Anda di halaman 1dari 11
PN | Aplikasi Bioteknologi pada Kultur Invitro Mangga (Mangifera indica 1.) ‘An applying biotechnology within mango culture in vitro is very useful to propagate mango micro plant, preserve germ-plasm, and improve plant genes through genetic engineering. The obstacle of mango culture in vitro has not been found an efficient method to produce mango plantlet, but somatic embryogenesis contribute to produce mango seed. To avoid browning and callus induction is the first most important step of ‘mango somatic embryogenesis. The research findings indicates B-5 media within adding cinetin 1.2 and 3 mg/l produces embryogenesis and noduled callus compact is more than MS media with the same additional cinetin. Embryo somatic can induce in B-5 media within the extra zeatin 0.25, 0.50, 0.75, and 1.0 ‘angga (Mangifera indica L.) merupakan sa- Jah satu buah tropis yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satti komo- diti unggulan Indonesia untuk eksport, oleh Karena itu melalui Program Riset Unggulan Stategis Nasional (RUSNAS) komoditi manga akan terus ditingkatkan kualitasnya. Ragam varietas mangga yang ada di Indonesia sekitar 620 varietas yang merupakan sumber plasma ‘nutfah sangat besa’ dan 302 varietas telah dik- oleksikan di kebun mangga Instalasi Penerapan dan Pengkajian Teknologi (PIP) Cukurgon- dang-Pasuruan yong merupakan Instalasi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Karangploso Malang, sedangkan varietas ung- gul mangga yaitu Arumanis, Gadung dan Ma- nalagi. Jawa Timur merupakan pemasok utama pasar nasional buah mangga sebesar 37 %. Pusat produksi utama adalah Kabupaten pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Gresik dan Mojokerto Anonim, 2000,, Purnomo dik, 1995,, Suharjo Ak, 2000). Aplikasi bioteknologi pada kultur in vitro mangga antara lain berguna untuk propagasi dan perbaikan tanaman. Pada kultur in vitro perbanyakan tanaman dapat dilakukan melalui ‘ga cara yaitu pembentukan tunas vegetatif, proleferasi tunas lateral dan embriogenesis so- tik. Aplikasi embrio somatik disamping un- suk propagasi mikro juga untuk menduckung »gram perbaikan tanaman. Untuk reRayasa enetik, embrio somatik lebih disukai karena naman dapat berasal dari satu sel, sehingga kan memberikan kepastian hasil yang tinggi dengan mengurangi terjadinya "Khimera’. Un uk penyimpanan baik jangka pendek maupun angka panjang. Embrio somatik dianggap me- rupakan bahan tanam yang ideal, karena bila siregenerasikan dapat langsung membentuk bi- Dewasa in! embrio somatik mendapatkan >erhatian besar di bidang bioteknologi tanam- Jornal iimiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2007 an, Karena dapat membantu rekayasa tanaman transgenik maupun untuk mendapatkan benih sintetik (Kawahara ef al, 1992, Atree and Fowke 1995, Kim et a. 1999,, Mariska (1997) ). Keberha silan dalam embriogenesis somatik ini akan di- capai bila kalus atau sel yang digunakan bersifat embrigenik ’ Kultur j tuk mengisolasi ba; vitro merupakan suatu teknik un- an tanaman seperti organ, jaringan kumpylan sel, sel tunggal dan proto- plasma dalam kandisi aseptik dan menumbuh- kan bagian tanaman tersebut dalam media sin- tetik pengatur tumbuh, dalam lingkungan fisik yang, yang kaya nutrisi dan mengandung zat terkendali sehingga bagian tanamgn tersebut akan memperbanvak diri dan beregenetasi se~ hingga diperoleh tanaman leng! 1995). Kultur in vitro akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenu- hi