Anda di halaman 1dari 84

BAGIAN PERTAMA

MELIHAT KENYATAAN YANG SEBENARNYA

Pendahuluan
Sebuah gerakan yang rapi dan massif harus mengandaikan
terbentuknya faktor-faktor produksi, distribusi dan wilayah perebutan.
Tanpa mengunakan logika ini maka gerakan akan selalu terjebak pada
heroisme sesaat dan kemudian mati tanpa meninggalkan apa-apa selain
kemasyuran dan kebanggaan diri belaka. Katakanlah kita sedang akan
membangun sebuah gerakan maka dimana wilayah perebutan yang akan
kita temui dan oleh karena itu apa yang harus kita produksi dan
mengunakan jalur distribusi seperti apa agar produk-produk gerakan kita
tidak disabotase di tengah jalan. Rangkaian produksi-distribusi-
perebutan ini adalah sebuah mata rantai yang tidak boleh putus, karena
putusnya sebuah mata rantai ini berati matinya gerakan atau setidak-
tidaknya gerakan hanya akan menjadi tempat kader-kadernya heroisme-
ria. Dan yang lebih penting bahwa gerakan semacam ini akan lebih
mudah untuk di aborsi.
Yang pertama-tama perlu di kembangkan di PMII adalah bahwa
sejarah itu berjalan dengan masa lalu, bukan karena semata-mata masa
lalu itu ada, tetapi karena masa lalu telah membentuk hari ini dan hari
esok. Artinya capaian tertinggi dari sebuah gerakan adalah ketika satu
generasi telah berhasil mengantar generasi berikutnya menaiki tangga
yang lebih tingi. Visi historis inilah yang akan menjadikan PMII sebagai
organisasi besar yang berpandangan kedepan dan universal, karena PMII
tidak didirikan hanya untuk bertahan selama sepuluh atau dua puluh
tahun, tetapi PMII didirikan untuk melakukan perubahan tata struktur
dan sistem. Dengan demikian paradigma menempati posisi yang
sangat vital dalam membangun gerakan PMII ke depan, bukan semata-
mata karena kita membutuhkan paradigma, tetapi karena paradigma itu
seharusnya memandu gerakan PMII dalam longue duree dalam bingkai
dunia.
Selama ini, perdebatan paradigmatik di PMII hanya bersifat
reaksioner, bukan sebuah inisiatif yang didasarkan pada gerak maju yang
terencana. Kondisi seperti inilah yang kemudian membatasi ruang
lingkup gerakan PMII yang hanya melingkar di orbit internal NU dan tidak
mampu melakukan pendudukan dan perebutan sektor-sektor setrategis
yang memiliki resonansi luas kepada publik. Sejauh berkaitan dengan
perubahan struktural yang dicitakan PMII, maka pendudukan dan
perebutan sektor-sektor publik adalah suatu keniscayaan. Masalahnya
selama ini yang di puja-puja oleh sebagaian besar aktifis PMII adalah
gerakan kultural an sich yang mengabaikan segala sesuatu yang bersifat
struktur. Katakanlah dikotomi gerakan kultural-struktural yang
menjadikan PMII sebagai penjaga gerbang kultural sementara organisasi
kemahasiswaan yang lainnya, misalnya sebagai pemain struktural telah

i
menimbulkan kesesatan berfikir sedari awal tentang gerakan yang
dibayangkan (imagined movement) oleh kader-kader PMII, bahwa PMII
cukup hanya bergerak di LSM-LSM saja dan tidak perlu berorientasi di
kekuasan. Jadi paradigma merupakan suatu keniscayaan yang di bangun
berdasakan atas pandangan PMII tentang dunia dalam realitas globalisasi
dan pasar bebas yang saat ini sedang berjalan.

Indonesia Dalam Globalisasi Dan Pasar Bebas Sebagai Relitas dan Modal
Gerakan
Dalam peradapan baru dunia global, kemajuan tekhnologi dan
informasi menjadi infrastruktur penopang bergeraknya globalisasi dan
liberalisasi ekonomi (baca neoliberal). Sebagai contohnya keberadaan
pasar maya yang merupakan sistem dan tatanan baru bagi keuangan
internasional yang kemudian banyak disebut dengan disebut dengan
pasar modal dan pasar uang. Kemajuan elektronik global, membuat para
pemegang modal diberbagai sektor seperti keuangan, perbankan,
investasi langsung dan lain-lain, dengan mudahnya dapat memindahkan
modalnya dalam jumlah besar dari negara yang lain ke negara yang
lainnya hanya dengan memencet mouse kompiuter dengan jaringan
internet yang terakses langsung disemua negara di dunia. Sehingga
dengan mudahnya mereka malakukan intervensi terhadap perekonomian
satu negara bahkan satu kawasan. Karena pergerakan aliran lalu lintas
modal global sangat mempengaruhi pasar modal dalam satu negara.
Selain itu terpakunya standar pertukaran internasional hanya pada dollar
AS, mempunyai kecenderungan untuk mempengaruhi perputaran dan
pergerakan pasar uang global.
Sistem dunia akan terus bergerak dan mempunyai
kecenderungan untuk bergerak linier yang akan berproses secara
kompleks serta akan selalu memunculkan kontradiktif atau
pertentangan. Sistem dunia juga akan merasuki semua aspek kehidupan
manusia dan negara, sehingga ada kecenderunagn suatu negara tak
terkecuali Indonesia akan kehilangan sebagian kekuatan ekonominya.
Dilain pihak globalisasi akan mendorong kekuatan-kekuatan lokal (baca
kearifan lokal) untuk mampu bertahan dalam dunia yang menglobal ini.
Sebagaimana dikatakan oleh Anthony Giddens, “Globalisasi
tidak hanya berkaitan dengan sistem-sistem besar, seperti tatanan
keuangan dunia, globalisasi bukan sekedar apa yang ada diluar sana
terpisah, dan jauh dari orang perorang. Ia juga merupakan fenomena di
sini yang mempengaruhi aspek-aspek kehidupan kita yang intim dan
pribadi. Perdebatan mengenai nilai-nilai keluarga yang tengah
berlangsung di banyak negara misalnya, mungkin terkesan sangat jauh
dari pengaruh globalisasi. Tidak demikian halnya, dibanyak belahan
dunia, sistem keluarga tradisional kian berubah atau terdesak khususnya
setelah kaum perempuan menuntut kesetaraan yang lebih besar.
Sepanjang yang kita ketahui dari catatan sejarah, belum pernah ada
masyarakat yang kaum perempuannya hampir setara dengan pria. Ini
sunguh merupakan revolusi global dalam kehidupan sehari-hari yang
ii
konsekwensinya dirasakan diseluruh dunia , dari wilayah kerja hingga
wilayah politik”. (Anthony Giddens : 2001)
Keberadaan Indonesia tidak lepas dari pergerakan di luar
apalagi dalam dunia yang menglobal. Dinamika perpolitikan internasional
yang akan mendorong semakin menguatnya trend global kedepan dan
trend ini tentunya akan terus berubah mengikuti irama pasar. Sistem
dunia yang didukung sepenuhnya negara-negara di dunia pertama,
sehingga mereka memainkan peran setrategis setiap pengambilan
kebijakan mengenai aturan-aturan internasional melalui lembaga-
lembaga tertentu. Sebagai contoh adalah adanya ISO (international
Standart Organisation) yang menjadi salah satu aturan internasional
dalam perdaganan barang lintas negara. Cara pandang penetapan aturan
dengan mengunakan cara pandang barat, yang sudah barang tentu
berbeda dengan cara pandang, kondisi dan potensi yang dimiliki oleh
negara-negara di dunia ketiga. Aturan seperti ini sudah barang tentu
akan mengalalahkan daya saing negara-negara ketiga, karena aturan ISO
memiliki kecenderungan untuk menghadapkan pada hokum besi
mekanisme pasar.
Mekanisme pasar sejauh membuka kesempatan kepada semua
pihak untuk berinteraksi secara setara dapat di terima. Tetapi dalam
sistem neoliberal seperti yang sekarang kita temui ini, dijumpai sebuah
kondisi dimana prinsip kesetaraan tidak ada, atau terjadi interaksi yang
asimetris. Prinsip perdagangan bebas yang dipandu dengan sistem
monetarisme hampir-hampir tidak menyisakan ruang bagi ekonomi kecil
untuk survive. Para pemilik modal besarlah yang memiliki kesempatan
emas untuk bermain dalam sistem ini.
Keterlibatan Indonesia dalam perdagangan bebas dengan
diresmikannya AFTA, tetapi jika di analisis lebih dalam Indonesia tidak
akan dapat berbuat banyak dihadapan modal-modal asing raksasa. Kita
dapat membayangkan bagaimana seandainya sektor-sektor ekonomi yang
menguasai hajat hidup orang banyak akan di kuasai oleh segelintir
individu yang dengan laluasa akan dapat memainkannya untuk
kepentingan pribadinya. Negara yang seharusnya mengabdi demi hajad
hidup orang banyak telah di pereteli kekuasaanya oleh pasar, sehingga
tidak lebih hanya akan bertindak sebagai agen pasar berhada[an dengan
masyarakat sendiri.
Dengan agenda payung privatisasi misalnya kita telah dan akan
melihat bagaimana banyak BUMN di privatisasi demi memenuhi budget
pemerintah yang telah mengalami defisit. Yang menarik adalah
privatisasi itu terjadi atas desakan IMF yang merupakan kepanjangan
tangan negara-negara core dalam moneter dunia. Ini secara gamblang
menjelaskan bagaimana pemerintah (baca : negara) tidak berdaya di
hadapan sistem pasar yang telah mapan (neoliberalisme).
Yang sangat ironis, ditengah kencangnya gerak maju
neoliberalisme justru tidak ada struktur lokal yang mampu
menghadapinya. Struktur lokal telah terfragmentasi sedemikian rupa
sehinga neoliberalisme dapat menjebol benteng Indonesia tanpa
iii
perlawanan sama sekali. Dalam hubungan antar negara bangsa,
pemerintah dan rakyat yang sama sekali tidak saling terkait kita
menyaksikan bahwa Indonesia telah benar-benar terkunci dalam gerak
sejarah. Jika hari ini adalah lima puluh tahun yang silam dan kita telah
memiliki keawasan seperti hari ini, niscaya kita akan memilih Mao Tse
Tung atau Tan Malaka yang memilih kemerdekaan sepenuh-penuhnya,
bukan negociated independence seperti yang kita alami. Seandainya kita
memiliki kesempatan untuk berbenah diri ke dalam tanpa harus
mengintegrasikan diri dalam interaksi global yang asimetris ini, maka
politik isolasi mungkin adalah pilihannya. Resikonya adalah seperti apa
yang telah di alami Cina (RRC), selama beberapa dekade sibuk berbenah
diri melakukan reformasi struktur internal dan kemudian dalam hitungan
dekade kelima telah mampu bersaing dengan hegemon dunia. Tentu Cina
memiliki kekhasan yang tidak bisa disamakan dengan Indonesia, tetapi
paling tidak ia merupakan gambaran bahwa there in (an) Alternative
(TIA) selain blue-print AS yang harus di ikuti oleh negara pery-pery.
Konsolidasi politik negara-negara Eropa dan Amerika yang
banyak menganut demokrasi liberal pasca perang dunia ke-2, untuk
menciptakan format baru penjajahan dari kolonialisme dan imperalisme
lama. Konsolidasi yang menghasilkan adanya pertukaran politik global
sehingga memunculkan imperium global yag diikuti dengan
perkembangan diplomasi multerateral dan regulasi internasional dan
pembentukan instritusi-institusi politik global, seperti PBB dan institusi
regional seperti Uni Eropa, NAFTA dan lain-lain. Institusi politik
internasional inilah yang akan menciptakan aturan main percaturan
politik global berskala internasional khususnya yang menyangkut isu-isu
perdagangan, perang dan perdamaian. Perkembangan politik
internasional yang ditopang dengan aturan internasional tersebut akan
menghilangkan sekat-sekat batas negara sehingga akan memunculkan
rezim internasional yang mempunyai pengaruh cukup signifikan dan
memiliki otoritas untuk menentukan masa depan negara-negara yang
lain. Perkembangan internasionalisasi dan transnasional politik yang
mempunyai kecenderungan hilangnya peran negara atas warganya, dan
kecenderungan untuk membangun satu pemerintahan rezim global yang
berlapis dengan kekuasaan mayanya, tetapi mampu mengerakkan
struktur sosial dan politik dari sebuah negara. Konsekwensi dari politik
transnasional ini adalah miunculnya hukum-hukum internasional yang
kosmopolitan.
Posisi Indonesia yang merupakan bagian dari dunia, tidak akan
mungkin lagi terhindar dari proses internasionalisasi politik tersebut
apalagi dengan kondisi geo-geografis Indonesia yang strategis. Indonesia
akan kehilangan banyak peran dan hanya menjadi bagian kecil dalam
pentas dunia. Pemerintah Indonesia dan negara-negara ketiga lainnya
akan semakin kehilangan kontrol atas arus informasi, teknologi,
penyakit, migrasi, senjata, dan transaksi finansial baik legal maupun
ilegal yang melintasi batas-batas wilayahnya. Aktor non-negara, mulai
dari kalangan bisnis hingga organisasi-organisasi non-profit akan semakin
iv
memainkan peranan penting dalam lingkup nasional maupun
internasional. Kualitas pemerintahan nasional dan internasional akan
ditentukan oleh tingkat keberhasilan negara dan masyarakat dalam
mengatasi kekuatan-kekuatan global di atas.
Oleh karena itu, kita perlu melihat Indonesia dalam gambar dan
ruang lebih besar lagi yaitu dunia. Dengan melihat Indonesia sebagai
bagian dari sebuah sistem dunia yang sedang berjalan, kita dapat
mengenali relasi apa yang sedang terjadi dalam sebuah peristiwa.
Dengan mengenali relasinya kita dapat melihat pola-pola yang di
gunakan oleh sistem tersebut untuk beroperasi, katakanlah kita perlu
melihat dengan perspektif sistem dunia ini, lalu bagaimana kita
menghubungkan perubahan-perubahan internal Indonesia dengan sistem
dunia ini ?
Adalah Emanuel Wellerstain dan teman-temannya di Fernan
Broudell Center Binghamton University yang mencoba memperkenalkan
perspektif sistem dunia ini sebagai alat baca. Dalam pandangan para
world sistemizer dunia ini terbagi ke dalam tiga wilayah kerja
(internasional divisiopn of labour) yaitu
1. Core, terdiri dari negara yang memiliki proses-proses
produksi yang cangih, didaerah ini borjuis indigenous
memiliki industri otonom yang memproduksi
komoditas manufaktur untuk pasar dunia. Pola-pola
kontrol buruh yang dominan adalah wage labour dan
self-employment, negara-negara core biasanya dengan
strong state machinesries. Negara core pada umumnya
Northwest Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Jepang,
dan Australia.
2. Periferi, terdiri dari negara-negara yang memiliki
proses produksi yang sederhana. Biasanya produk-
produk negara periferi ikut menyumbang proses
akumulasi kapital dinegara-negara core karena dagang
memerlukan pertukaran-pertukaran yang tidak
seimbang. Kontrol buruh juga dijalankan dengan
kekerasan, dengan struktur negara yang lemah.
Negara periferi menurut Wallerstain’s tidak cukup
kuat untuk mengintervensi lajunya komoditas, kapital
dan buruh antar zona ini denfgan zona yang lainnya
dalam system dunia. Tetapi cukup kuat untuk
memfasilitasi flows yang sama.
3. Semi Periferi, mempunyai kompleksitas kegiatan
ekonomi, modus kontrol buruh, mesin negara yang
kuat dan sebagainya. Fungsi politik periferi adalah
sebagai buffer zone antara dua kekuatan yang saling
berlawanan. Secara historis, semi periferi terdiri dari
negara-negara yang sedang naik atau turun dalam
system dunia.

v
POLA HISTORIS GLOBALISASI POLITIK

Pra-Awal Modern Kontemporer


Modern (Abad 19 – 20) (1945 - )
(Abad 14 –18)
Ekstensits Sebagian besar Emperium global; Sistem negara global;
bersifat intra- Muncul sistem Muncul tataan politik
teritorial dan intra- negara bangsa global;
regional tetapi juga Regionalisasi politik
memulai ekspansi dan inter-regionalisme
imperial.

Intensitas Volumenya rendah, Volumenya Terjadi peningkatan


tetapi melonjak meningkat dan drastis pada
ketika para terjadi ekspansi kesepakatan-
kompetitor politik hubungan kesepakatan
atau ekonomi internasional, jaringan
bertemu dan dan berbagai
berbenturan hubungan formal
maupun informal.

Percepatan Terbatas; Sporadis Meningkat Terjadi percepatan


pada interaksi politik
global seiring dengan
kemajuan teknologi
komunikasi.
Pengaruh Sedikit; tetapi Meningkatnya Tinggi: saling terkait,
(negatif) terkonsentrasi konsekuensi- sensitif dan rentan.
konsekuensi
institusional dan
struktural
Infrastruktur Minimal; kerangka Munculnya Perubahan besar baik
kerja amultilateral Organisasi dan pada ukuran, bentuk,
bergerak sangat rejim-rejim jumlah rejim,
lamban, mulai dari internasional organisasi
traktat hingga maupun internasional dan
konferensi transnasional. transnasinal serta
organisasi mekanisme hukum.
Komunikasi global
“realtime” dan
infrastruktur media.

Institusionalisasi Minimal, tetapi Perkembangan Ditandai dengan


mulai ada rejim-rejim, pengembangan rejim,
diplomasi dan peraturan- hukum internasional,
regularisasi peraturan dan dasar-dasar hukum

vi
jaringan kerja hukum kosmopolitan serta
antar negara. internasional struktur organisasi
bersifat tentatif antar pemerintah
tetapi rentan. maupun organisasi
transnasional (swasta).
Stratifikasi Perkembangan Hirarki kekuatan Dari Dunia yang
tatanan dunia yang politik, militer dan Bipolar (perang dingin)
Eropa sentris. ekonomi ke Multipolar.
Organisasi politik terkonsentrasi di Kesenjangan Utara
lemah, tersebar Barat/Utara. dan Selatan mulai
dan tidak merata Kapabilitas politik dikikis seiring dengan
melintasi batas dikembangkan, munculnya NICs
teritotial. tetapi hubungan (Negara Industri Baru)
yang tidak dan aktor-aktor non-
seimbang negara.
(asimetris) tetap
dipertahankan.
Pola Persaingan; Teritorial; Deteritorialisasi dan
Interaksi perang-perang Diplomatik; reteritorialisasi.
terbatas; Geopolitik/Koersif; “Reason of State”
Konfliktual/Koersif; Imperialis; Konflik diupayakan dalam
Imperialis. dan Kompetisi; kerangka hubungan
Pembentukan ke kerjasama (kooperatif)
arah “total war” dan
kolaboratif.;Kerjasama
dan Persaingan;Geo-
ekonomik
dan End of empire

Sumber : Derrived from Global Transformations; Politic, Economic and Culture,


David Held and Anthony McGrew, David Goldblatt and Jonathan Perraton, Polity
Press, UK, 1999.

