Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASFIKSIA NEONATORUM

Di Susun Oleh :
1. Angga Permana : NIM. 11222253
2. Carolina Oktavia : NIM. 11222256
3. Dina Indriani : NIM. 11222257
4. Ganis Duning. R : NIM. 11222260
5. Hertawati Manurung : NIM. 11222261
6. Mariati Sinambela : NIM. 11222264
7. Nia Carolina Tambun : NIM. 11222266
8. Rista Lusiana : NIM. 11222268
9. Rofi Nurhayati : NIM. 11222269
10. Sartika Lutfiani : NIM. 11222271
11. Tanti Swi Syah Putri : NIM. 11222273
12. Tri Anjawati : NIM. 11222275

PROGRAM STUDY PERAWATAN NURSE


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assallamualaikum. WR..WB.
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmatnya penulis masih diberi kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tulisan penulis yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
ASFIKSIA NEONATORUM”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Seluruh dosen penanggung jawab keperawatan medical bedah


2. Rekan rekan perawat dan semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini
3. Suami tercinta serta anak-anak yang selalu memberikan support kepada
saya naik melalui doa, harapan dan kasih.
Saya menyadarai makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat saya harpakan demi kesempurnaan makalh
ini dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa khususnya dan perawat
umumnya, dan semakin menambah pengetahuan mahasiswa.

Depok September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER...................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................3
1.3. Tujuan..............................................................................................3
1.4. Manfaat............................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................5
2.1. Konsep Neonatus.............................................................................5
2.1.1. Pengertian Neonatus......................................................................5
2.1.2. Ciri-ciri Neonatus..........................................................................5
2.1.3. Klasifikasi Neonatus......................................................................6
2.2. Konsep Asfiksia Neonatorum..........................................................7
2.2.1. Pengertian Asfiksia Neonatorum...................................................7
2.2.2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum.................8
2.2.3. Manifestasi Klinis Asfiksia Neonatorum.......................................9
2.2.4. Pathofisiologi Asfiksia Neonatorum..............................................11
2.2.5. Pemeriksaan Penunjang Asfiksia Neonatorum..............................14
2.2.6. Tindakan Medis Asfiksia Neonatorum..........................................15
2.2.7. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum..........................................16
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................20
3.1. Pengkajian........................................................................................20
3.2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................26
3.3. Intervensi Keperawatan....................................................................27
BAB 4 PENUTUP...................................................................................31
4.1. Kesimpulan......................................................................................31
4.2. Saran.................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi indikator kesehatan pertama dalam

menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan cerminan dari status

kesehatan anak pada saat ini serta merupakan salah satu indikator keberhasilan

pembangunan suatu bangsa, dan juga asfiksia neonatorum salah satu penyebab

utama morbilitas dan mortalitas pada bayi baru lahir baik di Negara berkembang

maupun Negara maju (Diana, 2019).

Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum yaitu

faktor ibu yang meliputi kehamilan postterm, partus lama, preeklamsia, ketuban

pecah dini dan plasenta previa, kemudian faktor tali pusat yang meliputi lilitan tali

pusat, prolapsus tali pusat, simpul tali pusat dan tali pusat terlalu pendek,

selanjutnya faktor bayi yang meliputi air ketuban bercampur mekonium (berwarna

kehijauan), BBLR, bayi prematur, persalinan dengan tindakan (presentasi bokong)

(Yuni, 2018).

Menurut data dari World Health Organization (WHO) pada awal periode

kehidupan bayi baru lahir. Kematian bayi baru lahir yang disebebkan oleh

Asfiksia Neonatorum menduduki urutan ke 3 di dunia. Pada tahun 2017 angka

kematian bayi yang disebabkan oleh asfiksia di usia 0 - 27 hari terbanyak terdapat

di India sebanyak 114.306 bayi, diikuti oleh Nigeria sebanyak 76.154 bayi,

kemudian Pakistan sebanyak 53.110 bayi, sedangkan di Indonesia sebanyak

13.843 bayi (WHO, 2017).


2

Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia (2019) menunjukkan penyebab

tertinggi kematian neonatal adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

yaitu sebesar 7.150 (35,3%) kasus dan diikuti oleh bayi baru lahir dengan asfiksia

yaitu sebesar 5.464 (27,0%) kasus (Kemenkes RI, 2020).