seperti pemilihan dan isolasi eksplan, peng- sug sesuual Kondis lingkus p (Gunawan, gunaan media y kultur yang optimal dan keadaan yang aseptik. Perbaikan tanaman mangga melalui rekaya- sa genetik dan propagasi mikro d sknk kultur in vitro di Indonesia hingga saat ini ma- sih dalam taraf penelitian awal dan belum ada laporan yang berhasil sampai tahap regenerasi tanaman, namun baru pada embriogenesis so- matik(Husen, 2000). Inisiasi kalus dilaporkan oleh Karsinah et. a? (1993), Warkoyodan Husen (1998) melalui eksplan kotiledon yang dinduk- si pada media MS + 2,4D 1 ppm, namun kuali- tas kalus tidak memuaskan dan hasilnya hanya 35, Sbserta masih tingginya browning, Keberha- embentukan embriogenesis somatik san- gat dipengaruhi oleh media tumbuh dan kon- sentrasi zat pengatur tumbuh (Bhozwani dan Razdan, 1983,, Monier, 1990,, Brown, 1990. Lizt et a, 1997). Beberapa kendala dalam penelitian 0 manga diantaranya adalalah tingginya browning, daya meristematik tanam- silan Kultur in 65 an yang rendah dan hilangnya potensial morfo- genetik(Senawai et al. 1998). Tulisan ini merupakan kajfan dari hasil-hasil ppenelitian kultur in vitro mangga dan kendala yang dihadapi seperti browning dibahas dalam tulisan ini, kemudian kultur kalus dan laporan. hasil yang dilakukan oleh penulis tentang prole- ferasi kalus dan pola pembentukan nodul pada -mangga serta’induksi embriogenesis somatik dengan menggunakan zeatin. Pencegahan Browning pada Kultur In Vitro Mangga Proses browning (pencoklatan) bahan tanam terjadi karena proses oksidasi senyawa fenol pada jaringan tanaman yang mengalami pelu- kkaan, proses ini memerlukan adanya enzim fe- nol oksidase dan oksigen bebas yang berhubu- ngan langsung dengan substrat. Enzim yang dapat mengkatalisis oksidasi pada proses pen- coklatan meliputi fenol oksidase, politenol oksi- dase, fenolase atau polifenolase, masing-masing enzith tersebut spesifik pada substrat tertentu. Selama proses oksidasi reduksi, senyawa hic droksil dioksidasi menjadi airdansenyawa qui- non . Warna coklat pada kalus tanaman kopi akibat terbentuknya senyawa quinon, senyawa ini bersifat toksit dan menghambat pertumbuh- an sel tanaman(Mariska, 1989., Winarno, 1984., ‘Monaco at ul, 1989)Khusus pada propagasi ta- naman mangga Raghuvansi & Srivastava(1995) melaporkan bahwa kecepatan aktivitas enzim oksidasi selama pemotongan eksplan merupa- kan faktor penghambat karena menyebakan ke- ‘matian pada jaringan yang dikulturkan. Upaya pencegahan browning pada mangga telah laporkan oleh Soekmayadi dan Meldia (1995) dengan eksplan kotiledon yang diper- lakukan dengan membersihkan eksplan pada ‘air mengalir selam 24 jam kemudian direndam_ dalam laruitan antioksidan 1-2 g/1 asam askor- 66 batditambah 1-2g/Lasamsitrat.hasil penelitian menunjuklean hahwa pencoklatan dapat diku- rangi dengan perendaman eksplan dalam 2gr/1 asam askorbat +2 gr/lasam sitrat dan pengkul- turan pada media 1/2 MSO serta inkubasi di- ruang gelap. Sistein juga merupakan antioksi- dan yang dapat menekan pencoklatan pada eksplan empulur mangga Arumanis yaitu de- ngan konsentrasi 150 mg/1 dan asam askorbat 2,5 g/l dengan perenclaman 20 menit (Husen, 1997). Perlakuan awal pada eksplan dengan meng- gunakan kultur cair yang digojok dapat mengu- rangi tingkat oksidasi fenol dan metode ini yang lebih efektif dari upaya pencegahan browning yang telah dilakukan. Raghuvanshi can Srivas- tava (1995) menggunakan empat metode untuk ‘menekan browning a) eksplan