Anda di halaman 1dari 3

Pesantren pelita diri dan hati yang kerontang

Masa lalu memang menyakitkan tapi, kita harus menjadikan hal tersebut sebagai
pelajaran supaya lebih baik kedepan, pangkatku nakal, mengganggu dan melawan menjadi
kebiasaanku, kepalaku keras nan batu dan hati membeku, namaku Nusa pratama arkan yang
mempunyai kepribadian menyeramkan, lebih menyeramkan dari pada hantu yang
bergelantungan dipepohonan, akibat hal itu aku dititipkan di sebuah penjara suci yang orang-
orang beranggapan tempat yang sesuai bagi anak nakal sepertiku.
~@~
Harapan orang-orang yang mengantarku ditanamkan bersamaan dengan mobil yang
mereka tumpangi lenyap dari pandangan, nafas yang tak beraturan menandakan amarah yang
kutahan, nyatanya ini adalah paksaan dari orang tuaku,”ingat nak kami menaruhmu disini
bukan berarti kami tidak sayang lagi padamu tapi, ayah dan ibu ingin engkau bisa menjadi
orang yang lebih baik” itu kata-kata yang masih melekat dalam pikiranku, tanpa kusadari
seseorang yang dipercaya ayah dan ibu datang menghampiriku dan merangkulku dia adalah
Doni sekaligus ketua kamarku,”Nusa, ayo kembali kekamar, kita bereskan barang-
barangmu”katanya dengan senyuman, aku tak menghiraukannya dan membuka paksa
rangkulannya lalu aku tinggalkan seorang diri.
Kini, aku duduk santai sendirian didepan kamar menghindari keramaian yang di
ciptakan teman-teman kamar,”Sa!,kok kamu menyendiri, ayo ngumpul sama yang lain”sorak
Doni dari pintu kamar.
”bisa enggak jangan ganggu aku, aku sekarang butuh ketenangan, bukan ocehan
seakan perhatian yang kau lontarkan”sahutku dengan nada mengancam, lalu aku langsung
pergi tidak menghiraukannya yang kedua kali , yang kuinginkan sekarang ketenangan dan
biasanya dengan cara menyendiri mencurahkan isi hati pada bayanganku sendiri.
Adzan magrib berkumandang, burung-burung beterbangan menuju pulang menghiasai
awan merah rupawan pembuka malam, lantunan ayat suci Alqur’an dan dzikir berbenturan
mendongkrak heningnya malam, entah apa yang merasukiku rasanya ingin juga mengaji,
sedangkan dirumah aku sering lalai lebih mementingkan kepentingan duniawi, kuambil
mushaf yang tertata rapi, ketika aku membuka lembaran pertama aku bertanya-tanya tentang
tulisan yang tertera disana”kalau memimjam tolong dikembalikan”dan kulanjutkan membuka
lembaran demi lembaran dan kubaca secara perlahan, aku tak menyerti secara tiba-tiba wajah
kedua orang tuaku berbayang pada setiap ayat yang kubaca membuat air mata tak kuasa
kutahan.
~@~
”oh malam cepatlah usai, wahai fajar keluarlah, aku tak ingin terlalu larut dalam
penyesalan dan kesedihan”gumamku dalam hati yang diiringi setetes air yang meluap dari
kelopak mata, akibat masa lalu memukul pikiranku, orang tua teman yang sering kuganggu
bertamu didalamnya, suara perlawanan dan jeritan kesakitan melintas ditelinga.
Ini hari pertamaku tidur disebuah ruangan bersama 11 orang didalamnya tanpa kasur
dan latunan musik yang biasa kudengar, suara dengkuran dipojok ruangan merobek
heningnya malam, akibat bergurau seharian, untungnya aku masih libur madrasah tapi, semua
ini seakan-akan perlahan demi perlahan membuatku tersiksa sebagai tahanan pesantren
Darul Hikamm, kupaksakan pikiran agar tenang namun, al hasil tetap saja sia-sia entah
sampai kapan aku tersiksa begini sedangkan jam telah menunjukkan pukul:02:46 dini hari.