Proses pergeseran tatanan politik dunia baru sebagaimana yang


tersebut di atas, akan menopang struktur ekonomi global, dengan
menyiapkan infrastruktur aliran dan lalu lintas modal baik langsung
maupun tidak langsung. Aturan main internasional sebagai hasil dari
kebijakan lembaga-lembaga politik dan ekonomi internasional seperti,
PBB, IMF, world Bank, WTO dll, juga akan mempengaruhi Indonesia untuk
tetap bisa survive didalamnya. Pertumbuhan negara, kemampuan
negara meningkatkan pendapatan, mengatasi kemiskinan dan
menguranggi pengangguran akan sangat tergantung kondisi dan tatanan
ekonomi internasional. Tak terkecuali adalah lalu lintas modal dalam
negara, karena kesemuannya dikemas dalam hukum kosmopolitan yang
namanya mekanisme pasar, yang menghadapkan individu , negara
dengan pasar.

vii
Perekonomian global akan sangat ditentukan juga oleh negara-
negara adi kuasa yang secara kemampuan memiliki kelebihan-kelebihan
struktur ekonomi, seperti Cina, AS, Inggris, Swedia, kanada dll.
Kemampuan untuk mengsuplay kebutuhan-kebutuhan negara di dunia,
akan memunculkan pemenang-pemenang ekonomi, karena hegemoni
ekonomi global akan menentukan gaya hidup borjuis, hiperbalis dengan
tingkat konsumerisme yang tinggi di masyarakat, sehingga akan
mengakibatkan tingkat ketergantungan penduduk dan negara di dunia
ketiga akan semakin tinggi terhadap negara-negara suplayer, tak
terkecuali Indonesia. Hal ini akan semakin membuat keberadaan
kemiskinan yang meningkat di negara-negara dunia ketiga dan
kesenjangan ekonomi yang sangat tinggi.
Membangun Paradigma Berbasis Kenyataan
Membangun paradigma gerakan memang sesulit membaca
kenyataan yang semestinya menjadi pijakan paradigma itu. Gerakan
yang dibangun tidak diatas landasan kenyataan hanya akan menjadi
struktur apalagi peradaban. Paradigma yang baik adalah paradigma yang
mampu menjadikan sejarah sebagai bahan penyusun yang dipadukan
dengan kenyataan hari ini. Kenapa sejarah menjadi penting dalam
penyusunan paradigma gerakan? Sebagaimana diketahui bahwa sejarah
itu menyimpan masa lalu yang telah menyusun masa kini dan masa
depan. Jadi, dengan mengkombinasikan sejarah dengan real-life hari ini,
kita akan mampu membaca kenyataan secara benar sehingga kita tidak
akan terjebak dalam kenyataan mediatik yang manipulatif dan
menyesatkan.
Dengan selalu berangkat dari kenyataan real, kita akan mampu
menangkap struktur apa yang saat ini sedang bergerak dan geraka yang
kita jalankan akan mampu memutus roda-gila (free-wheel) peradaban
yang hegemonik. Selama ini, nalar mainstrem yang digunakan dalam
penyusunan paradigma di PMII adalah nalar yang berangkat dari asumsi
yang belum tentu terkait dengan kenyataan yang sehari-hari terjadi.
Jadi, konsep ideal (logos) itu dianggap lebih penting dan ideal dari pada
kenyataan.
a. Belajar Dari Sejarah Gerakan Mahasiswa
Realitas politik memang mengatakan independensi
perguruan tinggi yang notabene adalah basis pendidikan
nasional, sehingga banyak harapan akan adanya pemikiran-
pemikiran baru tentang ke-Indonesiaan yang dihasilkan dari
institusi ini. Selain civitas akademika yang merepresentasikan
kelompok intelektual, mahasiswa juga diharapkan mampu
memberikan gagasan dan ide-ide ke-Indonesiaan, dengan
beragam aktualisasi. Selain sebagai kelompok intelektual,
ternyata dinamika perpolitikan negara juga cukup signifikan
untuk mengerakkan mahasiswa menjadi satu kekuatan gerakan
ekstra parlementer sebagai salah satu pilihan aktualisasinya.
Melalui peran ini, mahasiswa tentunya ingin mengartikulasikan
kepentingan-kepentingan dan aspirasi politiknya untuk
viii
mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan di tingkat
nasional, yang kesemuanya itu dibingkai dalam kerangka
menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat dan atas nama
demokrasi, yang mencoba untuk berbareng bergerak bersama
rakyat, sehingga akan menjadi satu gerakan people power yang
masiff dan progresif.
Cita-cita luhur para mahasiswa Indonesia, ternyata
hanya menjadi utopi, karena gerakan mahasiswa Indonesia
hanya menjadi alat dari kelompok-kelompok kepentingan yang
mengatasnamakan rakyat. Hal ini tentunya didasari pada
beberapa fakta dari proses sejarah gerakan mahasiswa di
Indonesia. Pertama, gerakan mahasiswa tahun 1945-1966,
mahasiswa bangkit karena melihat kondisi negara yang sedang
mengalami kegoncangan sistem politik nasional yang selalu
mengalami perubahan bentuk pemerintahan, mulai dari RIS,
Demokrasi Terpimpin dan kembali lagi ke Republik, yang
disebabkan oleh lemahnya posisi negara atas rakyatnya.
Sebagaiman ditulis Fachri Aly “Kondisi ini diperlihatkan dengan
gejala kemiskinan massal di perkotaan ataupun di daerah
pedesaan, hancurnya sarana dan prasarana ekonomi sehingga
menyebabkan kehancuran ekonomi dan tingginya tingkat utang
serta rusaknya atau tidak berfungsinya prasarana dan sarana
transportasi, komunikasi dan modernisasi”(Fachry Ali : 1985).
Kekuatan mahasiswa memang mampu mengulingkan
kekuasaan Presiden Soekarno tahun 1966, tapi perlu diingat
bahwa kekuatan mahasiswa tidak muncul dengan sendirinya,
Badan Kerja Sama Pemuda Militer yang terbentuk tahun 1957,
adalah bentuk infiltrasi politik ABRI, yang waktu itu itu mulai
menunjukkan sifat kohesinya yang kuat dalam kehidupan
politik, sebagai respon atas pertentangan ideologi, sehingga
melirik mahasiswa sebagai kelompok independen untuk menjadi
mitra. Hasil perjuangan mahasiswa telah mampu menaikkan
Jenderal Soeharto untuk menduduki kursi RI-1, justru
mahasiswa yang kritis atas situasi perpolitikan negara harus
berhadapan dengan strategi de-politisasi oleh pemerintah
berkuasa, karena Presiden Soeharto lebih tertarik untuk
berkoalisi dengan intelektual dan tekhnokrat murni yang selama
ini tidak pernah concern dengan persoalan politik.
Kedua, gerakan mahasiswa tahun 1974/1975, juga
sempat terprofokasi oleh isu-isu anti Jepang sehingga pada
tanggal 15 Januari 1975 yang kemudian di kenal dengan Malari,
terjadi pembakaran produk-produk Jepang di Indonesia, padahal
ini tidak lebih akibat dari pertarungan untuk memperebutkan
pasar antara AS dan Jepang. Gerakan yang kemudian dijawab
oleh pemerintah dengan dikeluarkannya NKK/BKK (Normalisasi
Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Ketiga,
gerakan Mahasiswa tahun 1998-pun tidak jauh beda. Mahasiswa
ix
terprovokasi oleh isu-isu yang di buat oleh pihak luar, meskipun
gelombang aksi terjadi di seluruh penjuru Indonesia, tetapi yang
lebih signifikan untuk mendorong pemerintah Soeharto mundur
adalah fluktuatifnya kurs rupiah atas dollar AS dan berhentinya
pasar modal dalam negeri, sebagai respon atas kekuasaan
Soeharto berlebihan yang hanya berorientasi membangun istana
ekonomi keluarga dan kroni, sehingga menutup peluang
investasi pengusaha-pengusaha asing khususnya AS dan
mengamcam kepentinagn internasional AS. Situasi pemerintahan
yang seperti ini, sehingga memunculkan isu-isu populis yang
kemudian terkenal dengan 6 visi reformasi (Adili Soeharto,
Cabut Dwi Fungsi ABRI, Hapus KKN, Tegakkan Supremasi Hukum,
Otonomi Daerah dan Amandemen UUD`1945) yang entah dari
mana datangnya, namun tiba-tiba mengema dan menjadi simbul
perlawanan yang disuarakan oleh mahasiswa di seluruh
Indonesia. Momentum gerakan mahasiswa yang kemudian
dimanfaatkan oleh elit tertentu. ”Gerakan reformasi ini telah
dimanipulasi para elit politik, baik elit politik yang lama
maupun yang baru, yang masih berambisi meraih kekuasaan bagi
diri dan kelompoknya dengan cara saling kompromi diantaranya
lewat pemilu yang dilaksanakan tahun 1999” (Meluruskan Arah
Perjuangan Reformasi Dan Merajut kembali Merah-Putih Yang
Terkoyak : Iluni UI). Akankah kita para mahasiswa sekarang
kembali akan menjadi alat dan terprovokasi dengan isu-isu
populis tertentu yang ternyata hanya menguntungkan kelompok
tertentu dan jauh dari kepentingan riil masyarakat ?
b. Gerakan Moral Mahasiswa
Terlepas dari sejarah panjang perjalanan gerakan
mahasiswa di Indonesia, kekuatan mahasiswa hanya mampu
menjadi kelompok preasure group yang ternyata di dorong oleh
kepentingan kelompok tertentu. Pada sisi lain mahasiswa tidak
mampu memberikan satu rumusan konseptual dan solusi atas
berbagai problematika transisi. Kegagalan-kegagalan yang tetap
harus kita akui sebagai bentuk kelemahan kita bersama, yang
salah satunya disebabkan keterjebakan kita dalam stigma
gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral.
Sejarah panjang mengenai peran gerakan mahasiswa di
Indonesia, memang telah mengoreskan tinta sejarah dengan
menyebut gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral. Hal ini
tentunya dilatar belakangi dengan keberhasilan gerakan
mahasiswa menumbangkan rezim Soekarno tahun 1966,
Soeharto tahun 1998 dan Gus Dur tahun 2001, yang konon
katanya digerakkan oleh berhentainya proses demokratisasi,
penegakan HAM, tidak berjalannya supremasi sipil dan
supremasi hukum serta lain-lainnya. Latar belakang inilah yang
kemudian cukup signifikan mempengaruhi kemunculan stigma
gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral yang katanya akan
x
selalu menyuarakan kepentingan rakyat banyak dengan idiom-
idiom demokrasi, HAM, supremasi sipil dan lain-lain.
Meminjam istilah Ben Anderson dalam bukunya
Revolusi Pemuda, mengenai peran pemuda yang sangat besar
dalam menentukan masa depan sebuah bangsa. Dimana dalam
peran ini mahasiswa menjadi bagian didalamnya. Selain itu
adanya pepatah Arab yang berbunyi “Syubhanul yaum rijaalul
ghoddi (Pemuda Sekarang Adalah pemimpin masa depan)”.
Kedua hal tersebut di atas paling tidak menjadi landasan
epistimologi yang akan semakin menguatkan stigma gerakan
mahasiswa sebagai gerakan moral, sebagaimana kuatnya
memori kolektif masyarakat yang menyebut bahwa pemuda
Indonesia pada tahun 1908 telah mempunyai andil yang cukup
besar terhadap bangsa Indonesia dengan keberahasilannya
melaksanakan sumpah pemuda, dimana masyarakat tidak
pernah paham mengenai kenyataan empiris tentang kondisi dan
situasi sosial-politik dan ekonomi dalam negeri serta tren politik
global pada waktu itu.
Budiaman Sudjatmiko pada tahun 2000 dalam
tulisannya Demoralisasi Gerakan Mahasiswa menyebutkan bahwa
yang disebut dengan demoralisasi gerakan mahasiswa
diartikannya dengan surutnya atau tidak adanya kekompakkan
berbagai elemen gerakan mahasiswa pada waktu itu dalam
merespon isu-isu yang berkembang saat itu, yang menarik
pengertian dari pemengalan kata demoralisasi, dengan
mengartikan bahwa de- yang artinya tidak atau mengecil dan
moral yang diartikan respon mahasiswa yang mengunakan
idiom-idiom demokratisasi, HAM, supremasi hukum dan lain-
lain.
Gerakan mahasiswa tidak pernah mengunakan gerakan
moral sebagai pilihan bentuk aktualisasinya, tetapi yang
dilakukannya adalah gerakan politik. Hal ini dilatar belakangi
oleh beberapa alasan, pertama, gerakan mahasiswa dalam
orientasinya yang ingin melakukan perubahan, selalu
mengunakan ukuran perubahan struktur atau lebih spesifik
perubahan kebijakan sebagai ukuran keberhasilannya.
Fenomena tentang perubahan struktur atau perubahan
kebijakan yang terjadi di Indonesia selalu dihasilkan dari proses
gerakan politik bukan gerakan moral. Kedua, stigma gerakan
moral tidak lain adalah bentuk justifikasi dari kebenaran
akademis yang kelahirannya dilatar belakangi karena
independensi perguruan tinggi, yang berimplikasi pada cara
pandang bahwa gerakan mahasiswa adalah gerakan yang masih
murni dan independen yang sangat jauh dari kepentingan
pragmatis dan kepentingan politik tertentu. Padahal realitas
empiriknya gerakan mahasiswa banyak mendapatkan donor dari
partai politik, pemerintah, founding internasional dan lain-lain.
xi
Ketiga, gerakan mahasiswa yang mengklaim dirinya
menyuarakan aspirasi rakyat dengan mengunakan idiom
demokrasi, HAM, supremasi sipil, supremasi hukum dan yang
lainnya, telah menjadikan idiom-idiom tersebut sebagai
standar moral gerakan. Standar moral yang cenderung dikotomis
karena pada realitasnya, moral kemudian kemudian menjadi
alat untuk mengukuhkan eksistensi gerakan mahasiswa dan
menyerang lawan (baca : negara) yang pada sisi lain negara
yang dalam perwujudannya sebagai bentuk dari konsep trias
politika (eksekuti, legeslatif dan yudikatif) juga mengunakan
idiom yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya, tetapi
kemudian mengapa gerakan structural negara dalam kontes
yang sama tidak disebut sebagai gerakan moral tetapi lebih
cenderung disebut gerakan politik yang identik dengan relasi
kuasa. Keempat, moral dalam gerakan mahasiswa sebenarnya
hanya menyetuh pada aspek psikologi, emosional dan
romantisme, bukan moral yang menjadi élan dan subtansi dari
gerakan, karena kebangkitan gerakan mahasiswa lebih signifikan
dipengaruhi faktror eksternal yang lebih massif. Contohnya
adalah terbentuknya Badan Kerja Sama Pemuda-Militer (BKSPM)
yang terbentuk tahun 1957, adalah bentuk infiltrasi politik ABRI.
dan gerakan mahasiswa tahun 1974/1975 yang melakukan
pembakaran produk-produk Jepang di Indonesia, yang terkenal
dengan Malari, sebenarnya hanyalah akibat dari pertarungan
antara AS dan Jepang untuk memperebutkan pasar di Indonesia.
Untuk itu, refleksi bersama atas internal gerakan
mahasiswa yang katanya sebagai tulang punggung masa depan
bangsa harus segera mungkin dilakukan. Keberadaan moral
dalam gerakan mahasiswa tidak lain adalah bentuk pelarian dari
individu seorang mahasiswa yang tidak mampu membebaskan
diri dari belenggu moral dalam konteks pribadi, yang kemudian
membawanya dalam komunitas gerakan mahasiswa. Tidak
bebasnya belenggu disini meliputi, Pertama, belenggu moral
dalam prespektif teologis yang mengikat relasi manusia dengan
Tuhan dalam menjalankan hukum agama dan kewajiban sebagai
seorang hamba-Nya dimana terdapat penilaian atas perilaku
individu yang kemudian disebut dengan dosa atau tidak dosa
dan halal atau haram. Kedua, belenggu dalam perspektif norma
yang mengikat hubungan antar individu dan masyarakat,
dimana terdapat penilaian masyarakat terhadap perilaku
individu yang kemudian disebut bermoral atau amoral karena
perilakunya yang keluar dari batasan-batasan norma, etika dan
adat yang berlaku di masyarakat.
Dari penjelasan di atas, maka moral sebenarnya adalah
system nilai yang berlaku universal bagi individu bukan
komunitas (baca gerakan) dan menjadi alat mekanisme kontrol

xii
atas perilaku individu dalam menjalankan kehidupannya
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Belajar Dari Sejarah PMII
Sebagai sebuah organisasi yang telah berusia hampir
setengah abad, semestinya PMII telah mencapai periode
kamatangan, sejak didirikan pada 17 April 1960 sebagai bagian
integral dari organisasi NU, PMII memang berfungsi sebagai
sayap mahsiswa NU di samping GP Ansor di sayap pemuda,
Muslimat di sayap ibu-ibu, Fatayat di sayap remaja putri dan
IPNU/IPPNU di sayap pelajar serta Banom-Banom lain, maka
komitmen PMII kapada jam`iyah NU adalah suatu yang tidak
bisa ditawar-tawar lagi. Maka keterlibatan PMII di masa-masa
awal berdirinya sebagai penyokong Partai NU adalah sebuah
keharusan.
Pada tahun 1974 ketika NU telah melakukan fusi politik
dengan partai-partai Islam lain, dalam PPP, maka deklarasi
independensi di Munarjati Malang juga merupakan pilihan
sejarah yang sangat penting. Dengan tegas PMII menyatakan
independen dari NU karena PMII memang harus menegaskan
visinya bukan sebagai bagian partai politik.
Demikian pula, deklarasi interdependensi pada dekade
1980-an, yang kembali menegaskan ke saling tergantungan
antara PMII-NU adalah bukti bahwa PMII tidak akan dapat
meninggalkan komitmennya terhadap jam`iyah NU. Pilihan-
pilihan dependensi-independensi-interdependensi ini
sebenarnya tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Perdebatan-
perdebatan selama tiga dekade awal PMII tampaknya hanya
berkisar di sekitar pilihan-pilihan ini belaka. Ini berakibat pada
terbengkalainya rancangan-rancangan kedepan yang berada di
luar batas-batas NU. Ini tentunya kontra produktif terhadap PMII
sebagai sebuah gerakan yang mengandaikan adanya perubahan
sistem dan struktur dalam jangka panjang, karena tidak akan
perubahan dapat bergerak keluar dari batas-batas kulturalnya.
Ini yang kemudian disebut sebagai jebakan primodialisme dalam
gerakan, karena PMII tidak akan dapat pernah berperan sebagai
agen transformasi kedalam NU yang nyata-nyata adalah
komunitas dari mana ia lahir, alih-alih menjadi bagian dari
kemapanan NU yang membekukan.
Dengan demikian komitmen PMII terhadap NU adalah
komitmen yang mengambil bentuknya dalam clas of strugle yang
akan mengawal visi dan misi NU kedepan disamping
transformasi internal tersebut. Perdebatan yang lebih produktif
baru muncul dekade 1990-an seiring dengan semakin luasnya
pengaruh pemikiran Gus Dur di kalangan muda NU, terutama
PMII. Figuritas Gus Dur sebagai tokoh demokrasi dan pengusung
civil society yang kritikal terhadap pemerintahan rezim