tidak diperlaku- kan, b) Digojok pad media MS cair + 0, 05 PVP dengan kecepatan 75 rpmselama 4, 8 dan 24 jam dan diganti dengan interval 2jam sekalie)dogo- jok dengn disubkultur 12, 24 dan 48 jam d)digo- jok pada media MS + 0, 1%ePVP dan arang aktif 1% arang aktif selam 12, 24 dan 48 jam. Hasil penelitian menunjukkan eksplan yang tidak di- perlakukan tidak dapat bertahan hidup, eks- plan pada media cair yang digojok selama 4, 8, 12dan 24 jam memiliki ketahanan hidup bert rutturut 5, 18, 36 dan 25%. untuk subkultur eksplan pada media agar setelah 12, 24 dan 48 jam memiliki ketahanan hidup 20, 10 dan 15%, hanya 2 % eksplan pada media PVP dengan penambahan arang aktif Kultur Kalus Mangga Regenerasi tanaman mangga melalui Kultur invitro sulit dilakukan dengan organogenesi Jangsung, penelitian yang telah dilaporkan baru melalui embriogenesi somatik oleh karena itu induksi kalus merupakan langkah awal untuk menghasilkan inokulum yang dapat dinduksi Jurnal limiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 er arm menjadi embrio somatik schingga pada per- kembangan berikutnya akan diregenerasikan menjadi planiet. Pertumbuhan kalus dalam kultur jaringan melibatkan hubungan yang komplek antara ba~ han tanam (eksplan) yang digunakan, kompo- sisi media, zat pengatur tumbuh dan kondisi Jingkungan kultur selama inkubasi. Kalusdapat diinisiasi hampir pada semua organ tanaman tetapi organ yang berbeda menunjukkan kece- patan pertumbuhan sel yang beda, bagian tana ‘man seperti embrio muda, hipokotil dan batang muda merupakan bagian yang mudah tin dedi- ferensiasi dan menghasilkan kalus. Pada mang- ga eksplan yang telah digunakan yaitu tunas ketiak daun, mata tunas, empulur, daun muda, kotiledon dan nusellus, namun yang sangat po- tensial untuk membentuk kalus adalah nusellus dan kotiledon (tabel 1. ) komposisi yang digu- nakan MS, 1/2 MS, B-5, BZ, WPM dan Nich & White dengan zat pengatur tumbuh yang paling, efoktif untuk induksi kalus 2, 4 D. Penelitian Proliferasi Kalus dan Pembentukan Nodul Kajian proliferasi kalus dan pemben- tetap diinokulasikan pada media B-5 selanjut- nya pada kedua media tersebut ditambahkan zat pengatur tumbuh kinetin dengan konsen- trasi 1, 2 dan 3 mg/l Hasil_pengamatan menunjukkan_ bahwa pada umur 4 minggu di media proliferasi kalus telah mengalami proliferasi yang ditandai de- ngan meningkatnya volume kalus, dari kalus yang berstruktur kompak, proliferasi ada yang, diikuti dengan dengan pembentukan nodul. Pada umur 4 minggu setelah inokulasi, media MS yang diberi kinetin 1, 2 dan 3 mg/I kalus yang berproliferasi hanya 20, 00%, 26, 67% dan 33, 33% dan tidak ada kalus yang membentuk nodul. Pada media B-5 dengan penambahan ki- netin 1, 2 dan 3 mg/I persentase kalus berproli- ferasi dan membentuk nodul masing-masing 16, 67%, 10% dan 16,67 %, pertumbuhan selan- jutnya yaitu pada umur 8 minggu setelah inoku- lasi persentase kalus bernodul pada media B-5 meningkat yaitu 40 % pada kinetin Img/l, 33, 33 % pada kinetin 2 mg/l dan 30 % pada kinetin 3.mg/l (gambar 1 dan 2), Monier (1990) menye- butkan bahwa eksplan berkalus bila ditum- tukan nodul ini merupakam bagian dari hasil penelitian penulis yang telah di- lakukan di Laboratorium Kultur In vitro Pusat Pengembangam Bioteknologi Per- tanian UMM. Eksplan diambil dari koti- Jedon mangga muda kultivar Manalagi, kemudian dinduksi dengan dua macam media yaitu MS dan B-5 yang diperla- kukan dengan ratio konsentrasi 2, 4 D -BAP. Eksplan yang telah