Anda di halaman 1dari 8

Masa Pendudukan Jepang di Indonesia

1. Jepang dan Perang Asia Timur Raya


Sekitar tahun 1930-an, menjelangnya pecahnya perang dunia ke 2, Jepang
merupakan negara Asia yang sudah termasuk maju. Namun secara alamiah, Jepang
ini memikul kendala yang sangat besar ialah tidak memiliki SDA yang diperlukan
terutama sumber daya alam mineral termasuk minyak bumi sebagai bahan vital dan
strategis dalam era industri. Disamping itu, lahan pertaniannya sangat sempit
sehingga kebutuhan akan bahan pangan demi rakyatnya dirasakan sebagai tekanan
ekonomi yang berat.
Pada saat itu, Jepang melihat posisi negara-negara Asia lainnya terutama
Asia Tenggara yang kaya akan SDA, sebagai negara terjajah oleh negara negara
barat yang mengeksploitir kekayaan alamnya. Pada saat itu Inggris menguasai
Burma, Malaya dan Kaliamantan Utara, Belanda menguasai seluruh daerah Hindia
Belanda, Amerika menguasai Filipina dan Perancis menguasai Vietnam, Laos dan
Kamboja. Melihat hal ini, Jepang berbulat tekad untuk melakukan ekspansi guna
menguasai daerah-daerah yang kaya akan SDA.
Kemenangan Jerman di Eropa pada awal perang dunia ke-2 mendorong
Jepang untuk melakukan invansinya ke selatan menduduki negara-negara Asia
Tenggara untuk menguasai SDA yang berlimpah dengan fokus pada minyak bumi di
Hindia Belanda yang terdapat di Sumatra, Borneo dan Jawa. Maka berkobarlah apa
yang dinamakan oleh Jepang sebagai Perang Asia Timur Raya dengan dalih
membebaskan bangsa Asia dari penjajahan dan pemerasan oleh negara Barat
dengan motto Asia untuk bangsa Asia “ di bawah pimpinan saudara tua Dai Nippon”.
Demikian pula diberiakan doktrin kepada angkatan perangnya bahwa Balatentara
Jepang mengemban tugas suci bagi negaranya yaitu melaksanakan perintah Kaisar
Tenno Heika, untuk membebaskan bangsa-bangsa yang tertindas serta
mengembangkan Lingkungan Kemakmuran bersama Asia Timur Raya.
Jepang menyadari bahwa invansi ke Selatan merupakan perang besar
menghadapi negara-negara kuatseperti Amerika, Inggris, dan Perancis. Untuk itu,
Jepang mengembangkan “Grand Strategy” yang sangat handal, ialah bahwa
kekuatan Amerika di Pearl Harbour Hawaii harus dilumpuhkan terlebih dahulu.

2. Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia


Invasi Jepang dimulai dengan melumpuhkan armada pasific dari Angkatan
Laut Amerika di Pearl Harbour Hawaii pada tanggal 7 Desember 1941 yang juga
menandai pecahnya perang dunia ke-2 di Asia. Panglima Angkatan Laut Jepang
mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh
potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawa
tempur), 10 kapal perang, 1 kapal penjelajah barat, 20 kapal penjelajah selam, 112
kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur. Dengan lumpuhnya armada
Pasific Amerika ini, Jepang berharap agar serbuannya ke Asia Tenggara dapat
berjalan mulus tanpa gangguan dari angkatan perang Amerika. Hal ini dimaksudkan
untuk menghancurkan( paling tidak sebagian) kekuatan Amerika. Dengan cara ini,
Jepang merasa tidak tergantung dalam hal apapun kepada pihak lain. Philipina pada
bulan Januari 1942 diduduki oleh Jepang, segera disusul disusul Singapura pada
bulan Februari 1942, dan selanjutnya Indonesia pada bulan Maret 1942.
Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di Jawa pada tanggal 1 Maret
1942. Kekuatan Jepang di Jawa menunjukkan jumlah yang lebih besar daripada
jumlah kekuatan pihak Serikat sehingga memaksa Belanda menyerah tanpa syarat
di Kalijati, Jawa Barat pada tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu berakhir pulalah
pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia dan resmi ditegakkan kekuatan
Kemaharajaan Jepang.