xiii
Soeharto sangat berpengaruh dalam pembentukan pola fikir
aktifis-aktifis PMII.
Yang perlu di catat adalah bahwa secara paradigmatik
kepengurusan sahabat A. Muhaimin Iskandar pernah
mensosialisasikan ( paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran )
yang implikasinya sangat luas terhadap pola gerakan PMII
hampir diseluruh Indonesia. Dipandu oleh gagasan free market
of ideas periode ini menyaksikan sebuah massive enlightenment
di tubuh PMII. Selama setidak-tidaknya, paruh kedua dekade
1990-an PMII dengan gigih memperjuangkan demokrasi dan civil
society sebagai nilai-nilai pembebasan. Dari masa inilah muncul
optimisme baru tentang gairah gerakan di PMII.
Selama ini, kepengurusan di PMII dan organisasi-
organisasi mahasiswa ekstra lainnya semisal HMI, IMM, PMKRI,
GMNI dan GMKI adalah sebagai batu loncatan untuk menduduki
kursi-kursi di KNPI yang didukung oleh pemerintah. Nyata-
nyatanya hanya organisasi-organisasi pro pemerintah yang pada
akhirnya mendapatkan kursi di KNPI dan selanjutnya kursi di
DPR/MPR RI. Organisasi-organisasi kritis tidak akan
mendapatkan tempat dalam kultur politik orde baru yang sangat
nepotis. Artinya, antrian menuju kursi kekuasaan tidak akan
pernah sampai kecuali dengan melalui setrategi lain yang
berada di luar mainstream. Dan PMII melakukan itu tak kala HMI
menjadi rival utamanya selama ini justru sedang bermesraan
dengan rezim orde baru melalui politik ijo royo-royo dimana
lebih dari 300 orang anggota MPR RI adalah alumni HMI.
Akhirnya, PMII bersama organ-organ mahasiswa forum
Cipayung minus HMI mendirikan sebuah forum bernama Forum
Kebangsaan Pemuda Indonesia (FKPI) sebagai bentuk
keprihatinan atas mentalnya politik aliran di Indonesia yang
ditandai dengan semakin massifnya kelompok-kelompok yang
tergabung di dalam ICMI, mengusung bendera representasi Islam
yang mayoritas di dalam kekuasaaan. Dengan dukungan
pemerintah Soeharto, ICMI melakukan ekspansi ke berbagai lini
dengan mengusung isu-isu Islamisasi, baik di sektor ekonomi
dengan mendirikan Bank Muamalat, di media dengan mendirikan
Republika yang diasumsikan sebagai koran Islam, maupun di
permodalan dengan mendirikan BPR-BPR syariah. Disektor
ekonomi, isu yang diusung adalah kemandirian ekonomi umat
dan anti cina, sebagai kelompok yang dianggap menghancurkan
ekonomi Indonesia.
Klimaks dari resistensi terhadap pemerintahan rezim
oede baru adalah gerakan mahasiswa di penghujung dekade
1990-an dimana PMII berdiri di barisan paling depan dalam
menghancurkan rezim orde baru, sebagaimana NU juga berdiri
di barisan paling depan dalam menganyang PKI pada paruh ke-
dua tahun 1960-an.
xiv
Paradigma arus balik masyarakat pingiran yang di
pandu oleh gagasan free market of ideas tersebut berhasil
menciptakan kader-kader PMII yang kritis dan memiliki militansi
gerakan yang memadai dan sikap yang terbuka. Keterbukaan itu
ditandai dengan luasnya pergaulan aktifis-aktifis PMII dengan
kelompok-kelompok minoritas yang selama ini selalu
terkucilkan. Dengan bekal pemahaman teologis yang inklusif
para kader mampu melampaui sekat-sekat agama yang selama
ini di pelihara demi kelanggengan kekuasaan. Hampir di semua
level, komunikasi (baca : silaturahmi) kader-kader PMII dengan
kalangan katolik, misalnya berjalan dengan natural dan tidak di
buat-buat. Sampai sekarang pergaulan lintas agama ini telah
jauh melampaui gagasan dialog agama atau konsep masyarakat
multi kultur yang didukung kuat oleh funding agency. Jika
orang-orang masih ramai berbicara tentang teologi inklusif
melalui dialog-dialog formal, maka kader-kader PMII telah jauh
berinteraksi dan secara timbal balik meresap di dalam
keberagamaan itu sendiri. Singkatnya, don`t teach me how to
act inclusively since i`m coming from such a society !
Namun, diluar keberhasilan paradigma arus balik dan
FMI tersebut, selalu ada yang terasa belum selesai dibangun di
PMII, indikasi yang paling jelas adalah ketika KH Abdurrahman
Wahid terpilih sebagai Presiden RI yang ke-4 pada november
1999. Secara serta merta para aktifis PMII ( dan NU dan juga
aktifis-aktifis civil society pada umumnya) mengalami
kebingungan apakah perjuangan civil society harus berakhir
ketika Gus Dur yang selama ini menjadi tokoh dan simbul
perjuangan civil society di Indonesia telah naik ketampuk
kekuasan. Nampaknya sikap para kader PMII terbelah dua pada
saat itu. Ada yang menghendaki agar PMII tetap bergerak di
jalur kultural dan ada pula yang menghendaki agar PMII harus
membela Gus Dur. Dari sinilah kemudian mulai muncul dikotomi
NU kultural dan NU struktural, yang secara otomatis juga terjadi
di PMII. PMII kultural dan PMII struktural, yang kedua-duanya
tidak saling bertemu dan cenderung saling menyalahkan. Sampai
sekarang, dikotomi itu masih sedikit terasa sekalipun telah
kehilangan relevansinya semenjak Gus Dur di jatuhkan oleh
sebuah konspirasi politik maha tinggi.
Artinya paradigma arus balik telah patah disini.
Paradigma ini kemudian di ganti dengan paradigma Kritis-
Transformatif yang nalar penyusunannya tidak juah beda
dengan nalar penyusunan paradigma arus balik. Dengan kata
lain, paradigma ini melanjutkan kagagapan PMII dalam
bersinggungan dengan kekuasan. Setidak-tidaknya ada tiga
alasan untuk menjelaskan patahnya ke dua paradigma ini.
Pertama, keduanya di desain hanya untuk melakukan resistensi
terhadap otoritarianisme tanpa kompleksitas aktor di level
xv
nasional yang selalu terkait dengan perubahan di tingkat global
dan siklus politik-ekonomi yang terjadi. Sebagai contoh
maraknya LSM pro demokrasi dan gencarnya isu anti militerisme
pada dekade 1990-an adalah akibat dari runtuhnya Uni Soviet
sebagai rival USA dalam kompetisi hegemoni dunia.
Secara siklis dapat dijelaskan sebagai berikut, Soeharto
berhasil merebut tampuk kekuasaan dari Presiden Soeharto
pada tahun 1966 melalui supersemar dengan dukungan penuh
dari politik luar negeri AS yang sedang gencar-gencarnya
melakukan containment terhadap komunisme. Saat itu adalah
sedang panas-panasnya persaingan antara blok barat yang
kapitalis dan blok timur yang komunis. Posisi Indonesia demikian
pentingnya pada waktu itu karena seandainya Indonesia jatuh
ketangan komunisme maka negara-negara yang berada
disebelah utara Indonesia seperti Malaysia, Thailand, Filipina dll
secara otomatis akan jatuh. Maka, Indonesia harus di bebaskan
dari hantu komunisme ( le spectre de la communisme)
Dan Soeharto adalah seorang jenderal tentara yang
dapat menjalankan misi AS tersebut. Seiring dengan berjalannya
waktu, komunisme jatuh pada tahun 1989 dan ini berakibat
pada merosotnya dukungan AS kepada Soeharto. Dengan kata
lain Soeharto harus di jatuhkan. Dari saat inilah kemudian AS
mulai mendorong demokratisasi di Indonesia melalui Isu-isu HAM
dan civil society, melalui berbagai LSM yang danai melalui
funding agency, pada sisi lain Soehartopun menjalin kekuatan
dengan kelompok-kelompok Islam yang justru selama ini di
marginalkannya. Puncaknya adalah berdirinya ICMI pada awal
dekade 1990-an, sebagai sayap politik baru Soeharto pasca
hilangnya dukungan AS kepada pemerintahannya. Dari sini,
kemudian juga terjadi pembelahan, mereka yang bergerak
dengan isu HAM dan civil society melawan rezim otoriter
Soeharto yang mulai didukung oleh organisasi-organisasi Islam
politik dibawah payung ICMI. Dan PMII terlibat di sini di pihak
pertama sebagai pengusung isu demokrasi dan civil society.
Sebenarnya, jika para aktor politik Indonesia tidak terjebak
pada peristiwa-peristiwa politik lokal dan mencoba sedikit
melihat keluar, hampir di pastikan Soeharto dapat di jatuhkan
tanpa harus menunggu terlalu lama.
Kedua, kedua paradigma ini hanya menjadi bunyi-
bunyian yang tidak pernah secara real menjadi habitus atau
laku di PMII. Akibatnya, bentuk resistensi yang muncul adalah
resisten tanpa tujuan, yang penting melawan. Sehingga ketika
perlawanan itu berhasil menjatuhkan Soeharto terlepas ada
aktor utama yang bermain, PMII dan organ-organ pro demokrasi
lainnya tidak tahu harus berbuat apa. Dari sini, dapat di baca
bahwa paradigma itu tidak disertai dengan semacam

xvi
contingency plan yang dapat menyelamatkan organisasi dalam
situasi apapun.
Ketiga, pilihan paradigma ini tidak didorong oleh
setrategi (not strategy-driven paradigm) sehingga paradigmanya
di anggap sebagai suatu yang baku. Mustinya, ketika medan
pertempurannya telah berganti, maka strateginyapun harus
berbeda. Ketika medan pertempuran melawan otoritarianisme
orde baru telah di kalahkan, PMII masih berpikir normatif
dengan mempertahankan nalar paradigma lama. Ini
membuktikan bahwa PMII tidak berpikir strategis.

Berangkat dari berbagai pengalaman di atas, maka sudah


saatnya kita berpikir relistis atas kondisi bangsa kita saat ini. Membangun
Indonesia yang benar-benar demokratis dengan menyerahkan kedaulatan
di tangan rakyat sebagaimana yang dicita-citakan oleh para founding
father kita dalam UUD`1945. Bagimanapun demokrasi adalah gagasan
yang paling mengairahkan yang kemunculannya sejak abad XX, sehingga
banyak negara-negara di belahan dunia berlomba untuk bisa mengkalin
dirinya sebagai negara yang demokratis. Kompleknya persoalan-
persoalan bangsa kita, mulai dari kemiskinan, beban hutang, KKN,
ancaman disintegarsi, penegakan HAM, dan lain-lain menjadi tantangan
Indonesia yang harus segera diselesaikan. Krisis ekonomi sejak
pertengahan tahun 1997, memang telah menghancurkan struktur
ekonomi dan politik kita. Namun sebagai manusia Indonesia memang
kita dilahirkan atas dasar naluri individual dan kebebasan, tapi tidak
dilahirkan dengan pengetahuan yang membuat struktur ekonomi dan
politik menjadi kebebasan yang akan dinikmati secara Cuma-Cuma,
namun pilihan untuk berdemokrasi harus menjadi implementatif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menjadi ciri dalam
berinteraksi antar warga negara. Sebagaimana disebut Karim Suryadi,
”Menata demokrasi belum cukup hanya dengan mendirikan kelembagaan
demokrasi, demokrasi yang sehat untuk sebagian besar bergantung pada
pengembangan budaya warga negara yang demokratis (democratic civic
culture), budaya dalam artian perilaku, praktek-praktek dan norma-
norma yang mencerminkan kemampuan rakyat untuk mengatur diri
mereka sendiri, terlebih dalam hal menyikapi konflik, melakukan
kompromi dan konsensus”.(Karim Suryadi : 1999)
Untuk itu diperlukan yang namanya pendidikan demokrasi
kepada warga negara dan harusnya menjadi satu perhatian mendasar
bagi pemerintah dan partai politik sebagai infrastruktur politik negara.
Hal ini didasari pada kepentingan bersama yaitu, pengakuan dan
penghormatan atas hak asasi, harkat dan martabat individu diakui,
penegakan aturan hukum, menjalankan kewajiban bersama dan
menempatkan kepentingan umum menjadi kepedulian bersama. Untuk
membangun satu struktur ekonomi dan politik Indonesia kedepan yang
akan mengerakkan berjalannya proses demokratisasi, kita juga harus
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal lainnya.
xvii
Suatu persoalan kompleks yang selama ini tidak pernah muncul
dalam pikiran kita bersama. Sebagaimana disebut Jacob
Oetama,”ekonomi pasar dalam bentuknya yang liar justru berlawanan
dengan visi, orientasi dan nilai-nilai Indonesia, sangat besar bahkan
sangat menentukan peranan kepemimpinan dalam pemerintahan dan
masyarakat, dalam lembaga-lembaga pemrintah dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan termasuk lembaga ekonomi masyarakat seperti usaha-
usaha swasta” (Jacob Oetama : 2001). Berbagai hal ini harusnya bisa
diantisipasi sejak dulu jika pemerintah waktu itu tegas melaksanakan
pendekatan integralistik yang berbasiskan pada beragamnya entitas
etnik dalam konteks ke-Indonesiaan. Sebagai mana disebut Dr.Ir.H.
Bunyamin Ranto, SE, “secara sederhana, makna konsep integralistik
dalam konteks ke-Indonesiaan adalah sebuah konsep yang senantiasa
mengacu kepada azas keterpaduan yang dilandaskan pada prinsip-prinsip
keserasian, keselarasan dan keseimbangan” (Dr.Ir.H. Bunyamin Ranto, SE
: 1995)
Selama ini, nalar penyusunan gerakan di Indonesia setelah Tan
Malaka lebih bersifat akademik. Artinya diawali dengan berbagai konsep
ideal tentang masyarakat atau negara yang berasal dari barat. Konsep-
konsep yang dipakai dikalangan akademis kita semuanya berbau
liberalisme, sehingga secara akademis tidak ada kemungkinan untuk
meloloskan diri dari arus liberalisme. Semenjak dari pikiran, gerakan itu
memang tidak akan pernah berhasil. Yang dibayang kan disini, setiap
konsep itu berlaku secara universal tanpa mempertimbangkan kenyataan
yang menjadi setting aplikasi konsep tersebut.
Contoh yang sering dikemukan tentang tidak nyambungnya
antara konsep ideal-barat dengan kenyataan Indonesia adalah konsep-
konsep politik-ekonomi yang dibawa oleh para elit politik dan tokoh
gerakan Indonesia semenjak kemerdekaan sampai sekarang ini. Apada
awal-awal kemerdekaan isu “revolusi” menjadi semacam isu tunggal,
dengan asumsi revolusi ala Mark yang mengandaikan adanya
pertentangan kelas-kelas sosial. Soekarno yang dengan gigih mengusung
isu revolusi ini justru akhirnya gagal dan terguling dengan kekuasaanya.
Demikian pula dengan isu “ pembangunan” yang diusung oleh rezim orde
baru, yang diasumsikan bahwa setelah mengikuti beberapa tahapan yang
telah digariskan Indonesia akan dapat melakukan tinggal landas menjadi
negara industri maju.
Konsep-konsep revolusi dan pembangunan yang di negeri
asalnya berjalan dengan baik, justru tidak berjalan di Indonesia. Apa
yang salah ? Konsepnyakah yang memang mempunyai keterbatasan
kontekstual ataukah memang kondisinya yang salah sehingga konsep-
konsep ideal itu tidak dapat bersanding dengan kenyataan real yang
setiap hari di jalani oleh masyarakat.
Atau belum lama ini muncul gagasan tentang ekonomi
kerakyatan yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat Indonesia
pribumi. Anehnya isu kemudian malah menjadi praksis bukan lagi
ekonomi karakyatannya, tetapi isu anti cina yang selama ini di anggap
xviii
menjadi biang kerok hancurnya ekonomi Indonesia. Isu ekonomi
kerakyatan berubah menjadi isu rasial yang sangat merugikan Indonesia
karena etnik Cinalah yang secara real memegang jalur-jalur distribusi
ekonomi sampai level yang paling bawah. Jika isu anti Cina yang di usung
oleh beberapa gelintir elit pribumi yang dikompromi oleh rezim
hegemoni dunia tersebut menjadi kenyataan, maka yang paling di
rugikan adalah masyarakat Indonesia sendiri.
Dari sini, kita melihat bahwa di kepala para elit kita sekalipun
belum terbentuk satu cara pandang yang memadai dalam membaca
kenyataan Indonesia dan kemudian mencoba mengunakan hasil bacaan
tersebut sebagai pijakan untuk menjadikan Indonesia naik kelas.
Dengan kata lain persoalan sulitnya membangun paradigma
berbasis kenyataan di PMII itu pararel dengan kesulitan membuat agenda
nasional yang berangkat dari kenyataan Indonesia. Sehingga, apabila PMII
merintis sebuah paradigma semacam itu, sekalipun untuk sementara
akan tersisih dari pergaulan mainstream, maka suatu hari nanti sejarah
akan mencatat PMII sebagai gerakan sosial yang menjadi pelopor
Indonesia baru yang mbenar-benar merdeka.
Memang, saat ini orang selalu berpikir Instan dan hanya mau
melihat hasil tanpa mau melihat bagaimana sebuah proses terjadi untuk
mewujudkan utopia. Sehinga benturan pertama bagi sebuah paradigma
untuk berjalan adalah dampak jangka pendeknya, atau dengan kata lain
problem survaival menuntut kita untuk meningalkan pikiran-pikiran
panjang kita. Gerakan harus mampu berkayuh di antara gelombang
panjang dan gelombang pendek, agar gelombang panjang tetap terkejar
dan gelombang pendek tidak cukup kuat untuk menghancurkan biduk
kita yang rapuh.
Bagaimanapun untuk membangun gerakan kita harus mendahulukan
realitas ketimbang logos.

Strategy Bergerak Dengan Paradigma Berbasis Kenyataan


Akhir abad XX dan awal abad XXI ini telah menyaksikan
maraknya gerakan anti globalisasi yang telah mengharu-biru Seattle
sampai Genoa dan sekarang mulai menyebar kenegara-negara dunia ke
tiga. Gerakan seperti ini akan mengalami kegagalan dalam situasi seperti
ini karena nalar anti globalisasi sama dengan nalar globalisasi. Tidak ada
ruang setrategi yang tersisa dengan gerakan yang demikian frontral.
Dinegara-negara maju gerakan semacam ini dimungkinkan karena di
topang oleh kesadaran setrategis yang mendalam, sementara di negara-
negara peryphyery seperti Indonesia gerakan ini berubah menjadi
semacam gerakan konsorsium LSM anti globalisasi yang mengajukan diri
untuk mendapatkan kucuran dari funding agency sebagai kepanjangan
tangan langsung dari suatau pemerintah. Artinya gerakan anti globalisasi
di Indonesia menjadi lelucon bahan tertawaan di siang hari.
Atau katakanlah gerakan itu benar-benar didasari oleh suatu
keyakinan bahwa globalisasi telah membunuh ekonomi masyarakat kecil,
tetapi karena gerakan itu tidak mempertaruhkan sebuah skenario pasca
xix
perlawanan (skenario sukses) maka gerakan itu akan berubah bentuk
menjadi heroisme individu-individu belaka, yang justru dimanfaatkan
oleh para aktor politik untuk maraih keuntungan dari gerakan ini, lantas
apakah gerakan yang tepat adalah gerakan pro globalisasi atau reserve ?
Gerakan pro globalisasi tanpa reserve berati menghanyutkan diri
dalam arus globalisasi tanpa pengetahuan yang cukup bagaimana harus
menepi, karena sekali tersedot arus maka akan sulit untuk kembali.
Bentuknya yang paling kongkrit adalah menjadi agen kepentingan-
kepentingan global baik pada aras wacana maupun pada aras operasi
khusus mereka. Hanyut dalam arus neoliberalisme berati menjadikan
uang sebagai tanah air dan bangsa, karena ideologi pasar bebas tidak
mengenal batas-batas teretori negara-bangsa, yang dikenal adalah
hambatan-hambatan tarif, proteksi, subsidi, nasionalisasi. Itulah batas-
batas negara-pasar (market-state).
Gerakan yang berangkat dari kedua paradigma di atas, yaitu
gerapan pro dan anti globalisasi akan mengalami kegagalan karena tidak
mempertaruhkan sesuatu yang lebih besar dari pada proyek politik isu
tunggal dan heroisme belaka. Atau gerakan ini memang tidak didesain
untuk melakukan perubahan sistem dalam jangka panjang. Karena
nalarnya yang mediatik (ukuran keberhasilannya di ukur dari coverage
media terhadap aksi-aksinya) maka sangat jelas bahwa orientasi hanya
bersifat jangka pendek. Gerakan-gerakan inilah yang didorong justru
oleh struktur neoliberalisme karena gampang di patahkan dan di aborsi.
Mari kita mencoba melihat nalar masing-masing gerakan ini.
Gerakan anti globalisasi (jika sungguh-sungguh) didominasi oleh nalar
anti asing (xenophobia) yang melihat setiap orang luar yang masuk ke
dalam wilayahnnya sebagai ancaman tanpa mencoba mengambil manfaat
dari interaksi yang mungkin terjadi antara keduanya. Karena globalisasi
berintikan pemain-pemain asing yang dilihat sebagai ancaman, maka
untuk melawannya harus dengan gerakan anti globalisasi. Gerakan ini
menafikkan interaksi dan komunikasi, pertukaran antara global structure
dengan local structure. Nalar anti asing ini bermanfaat jika secara
setrategis dapat digunakan untuk membangkitkan semangat dan
kreatifitas internal berhadapan dengan global threat tadi. Tetapi
dampak yang ditimbulkan oleh nalar semacam ini adalah isolasi diri dari
pergaulan dunia tanpa mencoba untuk belajar dari keberhasilan negara-
negara lain, walaupun tidak harus mengikuti jalan mereka.
Sementara nalar para pendukung buta globalisasi adalah nalar
agent (baca : marsose) jika diletakkan dalam kondisi kerapuhan dan
fragmentasi struktur lokal ini. Nalar ini bekerja sesuai dengan keinginan
supplier dan produsennya, tidak mempunyai kesetiaan terhadap
komunitas besar dari mana ia berasal dan menghanyutkan diri dalam
hiruk-pikuk kepentingan sang juragan. Yang menarik di level praksis
gerakan anti globalisasi akan dihadapkan dengan agen-agen ini. Jadi
medan pertempuran kedua gerakan ini tetap di dalam kampung sendiri
sehingga ketika pertempuran usai hanya menyisakan puing-puing