terinduksi ka- lusnya selanjutnya digunakan sebagai inokulum dalam media proliferasi. Pada 2 ara oepaaee Bepriteas (eps an amd . media proliferasi ini Kalus yang berasal ari media MS di inokulasikan pada me dia MS dan yang berasal dari media BS Jurnal IImiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 Gombar 1. Fengaruh mada dan Kosentas! kinetin ade perumbuhan bales mar 4 ming stelah nok ‘kor Petumauhan Kaus) ataktensatens Belles eps dan Bert CCamtat 2. Pangaruh media dan hosentas! kinetin pads prtmbunan kal umur ‘ming stclah nokutas! buhkan pada media proliferasi dapat menben- tuk kalus Kompak, kalus demikian memiliki bentuk seperti nodul (Nodule-Like Struktur) NLS ini merupakan massa proembrionik dan Kompetenuntuk menjadi embrio somatik. Nodul merupakan sekelompoksel pada tem- pat tertentu dalam kalus yang menyerupai sel kambium dan sering disebut sebagai meriste- moid, Hal ini memungkinkan sel aktif membe- lah, multiplikasi diduga dati sel periperi yang membelah dan membentuk nodul baru, walau- pun secara pasti belum dipelajari lebih jauh asal multiplikasinya (Wattimena et. al. 1992). Sepen- dapat dengan Renet dan bajaj (1988) menyebut nodul dengan pusat pertumbuhan (growing cen'- fer) yaitusel-sel yang menyerupai kambium dan sebagai pusat meristemoid. Khusus pada mang- ga Lizt et, al, (1988) menyebutkan bahwa kalus manggabersifat globular dan menyerupai Psed- hobulbil pada jeruk. Pada percobaan ini nodul hanya berkembang pada struktur kalus kompak don warna coklat kekuningan dan tumbuh juga dari kalus yang coklat samapi soklat tua. Per 68 kembangan nodul pada kalus yang ber- proliferasi disajikan pada gambar 6a. Pengamaian histologi pala kalus bernodul menunjukkan adanya bentuk fase gabular dengan sifat embriogenik yang ditandai dengan adanya inti sel dan sitoplasma yang padat. sifat nodul ini seperti yang ditemukan oleh Dewald ei. al, (1989) yang menyebutkan bahwa nodul merupakan sel-sel globular pada kalus embriogenik mangga yang memi liki sitoplasma padat dan hersifat isodia- metrik. Selanjutnya Alemano (1996) ber~ pendapat bahwa nodul terbentuk dari sel-sel yang memiliki inti besar dan sito- lasma yang banyak sehingga keadaan ini akan membantu meningkatkan ak- tivitas mitosis pada sel. Nodul yang ter- bentuk pada percobaan ini pada media B-5, seperti yang juga ditemukan oleh Rahardi ei. al, (1997) pada tanaman kopi yaitu agregat kalus akan menjadi nodul bila disubkultur pada media B-5.Sifat histologi nodul juga dikemuka- kan oleh Nakamo, Watanabe dan Hasino (2000) pada ovary belum masak dari Anggur yang memiliki karakter bawa kalus yang embrigenik ditandai dengan sitoplasma yang padat dengan dinding sel yang tipis dan inti yang jelas. Struktur kalus pada media MS yang ditam- bah Kinetin lebih banyak mengasilkan struktur remah. kalus yang remah pada percobaan int sangat rapuh dan mudah terlepas dari eksplan, sehingga tidak kompeten untuk berproliferasi. Media B-5 dengan penambahan kinetin lebih baik dibanding MS karena lebih banyak kalus kompak dan bersifat embriogenik, karena pada perkembangan selajutnya akan berhasil berpro- liferasi dan membentuk nodul. Kalus kompak pada median dengan penambahan Kinetin 1, 2 dan 3 mg/I berturut turut yaitu 60 %, 69, 56% dan 60,08% pada umur 8 minggusetelah inoku- Jurnal limiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 < 4 lasi, Chan dan Shrrawat (2000) juga me- nyatakan bahwa kalus kompak lebih bersi- fat embriogenik. Menurut Prahardini dan