Dampak dari asfiksia neonatorum akan bertambah buruk jika tidak ditangani

dengan benar akan menyebabkan hipoksia dan kerusakan otak bahkan kematian,

dimana hipoksia merupakan kondisi yang terjadi ketika bayi tidak mendapatkan

pasokan oksigen yang cukup sebelum, selama, atau setelah dilahirkan. Hipoksia

pada bayi baru lahir dapat menyebabkan cedera otak. Jika tidak dirawat dengan

tepat, kondisi ini dapat berkembang menjadi gangguan permanen, seperti cerebral

palsy, defisiensi kognitif, dan ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), selama bayi di

rawat di rumah sakit perawat dapat melakukan asuhan keperawatan yang tepat

untuk meningkatkan kesehatan pada bayi dengan asfiksia. Selama melakukan

asuhan keperawatan, masalah keperawatan yang mungkin terjadi pada bayi

dengan asfiksia neonatarum yaitu bersihan jalan napas tidak efektif, pola napas

tidak efektif, gangguan pertukaran gas dan hipotermia (SDKI,2017).

Untuk mempertahankan pola napas pada asfiksia neonatorum maka

dilakukan monitor frekuensi, kedalaman, dan usaha napas, monitor adanya

sumbatan jalan napas, auskultasi bunyi napas, monitor saturasi oksigen,

pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift, lakukan

fisiotrapi dada, lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik dan Berikan

terapi oksigen (SIKI,2018).

Berdasarkan hasil penelitian Nurviyanti dan Sri (2021), Terapi oksigen yang

akan digunakan pada bayi baru lahir dengan asfiksia, RDS dan Meconium
3

Aspiration Syndrom (MAS) antara lain oksigen terapi nasal, Continuous Positive

Airway Pressure (CPAP) atau ventilasi mekanik tergantung pada tingkat

keparahan gangguan pernafasan bayi. Terapi oksigen efektif dalam menurunkan

Downes score pada pasien asfiksia neonatorum, Downes score merupakan alat

ukur kegawatan nafas pada neonatus cepat dan cukup sederhana, sekaligus

sebagai acuan menentukan jenis terapi oksigen yang hendak digunakan. Downes

Score dapat digunakan dirumah sakit untuk mengukur keefektifan terapi oksigen

(Nurviyanti dan Sri, 2021).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu asfiksia neonatorum.?

2. Apa saja etiologic dan faktor predisposisi asfiksia neonatorum.?

3. Apa saja manifestasi klinis asfiksia neonatorum.?

4. Bagaimana patofisiologi asfiksia neonatorum.?

5. Apa saja pemeriksaan penunjang asfiksia neonatorum.?

6. Apa saja tindakan medis asfiksia neonatorum.?

7. Apa saja penatalaksanaan medis asfiksia neonatorum.?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui apa itu asfiksia neonatorum.?

2. Mengetahui etiologic dan faktor predisposisi asfiksia neonatorum.?

3. Mengetahui manifestasi klinis asfiksia neonatorum.?

4. Mengetahui patofisiologi asfiksia neonatorum.?

5. Mengetahui pemeriksaan penunjang asfiksia neonatorum.?

6. Mengetahui tindakan medis asfiksia neonatorum.?


4

7. Mengetahui penatalaksanaan medis asfiksia neonatorum.?

1.4. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

Makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa ilmu keperawatan

mengenai asfiksia neonatorum.

2. Bagi institusi pendidikan

Harapannya, Makalah ini dapat dishare kemahasiswa ilmu keperawatan

dalam menambah referensi tentang asfiksia neonatorum.

3. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan penulis tentang asfiksia neonatorum dan asuhan

keperawatan teoritis asfiksia neonatorum.

4. Bagi Perawat

Makalah ini dapat menambah wawasan perawat tentang apa itu asfiksia

neonatorum, penyebab, tanda dan gejala, pathofisiologi, pemeriksaan

penunjang, penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan teoritis asfiksia

neonatorum.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Neonatus


2.1.1. Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru lahir 28 hari pertama kehidupan (Rudolph,

2015). Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama

(Koizer, 2011). Neonatus adalah bulan pertama kelahiran. Neonatus normal

memiliki berat 2.700 sampai 4.000 gram, panjang 48-53 cm, lingkar kepala 33-

35cm (Potter & Perry, 2009).

2.1.2. Ciri-ciri Neonatus

Menurut Dewi (2010) ciri-ciri neonates antara lain sebagai berikut :

1. Berat badan 2.500-4.000 gram.

2. Panjang badan 48-52.

3. Lingkar dada 30-38.

4. Lingkar kepala 33-35.

5. Frekuensi jantung 120-160 kali/menit.

6. Pernapasan ±40-60 kali/menit.

7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup.