3. Pendudukan Jepang di Indonesia

Awal kedatangan Jepang di Indonesia secara umum diterima dan ditanggapi


dengan baik oleh masyarakat dan para tokoh nasional kita. Alasannya antara lain
karena Jepang berjanji, jika perang pasifik dimenangkan, bangsa Asia akan
mendapatkan kemerdekaan dan juga, Jepang bersikap simpatik terhadap aktivitas
pergerakan nasional.
Kebijaksanaan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua prioritas
yaitu menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat di kalangan rakyat Indonesia dan
memobilisasi rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur
Raya. Seperti halnya Belanda, Jepang bermaksud menguasai Indonesia untuk
kepentingan mereka sendiri. Untuk itu, kampanye propaganda yang intensif dimulai
untuk meyakinkan rakyat Indonesia bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah
saudara seperjuangan dalam perang melawan bangsa Barat. Tetapi upaya
propaganda itu sering mengalami kegagalan karena danya kenyataan-kenyataan
pendudukan Jepang antara lain kekacauan ekonomi, kerja paksa dan penyerahan
wajib beras, kesombongan dan kekejaman orang-orang Jepang pada umumnya,
pemukulan, pemerkosaan serta kewajiban memberi hormat kepada setiap orang
jepang.
Dalam menjalankan kebijakan pemerintahannya, pemerintahan Jepang
berpegang pada tiga prinsip utama. Pertama mengusahakan agar mendapat
dukungan rakyat untuk memenangkan perang dan mempertahankan ketertiban
umum. Kedua memanfaatkan sebanyak mungkin struktur pemerintahan yang telah
ada. Ketiga meletakkan dasar supaya wilayah yang bersangkutan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri bagi wilayah selatan
Pada awal pendudukannya, pemerintah Jepang mengambil dua langkah
penting. Pertama, menstabilkan kondisi ekonomi, yang terlihat dari upayanya untuk
menguasai inflasi ekonomi, menetapkan patokan harga bagi sebagian besar barang
dan menangani secara keras penimbuanan barang. Kedua, Jepang mengeluarkan
aturan produk hukum baru yang disesuaikan dengan kepentingan pendudukan
Jepang di Indonesia.
Akibat terputusnya hubungan komunikasi antara pemerintah di Jepang
dengan daerah-daerah di wilayah Selatan, setiap wilayah harus memenuhi
kebutuhan ekonominya sendiri. Implikasinya adalah bahwa sejak saat itu
diberlakukanlah pungutan padi secara wajib yang dibebankan kepada petani di
daerah Jawa. Kebijakan itulah yang membuat perubahan-perubahan mendasar pada
pola hidup masyarakat petani Jawa pada masa pendudukan Jepang.
Untuk memenuhi kepentingan perang, pemerintah pendudukan Jepang
bahkan mengupayakan pengerahan tenaga kerja untuk menangani proyek-proyek
pertahanan. Tenaga kerja itulah yang sering disebut Romusha, yakni tenaga kerja
sukarela atas tekanan pemerintahan Jepang untuk menangani pekerjaan pekerjaan
kasar bagi kepentingan perang Jepang.
Perlakuan kasar dan tidak manusiawi seperti kurangnya makan, tidak adanya
jaminan kesehatan, sangat beratnya pekerjaan dan perlakuan semena-mena dari
bala tentara Jepang telah berakibat pada penderitaan rakyat yang berkepanjangan,
ketakutan sosial, kegelisahan serta munculnya perasaan tidak aman.
Di daerah luar Jawa ada beberapa perlawanan dari kelompok yang tidak ada
kaitannya dengan kaum politisi perkotaan dari masa sebelum perang. Suatu
pemberontakan petani terhadap pihak Jepang di Aceh dipimpin oleh seorang ulama
muda pada November 1942, tetapi dapat ditumpas dengan korban seratus orang
Aceh lrbih dan delapan belas orang Jepang. Di Kalimantan Barat dan Selatan pihak
Jepang mencurigai adanya komplotan-komplotan yang melawan mereka di kalangan
orang-orang Cina, para pejabat dan bahkan para sultan. Semua komplotan
semacam itu dihancurkan melalui penangkapan-penangkapan di Kalimantan Selatan