xx
sementara barang-barang berharga milik kampungnya telah di jarah oleh
sang juragan.
Kedua model gerakan ini tidak memiliki contigensy plan karena
memang tidak didesain untuk dapat survive, ini dapat terlihat dari
jalur0jalur produksi-distribusi-warring position. Gerakan seharusnya
ditujukan untuk kemajuan komunitas besar dari mana ia berasal.
Kamajuan dalam pengertian naik-kelas dari komunitas yang tidak dapat
berbuat apa-apamenjdi bersuara dan didengar oleh orang lain.Tentu
naik-kelas disini berada pada level dunia Kerja-kerja gerakan adalah
kerja-kerja sistem dunia (baca peradaban) sehingga para aktivis gerakan
tidak terjebak dalam kenikmatan sesaat yang ditawarkan oleh sistem
yang hendak di ubahnya.
Dalam situasi dan kondisi kuatnya penetrasi struktur global atas
fragmentasi struktur lokal, maka setrategi gerakan yang paling
dimungkinkan dan memiliki tingkat survival yang tinggi adalah gerakan
yang mampu bermain di tengah-tengah tekanan ini. Dari sini gerakan ini
setidaknya melakukan perebutan (warring position) di tiga front
sekaligus, yaitu local front, global front dan internal-movement front.
Karena itu setrategi yang harus di gunakan adalah multi level setrategy.
Kita harus meninggalkan single setrategy yang selama ini kita gunakan
dengan dalih konsistensi gerakan. Jika bukan lagi anti-systemic
movement ala Wallersteihn, bukan juga systemic movement karena itu
dapat terpeleset menjadi korban. Bukan systemic movement pun karena
tidak ditujukan untuk memperkuat sistem yang berjalan, tetapi non
systemic movement berjalan dalam sistem tersebut sambil menciptakan
conditions of possibilities untuk membangun sistem yang sama sekali
berbeda. Ini terkait erat dengan setrategy gerakan multi-level dalam
front yang berbeda. Dengan demikian, ini meniscayakan multi centers
yang saling memahami posisi masing-masing, dalam tataran tertentu
memang diperlukan central-planner.
Gerakan di tiga front tersebut secara terpusat memerlukan
kelenturan yang luar biasa, ini terkait denganh energi di ketiga front.
Pada suatu ketika struktur global diperlukan untuk menghapuskan local
structural constraints yang membahayakan gerakan. Demikian pula
struktur lokal juga diperlukan untuk menghambat gerak maju struktur
global tersebut. Diluar keduanya front dalam gerakan (internal-
movement) menempati posisi yang paling penting dalam kontinuitas
gerakan membangun sistem karena front ini adalah home-base bagi
kedua yang lain. Justru energi yang diperoleh dari perebutan di front
lokal dan global tersebut harus dipertaruhkan untuk memperkuat front
ini. Disinilah hidup mati gerakan.
Ditingkat operasional paradigma ini dapat dimulai dengan hal-
hal yang sangat sederhana. Untuk front global dapat dimulai dengan
membangun sebuah pusat kajian untuk pasar bebas, pusat kajian Cina
dan lain sebagainya. Sementara untuk front lokal dapat dimulai dengan
membangun kajian tentang kerja-sama antar pulau (insular cooperation)
dan sebagainya untuk membangun jalur-jalur konvensional patah. Pada
xxi
gilirannya front dalam gerakan menyediakan mekanisme kaderisasi yang
secara terus menerus menyediakan para pemain untuk mendidtribusikan
disemua front. Sebagai home-base maka front ini harus totally secured,
secara akumulatif-sirkular, gerakan ini akan memperbesar ruang
pengaruhnya (spare of influence) sehinga berhasil membangun tata
peradaban baru.

xxii
BAGIAN KEDUA

URGENSI KADERISASI DI PMII

Menimbang Argumentasi Perkaderan PMII


(Di kutib dari buku Pendidikan Kritis Transformatif)

Individu-individu yang membentuk komunitas PMII


dipersatukan oleh konstruks ideal seorang manusia. Secara
idelogis, PMII merumuskannya sebagai ulul albab-citra diri
seorang kader PMII. Ulul albabsecara umum didefinisikan sebagai
seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan (olah pikir)
dan ia pun tak pula mengayun dzikir. Dengan sangat jelas citra
ulul albab disarikan dalam motto PMII dzikir, pikir dan amal
sholeh.
Dalam Al Qur’an secara lengkap kader ulul albab
digambarkan sebagai berikut :
1. Al-Baqarah (2): 179
“dan dalam hokum qishas itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai Ulul Albab, supaya
kamu bertaqwa.
2. Al-Baqarah (2): 197
“ dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah
kepada-Ku wahai Ulul Albab.”
3. Al-Baqarah (2); 296
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang
mendalam tentang Al-Quran dan Hadits) kepada siapa
saja yang Dia kehendaki. Dan barang siapa
dianugerahi al-hikmah itu, maka ia benar-benar
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulul
Albab-lah yang dapat mengambil pelajaran.”
4. Ali-Imran (3):190
“dialah yang menurunkan al-kitab kepada kamu.
Diantra (isi)nya ada ayat-ayat muhkamah itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat, Adapun orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk menimbulkan
fitnah dan untuk mencari-cari Tugas Akhir’wilnya,
padahal tidak ada orang yang tahu Tugas Akhir’wilnya

xxiii
kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam
ilmunya mengatakan: “kamu beriman kepada ayat-
ayat mutasyabihat, semua itu dari sisi Tuhan kami.”
Dan kami tidak dapat mengambil pelajaran (darinya)
melainkan Ulul Albab.”
5. Ali Imran (3): 190
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi
dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi Ulul Albab.”
6. Al-Maidah (5) 100
“katakanlah : tidak sama yang buruk dengan yang
baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka betaqwalah kepada Allah hai Ulul
Albab, agar kamu mendapat keuntungan.”
7. Al-ra’d (13): 19
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar-benar
sama dengan orang yang buta? Hanyalah Ulul Albab
saja yang dapat mengambil pelajaran.”
8. Ibrahim (14); 52
“(Al-Quran) ini adalah penjelasan sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
denganya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan
agar Ulul Albab mengambil pelajaran.”
9. Shaad (38): 29
“ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran Ulul Albab.”
10. Shaad (38): 29
“ dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada
mereka sebanyak mereka pula sebagai rakhmat dari
Kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.”
11. Al-Zumar (39): 9
“(Apakah kamu hai orang-orang musrik yang lebih
beruntung)ataukah orang-orang yang beribadat
diwaktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang
ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan
rahmat Tuhanya? Katakanlah: “adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang

xxiv
yang tidak mengetahui?” sesungguhnya Ulul
Albab-lah yang dapat menerima pelajaran.”
12. Al-Zumar: (39): 17-18
“dan orang-orang yang menjauhi taghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi
mereka berita gembira, sebab itu sampaikanlah
berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
Ulul Albab.”
13. Al-Zumar (39): 21
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa
sesungguhnya Allah menurunkan air langit dari bumi,
maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
kemudian ditumbuhkan dengan air itu tanaman-
tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia
menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-
kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-
derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat pelajaran bagi Ulul Albab.”
14. Al-Mu’min (40): 53-54
“ dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk
kepada Musa, dan kami wariskan taurat kepada Bani
Israil untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi
Bani Ulul Albab.”
15. Al-Talaq (65):10
“ Qallah menyediakan bagi mereka (orang-orang yang
mendurhakai perinath Allah dan rasul-Nya) azab yang
keras, maka bertaqwalah kepada Allah hai Ulul Albab,
yaitu orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah
telah menurunkan peringatan kepadamu.”
Dari elaborasi teks di atas, komunitas ulul-albab
dapat dicirikan sebagai berikut : (secara skematik
dapat dirumuskan dalam bagan)
a. Berkesadaran histories-primordial atas relasi
Tuhan-manusia-alam.
b. Berjiwa optimis-transedental atas
kemampuan mengatasi masalah kehidupan/.
c. Berpikir secara dialektis.
d. Bersikap kritis.
e. Bertindak Transformatif

xxv
Sikap atau gerakan seperti ini bisa
berinspirasi pada suatu pandangan keagamaan
yang transformatif. Nah, Ulul Albab adalah orang
yang mampu mentransformasikan keyakinan
keagamaan atau ketaqwaan dalam pikiran dan
tindakan yang membebaskan: , melawan thaghut.

Kegelisahan Kaderisasi Di PMII

Kategori Latar belakang Motivasi


Calon Calon anggota
anggota
Harusnya bagaimana Kenapa Terjadi Hasil
?
a. Inventarisasi pemetaan dan pemilahan problem pengkaderan

Latar belakang Kader Motivasi Hasil


- Santri NU - Aktualisasi diri, - Biasa saja
- Gaul, orang bebas - Aktif di NU, - kurang agresif
- Ikut-ikutan Teman - Tertarik dengan figur, - Militan
- Ekonomi Menengah - Ikut teman Setengah-Setengah
Ke bawah - Tertarik dg PMII - Tidak aktif lagi di
- Abangan - Belajar organisasi PMII
- Masyarakat - Belajar Islam -
pedalaman (desa) - Pinter
- Masyarakat - Demo
Tradisionalis - Banyak pengalaman
- Anti
wahabi/kelompok
kanan
- Kekuasaan/politik/bat
u loncatan
- Mendapatkan sesuatu
yang baru

b. Mengapa hal-hal tersebut di atas terjadi.

c. Anatomi setrategis kaderisasi Kader


xxvi
Keterangan Anatomi Setrategis Kaderisasi
Identitas 1. Problem perbedaan latar belakang
kultural calon anggota
2. Citra PMII yang tidak agamis
3. Tawaran belajar paket agama
4. Pendekatan santun
5. Merebut mesjid kampus
6. Etos kerja
7. Agama aplikatif
8. Kebanggaan beragama
Agama 1. Tawaran apa yang ingin dipelajari oleh
anggota berbasis kampus umum
(Shalat, mengaji, menjadi Khotib dsb)
2. Kegiatan di daerah
3. Cara pandang
a. Kampus Agama : Agama
sebagai ilmu
b. Kampus Umum : Ritual,
spritual
4. Kepentingan : Teosentris,
Antroposentris
5. Perlu fase-fase dalam pembelajaran
agama, teologi – antriposentri
6. Perlu mentoring untuk membina
mereka
7. Formulasi pengkaderan PMII yang
beragam atau latar belakang yang
anggota beragam
Aktualisasi diri 1. Ruang Aktualisasi: Wadah, jaringan.
Pelatihan dan gerakan
2. Identifikasi minat dan bakat
Akses politik - PMII jadi batu loncatan atau itu adalah
dampak = rawan sehingga ada masalah
baru
- Tidak ada modul bagi politisi
- PMII memberi ruang untuk
- Isu strategis: ruang aktualisasi politik
bagi kader
- Contoh ruang : partai di kampus-ruang
alternatif, BEM - diaspora \
- Politik eksternal : PMII menyiapkan
xxvii
ruang untuk berkompetisi
- Matri : Manajemen
konflik/manajemen Forum
- Apa kepentingan PMII? Politik kampus
dengan pembelajaran ketrampilan
berpolitik.
- Ansos Politik Pribadi Media
pembelajaran

Politik eksternal Politik


Mahasiswa
(DPRD, Birokrasi) (BEM,
Internal)
- Materi : merebut politik kampus
- Wacana politik : materi

SISTEM PERKADERAN

xxviii
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

Menimbang Argumentasi Perkaderan PMII

A. Citra Diri Ulul Albab


Individu-individu yang membentuk komunitas PMII
dipersatukan oleh konstruks ideal seorang manusia. Secara
idelogis, PMII merumuskannya sebagai ulul albab-citra diri
seorang kader PMII. Ulul albabsecara umum didefinisikan
sebagai seseorang yang selalu haus akan ilmu pengetahuan
(olah pikir) dan ia pun tak pula mengayun dzikir. Dengan sangat
jelas citra ulul albab disarikan dalam motto PMII dzikir, pikir dan
amal sholeh.
Dalam Al Qur’an secara lengkap kader ulul albab
digambarkan sebagai berikut :
11. Al-Baqarah (2): 179
“dan dalam hokum qishas itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai Ulul Albab,
supaya kamu bertaqwa.
12. Al-Baqarah (2): 197
“ dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan
sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah
kepada-Ku wahai Ulul Albab.”
13. Al-Baqarah (2); 296
“Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman
yang mendalam tentang Al-Quran dan Hadits)
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barang
siapa dianugerahi al-hikmah itu, maka ia benar-
benar dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya
Ulul Albab-lah yang dapat mengambil pelajaran.”
14. Ali-Imran (3):190
“dialah yang menurunkan al-kitab kepada kamu.
Diantra (isi)nya ada ayat-ayat muhkamah itulah
pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat)
mutasyabihat, Adapun orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti
sebagian ayat-ayat mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari Tugas
Akhir’wilnya, padahal tidak ada orang yang tahu
Tugas Akhir’wilnya kecuali Allah. Dan orang-orang
yang mendalam ilmunya mengatakan: “kamu
beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semua itu
dari sisi Tuhan kami.” Dan kami tidak dapat
xxix
mengambil pelajaran (darinya) melainkan Ulul
Albab.”
15. Ali Imran (3): 190
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab.”
16. Al-Maidah (5) 100
“katakanlah : tidak sama yang buruk dengan yang
baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik
hatimu, maka betaqwalah kepada Allah hai Ulul
Albab, agar kamu mendapat keuntungan.”
17. Al-ra’d (13): 19
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa
yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar-
benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah Ulul
Albab saja yang dapat mengambil pelajaran.”
18. Ibrahim (14); 52
“(Al-Quran) ini adalah penjelasan sempurna bagi
manusia, dan supaya mereka diberi peringatan
denganya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa
dan agar Ulul Albab mengambil pelajaran.”
19. Shaad (38): 29
“ini adalah sebuah kitab yang diturunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran Ulul Albab.”
20. Shaad (38): 29
“ dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan
kembali) keluarganya dan (kami tambahkan) kepada
mereka sebanyak mereka pula sebagai rakhmat dari
Kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.”
11. Al-Zumar (39): 9
“(Apakah kamu hai orang-orang musrik yang
lebih beruntung)ataukah orang-orang yang
beribadat diwaktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat
dan mengharapkan rahmat Tuhanya?
Katakanlah: “adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” sesungguhnya Ulul Albab-lah yang
dapat menerima pelajaran.”

16. Al-Zumar: (39): 17-18


xxx
“dan orang-orang yang menjauhi taghut (yaitu) tidak
menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi
mereka berita gembira, sebab itu sampaikanlah
berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang
mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah
Ulul Albab.”
17. Al-Zumar (39): 21
“ Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa
sesungguhnya Allah menurunkan air langit dari bumi,
maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi
kemudian ditumbuhkan dengan air itu tanaman-
tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu ia
menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-
kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-
derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat pelajaran bagi Ulul Albab.”
18. Al-Mu’min (40): 53-54
“ dan sesungguhnya telah Kami berikan petunjuk
kepada Musa, dan kami wariskan taurat kepada Bani
Israil untuk menjadi petunjuk dan peringatan bagi
Bani Ulul Albab.”
19. Al-Talaq (65):10
“ Qallah menyediakan bagi mereka (orang-orang
yang mendurhakai perinath Allah dan rasul-Nya)
azab yang keras, maka bertaqwalah kepada Allah hai
Ulul Albab, yaitu orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan
kepadamu.”
Dari elaborasi teks di atas, komunitas ulul-albab
dapat dicirikan sebagai berikut : (secara skematik
dapat dirumuskan dalam bagan)
a. Berkesadaran histories-primordial atas relasi
Tuhan-manusia-alam.
b. Berjiwa optimis-transedental atas
kemampuan mengatasi masalah kehidupan/.
c. Berpikir secara dialektis.
d. Bersikap kritis.
e. Bertindak Transformatif

Sikap atau gerakan seperti ini bisa berinspirasi pada


suatu pandangan keagamaan yang transformatif. Nah, Ulul
Albab adalah orang yang mampu mentransformasikan

xxxi
keyakinan keagamaan atau ketaqwaan dalam pikiran dan
tindakan yang membebaskan: , melawan thaghut.

B. Ulul Albab Adalah Kader Pelopor


Ulul Albab itulah yang dalam bahasa pergerakan
disebut dengan kader pelopor (vanguardist). Kepeloporan
dalam pengertian apa? Siapakah sebenarnya kader pelopor
tersebut?
Asal usul istilah pelopor berasal dalam khasanah
politik. Pertama kali diperkenalkan oleh Lenin di Rusia pada
sekitar tahun 1980-an. Istilah itu digunakan untuk menyebut
suatu partai pelopor (Vanguard party). Artinya, kepeloporan
pada mulanya bermakna politik. Dalam penertian lenian ini
kepeloporan dimaknai sebagai kepeloporan politik atau
propaganda. Partai pelopor

Berkesadaran Yang utama dari ayat-ayat tentang ulul albab


historis-primordial adalah bahwa mereka merupakan manusia yang
atas relasi Tuhan- memiliki kesadaran teologi yang dibangun dari
Manusia-alam pandangan dunia bahwa : (1) manusia adalah
makhluk yang terikat dengan “perjanjian
primordial” dengan tuhan dan karenanya
manusia selalu hidup dalam bingkai ke-
tuhanan; dan (2) bahwa untuk melaksanakan
perjanjian tersebut keberagamaan manusia
harus mampu mentransformasikan keyakinan
dalam bentuk pemikiran atau filsafat hidup
untuk mengelola dunia dengan segala
persoalannya berdasarkan hukum-hukum sosial
dan proses kesejarahan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Manusia bertanggung
jawab sepenuhnya atas proses sejarah yang
terjadi dan dia tidak bisa mengelak atau
melarikan diri dari tanggung jawab itu, Karen
apertanggung jawaban dimaksud adalah
pertanggung jawaban kepada Tuhan karena ia
sudah terikat dalam perjanjian primordial
sebagai insane berketuhanan dan sebagai
khalifah di bumi.

xxxii
Berjiwa Sikap optimis-transedental sejatinya hanya dan selalu lahir
optimis dari jiwa orang-orang yang bertaqwa. Dalam al-quran
transedental disebutkan bahwa “barang siapa yang bertaqwa kepada
atas Allah, maka Allah akan selalu memberikan kepadanya
kemampuan jalan keluar.” (al-Talaq (65): 2). Ketaqwaan atau juga
pribadi dalam kesadaran transendental sesungguhnya selalu berkorelasi
mengatasi positif dengan sikap sikap optimis. Artinya pesimisme
semua adalah cermin dari orang-orang yang “bertaqwa”, atau
persoalan bertaqwa tetapi ia tidak mampu memaknai ketaqwaanya
kehidupan dan tidak bisa mentransformasikan ketaqwaan itu dalam
kecakapan pribadi dan kepercayaan diri yang dipupuk
dengan prinsip-prinsip hidup utama. Jadi kader ulul albab
adalah kader yang bertaqwa (al-Talaq(65) :10; al-Maidah
(5):100; al-Baqarah (2) 179, 197). Ini berarti taqwa harus
dimaknai sebagai keyakinan yang hidup diatas kesadrab
transedental yang darinya akan lahir pribadi yang teguh
memegang prinsip dan disertai komitmen yang konsisten
untuk membangun suatu orde keadilan. Komitmen itu
sendiri lahir dari suatu pandangan teologis yang mapan,
bahwa tugas manusia di dunia adalah “mengelola dunia
dann menjaga agama”

Berpikir Dalam ayat-ayat tentang Ulul Albab diatas jelas dinyatakan


dialektis- pentingnya berpikir dialketis menyangkut fakta atau
struktural persoalan yang terkait dengan hokum-hukum alam yang
dalam melihat permanen atau hukum-hukum sosial yang bisa direkayasa
berbagai oleh manusia sendiri. (Misalnya dialektika sebab akibat,
peristiwa siang malam, tumbuh mati). Cara berpikir dialektis dengan
sosial sendirinya akan berporos pada usaha pengembangan
masyarakat struktur sosial yang lebih baik melalui kerangka aksi-
refleksi-aksi, dst, konteks-teks-konteks, struktur-kultur-
struktur, dst. Sebagai contoh, dalam melihat suatu fakta
atau persoalan sosial dalam kerangka pikir dialektis
structural, maka pertama akan melakukan aksi, melihat
konteks, dan mengupayakan perubahan dengan
pendekatan structural. Baru kemudian diperlukan refleksi,
melihat kembali khazanah kulutural yang adadan juga
mencari rujukan teks yang diperlukan. Setelah itu kembali
lagi ke aksi, konteks, dan struktur.

xxxiii
Bersikap kritis- Salah satu karakter utama dan menonjol kader
prasporsional ulul albab adalah bahwa ia selalu mengambil
menghadapi pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang
berbagai perbedaan ada ditengah masyarakat. Mampu mengambil
dan pluralitas pelajaran artinya ia bisa membuat suatu refleksi
pendekatan, sudut dan identifikasi/pemetaan masalah dengan
pandang, dan mengedepankan cara berpikir kritis-proporsional.
ideologiyang Kritis juga berarti berkemampuan untuk
berekembang menyampaikan pesan secara akurat sehingga ulul
erkembang albab selalu menjadi corong yang mampu me
dimasyara

Berkembang di Mampu menyampaikan dan menyelesaikan


masyarakat. persoalan dengan bahsa kaumnya.
Bertindak Salah satu karakter utama dan menonjol kader
transformatif ulul albab adalah bahwa ia selalu mengambil
cultural pelajaran dari berbagai peristiwa dan fakta yang
ada ditengah masyarakat. Mampu mengambil
pelajaran artinya ia biasa membuat suatu refleksi
dan identitas/ pemetaan masalah dengan
mengedepankan cara berpikir kritis-proporsional.
Kritis juga berarti berkemampuan untuk
menyampaikan pesan secara akurat sehingga ulul
albab selalu menjadi corong yang mampu
menyampaikan dan menyelesaikan persoalan
dengan bahasa kaumnya.