8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.

9. Kuku agak panjang dan lemas.

10. Genitalia: pada perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, dan

pada laki-laki, testis sudah turun dan skrotum sudah ada.

11. Refleks isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

12. Refleks Moro atau gerak memeluk jika dikagetkan sudah baik.
6

13. Refleks grap atau menggenggam sudah baik.

14. Eliminasi baik, mekonium keluar dalam 24 jam pertama, mekonium

berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010).

2.1.3. Klasifikasi Neonatus

Klasifikasi neonatus menurut Marni (2015) antara lain sebagai berikut :

a. Neonatus menurut masa gestasinya

1. Kurang bulan (preterm infant) : 294 hari (42 minggu)

2. Cukup bulan (term infant) : 259-294 hari (37-42 minggu)

3. Lebih bulan (postterm infant) : >294hari (42 minggu)

Pembagian masa neonatal usia 0–28 hari, masa neonatal dini, usia 0–7

hari, masa neonatal lanjut usia 8–28 hari (Soetjiningsih, 2017).

b. Neonatus menurut berat lahir :

1. Berat lahir rendah : <2.500 gram

2. Berat lahir cukup : 2500-4000 gram.

3. Berat lahir lebih : >4000 gram.

c. Neonatus menurut berat lahir terhadap masa gestasi (masa gestasi dan

ukuran berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan :

1. Neonatus cukup/ kurang/ lebih bulan.

2. Sesuai/ kecil/ besar ukuran masa kehamilan.

Penurunan berat badan neonatus pada hari hari pertama sering menjadi

kekhawatiran tersendiri bagi ibu, padahal hal ini merupakan suatu

proses penyesuaian fisiologis transisi dari lingkungan intrauterin ke

lingkungan ekstrauterin. Secara normal neonatus aterm akan mengalami


7

penurunan berat badan sekitar 4-7% dari berat lahir selama minggu

pertama kehidupan (Marni, 2015).

2.2. Konsep Asfiksia Neonatorum


2.2.1. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru

lahir yang mengalami gangguan tidak dapat bernafas secara spontan dan

teratur setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan hipoksia

dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Nurarif, 2016).

Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan dalam memulai dan

melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir

atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam keadaan asfiksia

yaitu asfiksia primer atau asfiksia sekunder mungkin dapat bernafas tetapi

kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (Sudarti dan

Fauziah, 2013).

Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi

baru lahir tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran.

Asfiksia juga didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai respirasi

biasanya dalam satu menit kelahiran. Asfiksia dapat menyebabkan hipoksia

(penurunan suplai oksigen ke otak dan jaringan) dan kerusakan otak atau

mungkin kematian jika tidak di lakukan tindakan dengan benar (Mendri,

2017).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asfiksia

neunatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
8

secara spontan dan teratur segera setelah lahir sehingga tidak mendapatkan

cukup oksigen selama proses kelahiran.

2.2.2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksia Neonatorum


Menurut Nurarif (2016), Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor,

yaitu:

a. Faktor ibu

1. Penyakit kronis ( Diabetes Melitus, jantung, kekurangan gizi, dan

ginjal.

2. Hipoksia ibu.

3. Gangguan aliran darah fetus

1) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri.

2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

3) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll.

4. Penyakit selama kehamilan (Preeklamsia dan eklamsia)

5. Persalinan patologis (presentasi bokong, letak lintang, partus lama,

ketuban pecah dini, infeksi, vakum ekstraksi, forseps).

6. Kehamilan lebih bulan (> 42 minggu kehamilan)

b. Faktor plasenta

1. Infark plasenta

Terjadi pemadatan plasenta, nuduler, dan keras sehingga tidak

berfungsi dengan pertukaran nutrisi

2. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal

pada korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi pada


9

trimester III, walaupun dapat pula terjadi pada setiap saat dalam

kehamilan.

3. Plasenta previa

Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus

sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.

c. Faktor neonatus

1) Bayi prematur (kehamilan <37 minggu)

2) Aspirsi meconium pada air ketuban bercampur meconium (warna

kehijauan)

3) Anestesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat

menimbulkan depresi pernafasan pada bayi.

4) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial.

5) Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis

saluran pernafasan, hipoplasi paru, dll (Nurarif, 2016).

