Ridwan. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2006.
Huda, Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2010.
81
83
1982.
Soetami, Siti. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama,
2005.
2003.
Susilo, Y. Sri dkk. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat, 2000
Tiena, Yulies. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, Jakarta 2008.
Sri, Neni. “Urgensi Penguatan Hukum BMT Dalam Perspektif Hukum Ekonomi”.
Perundang-undangan
Situs Internet
Koperasi dan UMKM Tahan Krisis, artikel diakses pada 19 April 2013 dari
http://economicsjurnal.blogspot.com/2010/06/lembaga-keuangan-
mikro-syariah.html .
http://lorong2ilmu.blogspot.com/2013/07/konsep-lembaga-keuangan-
Penguatan Lembaga Baitul Maal Wat Tamwil. Diakses pada 10 Oktober 2013.
http://romagia.wordpress.com/nie/penguatan-kelembagaan-baitul-mal-
watanwil-bmt/
Tabloid