Umairoh 1-6
Umairoh 1-6
Keragaan Karakter Agronomi Beberapa Aksesi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
di Kabupaten Karawang
ABSTRACT
Besides being determined by environmental factors, plant productivity is also influenced by the ability of
accessions to adapt to their growing environment. This study aims to determine which shallot accessions produce
the best agronomic character performance in Karawang Regency. The experiment was carried out in the
experimental field of the Faculty of Agriculture University of Singaperbangsa Karawang, located in Pasirjengkol
Village, Majalaya District, Karawang Regency, from October to December 2021. The research method used the
single factor Randomized Group Design (RGD) experimental method. There were 8 treatments and repeated 4
times, so there were 32 experimental plots. Data were analyzed using analysis of variance and further tested
with the Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 5% level. The results showed that V6 (Berlind) gave the highest
results for the number of tillers aged 35 DAP (10.10 tillers), the number of tillers aged 42 DAP (12.90 tillers), the
number of tillers aged 49 HST (14.10 tillers), the number tillers aged 56 DAP (14.55 tillers), number of tillers
aged 63 DAP (16.95 tillers), fresh tuber weight per plant (33.71 gram), fresh tuber weight per plot (163.75
gram).
ABSTRAK
Produktivitas tanaman selain ditentukan oleh faktor lingkungan tumbuh juga dipengaruhi kemampuan
aksesi untuk beradaptasi pada lingkungan tumbuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aksesi bawang
merah yang menghasilkan keragaan karakter agronomi terbaik di Kabupaten Karawang. Percobaan
dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang yang terletak di
Desa Pasirjengkol, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, pada bulan Oktober sampai Desember tahun
2021. Metode penelitian menggunakan metode eksperimen Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal.
Terdapat 8 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 32 plot percobaan. Data dianalisis
menggunakan analisis ragam dan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa V6 (Berlind) memberikan hasil tertinggi pada jumlah anakan umur 35
HST (10,10 anakan), jumlah anakan umur 42 HST (12,90 anakan), jumlah anakan umur 49 HST (14,10 anakan),
jumlah anakan umur 56 HST (14,55 anakan), jumlah anakan umur 63 HST (16,95 anakan), bobot umbi basah
per tanaman (33,71 gram), bobot umbi basah per plot (163,75 gram).
Berdasarkan data tersebut, kemampuan produksi dibudidayakan pada masa bera tanaman padi
bawang merah belum mampu memenuhi (Sutariati et al., 2018).
kebutuhan dan permintaan pasar. Kendala pada Berdasarkan hal tersebut, pengkajian
peningkatan produksi bawang merah yang mengenai keragaan karakter agronomi beberapa
disebabkan oleh kelangkaan benih maupun bibit aksesi bawang merah di Kabupaten Karawang
bermutu dan harganya yang mahal (Badan Pusat sangat menarik untuk dilakukan. Hal ini bertujuan
Statistik, 2022). untuk mendapatkan aksesi bawang merah yang
Produktivitas bawang merah di dataran menampilkan karakter agronomi terbaik.
rendah masih rendah dan belum dapat menandingi
produktivitas di dataran tinggi. Salah satu BAHAN DAN METODE
penyebab masalah tersebut adalah belum
tersedianya aksesi yang mampu beradaptasi di Penelitian ini dilaksanakan di lahan
dataran rendah, sehingga petani dalam budidaya percobaan Fakultas Pertanian Universitas
bawang merah menggunakan bibit yang berasal Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang terletak
dari umbi bawang merah untuk konsumsi di Desa Pasirjengkol, Kecamatan Majalaya,
(Rosmayati et al., 2011). Oleh karena itu, Kabupaten Karawang. Penelitian dilakukan pada
diperlukan uji adaptasi aksesi untuk mendapatkan bulan Oktober - Desember 2021.
aksesi yang memiliki kemampuan tumbuh dan Bahan yang digunakan pada penelitian
berproduksi hasil tinggi pada kondisi lingkungan adalah bibit bawang merah dengan delapan
yang spesifik (Rusdi, 2016). aksesi yaitu: Bima Brebes; Trisula; Maja; Cikijing;
Kegiatan awal yang dilakukan adalah Pati; Nganjuk; Berlind; dan Bandung, tanah bekas
seleksi untuk memperbaiki karakter tanaman yang sawah, polybag 30 × 30 cm, pupuk SP-36, pupuk
diwariskan pada suatu populasi baru dengansifat Urea, pupuk KCl, pupuk ZA, dan pupuk NPK
genetik yang baru (Peni et al., 2018). Karakter Mutiara.
agronomi berperan dalam penentuan potensi hasil Alat yang digunakan pada pada penelitian
pada suatu tanaman dengan menilai besarnya adalah cangkul, tugal, spidol, selang air, gunting,
keragaman genetik, identifikasi aksesi, menilai penggaris, timbangan analitik, alat tulis, kamera,
jumlah aksesi dan sebagainya (Putra et al., 2015). pH meter, logbook, dan thermohygrometer.