Tegopati (1995) bahwa proliferasi kalus mangga disebabkan oleh pertambahan vukuran dan jumlah sel, perlakuansitokinin berperan aktif pada proses sitokinesis yang menghasilkan protein dan media B-5 lebih baik untuk mendorong pembesaran sel. Hasil analisis ragam menunjukkan ti- dak ada pengaruh interaksi antara madia dan Kinetin terhadap berat kalus, namun — Gampers, media berpengaruh nyata. Media B-5 BB8ssee8 engarun wren pada beats. menghasilkan berat kalus yang lebih erat dibanding MS (gambar 4). Sedangkan penam- amar. Pengansh meta dan inti pade siuktur halus umur 4 dan 8 ‘ming stelah nots. Sambar Pagar mec pada bert als, Jurnal limiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 bahan kinetin belum menunjukkan perbe- daan nyata, namun dari rerata me-nunjuk- kan bahwa pemberian kinetin Img/Imeng- hasilkan kalus yang lebih berat (gambar 5). Induk Hasil percobaan Pada proliferasi kalus diatas menuinjukkan bahwa kalus kompak dan bernodul yang bersifat embriogenik dan kompeten untuk diinduksi menjadi embrio somatik. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Monier (1990) bahwa eksplan yang berkalus bila ditumbuhkan pada me- dia proliferasi dapat membentuk kalus kompak yang memiliki bentuk seperti nodul (Nodule-Like Struktur), nodul ini merupakan massa proembrionik dan dapat digunakan sebagai inokulum untuk diin- dluksi menjaci embrio somatik. Pada perco- baan ini kalus bernodul yang berasal dari media B-5 yang dipindahkan ke medium. induksi embrio somatik dan diperlakukan dengan zat pengatur tumbuh Zeatin den- gan konsentrasi Z0 = 0,00 mg/l, Z1 = 0, 25 mg/l, Z2= 0,50 mg/L, 23 = 0, 75 mg/1 dan Z4~ 1, 00 mg/l. Setelah kulturkan selama 10 minggu dan dilakukan subkultur setiap mbrio Somatik 69 3 minggu sekali, maka perkembangan embrio jantan tanaman pisang dengan penambahan somatik dapat dilihat pada tabel 1 dan 2, Zeatin 0, 22 mg/L aul Tabel 1. Pengaruh zeatin terhadap persentase embriogenesis, jumlah embrio dan panjang embrio = Tab Embriogenesis | Jumiah Embrio/ Panjang Embrio (mm) Zeatin (mg/} (%) beta Fave Awal Fase Dewasa —_ 20= 0,00 0,00 ol ° ° ie 21 = 0.25 13,33 2 24 aM | 22 = 0,50 20,00 __8 2-4 6-13 ja 23= 0,75 13,33 16 2-4 5-9 es 3.68 © aa 57 2 ra Perseniase kaluskompakdanbernodul yang —_Jumilah embrio pada perlakuan zeatin 0, 25, }2 mampu berkembeng menjadi embrio masih 0,50,0,75dan 1, 00 mg/l berturut-turut adalah | rendah, namunzeatinberpengaruh padainduk- 12,18, 16dan 10, Panjang embrio pada fase awal Ja si embrio somatik karena media yang tidak di- (mur 1 minggu) berukuran 2-4 mm dengan | tambahkan zeatin tidak terbentuk embrio. Per-_struktur padat dan warna hijau kekuningan, a sentase embriogenesis padas ziatin 0, 25, 0,50, _ embrio pada fase ini dapat disebut fase awal i 0, 75 dan 1, 00 mg/I berturut -turut adalah 13, bentuk hati (early heart-shaped embryo). Pada per- —= 33%, 20, 00%, 13, 33 % dan 6, 66%. kembangan embrio berikutnya yang dalam pe- _— Perkemibangan nodul menjadi embriosoma- _nelitian ni disebut fase dewasa (umur 2-3 ming- tik diduga karena pengaruh zeatin dapat men- gu). Warna embrio menjadi putih kekuningan ingkatkan pembelahan sel. Komine et. al (1992) dan ukuran bertambah panjang yaitu berkisar 8 menyebutkan bahwa zeatin dapat mengaktif- 5-13 mm, Perlakuan zeatin 0, 50 mg/1 menun- stl kan pembelahan sel dan pembelahan ini sangat _jukan persentase embriogenesis, jumlah embrio op penting dalam pembentukan proembrio.Halini dan panjang embrio yang tinggi dibanding