2.2.3. Manifestasi Klinis Asfiksia Neonatorum


Menurut Sudarti dan Fauziah (2013), gejala dan tanda asfiksia yaitu :

a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat

(kurang dari 30 kali permenit). Menurut Sondakh (2013), Apnea dibagi

menjadi dua bagian, yaitu :

1. Apneu primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus

neuromuskular menurun.

2. Apneu sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan

pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus


10

menurun, terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin

lemah.

b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan dada)

c. Tangisan lemah atau merintih

d. Warna kulit

1. Puncat dan ada tanda-tanda syok (untuk tanda asfiksia berat)

2. Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan)

e. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai

f. Denyut jantung tidak ada atau lambat

1. Bradikardia (kurang dari 100 kali/menit) untuk gejala asfiksia berat

2. Takhikardia (lebih dari 140 kali/menit) untuk gejala asfiksia ringan

(Sudarti dan Fauziah, 2013).

Menurut Yuliana (2017) tanda dan gejala dari asfiksia yaitu :

1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga

memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan

gejala yang muncul pada asfiksia berat antara lain: frekuensi jantung

kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan

kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada , tidak ada usaha

napas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat

memberikan reaksi jika diberikan rangsangan,, terjadi kekurangan

oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan. Pada asfiksia

dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
11

dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang

post partum.

2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)

Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat

bernapas kembali. Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul

antara lain: frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang

baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)

Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul antara lain:

napas lebih dari 100 kali per menit, warna kulit bayi tampak kemerah-

merahan, gerak/tonus otot baik, bayi menangis kuat (Yuliana, 2017).

2.2.4. Pathofisiologi Asfiksia Neonatorum


Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi pada

masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu

menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia

transien). Proses ini diaggap sengat perlu untuk merangsang kemoreseptor

pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan

berlanjut dengan pernapasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai

pengaruh buruk kerena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen

selama kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan

dimana akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan

menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat

reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia
12

yang dimulai dengan satu periode apnea (primary apneo) disertai dengan

penurunan frekuensi jantung.

Selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha napas (gasping) yang

kemudian diikuti oleh pernapasan teratur. Kondisi patofisiologis yang

menyebabkan asfiksia meliputi kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon

dioksida berlebihan, dan asidosis metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa

tersebut menyebabkan kerusakan sel dan lingkungan biokimia yang tidak

cocok dengan kehidupan. Tujuan resisutasi adalah intervensi tepat waktu

yang membalikkan efek-efek biokimia asfiksia, sehingga mencegah

kerusakan otak dan organ yang irreversibel (tidak bisa kembali), yang

akibatnya akan ditanggung sepanjang hidup (Sondakh, 2013).

Frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi

melakukan upaya megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke

periode apnea primer akan mulai melakukan usaha napas lagi. Stimulasi

dapat terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal

(oleh suhu persalinan yang lebih dingin) (Sondakh, 2013).

Bayi dengan asfiksia ringan akan mengalami apnea primer yaitu bayi

baru lahir dapat memulai pola pernapasan biasa (walaupun tidak teratur dan

mungkin tidak efektif). Bayi yang mengalami proses asfiksia lebih jauh

berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat dengan cepat

menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh

pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi jantung. Warna bayi

berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer
13

sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke organ-organ seperti jantung,

ginjal dan adrenal (Sondakh, 2013).

Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan

pembuluh darah di paru-paru mengalami konstriksi. Keadaan konstriksi ini

menyebabkan paru-paru resisten terhadap ekspansi, sehingga mempersulit

kerja resusitasi janin yang persisten. Foramen ovale terus membuat pirau

darah ke aorta, melewati paru-paru yang konstriksi. Bayi baru lahir dalam

keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran sirkulasi janin (Sondakh,

2013).

Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius menyebabkan

penimbunan sampah metabolik akibat metabolisme anaerob. Akibat

ketidakadekuatan ventilasi, maka bayi baru lahir cepat menimbun

karbondioksida. Hiperkabia ini mengakibatkan asidosis respiratorik yang

lebih jauh akan menekan upaya napas (Sondakh, 2013).

Kurangnya oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru lahir

berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya glukosa

yang dibutuhkan untuk sumber energi pada saat kedaruratan. Hal ini

menyebabkan akumulasi asam laktat dan asidosis metabolik. Asidosis

metabolik hanya akan hilang setelah periode waktu yang signifikan dan

merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi pernapasan dan frekuensi

jantung adekuat (Sondakh, 2013).

Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal,

aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi.