C. Macam Dan Pengertian Perakaderan PMII


Kaderisasi PMII pada hakekatnya adalah totalitas upaya-
upaya yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan untuk
membina dan mengembangkan potensi dzikir, fikir dan amal
soleh setiap insan pergerakan. Secara kategoris dapat dipilih
dalam tiga bentuk yakni: Perkaderan Formal Basic,
Perkaderan Formal Pengembangan dan Perkaderan
Informal. Ketiga bentuk ini harus diikuti oleh segenap warga
pergerakan, sehingga pada saatnya kelak akan terwujud kader
yang berkualitas ulul albab.
Perkaderan formal basic meliputi tiga tahapan dengan
masing-masing follow-up-nya. Ketiganya itu adalah Masa
Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar

xxxiv
(PKD), dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL). Ketiga tahapan
dengan follw-up yang menyertai itu merupakan satu kesatuan
tak terpisahkan, karena kaderisasi PMMI pada hakekatnya
merupakan proses terus menerus, baik di dalam maupun di luar
forum kaderisasi (long-life-education).
Perkaderan Formal Pengembangan adalah berbagai
pelatihan dan pendidikan yang ada di PMII. Perkaderan jjenis ini
dibedakan dalam dua macam, yakni 1) yang wajib diikuti oleh
segenap kader secara mutlak, dan 2) yang wajib di ikuti sebagai
pilihan. Yang sifatnya wajib mutlak, disamping sebagai
pembekalan mengenai hal-hal dasar yang harus dimiliki kader
pergerakan, juga merupakan prasyarat bagi keikutsertaan kader
bersangkutan dalam PKD atau PKL.
Sedang perkaderan informal adalah keterlibatan kader
pergerakan dalam berbagai aktifitas dan peran kemasyarakatan
PMII. Baik dalam posisi sebagai penanggung jawab, menjadi
bagian dari team work, atau bahkan sekedar partisipan.
Perkaderan jenis ini sangat penting dan mutlak diikuti.
Disamping sebagai tolak ukur komitmen dan militansi kader
pergerakan, juga jauh lebih real disbanding pelatihan-pelatihan
formal lain, karena langsung bersinggungan dengan realitas
kehidupan.
Di atas semua pelatihan tersebut terdapat satu pelatihan
lagi yakni pelatihan fasilitator. Pelatihan ini dimaksudkan untuk
menciptakan kader-kader pergerakan yang secara terus menerus
akan membina dan menangani berbagai forum perkaderan di
PMII. Pelatihan lebih utama ditujukan bagi kader-kader potensial
yang telah mengikuti semua bentuk perkaderan sebelumnya,
dan yang telah teruji komitmennya terhadap PMII maupun
aktifitas dan peran-peran sosial.
D. Penjenjangan Kaderisasi
Secara berurutan , penjenjangan pelatihan-pelatihan,
baik pelatihan formal basic, pelatihan formal pengembangan
maupun pelatihan informal dan pelatihan Fasilitator adalah
sebagai berikut:
1. Masa Penerimaan Anggota Baru, disingkat
MAPABA.
Mapaba merupakan forum pengkaderan
formal basic tingkat pertama. Disamping sebagai
masa penerimaan anggota, forum ini juga sbagai
wahana pengenalan PMII dan penanaman nilai
(doktrinasi) dan idealisme sosial PMII.
Pada fase ini harus ditanamkan makna
idealisme yang bermuatan relegius bagi mahasiswa
dan urgensi perjuangan untuk idealisme itu melalui
xxxv
PMII baik pada struktur formalnya sebagai organisasi
maupun pada aspek substansinya sebagai komunitas
gerakan mahasisiwa yang berkatar kultur Islam.
Karena itu terget yang harus dicapai pada fase ini
adalah tertanamnya keyakinan pada setiap individu
anggota bahwa PMII adalah organisasi
kemahasiswaan yang paling tepat untuk
mengembangkan diri dan memperjuangkan
idealisme tersebut. Dari tahap ini output yang
diharapkan adalah anggota yang mu’taqid.

Follow up Mapaba
Merupakan forum pengayaan wawasan
ketrampilan anggota baru, sekaligus menjadi salah
satu persyaratan untuk memasuki tahap kedua
perkaderan formal basic (PKD). follow up Mapaba
diarahkan pada studi-studi fakultatif, sebagai upaya
pengembangan diri kader pergerakan. Studi
fakultatif ini dilakukan melalui forum small group di
mana kader diarahkan untuk memiliki scientific
attitude dengan melakuakan pengkajian-pengkajian
secara intensif dan terus menerus mengenai
berbagai persoalan actual di bidang agama dan
keberagaman, sosial budaya, politik, ekonomi, dan
lain-lain.
Selain follow up di atas, setelah Mapaba
seorang kader pergerakan juga harus mengikuti dua
pelatihan formal pengembangan, yang juga
merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader
bersangkutan dalam PKD. Kedua pelatihan itu
adalah:
a. Studi Epistemologi
Studi ini dimaksudkan untuk
membekali kader pergerakan dengan
perangkat paling dasar ilmu pengetahuan,
yang juga meliputi ontology dan
aksiologinya. Panduan dan kurikulum
pelatihan ini dapat dilihat pada bagian ketiga
buku ini.
b. Pengembangan Ketrampilan Bahasa Asing
(Inggris elementary).
Target wajib minimal yang harus
dicapai adalah penguasaan atas kosa kata
dan kalimat-kalimat percakapan sehari-hari.

xxxvi
Pelatihan ini dapat dilakukan secara
individual dengan mengikuti kursus reguler
atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
2. Pelatihan Kader Dasar, disingkat PKD
Pelatihan Kader Dasar merupakan perkaderan
formal basic tingkat kedua. Pada fase ini persoalan
doktrinasi nilai-nilai dan misi PMII, penanaman
loyalitas dan militansi gerakan, diharapkan sudah
tuntas. Target yang harus dicapai pada fase ini
adalah terwujdnya kader-kader militan, mempunyai
komitmen moral dan dasar-dasar kemampuan
praksis untuk melakukan Amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam PKD, kepada peserta mulai diperkenalkan
berbagai berbagai model gerakan, prinsip prinsip
dasar Analisa Sosial,dasar-dasar Advokasi dengan
segala macam bentuknya serta dasar-dasar
managerial pengelolaan aktifitas dan gerakan.
Output dari PKD adalah seorang kader pergerakan
yang siap terjun di tengah masyarakat.

Follow up PKD
MerupakaN forum pengembangan wawasan dan
keahlian kader sekaligus menjadi persyaratan untuk
memasuki tahap ketiga Pelatihan Formal Basic (PKL).
Follow up PKD diarahkan pada studi-studi
pengembangan atau diskusi-diskusi intens, sebagai
upaya peningkatan kualitas kader pergerkan. Studi
intens ini dilakukan melalui forum small group,
dimana kader diarahkan untuk memiliki sense of
movement dengan melakukan pemgkajian-
pengkajian secara intensif dan terus menerus
mengenai berbagai persolan actual di masyarakat
dan tokoh-tokoh gerakan rakyat dan atau gerakan
sosial. Apabila dipandang perlu, forum small group
dapat didampingi oleh seorang fasiliitator atau kader
dengan kualifikasi telah lulus PKL, serta memiliki
penguasaan yang relatif lebih luas atas persoalan
yang menjadi konsens dari small group yang
bersangkutan.
Selain follow up di atas, setelah PKD seorang
kader pergerakan juga harus mengikuti dua
pelatihan formal pengembangan, yang juga
merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader
bersangkutan dalam PKL. Kedua pelatihan itu
adalah:
xxxvii
a. Sekolah Analisa Sosial
Disamping dimaksudkan untuk memperkokoh
komitmen sosial warga pergerakan, pelatihan ini
juga dimaksudkan untuk membekali kader
pergerakan tentang perangkat analisa sosial yang
mutlak diperlukan dalam berbagai aksi dan
kemasyarakatan PMII. Panduan dan kurikulum
pelatihan ini dapat dilihat pada bagian ketiga buku
ini.
b. Pengembangan Ketrampilan Bahasa Asing
(Inggris intermediate)
Target wajib minimal yang harus dicapai adalah
selain penguasaan dalam memahami naskah-naskah
berbahasa Inggris (transltion) juga kemahiran
(fluently) atas kosa kata dan kalimat-kalimat
percakapan forum (English of meeting) Pelatihan ini
dapat dilakukan secara individual dengan mengikuti
kursus reguler atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
Setelah PKD, seorang kader pergerakan harus
mengikuti minimal satu pelatihan formal
pengembangan yang bersifat pilihan, yang juga
merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader
bersangkutan dalam PKL. Pelatihan formal
pengembangan kader atas pilihan-pilihan peran
sosial transformatif atau gerakan/aksi minat,
kecenderungan dan potensi masing-masing kader.
Pelatihan-pelatihan tersebut adalah:
1. Pelatihan Advokasi Hukum (Pralegal)
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader yang memiliki kesadaran kritis
terhadap terjadinya pelanggaran HAM dan civil
violent serta kemampuan praksis dalam
melakukan penegakan hokum pada segenap
sector kehidupan.
2. Pelatihan Advokasi Petani dan
Nelayan
Pelatihan ini dimaksudkan unutk melahirkan
kader-kader yang memiliki kesadaran kritis
terhadap terjadinya marginalisasi atas
petani/nelayan serta kemampuan praksis dalam
melakukan penguatan (empowerment)
terhapadap mereka.
3. Pelatihan Advokasi Lingkungan
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk
membekali kader pergerakan dengan diskursus
xxxviii
lingkungan beserta konsepsi paradigmatic yang
mendasarinya; dan terjadinya pelanggaran
hokum lingkungan; juga kemampuan analitis dan
praksis serta managerial dalam penegakan
hokum lingkugan menuju terciptanya tatanan
semua aspek kehidupan yang ramah lingkungan.
4. Pelatihan advokasi Buruh
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader yang memiliki kesadaran kritis
terhadap terjadinya marginalisasi atas buruh
serta kemampuan praksis dalam melakukan
penguatan (empowerment)terhadap mereka.
5. Pelatihan Advokasi Perempuan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader yang memilii wawasan tentang
kesetaraan gender dan kesadaran kritis terhadap
terjadinya ketidak-adilan atas perempuan serta
kemampuan praksis dalam melakukan
penegakan atas hak-hak mereka.
6. Pelatihan Penelitian Akademik
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk
membekali kader pergerakan dengan perangkat
dasar ilmu pengetahuan beserta aspek ontologis
dan aksiologisnya, juga untuk membekali
kemampuan analitis dan metodologis dalam
pembuktian akademik terhadap kasus-kasus
empirik khususnya yang menyangkut sector-
sektor kehidupan publik.
7. Pelatihan Risaet Aksi Partisipatoris
(PAR)
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk
membekali kader pergerakan dengan perangkat
dasar ilmu pengetahuan beserta aspek ontologis
dan aksiologisnya, juga untuk membekali
kemampuan analitis dan metodologis dalam
melakukan riset-riset aksi partisipatoris.

8. Pelatihan Jurnalistik dan Manajemen Informasi


Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali
kader pergerakan dengan dimensi-dimensi dasar
jurnalistik dan informatika beserta aspek ontologis
dan aksiologisnya, juga untuk membekali
kemampuan analitis dan praksis atau managerial
dalam pengelolaan informasi dan penciptaan opini.

xxxix
9. Pelatihan Kewirausahaan dan Penguatan
Ekonomi Rakyat
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk melahirkan
kader-kader pergerakan yang memiliki kesadaran
kritis dan transformatif mengenai persoalan
ekonomi dan politik, juga untuk membekali
kemampuan praksis dalam menciptakan dan
memanfaatkan peluang pengembangan usaha dan
kewirausahaan, menuju terciptanya ekonomi
rakyat yang kuat.
Panduan dan kurikulum untuk pelatihan-pelatihan
tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buklu ini.

3. Pelatihan Kader Lanjut, disingkat PKL


Tahapan ini merupakan fase spesifikasi untuk
mengarahkan kader kepada kemampuan pegelolaan
organisasi secara professional. Dengan pemahaman dan
keyakinan terhadap nilai-nilai dan misi organisasi yang
telah ditanamkan pada PKD, maka dalam PKL ini kader
ditempa dan dikembangkan seluruh potensi dirinya
untuk menjadi seorang pemimpin yang menyadari
sepenuhnya amanah kekhalifahanya dengan didukung
oleh kematangan leadership dan kemampuan
managerial. Output dari pelatihan tahap ini adalah
“Leader of Movement and Institusion”.

Follow up PKL
Follow up PKL dilakukan melalui (dalam bentuk)
pengelolaan aksi sosial transformatif. Hal ini
dimaksudkan untuk peningkatan kualitas kepemimpinan
kader pergerakan, baik dalam rangka pengembangan
organisasi maupun dalam memecahkan persoalan-
persoalan strategis yang berkaitan dengan dinamika
internal organisasi dan dinamika eksternal yang terjadi di
masyarakat.

Selain follow up di atas, terdapat dua bentuk


Pelatihan Paska PKL, yakni:

1. Pelatihan Human dan Komunikasi Publik.


Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali
kader pergerakan dengan dimensi-dimensi dasar
human realition dan komunikasi publik, juga untuk
membekali kemampuan praksis dalam
pengembangan kepribadian, melakukan komunikasi
xl
(lobby, negoisasi dll) serta kemampuan menjalin
kemitraan dengan berbagai pihak menuju
terciptanya performance PMII yang simpataik,
perfect dan disegani. Pelatihan formal
pengembangan jenis ini wajib diikuti oleh semua
anggota pergerakan.
2. Pelatihan Fasilitator Pelatihan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-
kader pergerakan yang memiliki kemampuan
sebagai fasilitator untuk semua jenis pelatihan yang
di di PMII.
Panduan dan kurikulum untuk kedua jenis pelatihan
tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.

E. REFLEKSI PKL DAN KADERISASI KAMPUS UMUM


Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) telah terselenggara
dengan frekuensi relatif lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini
terjadi karena inspirasi PKC dan cabang pelaksana PKL serta
motivasi PB PMII untuk melakukan kerjasama dalam
penyelenggaraan pelatihan tingkat lanjutan tersebut. Dengan
pengalaman 9 kali pelaksanaan PKL di berbagai daerah memang
belum terlalu bisa menggambarkan sebagai perwujudan profil
Alul Albab kader secara maksimal dan merata. Namun,
pemupukan ke arah penjenjangan perkaderan secara tepat dari
Mapaba, PKD dan follow-up kemudian PKL mengarah pada
keseriusan pembentukan profil kader seperti yang tercermin
dalam Tujuan PMII pada Bab IV pasal 4 Anggaran Dasar.
Selain frekuensi pelaksanaan, perlu diketahui pula bahwa
selama periode ini PKL dilaksanakan dengan mengangkat isu-isu
lokal di masyarakat, seperti advokasi pertambangan,
pemberdayaan masyarakat industri, studi politik masyaralat dan
lainnya. Proses pembelajaran dengan mengangkat beberapa isu
tersebut dilakukan dengan metode partisipatoris. Karena peserta
belajar disumsikan sebagai orang yang telah memiliki wawasan,
pengalaman dan kemampuan. Proses belajar dilakukan dengan
model andragogi. Kelanjutan dari PKL di beberapa daerah
tersebut dengan membentuk solidaritas bersama mengenai isu-
isu kemasyarakatan yang rentan dengan intimidasi
pemerintahan lokal. Hal ini menjadi kesepakatan Rencana Tindak
Lanjut oleh masing-masing peserta PKL di beberapa daerah.
PKL dilaksanakan dengan tujuan terciptanya kader
profesional yang mengarah pada pembentukan pribadi kader
pada dua hal; kepemimpinan dan kemampuan manajemen
kader. Dua hal tersebut diharapkan menjadi bekal bagi kader
xli
PMII untuk melanjutkan masa pengabdiannya sebagai ketua
umum Pengurus Cabang, Pengurus Koordinator Cabang,
Pengurus Besar maupun sebagai bekal dalam rangka kompetisi
di luar ruang PMII. Kompetisi antar kader di dalam organisasi
maupun di luar organisasi ini bisa dilihat di mana kader PMII
berada. Kalau kita menyangsikan “keberanian” berkompetisi
kader PMII selama ini, boleh jadi karena kader peserta PKL yang
dimiliki PMII masih relatif kurang. Untuk itu, proses pelaksanaan
PKL ke depan harus lebih matang di tingkat metode, kedalaman
materi, kamatangan fasilitator dan seleksi peserta yang ketat.
Kader PMII lulusan PKD diharapkan menjadi kader
mujtahid yaitu kader yang bersungguh-sungguh untuk
melakukan perjuangan dalam mengamalkan nilai-nilai
perjuangan pergerakan. Selain itu kader tersebut juga aktif
melakukan pergesekan pemikiran, sehinga muncul pemikiran-
pemikiran baru dari mereka. Sebagai mujtahid diasumsikan
bahwa mereka belum memiliki kesadaran profesionalitas untuk
memimpin dengan manajemen yang bagus. Mereka baru merasa
mewakili segenap pengalaman dan bahan-bahan bacaan yang
dipelajarinya. Kader mujtahid juga diharapka memiliki
kemampuan untuk menjadi organizer bagi segenap potensi kritik
untuk berada pada oposan sejati, tapi belum mampu
mengorganiser kekuatan eksternal untuk membangun akses
politik-ekonomi dengan unsure-unsur di luar komunitasnya.
Dengan memperbandingkan antara kemampuan yang
dibangun dalam pendidikan PKD dengan keterampilan pada PKL,
maka diharapkan muncul kesadaran kader PMII untuk lebih
banyak lagi mengadakan PKL. Betapa penting PKL dilaksanakan
dalam rangka mengantarkan setiap individu kader pada cita-cita
menjadi insan Ulul Albab sebagaimana tujuan organisasi.
Interaksi sosial selalu menghasilkan perubahan, baik
secara cepat maupun lambat, dari pihak-pihak yang saling
berinteraksi tersebut. Kajian-kajian teoritis yang telah dibuat
berkenaan dengan interaksi dan pertukaran antara organisasi
dan lingkungannya tersebut menunjukkan bahwa persaingan
antar kelompok-kelompok dalam kumpulan organisasi sejenis
turut ditentukan oleh faktor-faktor lingkungannya. Oleh karena
itu perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan bersaing
akan berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi dan
kemampuan suatu organisasi.
Pada sisi yang lain, secara internal setiap organisasi
mengalami pertumbuhan. Dalam telaah teori-teori organisasi
sejumlah pakar mencatat adanya kesamaan pola-pola tertentu
dalam kehidupan organisasi berdasarkan perbandingan antara
usia organisasi dengan ukuran dan kompleksitasnya, yang
xlii
membawa pada kesimpulan berupa teori tahapan/fase-fase
pertumbuhan organisasi. Salah satu pakar yang terkenal dalam
kajian pertumbuhan organisasi adalah Larry Greiner. Greiner
menyimpulkan sebagai berikut:
1. Setiap organisasi bertumbuh melalui suatu
tahapan atau fase-fase pertumbuhan tertentu;
2. Setiap fase pertumbuhan menciptakan krisisnya
sendiri, karena itu setiap fase “cenderung”
diakhiri dengan suatu krisis;
3. Jika krisis dapat diatasi dengan tepat, maka
berakhirnya krisis merupakan awal dimulainya
fase/tahapan baru dalam pertumbuhan
organisasi.
Umumnya suatu organisasi mengalami tahapan/fase-fase
kaderisasi dan krisisnya sebagai berikut:
a. Fase kreatifitas, berakhir dengan krisis
kepemimpinan
b. Fase pengarahan, berakhir dengan krisis otonomi
c. Fase pendelegasian, berakhir dengan krisis
pengendalian
d. Fase koordinasi, berakhir dengan red tape crisis
e. Fase kolaborasi, dalam teori Greiner tidak jelas
krisis yang mengakhiri fase kolaborasi