Karakter agronomi sangat berpengaruh atau Metode penelitian yang digunakan yaitu
memiliki hubungan yang kuat terhadap komponen metode eksperimen dengan Rancangan Acak
daya hasil yang dapat dipertimbangkan pada saat Kelompok (RAK) faktor tunggal yang terdiri dari
seleksi genotipe. Keragaman karakter tanaman 8 perlakuan aksesi yang diulang sebanyak 4 kali,
dapat menentukan potensi hasil dan meningkatkan pada setiap ulangan terdapat 5 sampel per
efisiensi penggunaan bahan genetik dalam perlakuan. Maka, terdapat 160 tanaman di polybag
pemuliaan tanaman untuk meningkatkan produksi berukuran 30 × 30 cm. Perlakuan (aksesi) terdiri
(Zanetta et al., 2016). dari 8 aksesi bawang merah yaitu V1 (Cikijing),
Kabupaten Karawang merupakan dataran V2 (Pati), V3 (Nganjuk), V4 (Trisula), V5 (Bima
rendah dan sebagian besar penggunaan lahan Brebes), V6 (Berlind), V7 (Maja), V8 (Bandung).
adalah areal pesawahan (Bappeda Jawa Barat, Model linear untuk Rancangan Acak Kelompok
2013 dalam; Chofyan et al., 2015). Bawang merah faktor tunggal yang dikemukakan oleh Gomez dan
dapat dibudidayakan dan dikembangkan di dataran Gomez (2010) adalah sebagai berikut:
rendah Kabupaten Brebes dengan menggunakan
varietas Maja, Batu Ciwidey, Tanduyung dan Yij = μ + τi + ρj + εij
Bima Curut yaitu dengan produksi rata-rata 22,4 Keterangan:
ton/ha – 27,3 ton/ha (Kusmana et al., 2009). i = 1,2,…,t
Penelitian Ambarwati dan Yudoyono (2003) j = 1,2,…,r
mengenai pengkajian keragaan daya hasil delapan Yij Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i,
varietas bawang merah pada dua lokasi yaitu pasir ulangan ke-j
pantai dan sawah menunjukkan bahwa varietas μ = Rata-rata umum
Probolinggo dapat beradaptasi dengan baik dan τi = Pengaruh perlakuan ke-i
hasilnya stabil pada lokasi tanam di tanah sawah ρj = Pengaruh ulangan ke-j
dan pasir pantai baik pada musim hujan maupun εij εij = Galat percobaan pada
musim kemarau. Bawang merah dapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Jika hasil uji F untuk perlakuan dalam sidik data menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics
ragam (Analysis of Variant) menunjukan 19. Tahapan penelitian yang dilakukan sebagai
perbedaan yang nyata, maka untuk mengetahui berikut:
perlakuan yang paling baik dilanjutkan pengujian 1. Eksplorasi Bibit Bawang Merah
beda rata-rata perlakuan tersebut dengan Tahap awal yang dilakukan adalah eksplorasi
menggunakan Duncan Multiple Range Test aksesi bibit bawang merah. Aksesi yang
(DMRT) pada taraf 5% (Gomez, 2010). Analisis didapatkan antara lain Bima Brebes, Trisula,
p-ISSN: 2477-8494 e-ISSN: 2580-2747 Jurnal Agrotek Indonesia (8) 1: 1-6 (2023)
Maja, Cikijing, Pati, Nganjuk, Berlind pertama yang digunakan adalah campuran urea
(Probolinggo), dan Bandung. (100-150 kg/ha) + ZA (200-350 kg/ha)
2. Vernalisasi Bibit Umbi Bawang Merah + KCL (150-200 kg/ha). Pemupukan susulan
Sebelum ditanam, umbi bawang merah di kedua dilakukan pada 30 – 35 hari setelah
vernalisasi atau disimpan pada suhu 4°C - tanam. Pupuk susulan kedua yang digunakan
5°C selama ±2 minggu. adalah NPK Mutiara yang diberikan pada
3. Pengukuran pH Tanah umur tanaman 3 minggu dengan dosis 25 – 50
Menggunakan pH meter digital cara dengan kg/ha.
menusukkan ujung alat pH meter pada tanah 7. Pemeliharaan
yang akan digunakan untuk media tanam Pemeliharaan tanaman bertujuan untuk
bawang merah. Tanah yang akan digunakan menjaga pertumbuhan tanaman, pemeliharaan
menunjukkan pH yaitu sebesar 5,5. tanaman dilakukan dengan berbagai cara yaitu
4. Persiapan Media Tanam di Polybag penyiraman, penyulaman, dan pengelolaan
Sumber tanah berasal dari lahan percobaan organisme penganggu tanaman.