pada Juli 1943 dan di Kalimantan Barat antara September 1943 dan awal tahun
1944. Akan tetapi, tak satupun dari bentuk-bentuk perlawanan rakyat yang
mengancam kekuasaan Jepang. Di Jawa tak ada satu pun perlawanan rakyat yang
serius sampai tahun 1944.
Pada awal tahun 1943 pihak Jepang mulai mengerahkan usaha-usaha hanya
pada mobilisasi. Gerakan-gerakan pemuda yang baru diberi prioritas tinggi dan
ditempatkan di bawah pengawasan ketat pihak Jepang. Pada bulan Agustus 9142
sekolah-sekolah latihan bagi para pejabat dan guru sudah dibuka di Jakarta dan
Singapura, tetapi kini organisasi-organisasi pemuda berkembang secara jauh lebih
luas. Suatu Korps Pemuda yang bersifat semi militer (Seinendan) di bentuk pada
bulan April 1943 untuk para pemuda yang berusia antara empat belas dan dua puluh
lima tahun. Untuk para pemuda berusia dua puluh lima sampai tiga uluh liam tahun
dibentuklah suatu Korps Kewaspadaan (Keibondan) sebagai organisasi polisi,
kebakaran dan serangan udara pembantu. Pada pertengahan tahun 1943
dibentuklah Heiho (Pasukan Pembantu) sebagai bagian dari angkatan darat dan
angkatan laut Jepang. Sekitar 25.000 pemuda Indonesia berada dalam Heiho, di
mana mereka mendapat latian dasar yang sama dengan para serdadu Jepang.
Tujuan utama pemerintahan Jepang melakukan mobilisasi massa pemuda dan
rakyat dalam program latihan semi militer sebenarnya adalah sebagai tenaga
cadangan bagi kepentingan militer Jepang.
4. Strategi Pergerakan Kebangsaan Indonesia
Pada akhir bulan Maret 1942 pihak Jepang di Jawa sudah mendirikan sebuah
Kantor Urusan Agama (Shumubu). Pada bulan April 1942 usaha pertama untuk
gerakan rakyat yaitu “Gerakan 3A” dimulai di Jawa yang dipimpin oleh Mr.
Syamsudin. Nama ini berasal dari slogan bahwa Jepang adalah pemimpin Asia,
pelindung Asia dan cahaya Asia. Secara umum, gerakan 3A ini tidak berhasil
mencapai tujuannya dan dinilai kurang berguna. Pada bulan Maret gerakan 3A
dihapuskan dan diganti dengan Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Badan itu berada
dalam pengawasan ketat pihak Jepang, tetapi ketuanya diangkat dari orang-orang
terkemuka Indonesia yaitu Soekarno, Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan KH Mas
Mansur. Dalam beberapa kesempatan, tokoh-tokoh itu dapat memanfaatkan tugas-
tugas mereka ketika keliling untuk menanamkan semangat nasionalisme kepada
pemuda dan orang Indonesia. Namun, gerakan itu mendapat sedikit dukungan dari
rakyat karena Jepang tidak bersedia memberikan kebebasan kepada kekuatan-
kekuatan rakyat yang potensial dan membatasi ruang gerak para tokoh utamanya.
Pada bulan Oktober 1943 pihak Jepang membentuk oraganisasi pemuda
yang paling berrati yaitu PETA (Pembela Tanah Air). Organisasi ini merupakan suatu
tentara sukarela Indonesia yang pada akhir pernah beranggotakan 37.000 orang di
Jawa dan sekitar 20.000 orang di Sumatera. Organisasi itu merupakan suatu tentara
sukarela Indonesia. Tidak seperti Heiho, Peta tidak secara resmi menjadi bagian dari
bala tentara Jepang, tetapi dimaksudkan sebagai pasukan gerilya pembantu guna
melawan pihak sekutu. Di kota-kota Besar seperti Jakarta dan Bandung, para
pemuda yang berpendiidkan mulai menggalang jaringan-jaringan bawah tanah yang
dalam banyak hal ada di bawah pengaruh Syahrir. Mereka tahu bahwa posisi Jepang
di dalam perang mulai memburuk dan mereka mulai menyusun rencana-rencana
untuk merebut kemerdekaan nasional dari kekalahan yang mengancam Jepang.
Januari 1944, Putera digantikan dengan Persatuan Kebaktian Jawa (Jawa
Hokokai). Didirikan bagi setiap orang yang berusia lebih dari empat belas tahun.
Gunseikanlah yang menjadi ketua persatuan tersebut, sementara Soekarno dan
Hasjim Ashari dijadikan penasehat utamanya dan pengelolaanya diserahkan kepada