Kondisi tersebut hanya dapat memberikan penyesuaian sebagian. Jika


14

hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi penyesuaian akibat hipoksia

pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling berat muncul akibat

tidak adanya zat penyedia energi, seperti ATP, berhentinya kerja pompa

ion-ion transeluler, akumulasi air, natrium dan kalsium serta kerusakan

akibat radikal bebas oksigen. Seiring dengan penuran aliran darah yang

teroksigenasi, maka asam amino yang meningkat akibat pembengkakan

jaringan otak akan dilepas. Proses ini dapat mengakibatkan kerusakan

neurologis yang mencolok atau samar-samar. Kejang dapat muncul selama

24 jam pertama setelah bayi lahir. Awitan kejang selama periode ini

merupakan tanda yang mengkhawatirkan dan merupakan tanda peningkatan

kemungkinan terjadinya kerusakan otak yang permanen (Sondakh, 2013)

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang Asfiksia Neonatorum


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa

asfiksia neonatorum :

a. Laboratorium analisis gas darah tali pusat: menunjukkan hasil asidosis

jika PaO2 2O, PaCO2>55 mmH2O dan pH <7,30 (Ghai etal 2010 dalam

Ikatan Ners Indonesia 2016).

b. Bila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif,

pemeriksaan penunjang diarahkan pada kecurigaan komplikasi,

meliputi:

1. Glukosa darah neonatus (nilai normal 40-150 mg/dL)

Pada asfiksia neonatorum cenderung beresiko mengalami

hipoglikemi yaitu glokosa dalam darah < 40 mg/dl

2. Elektrolit darah

 Kalium nilai (normal 3,6-5,8 mmol/L)


15

 Natrium ( nilai normal 134-150 mmol/L,)

 Kalsium (nilai normal < 8 mg/dL)

Hasil pemeriksaan elektrolit pada asfiksia neonatorum

mengalami penurunan kurang dari batas normal

3. Ureum (nilai normal 7-20 mg/dl)

Kreatinin (nilai normal 0,3-1,2 mg/dL)

Pada asfiksia neonatorum biasanya terjadi peningkatan kadar

kreatinin dalam darah di atas 1,5 mg/dl.

4. Laktat nilai normal (0,4-1.3 mmol/L) Pada asfiksia neonatorum

mengalami peningkatan kadar laktat di atas 1,3 mmol/L

5. Pemeriksaan radiologi

6. USG kepala: kemungkinan dapat mendeteksi perdarahan

7. CT-scan kepala (Ikatan Ners Indonesia, 2016).

c. Perhitungan Gas Darah

1. Analisis gas darah secara langsung mengukur Ph PaCO2 dan PaO2 dan

menghitung defisit/kelebihan basa, bikarbonat (HCO3-) dan saturasi

O2.

2. Nilai gas darah : pada neonatus dengan asfiksia neonatorum didapatkan

PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, Ph < 7,3.

3. Gas darah vena biasanya memiliki Ph lebih rendah, PCO2 lebih tinggi,

PO2 lebih rendah daripada ABG (Hamm, 1999 dalam Haws, Paulette

2013), sampel gas darah kapiler bisa diarterialkan dengan

menghangatkan ekstermitas dan disamakan secara kasar dengan Ph,

PaCO2, dan HCO3-, arterial (Paulette, 2013).


16

2.2.6. Tindakan Medis Asfiksia Neonatorum


Tindakan medis yang akan dilakukan pada bayi yang mengalami asfiksia

neonatorum sebagai berikut :

a. Pada asfiksia ringan :

1. Jika bayi tidak mendapatkan oksigen izinkan bayi untuk menyusui

2. Jika bayi mendapatkan oksigen atau sebaliknya dapat menyusu,

berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian

makanan alterannya.

b. Jika pada asfiksia sedang atau berat :

1. Pasang IV. dan berikan hanya cakk,hiran IV 12 jam pertamaohd

2. Batasi volume cairan sampai 60 ml/kg berat badan selama hari

pertama, dan pantau pengeluaran urin.

3. Jika bayi berkemih kurang dari enam kali per hari atau tidak

menghasilkan urin :

1) Jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya.

2) Ketika jumlah urine mulai meningkat. tingkatkan volume cairan

IV harian sesuai dengan kemajuan volume cairan, tanpa

memperhatikan usia bayi (yaitu untuk bayi yang berusia empat

hari, lanjutkan 60 mi/kg sampai 80 ml/kg. sampai 100 ml/kg,

dan seterusnya. Jangan langsung 120 ml/kg pada hari pertama.