Unsika di Pasirjengkol. Tanah untuk media 8. Panen
tanam digali, dicacah, kemudian dimasukkan ke Tanaman bawang merah yang siap panen dapat
dalam polybag ukuran 30 × 30 cm. Polybag dilihat dengan beberapa ciri yaitu terlihat
yang sudah terisi tanah, kemudian dilakukan tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman
pemberian pupuk dasar. Polybag lalu disusun di rebah dan daun menguning. Bawang merah di
atas rak bambu untuk menopang polybag. panen pada umur 70 hari setelah tanam. Umbi
5. Pemupukan dasar dan penanaman yang telah dipanen selanjutnya
Pemberian pupuk dasar dilakukan 1 – 3 hari dikeringanginkan selama 7-14 hari.
sebelum tanam. Pupuk dasar yang digunakan
adalah pupuk TSP/SP-36 dengan dosis 150 – HASIL DAN PEMBAHASAN
200 kg/ha. Pupuk disebar diatas tanah pada
polybag lalu ditutup kembali dengan tanah. Jumlah Anakan Per Tanaman (Anakan)
Penanaman bawang merah dilakukan pada pagi Jumlah anakan menunjukan bahwa perbedaan
hari untuk mengurangi penguapan. Lubang aksesi bawang merah memberikan pengaruh nyata
tanam dibuat sesuai dengan ukuran umbi. Umbi terhadap rata-rata jumlah anakan per tanaman. Hasil
yang akan ditanam dipotong ujung umbinya, hal uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT)
ini dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan taraf 5% disajikan pada Tabel 1.
tunas. Bibit umbi ditanam pada polybag yang Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan
telah disiapkan dengan cara membenamkan hasil uji lanjut Duncan Multiple Range Test
bagian bawah umbi sedalam 2/3, sedangkan (DMRT) taraf 5% rata-rata jumlah anakan tertinggi
bagian umbi dengan mata tunas menghadap ke pada umur 35 HST – 63 HST terdapat pada
atas. Umbi ditanam ke dalam tanah dengan perlakuan V6 (aksesi Berlind). Perbedaan ini dapat
cara seperti memutar sekerup. Umbi ditanam disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor
tidak terlalu dalam karena umbi mudah genetik dan daya adaptasi dari setiap aksesi.
mengalami pembusukan. Setelah umbi selesai Keragaman hasil dari beberapa aksesi dipengaruhi
ditanam, dilakukan penyiraman. oleh adanya perbedaan faktor genetik atau
6. Pemupukan Susulan keturunan (Yamaguci, 1983).
Pemupukan susulan pertama dilakukan pada
10-15 hari setelah tanam. Pupuk susulan
Oleh karena itu, aksesi Berlind yang mengatakan bahwa bobot umbi yang dihasilkan
merupakan aksesi yang berasal dari Probolinggo oleh suatu aksesi berkaitan erat dengan jumlah
memiliki daya adaptasi yang baik pada lingkungan daun yaitu pada tanaman yang memiliki jumlah
tumbuh di Kabupaten Karawang. Aksesi Berlind daun terbanyak akan menghasilkan fotosintat (hasil
berasal dari daerah Probolinggo memberikan hasil fotosintesis) yang lebih banyak.