Hatta dan Mansur. Pihak Jepang tentu bermaksud memanfaatkan para pemimpin
Indonesia untuk memajukan tujuan mereka sendiri, tetapi para pemimpin Indonesia
tersebut kini mengambil keuntungan dari orang-orang Jepang. Soekarno sangat
berhasil memanfaatkan propaganda Jawa Hokokai itu untuk memperkokoh posisinya
sebagai pemimpin utama kekuatan rakyat. Jawa Hokokai menjadi lebih efektif karena
memilki alat organisatoris yang menembus sampai ke desa-desa.
Pada bulan Februari 1944 pasukan-pasukan Amerika berhsil mengusir pihak
Jepang dari Kwayelin di Kepulauan Marshall dan serangan pengeboman B-29
terhadap Jepang dimulai pada bulan Juni. Pada bulan yang sama pihak Jepang
menederita karena suatu kekalahan angkatan laut yang melumpuhkan dalam
pertempuran Laut Filiphina. Pada bulan Juli, pihak Jepang kehilangan pangkalan laut
mereka di Saipan(kepulauan Mariana), yang menyebabkan krisis kabinet di Jepang.
Tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso Kuniaki menjanjikan
kemerdekaan bagi ‘Hindia Timur’ (To-Indo, istilah bahasa Jepang yang terus dipakai
secara resmi sampai bulan April 1954). Akan tetapi, tidak menentukan kapan tanggal
kemerdekaaan itu. Hal ini bertujuan agar bangsa Indonesia mendukung Jepang
sebagai ungkapan terima kasih. Bendera Indonesia boleh dikibarkan lagi di kantor-
kantor Jawa Hokokai.
Sementara itu pihak angkatan laut masih tetap menentang setiap usaha
untuk memajukan nasionalisme di wilayah kekuasaanya. Seorang perwira angkatan
laut yang laur biasa yang ditempatkan di Jawa kini melakukan peranan aktif.
Laksamana Madya Maeda Tadashi bertugas menangani kantor penghubung
angkatan darat-angkatan laut di Jakarta.. Dia mempunyai pandangan-pandangan
maju mengenai nasionalisme Indonesia. Dia mulai mengguanakan dana angkatan
laut untuk membiayai perjalanan pidato Soekarno-Hatta.
Kini dibentuklah kelompok-kelompok baru yaitu Barisan Pelopor dan Barisan
Hisbullah. Pada mulanya Barisan Pelopor akan diguanakan untuk menyiarkan
propaganda, tetapi pada bulan Mei 1945 organisasi ini mulai mengadakan latian
gerilya. Barisan Hisbullah(Pasukan Tuhan) memulai latiannya pada bulan Februari
1945 dan konon mempunyai anggota 50.000 orang anggota pada akhir perang.
Sejak saat itu pula makin banyak orang Indonesia yang diangkat menjadi
pejabat pemerintahan. Sejak bulan November 1944 orang-orang Indonesia mulai
diangkat menjadi wakil residen.
Pihak Jepang akhirnya harus memberikan isi pada janji kemerdekaan
mereka karena runtuhnya posisi militer mereka dalam perang melawan sekutu.
Meraka mengakui perlunya memperoleh jasa baik dari pihak Indonesia, karena
bagaimana pun mereka tidak mempunyai harapan lagi untuk tetap mempertahankan
kekuasaanya. Sementara itu, upaya menegakkan jasa baik itu mengalami berbagai
kesulitan.
Pada Februari 1945 Peta di Blitar menyerang gudang persenjataan Jepang
dan membunuh beberapa serdadu Jepang. Perasaan takut itu menjadi semakin kuat
karena pada bulan Maret 1945 angkatan bersenjata serupa di Birma berbalik arah
melawan mereka. Menyadari itu, Jepang memutuskan mulai menghapuskan
kekangan-kekangan yang masih ada terhadap kekuatan rakyat Indonesia.
Pada bulan Maret 1945 pihak Jepang mengumumkan pembentuk Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian
mengadakan pertemuan pada akhir Mei di bangunan lama Volksraad di Jakarta.
Diketuai oleh Radjiman Widyodiningrat. Pihak Jepang tentu saja memutuskan bahwa
bilamana kemerdekaan terwujud hendaknya kemerdekaan itu berada di tangan para
pemimpin dari generasi tua yang mereka pandang lebih mudah untuk bekerja sama
daripada generasi muda yang tidak dapat diramalkan. Badan itu mengakhiri
tugasnya setelah berhasil menyusun rancangan Undang-Undang Dasar untuk
Indonesia merdeka.