Suatu krisis ditandai oleh beberapa gejala diantaranya


adalah: terjadinya konflik yang berlarut-larut dan terus
menajam; retaknya kohesivitas kelompok; menurunnya kinerja
organisasi; serta tidak tercapainya target-target dan tujuan
pendirian organisasi. Kelambanan dan kegagalan menangani
gejala krisis akan mengarahkan organisasi pada puncak
krisisnya. Jika krisis tidak mampu direspons dengan tepat maka
niscaya organisasi akan mengalami kemunduran, atau kalaupun
eksist namun action organisasi tidak mampu memberi makna
dan pengaruh signifikan bagi pemenuhan kebutuhan internal
maupun eksternal organisasi.
Greiner juga mencatat adanya kasus-kasus khusus
dimana organisasi tidak bertumbuh melalui tahapan dan krisis-
krisis tersebut secara berurutan, karena bisa saja suatu fase
terlompati atau tidak diakhiri dengan krisis. Selain itu Greiner
tidak memberikan kelanjutan teorinya tentang krisis apa atau
apa yang terjadi sesudah fase kolaborasi. Namun sejumlah ahli
berpendapat bahwa pasca fase kolaborasi organisasi bertumbuh
dari awal kembali, tidak secara mekanistik melainkan secara
organik.

xliii
Walaupun terdapat sejumlah catatan kritis terhadap
teori Greiner, namun teori ini dianggap cukup capable dan
relevan menjelaskan daur hidup organisasi; karena itulah teori
ini sangat sering dikutip dan dipakai.
Melalui fase-fase di atas organisasi dari jenis apapun
bertumbuh. Pada setiap fase dikembangkan strategi, struktur,
sistem, proses dan perilaku (kultur) yang berbeda, sebagai
respons terhadap ukuran (size) dan kompleksitas organisasi
serta tantangan lingkungannya yang terus berubah. Namun
perlu dicatat bahwa suatu struktur, sistem, strategi dan kultur
yang berhasil pada suatu fase tertentu belum tentu tepat dipakai
untuk fase lainnya.
Krisis dalam organisasi terjadi tatkala stabilitas
organisasi terguncang, sejumlah fungsi organisasi tidak berjalan
optimal atau bahkan men-disfungsi. Penyebabnya bisa datang
dari dalam maupun dari luar organisasi, atau bersama-sama
secara simultan. Akibat krisis adalah menurun/merosotnya
kinerja (performance) dan organisasi tak mampu mencapai
target-targetnya.
Agar organisasi tidak jatuh dalam krisis maka setiap
saat organisasi harus merespons gejala krisis dengan tepat,
yaitu melalui pemetaan situasi dan faktor-faktor problematik
yang signifikan mempengaruhi kinerja dan pencapaian target-
target secara berkesinambungan, untuk kemudian melakukan
penataan ulang organisasi yang disesuaikan dengan
kompleksitas pertumbuhan dan perubahan lingkungannya.
Kebutuhan-kebutuhan baru akibat pertumbuhan
organisasi dan perubahan-perubahan lingkungan bersaing
organisasi tersebut perlu direspons secara tepat agar organisasi
memiliki posisi persaingan yang baik serta mampu menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para anggota organisasi
secara khusus dan masyarakat secara umum merupakan tujuan
pembentukan organisasi PMII.

xliv
I. MASA PENERIMAAN ANGGOTA BARU (MAPABA)

1. Pengertian
Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) adalah masa
penerimaan anggota baru dan orientasi/pengenalan awal yang
juga merupakan forum pengkaderan formal basic tingkat
pertama.
2. Model Pendekatan
Dalam mapaba merupakan wahana pengenalan PMII dan
penanaman nilai (doktrinasi) dan idealisme sosial PMII. Pada
fase ini harus ditanamkan makna idealisme yang bermuatan
relegius bagi mahasiswa dan urgensi perjuangan untuk idealisme
itu melalui PMII baik pada struktur formalnya sebagai organisasi
maupun pada aspek substansinya sebagai komunitas gerakan
mahasisiwa yang berlatar kultur Islam.
3. Tujuan Dan Target
Karena itu tujuan dan target yang harus dicapai pada fase ini
adalah
- Tertanamnya keyakinan pada setiap individu anggota
bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang
paling tepat untuk mengembangkan diri dan PMII
sebagai way of life.
- Tertanamnya keyakinan pada setiap individu anggota
bahwa PMII adalah wahanan untuk memperjuangkan
idealisme, dalam konteks kemahasiswaan, kebangsaan,
maupun kemasyarakatan
- Memiliki keyakinan terhadap Ahlu Sunnah Wal Jamaah
(ASWAJA) sebagai mazhab yang tepat untuk
mengembangkan diri, memperjuangkan idealisme, dan
untuk memahami dan mendalami Islam.
- Dari tahap ini output yang diharapkan adalah anggota
yang mu’taqid dan militan menjadi kader bukan sekedar
masuk untuk mejadi anggota.
4. Kegiatan Pra Mapaba
Kegiatan ini dilakukan sebagai wahana untuk membaca realiatas
kampus sekaligus sebagai upaya untuk mencari dan
mengidentifikasi para mahasiswa baru dan memberikan
gambaran umum tentang PMII.. Dengan harapan kita mampu

xlv
membaca peluang-peluang untuk merekrut kader yang sekaligus
sebagai kegiatan untuk melakukan seleksi terhadap calon-calon
peserta mapaba, sehingga kita bisa melakukan penelusuran
terhadap bakat, minat, kecenderungan dan skill para calon
kader, sekaligus untuk membantu proses perumusan
pendampingan kader pada tahapan selanjutnya. Kegiatan ini
bisa dilakukan dengan cara melaksanakan Bimbingan Test bagi
para calon mahasiswa baru, menyebarkan pamflet, selebaran
atau buletin PMII serta dengan membatu mencarikan kos-kosan
atau memberikan tumpangan tempat tinggal sementara sembari
menunggu pelaksanaan ujian masuk perguruan tinggi. Adapun
dalam melaksanakan kegiatan pra mapaba ini pendekatan yang
bisa digunakan adalah dengan metode dialog, wawancara
mendalam (deep interview) atau angket (quesioner).
5. Kurikulum
Sesi I : BINA SUASANA
Tujuan Peserta, panitia dan fasilitator mengetahui semua
komponen yang terlibat dalam pelatihan, sehingga
dapat terbina suasana pelatihan yang penuh
dengan keakraban di antara semua komponen
tersebut. Disepakatinya beberapa aturan main
selama pelatihan berlangsung, baik kewajiban, hak
dan kekhawatiran-kekhawatiran yang akan terjadi
selama pelatihan berlangsung.
Pokok Bahasan : 1. Perkenalan
2. Penyusunan Harapan dan kekhawatiran
dari Peserta, panitia dan fasilitator
3. Citra diri peserta
4. Kontrak belajar (Aturan Main dan tata
tertib MAPABA)
Bahan-Bahan - Kertas kecil secukupnya
- Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
Metode - Permainan
- Brain storming
Waktu 120 Menit

xlvi
Proses Kegiatan
1. Panitia/Fasilitator membuka sessi dengan memperkenalkan
identitas dirinya, dan meminta tiap-tiap peserta untuk
memperkenalkan identitas dan pengalaman dirinya.
2. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk mengungkapkan
harapan-harapannya selama mengikuti seluruh rangkaian
atau proses pelatihan ini serta kekhawatiran-kekhawatiran
yang ditakutkan akan terjadi.
3. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk menyebutkan
hal-hal yang diperlukan/ dilakukan demi tertib, lancar dan
suksesnya proses pelatihan ini;
4. Fasilitator mendorong terjadinya kesepakatan antar peserta
tentang perlunya tata-tertib pelatihan;
5. Seluruh peserta menyepakati tentang 'tata-tertib pelatihan'.

Sesi II : NILAI DASAR PERGERAKAN


Tujuan Peserta mampu memahami bahwa,
Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII) berusaha
menggali nilai-nilai ideal-moral yang lahir dari pengalaman
dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk
rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar
Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi
kerangka, arti, motivasi pergerakan dan sekaligus
memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja
yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita
perjuangan dan visi-misi sesuai dengan maksud di
dirikannya organisasi ini. Sehingga para kader PMII dgn
NDP ini, akan senantiasa memiliki kepedulian sosial yang
tinggi (faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya/ paham dan
peka terhadap kemaslahatan makhluk di dunia)
Pokok Bahasan 1. Filosofi NDP
2. Fungsi dan kedudukan NDP dal
PMII
3. Rumusan NDP PMII
4. Internalisasi dan implementasi NDP
dalam kehisupan keseharian dan
kehidupan berorganisasi

xlvii
Bahan-Bahan - Kertas kecil secukupnya
- Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah
Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan
tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi III : KE-ORGANISASIAN PMII


Tujuan Peserta memahami profil dan gambaran PMII
sebagai organisasi gerakan dalam bingkai
konstitusi dan aturan-aturan ke-organisasian
yang ada, serta dalam bingkai managerial ke-
organisasian.

Pokok Bahasan 1. Perangkat konstitusi dan aturan-aturan


organisasi yang ada di PMII
2. Fungsi dan arti konstitusi dan aturan-
aturan organisasi yang ada di PMII
3. Manajemen ke-organisasian
Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah
Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Waktu 120 Menit

xlviii
Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan
tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi IV : MAHASISWA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL


Tujuan Peserta memahami dan mengetahui
keberadaan dirinya sebagai insan sosial dan
insan gerakan, memahami sejarah gerakan
mahasiswa dan perannya di Indonesia serta
peran PMII di dalamnya, sehingga mampu
membangun alur berpikir peserta dengan
menemukan posisi setrategis mahasiswa
dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.

Pokok Bahasan 1. Posisi strategis mahasiswa dan


tanggung jawab sosialnya.
2. Sejaran, peran gerakan mahasiswa
dan PMII di Indonesia, baik dalam
perspektif ke-Indonesiaan maupun
global
3. Manajemen gerakan moral dan
gerakan politik

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus
Waktu 120 Menit

xlix
Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan
tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil diskusi
kelompok.

Sesi V : KE-ISLAMAN
Tujuan Peserta memahami prinsip dan nilai-nilai
universalitas PMII (Insan, Iman dan Islam),
memahami perkembangan Islam di Indonesia
dalam konteks kesejarahan, perananya di
Indonesia serta Islam serta fungsi kehadiran
Islam dalam konteks transformasi sosial,
sehingga peserta mampu menemukan pijakan
teologinya untuk memperjuangkan dan
menegakkan nilai-nilai universalitas Islam.

Pokok Bahasan 1. Sejarah dan latar belakang sosial, politik,


ekonomi dari perkembangan Islam di indonesia
2. Prinsip dan nilai-nilai universalitas Islam
3. Islam keadilan dan transformasi sosial

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok

Waktu 240 Menit


Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;

l
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan
tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil diskusi
kelompok.

Sesi VI : KE-INDONESIAAN
Tujuan Peserta memahami sejarah Indonesia
dalam perspektif sejarah masyarakat
dan sejarah ke-bangsaan-nya baik
dalam fase feodal-primodial-modern
(dari zaman kerajaan – sekarang)
serta peranan internasional dalam
kebangsaan Indonesia, sehingga
mampu memahami logika dan nalar
masyarakat dan bangsa sebagai
upaya untuk membaca masa depan
Indonesia.

Pokok Bahasan 1. Sejarah Masyarakat di Indonesia


2. Peranaan internasional dalam ke-
bangsaan Indonesia
3. Peran dan posisi Indonesia dalam
konteks global

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Waktu 150 Menit

li
Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan
tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil diskusi
kelompok.

Sesi VII : STUDI GENDER


Tujuan Peserta memahami konstruksi sosial
gender sebagai sebuah sub sistem
dominasi dan memahani analisis
gender dalam kaidah ke-Islaman, ke-
Indonesiaan dan global.

Pokok Bahasan 1. Analisa Gender dan


konstruksi sosial
2. Kesetaraan gender
3. Gender maenstreaming

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Role Play
Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan umum
tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan tentang
materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

lii
Sesi VIII : MATERI MUATAN LOKAL
Tujuan Peserta memahami dinamika dan
dialektika yang terjadi di masing-
masing daerahnya.

Pokok Bahasan 1 Antropologi kampus (geografi,


psykografi, demografi dan sosiologis)
Waktu 120 Menit
Pokok Bahasan 2 Sejarah dan dinamika PMII lokal
Waktu 120 Menit
Pokok Bahasan 3 Materi tentang disiplin ilmu
masing-masing
Waktu 120 Menit
Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah
Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan umum
tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok bahasan tentang
materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil diskusi
kelompok.

Sesi IX : GENERAL REVIEW


Tujuan Peserta memahami keterpaduan
antara keseluruhan materi yang telah
disampaikan, dapat mereview materi-
materi tersebut sehingga
mendapatkan pijakan dan
keyakinannya untuk memantapkan
pilihannya menjadi kader PMII.

liii
Pokok Bahasan 1. Substansi dari materi-materi yang
telah disampaikan
2. Unsur-unsur kesinambungan antar
materi yang telah disampaikan
3. Urgensi PMII sebagai wahana yang
tepat untuk pengembangan diri dan
memperjuangkan Ke-Islaman, Ke-
Indonesiaan dan Ke-masyarakatan.

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Review keseluruhan materi


- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Brain strorming

Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Panitia/Fasilitator membuka sessi dengan meminta tiap-tiap
peserta untuk melakukan review materi-materi dan mengevaluasi
jalannya/proses pelatihan;
2. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk menyatakan apakah
harapan-harapannya terhadap pelatihan (yang dikemukakan pada
saat bina suasana tercapai;

Sesi X : RENCANA TINDAK LANJUT


Tujuan Peserta memahami PMII sebagai
komunitas untuk kebersamaan dan
gerakan sehingga muncul sense
bersama untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban pasca MAPABA
sehingga secara definitif bisa di sebut
sebagai kader pergerakan.

liv
Pokok Bahasan 1. Identifikasi potensi, bakat-
minat dan kecenderungan
kader
2. Bentuk-bentuk follow up
3. Kesepakatan managerial
pengelolaan follow up

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano

Metode - Dialog (tanya jawab)


- Brain strorming

Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Fasilitator mengambarkan beberapa hal yang bisa dilakukan
sebagi kegiatan tindak lanjut dan meminta tiap-tiap peserta untuk
menyebutkan hal-hal yang diperlukan/dilakukan untuk menindak-
lanjuti pelatihan ini;
2. Fasilitator mendorong agar terjadi kesepakatan antar peserta
tentang perlunya membuat agenda atau kegiatan bersama
sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini;
3. Seluruh peserta menyepakati agenda bersama tindak lanjut
pelatihan.

Sesi XI : EVALUASI DAN PENUTUPAN


a. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari pelatihan, untuk mengukur apakah target,
harapan dan kekhawatiran terpenuhi dan terjadi selama
proses MAPABA berlangsung. Hal ini akan berguna
sebagai masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan
pelatihan-pelatihan selanjutnya. Hal- hal yang harus di
evaluasi adalah mencakup keseluruhan komponen yang
terlibat dalam MAPABA, baik metodologi pelatihan, peserta,
lv
panitia, fasilitator, pembicara, tempat, serta fasilitas dan
unsur-unsur lain yang terlibat dalam pelatihan.
b. Penutupan
Penutupan harus dilaksanakan untuk membangun
kedisiplinan bersama di PMII karena penutupan adalah
bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam metodologi
pelatihan.

6. Follow Up
Follow Up perlu dilakukan sebagai upaya untuk membangun
kesinambungan antar kader-kader baru maupun dengan senior dan
pengurus PMII (Rayon, Komisariat dan Cabang) dan tetap berjalan
sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow up di MAPABA,
selain sebagai forum untuk melakukan pendalaman materi. Dalam Follow
Up berbentuk kelompok-kelompok kecil (small group) yang beranggotakan
antara 5-10 orang agar memudahkan fasilitator untuk melakukan
pendampingan secara intensif. Pengelolaan dan managerial small group
ini harus diserahkan langsung kepada peserta sebagai media untuk uji
coba sebelum menangani kepanitian-kepanitian di PMII. Beberapa hal
yang harus di tekankan dalam Follow Up :
1. Terjadinya kembali internalisasi ideologi
2. Pendalaman materi MAPABA
3. Membangun ikatan emosional sehingga terbagun
kebersamaan bukan patronase
4. Mendiskusikan materi-materi lain sesuai dengan
kebutuhan masing-masing
5. Materi-materi ketrampilan yang akan menunjang
kuliah dan pengembangan diri
a. Teknik Pembuatan makalah/paper
b. Teknik presentasi
c. Teknik persidangan
d. Teknik penyusunan proposal
e. Dll.

lvi
II. PELATIHAN KADER DASAR (PKD)

1. Pengertian
Pelatihan Kader Dasar (PKD) merupakan perkaderan
formal basic tingkat kedua. Pada fase ini persoalan
doktrinasi nilai-nilai dan misi PMII, penanaman loyalitas
dan militansi gerakan, diharapkan sudah tuntas.
2. Model Pendekatan
Karena persoalan doktrinasi nilai, ideologi visi-misi PMII
yang sudah tuntas, sehingga pendekatan doktrinasi sudah
tidak diperlukan dalam pelatihan formal basic kedua ini.
Tetapi pendekatan yang harus di pakai adalah dengan
pendekatan partisipatoris aktif, sehingga peranan semua
unsur yang terlibat dalam pelatihan sangat
mempengaruhi terjadinya dinamika dan dialektika selama
proses pelatihan berjalan.
3. Tujuan Dan Target
Secara garis besar PKD ini bertujuan untuk membekali
kader dengan kemampuan – kemampuan praksis dengan
pijakan teori dan pengetahuan Karena itu tujuan dan
terget yang harus dicapai pada fase ini adalah
a. Tertanamnya keyakinan dan komitmen terhadap
dunia gerakan
b. Penguasaan terhadap prinsip-prinsip analisa sosial
c. Penguasaan terhadap teori-teori sosial sebagai
pijakan pengetahuan untuk membaca realitas
masyarakat dan negara dalam konteks lokal-
nasional dan global
d. Penguasaan materi advokasi dan strategi-
strateginya
4. Kurikulum
Sesi I : BINA SUASANA
Tujuan Peserta, panitia dan fasilitator
mengetahui semua komponen
yang terlibat dalam pelatihan
sehingga dapat mengenali
dirinya sendiri dan teman
sepelatihannya, sehingga dapat
terbina suasana pelatihan yang

lvii
penuh dengan keakraban dan
kebersamaan di antara semua
komponen tersebut.
Disepakatinya beberapa aturan
main selama pelatihan
berlangsung, baik kewajiban,
hak dan kekhawatiran-
kekhawatiran yang akan
terjadi selama pelatihan
berlangsung.