Kongkok ayam milik kiai saling bersahutan satu sama lain, seakan terasa mengatakan
malaikat telah siap mencatat amal yang akan dikerjakan umat islam, suara shalawat
membuatku terkejut aku merasa masih terlelap sekitar 5menit aku mengucek kedua mata
yang terasa perih akibat kurang tidur, suara kayu yang dipukulkan ke lantai menciptakan
suara yang mampu membuat para santri bangun dari tidurnya, aku merasa kesal disini terlalu
menepati sunnah-sunnah dalam islam berbeda dengan dirumah yang akan kukerjakan
menunggu keinginan atau paksaan dari orang yang sangat menyayangiku tapi aku sering
durhaka kepada mereka, betapa buruknya pangkatku.
Seusai shalat subuh berjemaah aku menghampiri Doni yang asyik berbincang-bincang
dengan temannya,”Don, kalau mau nelfon dimana ya?’’tanyaku lirih.
”kamu mau nelfon?’’tanyanya balik.
”kamu nanyak!, ya ia lah ayo cepat antarkan aku”.
Kita pun berangkat tanpa ada percakapan diantara kita, sesampam di sana Doni
langsung pamit kekamar duluan karna dia sakit perut,”halo!”ungkap ayah dari telepon.
”ada apa?’’tanyanya.
”jemput aku, aku ingin pulang aku tak betah disini”ungkapku dengan nada agak
tinggi.
”ada masalah apa”
”disini aku tersiksa peraturan ketat, dan aku tidak nyenyak tidur pokoknya kalau aku
tidak dijemput aku akan kabur dari pondok ini!”
” hm, gara-gara itu kamu tidak betah malu nak, kamu tidak sesuai dengan
kenakalanmu, kamu bisa pulang kalau kau bisa berubah menjadi pelita yang terang bagi
kita”pungkasnya seraya menutup telepon.
~@~
Rembulan dan bintang-bintang menjadi saksi tentang niat yang telah ku rancang, ya
benar aku akan kabur dari penjara suci ini.
Jam 01:30 waktu yang ku pilih untuk melarikan diri namun aku lupa bahwa dipondok
ini hanya ada satu pintu dan dijaga oleh satpam, mengendap-ngendap dibawah sinar
rembulan dan gemerlap bintang aku tersenyum sinis melihat pohon yang tumbuh di pojok
pagar pesantren itu yang akan menjadi jalan untuk kabur, tanpa berpikir panjang aku lansung
menaikinya.
Bruk.aku terjatuh karena menginjak ranting yang salah aku hanya berdesis kesakitan
dan kembali mengambil barang-barang, sinar yang remang-remang membuat diriku tak
bergutik aku tertangkap basah dan niat yang kutanam akhirnya sirna, memang benar ridha
Allah bersama ridha kedua orang tua.
Akibat perbuatanku aku berdiri di depan kantor pesantren dengan kaki sebelah,
sepasang mata memandangiku ada yang tertawa menghina dan ada yang pura-pura tidak
peduli.
”Toooor...!”Islam mengagetkanku.
”aduhhhhh..”desisku kesakitan akibat terbentur kepilar masjid.
”maaf Sa tidak senyaja, lagian dari tadi ngelamun seperti ditinggal seseorang”
”ya, gak papa, bukan karna ditinggal seseorang Lam tapi, akhirnya apa yang
diimpikan ayah dan ibu telah tercapai berkat doa kiai aku bisa mengerti budi perkerti, akibat
pergaulan dan lingkungan aku bisa tahu arti kehidupan, yang tak lain berkat pesanten kecil
ini, aku bisa berubah mendidik diri dan hati namun, di balik semua ini aku harus sabar dan
kuat melewati semua cobaan yang tuhan berikan”ungkapku menjelaskan dan Islam
mengangguk-angguk paham.
”itu lah nak jawaban dari pertaannyamu tentang pesantren”kataku kepada buah
hatiku, dia masih mencerna setiap perkataanku tadi.

Husnul Arifin*
*Bermukim di asrama Bpba bidang bahasa arab

Anda mungkin juga menyukai