per- == terlihat dari hasil histologi kalus bernodul yang Jakuan lainya. Embriosomatik mangga disaji- Hai menunjukkan struktur proembrio dalam fase kan pada gambar 6 c. == | globular (gambar 6b).Perlakuan pengaruhZea- __Umur embrio terbentuknya dihitung mulai boa tin dilaporkan oleh Wensu ef. al (1997) yang inokulasi ekplan kotiledon berkisar 17 sampai = menggunakan zeatin 0,20 mg/Luntukmengin- 20 minggu. Kemampuan tumbuh embrio pada 4 dluksi eksplan kotiledon Azadirachta indica, ke-_ percobaan ini masing sangat rendah, daya tum- ia’ musian Johnson dan Wortingthon (1997) me- buh dikur dari keberhasilan hidup embrio se- nyebutkan bahwa penambahan Zeatin 1 mg/l _ telah dilakukan subkultur. Dari hasil percobaan 1 pada media MS dengan vitamin B-5 memacu _ ini hanya perlakuan zeatin 0, 50 mg/I dan 0, 75 ae terbentuknyaembriosomatikdarikalusembrio- mg/l yang dapat tumbuh dan berhasil mem- oa sgenik (Bonthriochlon ischaentum L. ) Cote et. al bentuk embrio sekunder yang berjumlah 7 dan a (1996) juga berhasil menginduksi kalus bunga 5 embrio sekunder, yang dimaksud embrio ote =a 70 Jurnal limiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 sekunder disini adalah embrio yang tumbuh. eri permukaan embrio primer tanpa melalui ase kalus (Alemano et.al, 1996). Tabel 2. dan jumlak embrio terbentuk. kungan yang kurang menguntungkan, Biotek- nologi melengkapi pemuliaan tanaman Karena membuka peluang penggunaan gen-gen pem- Pengaruh zeatin terhadap struktur embrio, wara embrio, umur embrio, daya tumbuh ‘Struktur Warna Embrio Embrio — Fase Awal Fase Dowasa Jumiah Embrio Sekunder Padat Hijau Kokuningan Path Kokuningan Padat | Hijau Putin Kekuningan Kekuningan Padat jou Putin Kekuningan Kekuningan Padat | Hijau Patih Kekuningan Kekuningan Padat | Hijau Putin Kokuningan Kekuningan ‘msi = ming etl oka! += embriotiak tuntuh staan suit ‘+ = embri tutu steahsubtuitr den monbentuk embri setundey Rendahnya daya tumbuh embrio pada saat ssbkultur katena embrio yang terlepas dari ‘Ssplan awal atau terluka saat pemindahan, se- ‘Singga embrio mudah mengalami pencoklatan. assil histologi pada embrio fase dewasa me- ‘senjukkan telah terdapat polaritas untuk mem fentuk tunas dan di ferensiasi sel ke arah jati- ‘seen yang lebih sempurna, Prospek Bioteknologi pada Kultur In Vitro DMangga Bioteknologi merupakan satu teknologi da- ‘em pettanian yang berpeluang untuk mening- Sethan produktivitas pertanian dengan cara eeningkatkan mutu tanaman dengan penam- ‘Sehan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman ‘ecganisme pengganggu maupun cekaman ling- ternal limiah Bestari, No. 31, Th. XV, 2001 bawa sifat yang tidak dapat digunakan dalam pemutiaan tanaman secara konvensional kare~ na terhalang oleh pembantas penyerbukan de- ngan lebih tepat dan terarah dalam waktu yang lebih singkat Porbaikan sifat tanaman mangga deagan pe ‘muliaan tradisional telah banyak menemui hambatan yang disebakan oleh masa juvenil ta- naman mangga yang cukup lama (5-8 tahun), sifat poliploid dan poliembrionik serta tinggi- nya heterogenitas genetik dan sifat pembunga- andan pembuahan yang spesifik pada tanaman manga. Rekayasa genetik mangga dengan bioteknologi dimasa mendatang sangat mem- bantu pada perbaikan tanaman mangga seperti ketahanan terhadap hama dan penyakit, per- baikan mutu buah, bentuk dan ukuran kanopi eS serta masalah-masalah pasca pa~ nen pada buah manga. Kultur invitro merupakan sa- Jah satu metode dalam aplikasi bioteknologi yaitu