Pokok Bahasan 1. Perkenalan


2. Penyusunan Harapan dan
kekhawatiran dari Peserta,
panitia dan fasilitator
3. Citra diri peserta
4. Kontrak belajar (Aturan Main
dan tata tertib PKD)

Bahan-Bahan - Kertas kecil secukupnya


- Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano

Metode - Permainan/role palying


- Brain storming

Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Panitia/Fasilitator membuka sessi dengan
memperkenalkan identitas dirinya, dan meminta tiap-tiap
peserta untuk memperkenalkan identitas dan pengalaman
dirinya yang dibantu dengan role playing.
2. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk
mengungkapkan harapan-harapannya selama mengikuti
seluruh rangkaian atau proses pelatihan ini serta
kekhawatiran-kekhawatiran yang ditakutkan akan terjadi.

3. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk menyebutkan


hal-hal yang diperlukan/ dilakukan demi tertib, lancar
dan suksesnya proses pelatihan ini;

lviii
4. Fasilitator mendorong terjadinya kesepakatan antar
peserta tentang perlunya tata-tertib pelatihan;
5. Seluruh peserta menyepakati tentang 'tata-tertib
pelatihan'.

Sesi II : ASWAJA SEBAGAI MANHAJ AL FIKR


Tujuan - Peserta mampu memahami dan merekonstruksi,
sejarah perkembangan pemikiran-pemikiran Islam
sejak zaman Nabi hingga sekarang.
- Peserta mampu memahami proses keunculan
pemikiran-pemikiran Islam sebagai sebuah
pengetahuan (teori) dan konstruksi global
- Peserta mampu memahami aswaja sebagai
metodologi berfikir dalam upaya memahami
ajaran-ajaran Islam dan landasan gerakan sebagai
upaya untuk menemukan posisi gerakan PMII
dalam konteks lokal-nasional dan global.

Pokok Bahasan 1. Pengaruh sosio-historis-kultural bangsa


Arab dan bangsa-bangsa lain terhadap
perkembangan pemikiran Islam
2. Latar belakang ekonomi-sosial-politik
pemerintahan Islam zaman awal terhadap
proses pelembagaan madzab dalam Islam
3. Aswaja sebagai manhaj al fikr

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok

Waktu 240 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

lix
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil
diskusi kelompok.

Sesi III : ISLAM DAN TEOLOGI PEMBEBASAN


Tujuan - Peserta memahami latar belakang
kemunculan teologi pembebasan dalam
perspektif amar ma`ruf nahi mungkar
- Peserta memiliki sense-gerakan terhadap
kenyataan empiris dalam konteks lokal-
nasional maupun global
- Peserta menginternalisasi dan
mengimplemantasikan prinsip dan nilai-
nilai egalitarianisme dan universalitas
Islam

Pokok Bahasan 1. Latar belakang kemunculan


teologi pembebasan dan
perspektifnya terhadap perubahan
2. Hakekat amar ma`ruf nahi
mungkar dalam konteks perubahan
sosial
3. Nilai-nilai egalitarianisme
sebagai nilai tertinggi dalam
perubahan sosial

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Waktu 120 Menit

Sesi IV : PARADIGMA PMII


Tujuan Peserta memahami paradigma
gerakan PMII dan menjadikanya
sebagai metodologi berpikir dan
gerakan serta dalam
mengimplementasikannya dalam

lx
perilaku , sikap dan kehidupan
pribadi, berorganisasi dan
berdialektika dalam pergerakan.

Pokok Bahasan 1. Membaca Realitas


gerakan dan ke-
Indonesiaan sebagai
landasan epistimologi
paradigma gerakan
2. Filosofi paradigma PMII
3. Rumusan paradigma
sebagai setrategi gerakan
4. Internalisasi dan
implementasi paradigma
gerakan dalam kehidupan
pribadi dan berorganisasi

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi
ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Waktu 240 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil
diskusi kelompok.

Sesi V : ANALISA SOSIAL


Tujuan - Peserta memahami realitas
masyarakat sebagai landasan

lxi
analisa dalam perspektif lokal-
nasional dan global
- Peserta memahami prinsip-
prinsip dan model analisa untuk
menentukan strategi dan posisi
PMII sebagai organisasi
pergerakan

Pokok Bahasan 1. Realitas masyarakat


2. Prinsip dan model-model nalisa
sosial
3. Fungsi analisa sosial untuk
menentukan posisi dan strategi
gerakan
4. Perangkat-perangkat analisa
sosial
Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Role playing
Waktu 240 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil
diskusi kelompok.

Sesi VI : STUDY ADVOKASI


Tujuan - Peserta memahami teori dan
tehnik-tehnik advokasi
- Peserta memahami bentuk dan
macam-macam advokasi
- Peserta memahami setrategi
advokasi

lxii
Pokok Bahasan 1. Filosofi dan urgensi
advokasi
2. Macam dan bentuk
Advokasi
3. Model-model advokasi
4. Advokasi sebagai
setrategi

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi
ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study kasus

Waktu 150 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi VII : ANALISA WACANA


Tujuan - Peserta memahami alur dan nalar dari
setiap kemunculan wacana.
- Peserta mampu memahami tekhnik
membaca wacana
- Peserta mampu memahami ada apa di
balik wacana-wacana tersebut

Pokok Bahasan 1. Teknik membaca wacana


2. Wacana sebagai bagian dari sub
sistem pengetahuan dunia
3. Wacana sebagai ideologi

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis

lxiii
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study Kasus

Waktu 150 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi VIII : POLA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PMII


Tujuan - Peserta mampu memahami makna
strategi sebagai cara yang harus
dilakukan untuk memobilisasi kekuatan
(forces mobilization) secara efektif.
Strategi mengarah pada upaya untuk
memenangkan suatu pertarungan
(kontestasi).
- Peserta memahami nilai-nilai
perjuangan PMII untuk membangun
masyarakat yang memiliki kekuatan dan
jejaring untuk merancang perubahan ke
arah yang lebih baik sebagai langkah
untuk memberikan penguatan kepada
kader.
- Peserta memahami pola dan setrategi
ke depan PMII sebagai upaya untuk
menentukan posisi gerakan ke depan

lxiv
Pokok Bahasan 1. Filosofi dan urgensi dari pola dan
setrategi pengembangan PMII
2. Identifikasi peluang dan potensi PMII
3. Membaca alternatif peran gerakan PMII
untuk menentukan posisinya masa kini
dan masa depan

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study kasus

Waktu 150 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi IX : REKAYASA SOSIAL


Tujuan - Peserta memiliki pemahaman
holistik dalam proses transformasi
sosial
- Peserta memahami prinsip-
prinsip dasar dengan berbagai
alternatif rekayasa sosial

Pokok Bahasan 1. Proses transformasi


sosial
2. Prinsip dasar rekayasa
sosial
3. Pendekatan-
pendakatan dalam
rekayasa sosial

lxv
Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis
- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi
ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study kasus
Waktu 90 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;

Sesi X : PENGELOLAAN OPINI DAN GERAKAN MASSA


Tujuan - Peserta memiliki kemampuan untuk
membaca dan membuat isue-isue
setrategis
- Peserta memahami pentingnya
komunikasi massa
- Peserta memahami prinsip-prinsip serta
perangkat gerakan massa
- Peserta memiliki kemampuan untuk
merangcang gerakan massa, mengelola
opini, melakukan gerakan massa dengan
pendekatan setrategis

Pokok Bahasan 1. Manajemen


(pengelolaan informasi
dan opini) isue
2. Isue sebagai setrategi
kampanye untuk
membangun opini
3. Prinsip-prinsip gerakan
massa
4. Analisa situasi dan
pembacaan medan

lxvi
5. Setrategi dan taktik
menciptakan, mengelola
dan memimpin gerakan
massa

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi
ceramah

Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study kasus
- Role playing
Waktu 240 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil
diskusi kelompok.

Sesi XI : PENGORGANISASIAN KAMPUS


Tujuan - Peserta memahami proses, prinsip-
prinsip dan unsur utama dalam
pengorganisasian di kampus
- Peserta mampu memahami dan
memetakan kelompok-kelompok
setrategis di kampus
- Peserta memiliki kemampuan analisa
dengan cepat dan tepat dalam merespon
isue-isue dan dinamika di kampus
- Peserta memahami potensi dan peluang-
peluang di kampus sebagi upaya untuk
menguasai kampus

Pokok Bahasan 1. Potensi dan peluang kampus dalam


perspektif antropologi

lxvii
2. Prinsip pengorganisasian
3. Kelompok-kelompok setrategis di
kampus
4. Strategi penguasaan kampus

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano
- Makalah / materi ceramah
Metode - Ceramah/presentasi
- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Study kasus
Waktu 120 Menit

Proses Kegiatan
1. Moderator/fasilitator membuka sesi dengan penjelasan
umum tentang materi sessi ini;
2. Narasumber/fasilitator menguraikan pokok-pokok
bahasan tentang materi sessi ini;
3. Dialog dan/atau klarifikasi;
4. Disksi kelompok, dan diskusi pleno membahas hasil
diskusi kelompok.

Sesi XII : GENERAL REVIEW


Tujuan Peserta memahami keterpaduan
antara keseluruhan materi yang
telah disampaikan, dapat
mereview materi-materi tersebut
sehingga mampu menemukan
pijakan setrategis dalam gerakan.
Pokok Bahasan 1. Substansi dari materi-materi
yang telah disampaikan
2. Unsur-unsur kesinambungan
antar materi yang telah
disampaikan
3. Urgensi PMII sebagai oranisasi
pergerakan dalam merespon
segala dinamika dalam konteks
lokal-nasional dan global.

Bahan-Bahan - Spidol/kapur tulis


- Papan tulis/kertas plano

lxviii
- Makalah / materi ceramah

Metode - Review keseluruhan materi


- Dialog (tanya jawab)
- Diskusi Kelompok
- Brain strorming

Waktu 90 Menit

Proses Kegiatan
1. Panitia/Fasilitator membuka sessi dengan meminta
tiap-tiap peserta untuk melakukan review materi-
materi dan mengevaluasi jalannya/proses pelatihan;
2. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk
menyatakan apakah harapan-harapannya terhadap
pelatihan yang dikemukakan pada saat bina suasana
tercapai;

Sesi X : RENCANA TINDAK LANJUT


Tujuan Peserta memahami PMII sebagai
organisasi gerakan sehingga
terbangun sense of movement
yang tentunya dengan dibekali
dengan pengetahuan dan
kemampuan praksis untuk
bergerak.

Pokok Bahasan 1. Identifikasi potensi,


bakat-minat dan
kecenderungan kader
2. Bentuk-bentuk
follow up
3. Kesepakatan
menagerial pengelolaan
follow up

Bahan-Bahan - Spidol/kapur
tulis
- Papan tulis/kertas plano

Metode - Dialog (tanya jawab)

lxix
- Brain strorming

Waktu 90 Menit

Proses Kegiatan
1. Fasilitator meminta tiap-tiap peserta untuk menyebutkan
hal-hal yang diperlukan/dilakukan untuk menindak-lanjuti
pelatihan ini;
2. Fasilitator mendorong agar terjadi kesepakatan antar
peserta tentang perlunya membuat agenda atau kegiatan
bersama sebagai tindak lanjut dari pelatihan ini;
3. Seluruh peserta menyepakati agenda bersama tindak lanjut
pelatihan.

Sesi XI : EVALUASI DAN PENUTUPAN


c. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dari pelatihan, untuk mengukur apakah
target, harapan dan kekhawatiran terpenuhi dan
terjadi selama proses PKD berlangsung. Hal ini akan
berguna sebagai masukan dan pertimbangan dalam
pelaksanaan pelatihan-pelatihan selanjutnya. Hal-
hal yang harus di evaluasi adalah mencakup
keseluruhan komponen yang terlibat dalam PKD, baik
metodologi pelatihan, peserta, panitia, fasilitator,
pembicara, tempat, serta fasilitas dan unsur-unsur
lain yang terlibat dalam pelatihan.
d. Penutupan
Penutupan harus dilaksanakan untuk
membangun kedisiplinan bersama di PMII karena
penutupan adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan
dalam metodologi pelatihan.

5. Follow Up
Follow Up harus dilakukan sebagai satu pilihan untuk
meneguhkan komitmen PMII sebagai organisasi gerakan serta
untuk membangun kesinambungan antar kader dan tetap berjalan
sebagaimana kesepakatan dalam pembahasan follow up di PKD.
Selain itu juga sebagai media untuk melakukan pendalaman
materi dan mempraktekkan materi-materi yang didapatkan
selama pelatihan. Dalam Follow Up berbentuk kelompok-

lxx
kelompok kecil (small group) yang beranggotakan antara 5-10
orang agar memudahkan fasilitator untuk melakukan
pendampingan secara intensif. Pengelolaan dan managerial small
group ini harus diserahkan langsung kepada peserta sebagai
media untuk uji coba terhadap keseriusan dan tanggung jawab
baik dalam konteks pribadi maupun organisasi.
Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan sebagai follow up
PKD yang memungkinkan juga sebagai bentuk uji coba terhadap
small group:
1. Kegiatan-kegiatan insidental, seperti :
a. Bakti sosial
b. Penyikapan terhadap isu-isu di kampus
c. Dll
2. Berbagai pelatihan-pelatihan
Pelatihan-pelatihan ini akan dibahas dalam
pembahasan selanjutnya.

lxxi
III. PELATIHAN KADER LANJUT (PKL)

1. Pengertian
Pelatihan Kader Lanjut (PKL) merupakan tahapan perkaderan
formal basic tingkat ketiga dalam jenjang pengkaderan formal
di PMII. Pada fase ini peserta PKL sudah tidak lagi
memperdepatkan mengenai persoalan doktrin, manajerial
keorganisasian, karena itu pelatihan ini di orientasikan pada
pembangunan dan penguatan pengetahuan yang akan menopang
pilihan-pilihan gerakan PMII untuk masa sekarang dan masa
depan yang berangkat dari pembacaan realiatas secara obyektif.
2. Model Pendekatan
Karena persoalan majerial ke-organisasian yang sudah tuntas,
dengan bekal pemahaman keyakinan terhadap organisasi dan
nilai-nilai maka pendekatan pendekatan yang digunakan lebih
banyak menggunakan brainstorming dan study kasus. Hal ini
sangat strategis untuk menyiapkan kader agar mampu
memahami betul mengenai realitas masyarakat dan ke-
Indonesiaan yang benar-benar obyektif dan membekali kader
dengan pengetahuan sebagai alat analisa serta berbagai
kemampuan/skill tertentu sehingga mampu berkompetisi
dengan elemen-elemen gerakan yang lain, sebagai upaya agar
tetap survive serta memenangkan kompetisi. Sehingga
pengetahuan dan pengalaman masing-masing peserta akan
sangat signifikan dalam menentukan metodologi pelatihan.
3. Kegiatan Pra PKL
Kegiatan ini dilakukan sebagai tahapan awal untuk melakukan
rekruitmen dan seleksi terhadap para calon peserta PKL yang
kemudian disebut dengan screening. Dalam screening ini
metode yang digunakan adalah dengan alat bantu makalah dan
wawancara. Sehingga para calon peserta diwajibkan untuk
membuat makalah dengan dengan tema-tema tertentu dan
mempresentasikannya dihadapan Tim khusus yang dibentuk oleh
kepanitiaan PKD.

lxxii
4. Gambaran Umum Alur Pelatihan

Realitas
Masyarakat (1)

Faktor-faktor Kesadaran Pergerakan


Perubahan di PMII (3)
Indonesia (2)

Format, strategi taktik Konsep gerakan PMII (4)


gerakan PMII (5)

Kebutuhan Skill (6)

OUTPUT :
KADER MILITAN (KAMIL) PMII

5. Tujuan Dan Alat Analisa Materi PKL

lxxiii
(1) Realitas masyarakat kontemporer
 Peta Geopolitik-geoekonomi Alat bantu analisis :
internasional dan dampaknya terhadap Teori Geopolitik
negara ketiga dan Indonesia Teori Geoekonomi
 Pengaruh Konstelasi geopolitik thd Neoliberalisme
wacana dan isu yang dikembangkan di Sejarah pergerakan sosial dunia
Indonesia dan Indonesia
 Sejarah perkembangan Social Movement  Teori-teori negara
dunia dan pengaruhnya terhadap  Teori-teori civil society
Indonesia  Kohesi
Alatantar negara
bantu analisis :
 Pemahaman terhadap relasi negara dan 
masyarakat kontemporer (from civil  sejarah gerak sirkulasi uang
society to Global civil society ?)  sejarah pergerakan muslim Indonesia
 sejarah gerakan marhaen
(2) Faktor-faktor yang berpengaruh  analisis dan sejarah perkembangan
terhadap media
perubahan di Indonesia
 Memahami faktor-faktor gerak
 sejarah militer Indonesia
sejarah perubahan di Indonesia
 Memahami prasyarat-prasyarat Alat bantu analisis :
perubahan di Indonesia  Kritik Wacana Agama
 Sejarah faham kebangsaan (nation)
(3) Realitas internal PMII  Sejarah gerakan mahasiswa
 PMII memahami “Islam” (Wacana Agama) Indonesia
 PMII memahami “Indonesia” (makna  konsep pergerakan
keindonesiaan)  Leader Ship
 PMII memahami “Mahasiswa” (peran dan
bargaining gerakan mahasiswa Indonesia.)
Alat bantu analisis :
 PMII memahami “Pergerakan”
 NDP PMII
(makna,peran dan alat pergerakan)
 Paradigma
 Strategi pengkaderan PMII
(4) Konsep pergerakan PMII
 Pemaknaan transendensi-kritis-dialektis- Alat bantu analisis :
transformatif  Pengertian intelektual-organik &
 Pemaknaan fase, tipologi kader dan intelek. intelejen (kamil ???)
distribusi kader (kamil?)  Gerakan distribusi
 Pemaknaan kader dan alumni  Pengertian tentang kekuasaan
 Pengertian gerakan Struktural-Kultural
5) Format, strategi dan taktik gerakan PMII
 Pengertian strategi “free market of
 Format ideal gerakan PMII (organ kader &
ideas” & ger. Advokasi
organ pergerakan
 Pengertian kawan-lawan
 Merumuskan strategi dan taktik PMII
 Pengertian taktik aliansi strategis &
taktis
6) Skill yang dibutuhkan
(alternatif)  Konsep tentang Community Organizer
 Mengorganisir masyarakat (CO)  Teori-teori tentang analisis
 menganalisis wacana/issu issu/wacana
 menganalisis media  Teori tentang analisis media
 Lobby dan jaringan
lxxiv Konsep lobby dan jaringan
5. Kurikulum
6.