5. Kebijakan Pemerintah pendudukan Jepang

A. Kebijakan Pemerintah pendudukan Jepang di Bidang politik

Jepang membagi wilayah indonesia menjadi tiga wilayah pemerintahan militer, yaitu :

 Wilayah jawa dan madura pusatnya di jakarta di bawah pemertintahan pendudukan


tentara ke 16 Angkatan Darat Jepang (Gunseibu) dipimpin oleh jenderal Hitoshi
Imamura
 Wilayah sumatera dengan pusatnya di bukkit tinggi di bawah pemerintahan
pendudukan tentara ke 25 Angkatan darat Jepang (rikuyun) dipimpin oleh jenderal
tenebe
 Wilayah kalimantan dan indonesia timur dengan pusatnya diujung pandang di bawah
pemerintahan pendudukan armada selatan ke 2 Angkatan laut Jepang (minseifu)
dipimpin oleh laksamana tadashi maeda.

Selanjutnya jawa dubagii menjadi 17 karesidenan (syu) dan perintah oleh seorang residen
(syucokan). Keresidenan terdiri dari kotapraja (Syi), kabupaten (ken), kawedanan atau
distrik (Gun), kecamatan (son), dan desa (ku).

a. Kebijakan politik pemerintah Jepang pada masa awal pendudukan.

Jepang membubarkan segala organisasi pergerakan nasional bentukan Belanda dan semua
rapat-rapat politik dilarang pemerintah Jepang. Pada tanggal 20 Maret 1942 dikeluakan
peraturan yang membubarkan semua organisasi.
Pada tanggal 8 september 1942 dikeluarkan UU no. 2 untuk mengendalikan seluruh
orrganisasi nasional. Selanjutnya, dibentuk organisasi-organisasi oleh pemerintah Jepang .

- Gerakan 3 A
- Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA)
Dipimpin 4 serangkai, dibentuk pada bulan Maret 1943
- Himpunan kebaktian jawa (Jawa Hokokai)
Tanggal 1 januari 1944 Putera berubah nama menjadi Jawa Hokokai.
- Badan pertimbangan pusat (chou Sangi In)
Dibentuk 1 Agustus 1943 dan beranggotakan 43 orang, degan Ir. Soekarno sebagai
ketua
- MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia)
Miai bubar dan digati menjadi Majelis Syuro Indonesia (Masyumi) di sahkan pada
tanggal 22 november 1943 dengan KH Hasyim Asyari sebagai ketuanya.

b. Kebijakan politik pemerinah Jepang pada masa akhir pendudukan.

Sampai pertengahn tahun 1944 kedudukan Jepang dalam erang pasifik makin terdesak,
demi menggalang dukungan rakyat maka Jepang memutuskan untuk memberikan
kemerdekaan kepada rakyat Indonesia. Kepuusan tersebut diambil dalam sidang istimewa
parlemen Jepang (tei koku gikai) ke-85 yang diadakan di tokyo pada tanggal 7 september
1944. Keputusan tersebut selanjutnya disampaikan kepada pihak indonesia dengan sebutan
Janji koiso.

Kebijakan2 yang berkaitan dengan janji2 kemerdekaan baru terlihat pada bulan maret 1945
dengan dibentuknya dokuritsu Zyunbi Coosakai atau yang lebih dikenal dengan BPUPKI.