jumlah anakan pertanaman tertinggi pada umur 35
HST – 63 HST dan sesuai dengan deskripsi aksesi Tabel 2. Rata-rata bobot umbi basah per tanaman
Biru Lancor yang berasal dari Probolinggo yaitu 5- Rata-Rata Bobot
13 anakan (Kementan, 2009). Kode Aksesi Umbi Basah Per
Jumlah anakan terendah terdapat pada Tanaman (g)
perlakuan V5 (aksesi Bima Brebes) dan V4 (aksesi V1 Cikijing 22,90 a
Trisula). Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh
ukuran umbi yang digunakan sebagai bibit, dimana V2 Pati 28,79 a
aksesi Bima Brebes menggunakan umbi yang V3 Nganjuk 25,07 a
berukuran relatif sedang atau lebih besar. Hal ini V4 Trisula 25,09 a
sejalan dengan Basuki (2005) dalam Azmi et al., V5 Bima Brebes 28,95 a
(2011) yang menyatakan bahwa karakter umbi
V6 Berlind 33,71 a
yang digunakan untuk bibit berpengaruh terhadap
jumlah anakan yang dihasilkan, maka bibit umbi V7 Maja 31,03 a
yang berukuran besar menghasilkan hasil jumlah V8 Bandung 29,07 a
anakan yang lebih sedikit. Perlakuan V4 (aksesi
Trisula) terserang penyakit moler atau layu KK(%) 18,21
Fusarium yang intensitas nya cukup tinggi.
Serangan lanjut penyakit moler akan Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang
mengakibatkan tanaman mati, yang dimulai dari sama pada kolom yang sama untuk masing-
ujung daun dan dengan cepat menjalar ke bagian masing perlakuan tidak berbeda nyata pada uji
bawahnya yang tentunya berpengaruh pada jumlah DMRT pada taraf 5%.
anakan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Faktor lingkungan tumbuh berpengaruh
menyatakan bahwa penyakit yang menyerang terhadap pembentukan umbi dan bobot umbi
varietas Trisula yaitu Moler yang disebabkan basah. Salah satunya yaitu intensitas cahaya
cendawan Fusarium oxysporum yang matahari (fotoperiodisme) dapat berpengaruh pada
mengakibatkan gejala kerusakan nekrosis dan pembentukan umbi pada bawang merah, hal ini
klorosis hampir semua bagian tanaman terinfeksi sejalan dengan penelitian Robinwitch dan Currah
oleh cendawan tersebut (Sari et al., 2020). (2002) dalam Suhesti (2017) yang mengatakan
Kemudian, umumnya pada tanaman yang kurang bahwa pembentukan umbi bawang merah sebagai
responsif terhadap penyerapan unsur hara dapat akibat dari respon fotoperiodisme, masing-masing
menyebabkan jumlah anakan sedikit, berumur aksesi bawang merah memiliki perbedaan respon
panjang serta daya hasil rendah (Safrida et al., fotoperiodisme.
2019).
Bobot Umbi Basah Per Plot (g)
Bobot Umbi Basah Per Tanaman (g) Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT taraf
Bobot umbi basah menunjukan bahwa 5% hasil bobot umbi basah per plot menunjukkan
perbedaan aksesi bawang merah memberikan bahwa perlakuan V6 (aksesi Berlind) memberikan
pengaruh nyata terhadap rata-rata bobot umbi hasil tertinggi yaitu sebesar 163,75 gram/plot yang
basah per tanaman. Hasil uji lanjut Duncan berbeda nyata dengan perlakuan aksesi V1, V3,
Multiple Range Test (DMRT) taraf 5% disajikan V4, dan V5. Namun, tidak berbeda nyata dengan
pada Tabel 2. aksesi V2, V7, V8. Aksesi dengan bobot umbi basah
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT taraf per plot terendahyaitu V4 (aksesi Trisula) sebesar
5% bobot umbi basah per tanaman menunjukkan 94,63 gram/plot. Perbedaan hasil bobot umbi basah
bahwa perlakuan V6 (aksesi Berlind) memberikan per plot didugakarena adanya perbedaan genetik
hasil tertinggi sebesar 33,71 gram/tanaman atau serta perbedaan lingkungan. Aksesi bawang merah
8,43 ton/ha yang tidak berbeda nyata dengan yang digunakanberbeda asal-usulnya (daerah),
perlakuan aksesi lainnya. sehingga aksesi denganproduksi yang tinggi dari
Aksesi dengan bobot basah umbi per daerah asalnya belum tentu hasilnya sama atau
tanaman terendah yaitu aksesi Cikijing (V1) mendekati pada lokasi tanam yangberbeda
sebesar 22,90 gram/tanaman. Hal tersebut diduga (Ambarwati dan Yudoyono, 2003; dalam Ardila,
karena aksesi Berlind memiliki jumlah daun 2016).
terbanyak dibandingkan dengan aksesi lainnya. Faktor lain yang berpengaruh terhadap
Limbogan dan Monde (1999) dalam Ardila (2016) bobot umbi basah adalah suhu yang rendah dapat
p-ISSN: 2477-8494 e-ISSN: 2580-2747 Jurnal Agrotek Indonesia (8) 1: 1-6 (2023)