Sesi Wakt Materi Pokok Bahasan Metode Bahan-


u Bahan
I 600 Geopolitik 1.Peta geopolitik-ekonomi 1. Ceramah/pre 1. Spidol/
menit -ekonomi internasional dan sentasi kapur
dampaknya terhadap 2.Dialog (tanya tulis
negara ketiga dan Indonesia jawab) 2. Papan
2.Pengaruh konstelasi 3.Diskusi tulis/
geopolitik-ekonomi Kelompok kertas
terhadap isu dan diskursus 4.Study Kasus plano
yang berkembang 3. Makalah
3.Faktor-faktor yang / materi
mempengaruhi geopolitik- ceramah
geoekonomi dunia
II 180 Sejarah 1.Alur sejarah dan varian 1.Ceramah/prese 1. Spidol
menit masyaraka gerakan sosial-politik di ntasi /kapur
t dan dunia dan Indonesia 2.Dialog (tanya tulis
social 2.Watak dan nalar jawab) 2. Papan
movement masyarakat dunia dan 3.Diskusi tulis/ker
dunia dan Indonesia Kelompok tas plano
Indonesia 3.Sosiologi-Antropologi 4.Study Kasus 3. Makalah
masyarakat / materi
ceramah
III 180 Relasi 1.Alur teoretik konsep negara 1.Ceramah/prese 1. Spidol/k
menit negara- (state) dan masyarakat ntasi apur
masyaraka (civil society)dulu hingga 2.Dialog (tanya tulis
t Dan kini jawab) 2. Papan
Relasi 2.Alur relsasi negara- 3.Diskusi tulis/ker
Kuasa masyarakat dalam konteks Kelompok tas plano
relasi kuasa 4.Study Kasus 3. Makalah
3.Imbasnya terhadap / materi
Indonesia ceramah
IV 120 Faktor- 1.Faktor-faktor penting gerak 1.Ceramah/prese 1. Spidol/k
menit faktor dan sejarah perubahan di ntasi apur
prasyarat Indonesia 2.Dialog (tanya tulis
perubahan 2.Prasyarat-prasyarat jawab) 2. Papan
di perubahan di Indonesia 3.Diskusi tulis/ker
Indonesia Kelompok tas plano
4.Study Kasus 3. Makalah
/ materi
ceramah
V 180 Kritik 1.Teks, konteks dan relasi 1.Ceramah/prese 1. Spidol/k
menit Wacana kuasa ntasi apur
Agama 2.kritik terhadap tafsir, teks 2.Dialog (tanya tulis

lxxv
yang pro statusquo jawab) 2. Papan
3.Kritik teks bias jender 3.Diskusi tulis/ker
4.Wacana agama yang kritis- Kelompok tas plano
transformatif ala Hassan, 4.Study Kasus 3. Makalah
an-naim, Ashghar, Arkoun, / materi
al-jabiri dll ceramah
VI 180 Peta 1.Peta gerakan revivalisme, 1.Ceramah/prese 1. Papan
menit pemikiran modernisme, ntasi tulis/ker
dan tradisionalisme, 2.Dialog (tanya tas plano
gerakan posttradisionalisme dan jawab) 2. Makalah
Islam Islam liberal 3.Diskusi / materi
Kelompok ceramah
4.Study Kasus

VII 120 Membedah 1.PMII dan ideologi PMII 1.Ceramah/prese 1. Spidol/k


menit “PMII” (transendensi, berfikir ntasi apur
perspektif kritis, dialektis, 2.Dialog (tanya tulis
ideologi transformatif dll.) jawab) 2. Papan
3.Diskusi tulis/ker
Kelompok tas plano
4.Study Kasus

VIII 120 Membedah 1.-Kekuatan dan kelemahan 1.Ceramah/prese 1. Papan


menit “PMII” PMII (manajerial, model ntasi tulis/ker
perspektif relasi struktur, jaringan, 2.Dialog (tanya tas plano
organisasi dana dll) jawab) 2. Makalah
2.Leader ship 3.Diskusi / materi
3.Kepemimpinan gerakan Kelompok ceramah
4. 4.Study Kasus

IX 120 Membedah 1.Kekuatan dan kelemahan 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka


menit “PMII” PMII dalam kaderisasi entasi pur tulis
perspektif 2.Citra diri kader PMII 2.Dialog (tanya 2. Papan
kaderisasi 3.Fase-fase pengkaderan dan jawab) tulis/kert
tipologi kader 3.Diskusi as plano
4.Relasi kader dan alumni Kelompok 3. Makalah /
5.Tantangan ke depan 4.Study Kasus materi
berkaitan dengan kaderisasi ceramah
X 150 Membedah 1.Kesadaran “PMII” tentang 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit “PMII” orientasi gerakan PMII entasi pur tulis
perspektif 2.Posisi tawar PMII di medan 2.Dialog (tanya 2. Papan
format, pergerakan jawab) tulis/kert
strategi 3.PMII dalam 3.Diskusi as plano
dan taktik relasi“kekuasaan” Kelompok 3. Makalah /
pergerakan 4.Format ideal gerakan PMII 4.Study Kasus materi
kultural-struktural (?) ceramah

lxxvi
5.Strategi dan taktik gerakan
PMII ( kesadaran relasi
kawan-lawan, aliansi
taktis-strategis)
XI 120 Membedah 1.Perilaku kepemimpinan di 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit “PMII” PMII kelemahan dan entasi pur tulis
perspektif kekuatan 2.Dialog (tanya 2. Papan
kepemimpi 2.Citra diri pemimpin PMII jawab) tulis/kert
nan 3.Diskusi as plano
Kelompok 3. Makalah /
4.Study Kasus materi
ceramah
XII 150 Communit 1.Urgensi dan tujuan CO 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit y 2.Planning pengorganisasian entasi pur tulis
organizing 3.Membangun basis 2.Dialog (tanya 2. Papan
4.Kerangka (setrategis, jawab) tulis/kert
teknis, taktis) 3.Diskusi as plano
pengorganisasian Kelompok 3. Makalah /
masyarakat bagi 4.Study Kasus materi
pengembangan organisasi. ceramah
XIII 120 Analisis 1.Konstruksi antara need, 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit Issu interest, positioning, entasi pur tulis
action dan issu 2.Dialog (tanya 2. Papan
2.Strategi pengemasan issu jawab) tulis/kert
dalam perebutan wacana 3.Diskusi as plano
publik Kelompok 3. Makalah /
4.Study Kasus materi
ceramah
XIV 150 Analisis 1.Teknik menganalisis 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit wacana teks/wacana entasi pur tulis
2.Wacana sebagai bagian 2.Dialog (tanya 2. Papan
gerakan jawab) tulis/kert
3.Diskusi as plano
Kelompok 3. Makalah /
4.Study Kasus materi
ceramah
XV 120 Analisis 1.Pejarah dan perkembangan 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit Media perang media di Indonesia entasi pur tulis
2.Teknik menganalisis media 2.Dialog (tanya 2. Papan
3.Peranan media dalam jawab) tulis/kert
membangun watak dan 3.Diskusi as plano
nalar masyarakat Kelompok 3. Makalah /
4.Study Kasus materi
ceramah
XVI 120 Lobby dan 1.Teknik lobby 1.Ceramah/pres 1. Spidol/ka
menit Jaringan 2.Teknik membangun dan entasi pur tulis

lxxvii
menjaga jaringan 2.Dialog (tanya 2. Papan
jawab) tulis/kert
3.Diskusi as plano
Kelompok 3. Makalah /
4.Study Kasus materi
ceramah
XVII 120 General 1.Substansi dari materi-materi 1.Dialog (tanya 1. Spidol/ka
menit Review yang telah disampaikan jawab) pur tulis
2.Unsur-unsur kesinambungan 2.Diskusi 2. Papan
antar materi yang telah Kelompok tulis/kert
disampaikan as plano
3.Urgensi stratak PMII sebagai
dan posisioningnya dalam
konteks ke-Indonesiaan dan
global.

XIII 60 RTL 1.Identifikasi potensi, bakat- 1.Dialog (tanya 1. Spidol/ka


Menit minat dan kecenderungan jawab) pur tulis
kader 2.Diskusi 2. Papan
2.Bentuk-bentuk follow up Kelompok tulis/kert
3.Kesepakatan menagerial as plano
pengelolaan follow up
XIV 60 Evaluasi - - -
menit Dan
Penutupan

7. Follow Up
Follow Up harus dilakukan sebagai pilihan stratak dan pilihan
positioning PMII sebagai organisasi gerakan dalan konteks ke Indonesiaan
dan global, serta untuk membangun infrastruktur penguasaan medan
gerakan PMII sekarang maupun kedepan dengan prinsip distribusi kader di
semua lini.
Follow up yang dilaksanakan pasca PKL adalah terbentuknya
komunitas alumni PKL yang bertujuan untuk :
- Melakukan pendiskusian dan pendalaman atas materi-
materi PKL agar terjadi kesepahaman pengetahuan
bersama
- Mencari ruang implementasi dilapanagan sebagai try out
atas stratak gerakan PMII sesuai dengan kecenderungan
masing-masing
- Sebagai wahana untuk melakukan refleksi atas try out
stratak di lapangan
*************

lxxviii
PENGKADERAN NON FORMAL DAN INFORMAL

Sistem pengkaderan PMII selain mengenal pengkaderan formal


basic juga mengenal pengkaderan non-formal dan informal. Sistem
pengkaderan yang selama ini dilakukan oleh PMII baik formal, non-formal
dan informal, sebagian besar hanya berorientasi untuk mengembangkan
kapasitas kader agar mampu mengisi ruang-ruang yang ada di PMII baik
struktural maupun kultural berdasarkan dengan pemetaan dan
kecenderungan kader serta mainstream besar PMII. Dengan Pola dan
sistem pengkaderan seperti ini, akan terjadi banyak penumpukan kader
di dalam tanpa ada upaya setrategis untuk melakuakn pembagian medan
dan distribusi kader. Sehingga didalam PMII mempunyai kecenderungan
terjadinya perebutan medan sesama kader. (SMS : Sahabat Makan
Sahabat).
Pendidikan dan pelatihan non-formal maupun informal perlu
dilakukan dan menjadi setrategis karena sebagai wahana untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan kader pada aras pengembangan
kapasitas, skill pribadi (sesuai dengan kecenderungan dan keahlian
fakultatif kader) serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi yang
tidak hanya berorientasi untuk mengisi ruang-ruang kosong PMII
(struktural dan kultural) tetapi harus dengan cara pandang ke depan
dalam wilayah yang lebih besar dan setrategis. Sehingga pendidikan dan
pelatihan ini harus, juga harus mampu memberikan ruang akselerasi
kader diluar keluarga besar NU, yang tentunya berangkat dari pemetaan
terhadap kelompok-kelompok setrategis. Dengan pola ini diharapkan PMII
mampu berperan dalam melakukan distribusi kader di semua lini.

A. KADERISASI INFORMAL
Dasar filosofi mengenai urgensinya kaderisasi informal ini
adalah adanya keresahan bersama dalam keluarga besar PMII
tentang adanya penurunan kwantitas kader secara sistematis.
Sehingga terjadi ketidak seimbangan antara rekruitmen kader
dengan output yang dihasilkan dari PMII.

MAPABA

PKD

PKL

RUANG KOSONG

Dari gambar tersebut di atas, bisa bisa melihat bahwa dari proses
pengkaderan formal basic yang dialakukan oleh PMII (Mapaba, PKD

lxxix
dan PKL) terjadi penurunan kwantitas kader. Indikator yang
mungkin bisa di jadikan sebagai ukuran adalah terjadinya
penurunan jumlah peserta pelatihan, dari Mapaba, PKD dan
PKL.Padahal idealnya adalah tetap terjadinya kontinyuitas
pengkaderan badik dari sisi jumlah maupun kapasitas kader secara
sistematis, sebagaimana idealnya yang tergambar dalam ruang-
ruang kosong tersebut.
Maka pengkaderan informal lebih diorientasikan untuk menjaga
ritme pengkaderan PMII (kwantitas dan kapasitas) dengan mengisi
ruang-ruang kosong (lihat gambar di atas) sehingga mampu terjadi
keseimbangan antara input dengan out put kader juga
kesinambungan terhadap kerja-kerja besar PMII untuk
melaksanakan kaderisasi serta mendistribusikan kader di semua
lini.
Beberapa kegiatan pengkaderan informal antara lain :

No Bentuk Orientasi Jenis Kegiatan


1 Pra 1. Untuk sosialisasi dan 1. Bimbingan test masuk
Mapaba memperkenalkan tahap perguruan tinggi
awal keberaaan PMII 2. Penyebaran selebaran
2. Perekrutan kader , buletin dan pamflet
2 Small 1. Untuk melakukan 1. Diskusi
Group internalisasi nilai dan
ideologi 2. Bedah buku
2. Pendalaman materi dan
meningkatkan kapasitas Nb : Kegiatan ini bisa
keilmuan dan dilaksanakan pada
pengetahuan kegiatan-kegiatan
3. Ruang dan wahana untuk Follow Up pasca
melakukan refleksi dan pengkaderan formal
evaluasi bersama (Mapaba, PKD dan PKL)
4. Terbentuknya
komunitas-komunitas
kecil di PMII yang akan
melakukan pengkajian
dan merespon berbagai
perkembangan dan isue-
isue yang terjadi, baik
lokal, nasional maupun
global
3 Aksi-Aksi 1. Untuk meneguhkan 1. Bakti sosial
Sosial komitmen dan visi 2. Live In
kerakyatan PMII 3. Bazar
2. Ruang aktualisasi kader-
kader PMII di lapangan
lxxx
3. Merebut simpati massa
4 Struktur 1. Terbangunya ikatan 1. Silaturahmi
Kekeluar emosional antara kader 2. Tadabur alam
gaan PMII maupun dengan 3. Study tour
pengurus 4. Study banding
2. Terbangunya
kebersamaan yang kuat
5 Politik 1. Mencari dan membuka 1. Pelibatan kader dalam
Distribusi ruang baru untuk kepanitiaan kegiatan
Kader pendistribusian kader 2. Mendidtribusikan
2. Merebut kepemimpinan kader pada kelompok-
seperti kepemimpinan di kelompok setrategis di
kampus kampus dan lainnya
3. Media pembelajaran
kader
4. - Terciptanya kantong-
kantong massa
mahasiswa
6 Dll - -

B. Kaderisasi Non-Formal
Kaderisasi Non-Formal lebih di tujukan untuk memenuhi dan
menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan kader, seperti pengembangan
diri, skill dal lain-lain. Sehingga perlu di desain agar kaderisasi non-
formal yang dilakukan benar-benar berangkat dari hasil pemetaan
terhadap bakat-minat dan kecenderungan kader. Hal ini menjadi
setrategis, karena sebagai proses dan tahapan awal untuk mencari
medan dan mendistribusikan kader pasca PMII.
Pada fase ini, kaderisasi juga di rancang untuk melakukan
pembacaan terhadap statak gerakan PMII sekarang dan ke depan,
sebagai upaya untuk mencari posisioning PMII, yang keberadaanya
sudah tidak bisa dipisahkan dari persoalan sejarah masa lalu serta
dinamika nasional dan global.
Beberapa bentuk kagiatan dari kaderisasi non-formal adalah :

No Kegiatan Orientasi Output Dan Out Come Pelaksan


aan
1 Palatihan 1. Memberikan 1. Kader memahami prinsip Pasca
Ke-Islaman pemahaman tentang, dan nilai-nilai Mapaba
prinsip dan nilai-nilai universalitas Islam / Pasca
universalitas Islam 2. Kader memiliki PKD
2. Mencapai keseimbangan pemahaman atas
pemahaman tentang pluralitas agama
Islam antara kampus 3. Toleransi sesama dan
agama dan kampus antar umat beragama

lxxxi
umum
2 Pelatihan 1. Memiliki kepampuan 1. Kader mampu menulis Pasca
Bahasa terhadap bahasa- dan berbicara bahasa Mapaba
Asing bahasa asing asing / Pasca
2. Kader yang siap PKD atau
berkompetisi dengan Pasca
organisasi dan lembaga- PKL
lembaga lain
3 Pelatihan 1. Memberikan 1. Kader mampu melakukan Pasca
Administra pemahaman atas managerial organisasi Mapaba
si dan administrasi, 2. Adanya rasa dan / Pasca
Manajeme keorganisasian dan penghargaan terhadap PKD
n managerial organisasi administrasi dan
2. Mampu menutupi manajemen
kelemahan-kelemahan keorganisasian
administrasi di PMII
yang merupakan
masalah klasik PMII
4 Pelatihan 1. Agar kader memuliki 1. Kader yang mampu Pasca
Jurnalistik pemahaman tentang membaca realitas media Mapaba
jurnalisme dan maenstream besar / Pasca
2. Agar mampu membaca media dan jurnalisme PKD
logika dan nalar media 2. Mempunyai media publik
yang bisa diakses oleh
kader dan masyarakat
sebagai sebagai upaya
untuk ikut membangun
dan menguasai opini
publik
5 Kursus 1. Membangun 1. Memiliki pemahamahan Pasca
Politik pengetahuan dan yang memadai tentang PKD atau
HAM dan prinsip-prinsip politik, politik; HAM dan Pasca
Demokrasi HAM dan Demokrasi Demokrasi PKL
2. Membedakan dan 2. Mengetahui relasi politik
memahami nalar dan dan kekuasaan
logika politik 3. Mengetahui tentang etika
3. Mampu menguasai atau politik dan kekuasaan
mengambil 4. Mengenal, menyadari dan
kepemimpinan memahami hak-hak
kelompok-kelompok politiknya sebagai warga
setrategis baik negara
dikampus maupun di 5. Mampu membedakan
gerakan antara praktik politik
yang etis dan distorsi
dalam politik

lxxxii
6 Pelatihan 1. Mampu membaca dan 1. Memiliki wawasan yang Pasca
Analisa menganalisa siyuasi memadai tentang konsep PKD atau
Sosial sosial baik yang terjadi analisis sosial dan Pasca
di lokal, nasional kelompok strategis PKL
maupun globa 2. Memahami model-
2. Pembacaan yang model, fungsi, prinsip-
diharapkan mampu prinsip, dan langkah-
memberikan input langkah analisis sosial,
terhadap stratak PMII terutama untuk melakukan
untuk menempatkan pemetaan (poleksosbud)
posisioning PMII kelompok strategis di
masyarakat lokal
3. Memiliki kesadaran
kritis dan kepekaan tinggi
terhadap gejala perubahan
sosial yang terjadi di
masyarakat di mana dia
berada (tingkat lokal)

7 Pelatihan 1. Meneguhkan komitmen 1. Mampu melakukan Pasca


Advokasi visi kerakyatan PMII Advokasi PKD atau
(Buruh, 2. Memahami Advokasi 2. Bisa melakukan Pasca
Nelayan, (Buruh, Nelayan, pendampingan terhadap PKL
KMK, Petani, KMK, Kebijakan masyarakat
Lingkungan Publik, Lingkungan dll)
, Petani,
kebijakan
publik dll)

8 Pelatihan 1. Bisa melakukan 1. Miliki wawasan yang Pasca


CO pengorganisasian di memadai tentang konsep PKD atau
masyarakat pengorganisasian Pasca
masyarakat; PKL
2. Memahami fungsi,
prinsip-prinsip, model-
model pendekatan dan
langkah-langkah dalam
melakukan
pengorganisasian
masyarakat;

9 Manajeme 1. Mampu melakukan 1. mengetahui konsepsi Pasca


n komunikasi yang dan arti penting retorika, Mapaba
Komunikasi sistematis dan efektif manajemen issues dan / Pasca
2. Menguasai dan jaringan informasi strategis PKD
membangun opini di (JIS);

lxxxiii
masyarakat 2. Tembangunnya opini
3. Terbangunnya jaringan publik;
setrategis
10 Sekolah 1. Membangun kembali 1. Memiliki pemahaman Pasca
Filsafat citra PMII sebagai yang memadai tentang Mapaba
Dan Teori– kelompok intelektual konsepsi dasar ideologi, / Pasca
Teori 2. Menjadikan landasan filsafat dan teori-teori PKD
Sosial filsafat dan teori sosial sosial lainnya
dalam merumuskan
stratk PMII
11 Pendidikan 1. Membuka ruang baru 1. Terbentuknya kemunitas Pasca
Seni dan bagi PMII seni dan budaya di PMII Mapaba
Budaya 2. Memenuhi kebutuhan- seperti kelompok teater, / Pasca
kebutuhan kader yang rebana dll PKD
konsen terhadap dunia
seni dan budaya
12 Pelatihan 1. Membangun kesetaraan 1. Pengakuan terhadap hak, Pasca
Gender Gender ruang dan partisipasi Mapaba
perempuan / Pasca
PKD
13 Pelatihan 1. Menutupi dan mengisi 1. Peran dan andil PMII Pasca
Metodologi ruang-ruang kosong PMII dalam melakukan Mapaba
penelitian khususnya mengenai penelitian-penelitian / Pasca
metodologi penelitian sebagai alat bantu dalam PKD atau
malaukan analisa dan Pasca
merumuskan stratk PKL
14 Pelatihan 1. Terjadinya regenerasi 1. Adanya instruktur- Pasca
Kefasilitat 2. Terorganisirnya instruktur yang handal Mapaba
oran pelatihan-pelatihan di dan memenuhi / Pasca
PMII kualifuikasi PKD
3. Tercapainya target-
target pelatihan dan
pendidikan lainnya
15 Petatihan- 1. PMII memiliki kader- 1. Kader yang ahli dalam Pasca
pelatihan kader yang ahli disiplin ilmu dan skill Mapaba
fakultatif terhadap disiplin dan tertentu, seperti ekonomi, / Pasca
skill tertentu hukum, teknik, PKD atau
2. Untuk mempersiapkan kewirausahaan dll Pasca
distribusi kader PKL
16 Dll - - -

lxxxiv

Anda mungkin juga menyukai