- Pembentukan badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan indonesia


(BPUPKI)
- Pembentukan panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (ppki)

B. Kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di bidang ekonomi

a. Eksplotasi Ekonomi

Dalam rangka menguasai sumber2 ekonomi indonesia, Jepang menyusun beberapa


rencana, antara lain:

- Tahap penguasaan, yaitu menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan


milik pemerintah Hindia Belanda;
- Tahapp penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam ranga memenuhi
kebutuhan perang. Dalam tahap ini direncanakan setiap wilayah harus dapat
mencukupi kebutuhannya sendiri untuk menunjang kebutuhan perang.
- Jepang hanya mengizinkan penanaman dua jenis tenaman perkebunan, yaitu karet
dan kina karena berhubungan langsung dengan kepentingan perang. Sedangkan
tembakau, teh, kopi harus dihentikan penanamannya karena hanya berhubungan
dengan kenikmatan. Padahal, ketiga jenis tanaman itu sangat laku id pasaran dunia.
-
b. Pengerahan tenaga kerja
Untuk mengerahkan tenaga kerja di desa-desa dibentuk penitia pengerahan tenaga
kerja yg disebut rumokyokai. Pengerahan tenaga kerja ppaksa yang dilakuakan pada masa
pendudukan Jepang adalah romusha. Kurang lebih 70.000 orang romusha Indonesia
meninggal dalam kondisi menyedihkan dari kurang lebih 300.000 tenaga romusha yang
dikirim ke burma, muangthai, vietnam, malaya dan serawak.

Pemerintah jpang juga merrekrut para wanita dari berbagai negara Asia seperti
Indonesia, Korea, cina untuk dipekerjakan sebagai wanita penghibur tentara Jepang atau
jugun ianfu. Diperkirakan selama perang pasifik, Jepang telah memaksa 200.000 wanita
Asia untuk dijadikan jugun ianfu.

C. Kebijakan pemerintah pendudukan Jepang di bidang militer

- Seinendan (barisan pemuda)

Pada tanggal 9 maret 1943 didirikannya. Pelantikan anggotanya dilakukan pada tanggal
29 april 1943 dengan anggota berjumlah 3.500 pemuda. Tujuannya unuk melatih dan
mendidik para pemuda agar mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan
kekuatan sendiri. Persyaratan pemuda berusia 14-23 tahun.

- Keibodan (barisan pembantu kepolisian)


- Fujinkai (barisan wanita)
- Suishintai (barisan pelopor)
- Hizbullah
- Heiho
- PETA (Pembela Tanah Air)

D. Kebijakan pemerintah di bidang Sos-Bud


a. Bidang pendidikan

Menghilangkan diskriminasi pendidikan. Selain itu, Jepang juga menerapkan sistem


pendidikan SD (Gokumin Gakko) 6 tahun, SMP (Shoto Chu Gakko) 3 tahun dan SMA
(Chu Gakko) 3 tahun.

b. Bidang Bahasa dan Sastra


c. Bidang Sosial

6. Menjelang Proklamasi Indonesia

Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom pertama dijatuhkan di Hirosima yang
menewaskan banyak orang dan menimbulkan berbagai kerugian. Hari berikutnya
tanggal 7 Agustus 1945 keanggotaan sebuah panitian Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diumumkan di Jakarta.Uni Soviet mengumumkan
perang terhadap Jepang pada tanggal Agustus 1945. Pada tanggal 9 Agustus 1945
Nagasaki di bom oleh sekutu. Bersamaan dengan itu, tiga tokoh yaitu Soekarno,
Muhammad Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat-Saigon untuk
menemui panglima Tertinggi Wilayah Selatan Jendral Terauchi. Kepada mereka
Terauchi menjanjikn kemerdekaan bagi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.
Soekarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Hatta sebagai wakilnya. Pada tanggal 14
Agustus 1945, Soekarno, Muhammad Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat tiba
kembali di tanah air.
Kekuasaan Jepang akhirnya tidak dapat dipertahankan lagi dan menyerah
kepada sekutu pada tanggal 15 Agustus 1945. Karena pihak sekutu tidak
menaklukakn kembali Indonesia, maka terjadi suatu kekososngan politik : pihak
Jepang masih tetap berkuasa namun telah menyerah dan tidak tampak kehadiran
pasuka Sekutu yang akan menggantikan mereka. Menghadapi kekalahan Jepang itu,
mulanya muncul dua pendapat yaitu secepatnya memproklamasikan kemerdekaaan
Indonesia atau melakukan pertemuan melalui PPKI lebih dulu untuk membahas
masalah kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 1 Agustus pagi Hatta dan Soekarno
tidak dapat ditemukan di Jakarta. Pada malam harinya mereka telah dibawa ke
Rengasdengklok. Dan setelah melalui proses desakan dan pertemuan antara
generasi muda dan generasi tua, akhirnya Soekarno-Hatta atas nama bangsa
indonesia memproklamasikan Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.

Anda mungkin juga menyukai