untuk propa- gasi mikro, koleksi plasma nutfah dan rekayasa genetik tanaman mangga, oleh karena itu efisiensi metode kullu invitro untuk menghasilkan tanaman mangga harusbenar-benar dikuasi sehin; ga didapatkan metode yang pa ‘Gambar 6. Embrio somatik manga, 7 ling efisien sebelum aplikasi bio teknologi tersebutditerapkan pada tanaman mangga. Dewasa ini pemben- tukan planet mangga melalui embriogenesis somatik memberikan harapan besar untuk: capai efisiensi tersebut, walaupun masih ba- nyak kendala dalam pematangan dan perke- cambahan embrio untuk menghasilkan tanam- an yang sempuma, Tranformasi genetik pada mangga melalui embrio somatik telah dilapor- kan oleh Mathews et al ., 1993 dengan menggu- nakan menggunakan Agrobacterium tumefa- ciens strain C58C1 yang mengandung plasmid pGV3850::1103. Daftar Pustaka Anonim, 2000, Arak kebijaki dalam measuki meleniury Februari rset dan tekno tiga. Kompoa: Alemanno, ., Bertouly, M. Ferriere, N.M. 1996, Histology of somatic embryogenesis from fro tissue cocoa, Palnt Cell Tissue and Organ Cul ture. (46):187:194 Attre, S. M,, L. C. Fowke, 1993. Emryogeny o gymnosperms: advandces in synthethic seed tect nology ofconifers. Plant Cell, Tissue and Orgar Culture, Bron. Jt, 1990, The initiation and maintenance o callus culture. Methods in molecular biology Vol. 6. Plant Cell and Tissue Culture. 57. Jumal Imiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 Chand, 5. Sharawat,, 2000. Efficient plant regen- eration from root callus tsswes of burly. J. Plant Physiology. Vol. 156: 401-407, Dewald,S.G.,R. E. Listz and G. A. Moore, 1989. Optimizing Somatic Embryo Production in Mango. J. Amer. Soc. Hort. 716. 14 (4):712- 1989. Maturation aud Germination. of ‘Mariggo Somatic Embryos. J. Amer. Hort. Sci 14 6):837-841., 1988. Gunawan, LW. 1995, Teknik kultur in vitro dalam hortikultura. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hal. Husen,S. 1997. Pengarul sistem dan asam askorbat terhadap pencoklatan eksplan mangge. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah. Malang Johnson, BB. and Warthington, M. 1997. Estebis- ‘ment of suspension cultures from seed of plains blusmen. Regeneration of plant via somatic em- bryogenesis. Invitro sellulerand Developmen- tal Biology. Vol. 23. 783-784 Kawahara, R. M, Matsumoto, S. Sunobori, A. Fujiwara, M. Tsukara. 1992. Mechanisme of Somatic Embryogenesis In Cell Culture: Physi- ologi. Biochenestri and Molecular Biology. In Cell and Tissue Culture Anoheim, Califor- nia, Kim, Y. W. Youn. Y Noh E.R. Kim J. C. 1999, Somatic entryogenesis and plant regeneration from immature zygotic embyos of Japanes larch (larix leptopis). Plant Cel, Tissue and Organ Culture. (55)95-101 Kintzios, , Drossopoulos, J. B, Shortsiantis, E, Peppes, D,, 2000. Induction of somatic embryo- genesis from young, fully expended leaves of cil Pepper (Capsicum annum L.) : effect of leaf posi- tion, iluminion and explant pretreatment with high cytokinin consentrations. Scientia Horti- culturae (85): 137-144 Lambe, P, Muntabel H. S. Dinout M,, 1999. So- ‘matic embyogenesis in Pear millet (Pennisetum glaucum). Strategies to reduce genotype linita- fiom and micintain long-term totipotency. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. (55) 23. -29 Jurnal timiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001 Lelu, M. A., C. Bastien, K. Klimaszewska. C. Ward and P. J. Charest. 1994. An improved ‘meth for somnatic plantiet production in hybrid larch (Larix X Leptoeeuropaea): Part 1. Somatic embry. maturation. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 36:107-115, Lee, K. 8, Zapata F. J. Bruner H. Afja . R, 1997. Histology of somatic embryo initiation and or- -ganogenesis from rhizome explants of musa Sp. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (51):1-8. Lizt, R. E. 1984. In Vitro Somatic Embryogenesis From Nucellar Callus of Monoembryonie Mangifern indica L. Hort, Science 19:715-717, Lizt. R.E &Yugalevitch. 1997. Bffects of amino cyclopropane-1- carboylic acid Aminoethoxyvinylglycine, methylglwxolal bis~ (guanylhydraone) and dicychexyamonium sulfat on induction of embryogenic compe- tence of mango nucellar explants. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (51): 171-176. Mathews. H, RE. Lizth, HD, Wilde, HY, Wetzstein. 1993. Genetic truformution of mango, Fourth International mango symposium, Florida, USA, 5-10 July 1992. Acta Horticul- turae . No. 341, 1993, Monier, M., 1990. Induction embryogenesis in suspension culture. Methods in Moleculer Bi- ology. Vol. 6. Plant Cell and Tissue Culture, 149-is7, Monsalud, M. J,, H. Matheus, R. E. Listz, 1995. Control of Hyperinydricity of Manggo Somatik Embryos. Plant Call, Tissue and Organ Cul- ture. 42195-206, 1995, Nakamo, M. Watanabe, Y. and Hosino, Y,, 2000, Histologycal exentination of callogenesis and ad- ventions embryogenesis in immature ovary cul- ture of grapivine. Journal of Horticultural Sei- ence and Biotechnology. Vol. 75:154-160, Nuutila. A. M, Hamalainen, J. Mannonen, L, 2000. Optintization of media and copper concen trations for regeneration of green plants from polyembryogenic cultures of barley (hordeneum uigare L.). Plant science. 151(2000)85-92, Puromo, Yuniarti, $ Handajani. 1995. Rakitan tekatologi produkei untitk pengembangan agribis- nis mangga. BPTP. Karangploso Malang. 40. Raghuvanshi $S, and A, Srivastava, 1995. Plant Fegeration of Mangifera indica using liquid shaker Chulture to reduce phenolic exudation. plant Cell, Tissue and Organ Culture. 41:83-85. Rooyen S. B. Harten L. P. Jacobsen A. M,, 1996 "Plan regeneration and somatic embryogenesis in callus culture derived from mature zygotic em. Inryos of leek (Allium ampeloprasum L. Euphytica 91(3), 261-270. Senawi M. Tamin B. M,, 1988. Micropropagation: “The problems with woody species. Procieedings Celland tissue culture in field crop improve- ment, 4-9 Oct. Japan. 128-134. Suharjo, P. M, Satoso, Yuniastuti. 2000. Penghr- iia sitem wsahatani mangga Arumeanis berbasis ‘thoregional. Prosiding. Seminar hasil peneli- tian dan pengkajian BPTP Karangploso Malang. NO. 3(67-69) 4 Sockmayadi, I. dan Meldia, 1995. Pengarult Anti ‘Oksidane dan Media Tumbuh Terhadap Pertum- fruhuan Eksplan Kotiledon Mungga Secara In Vi tro. Penel. Hort. Vol. 7 No. 1.95. Vajrabaya, M. 1988, Embryogenesis. On Proceed ing ofthe Seminar Cell and Tisste Culture In Fild Crop Improvement. Food Fertilizer Technol- ogy Center. Taiwan. Republik of China, 24- 32 Warkoyo, $. Husen, 1988. Inisiasi kalus eksplan Totiledon mangga (Mangifera indica L. ) melalui fultur invitro. Laporan Penelitian. Fakultas Peilanian. Universitas Mithammadiyah Malang fattimena, G. A., 1987. Zat Pengatur tumbul tanaman PAU, Bioteknologi. IPB. Bogor 247 p. Wensu, W. Hawany, WL Sagowa, Y., 1997. In- duction of embryogenesis in Azadiracta indica. Plant Cell Tissue and Organ Culture. Vol 50:91-95, Jumal limiah Bestari, No. 31, Th. XIV, 2001

Anda mungkin juga menyukai