4. Ketika konvulsi terkendali dan bayi menunjukkan tandatanda

peningkatan respons, izinkan bayi mulai menyusu. Jika bayi tidak

dapat menyusu, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode

makan alternatif.
17

5. Berikan perawatan berkelanjutan. Perawatan berkelanjutan pada bayi

asfiksia.

2.2.7. Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum


Penatalaksanaan asfiksia pada bayi baru lahir menurut Masruroh (2016)

adalah sebagai borikut :

1. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas (radiant warner) dalam

keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan

memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.

2. Memposisikan bayi dengan sedikit mengadahkan kepalanya.

Caranya : Bayi diletakkan telentang dengan Ieher sedikit tengadah agar

posisi faring, laring, dan trakea dalam satu garis lurus yang akan

mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi baik untuk

melakukan ventilasi dengan balon atau sungkup dan atau untuk

pemasangan pipa endotrakeal.

3. Bersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril,

membersihkan jalan napas sesuai keperluan aspirasi mekonium saat

proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.

a. Salah satu pendekatan obstetrik yang digunakan untuk mencegah

aspirasi adalah dengan melakukan ponghisapan mukonium sobelum

lahirnya bahu atau intrapartum suctioning.

b. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar

(bayi mongalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan

frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit) scgera dilakukan
18

penghisupan trakea sebelum timbul pernafasan untuk mencegah

sindrom aspirasi mekonium.

c. Penghisapan trakea meliput langkah-langkah pemasangan

laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakeal, kemudian

dengan kateter penghisapan dilakukan pembersihan daerah mulut,

faring dan trakea sampai glotis.

d. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak

bugar, pembersihan sekret dari jalan nafas dilakukan seperti pada

bayi tanpa mekanium.

4. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi

yang benar.

a. bila setelah posisi yang benar, penghisapan sekret, dan pengeringan,

bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil dapat

dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan

menggosok punggung tubuh atau ekstremitas bayi.

b. Ventilasi tekanan positif.

c. Kompresi dada

d. Pemberian epinefrin dan atau pengembangan volume (volume

expander)

1) Keputusan untuk melanjutkan dari atau kategori ke kategori

berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara

simultan (pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit).

2) Waktu untuk setiap langkah adalah 30 detik, lalu nilai kembali,

dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.


19

e. Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7 - 10)

lakukan perawatan selanjutnya :

1) Membersihkan badan bayi

2) Perawatan tali pusat

3) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat

4) Melaksanakan antropometri dengan pengkajian kesehatan.

5) Memasang pakaian bayi.

6) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi.

f. Mengajarkan orang tua / ibu dengan cara :

1) Membersihkan jalan napas

2) Pemberian ASI (Meneteki) yang baik

3) Perawatan tali pusat (Masruroh, 2016).


20
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1. Pengkajian

Pengkajian Keperawatan menurut Budiono (2015) adalah tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan

data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. Adapun pengkajian yang akan dikaji dalam asuhan keperawatan

pada asfikisa neonatorum sebagai berikut :

A. Biodata

Biodata terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak ke

berapa, jumlah saudara, dan tanggal masuk, no,MR, identitas keluarga, yang

lebih ditekankan pada hayi karena berkaitan degan diagnosa Asfiksia

Neonatorum.

B. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

a. Keluhan utama

Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bisa bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan. Keadaan bayi

ditandai dengan tidak bias bernafas atau bernafas megap-megap

sianosis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, tangisan lemah

dan terjadi penurunan kesehatan pada bayi.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

a. Prenatal
22

Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik,

keracunan karena obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum,

anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi terhadap cacat bawaan

dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.

b. Intranatal

Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2 sebab partus

lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala

anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat, pemberian obat bius

terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan bayak,

piacenta provia. sulitio plasenta, persentase janin abanormal, lilitan tali

pusat, dan kesulitan lahir.

c. Posnatal

Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea. asidosis

metabolic, perubahan fungsi jantung. kegagalan system multi organ.

3. Riwayat kesehatan keluarga Menurut Mendri (2016), kaji riwayat

kehamilan dan persalinan, dalam keluarga tidak ada keluarga atau saudara

bayi yang mengalami riwayat asfiksia neonatorum sebelumnya dan juga

biasanya faktor ibu meliputi Penyakit kronis, genetik, penyakit selama

kehamilan. persalinan pathologis, infeksi berat. kehamilan lebih bulan.

4. Kebutuhan dasar :

a. Pola Nutrisi Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral,

karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna.

b. Pola Eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena

organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna.


23

c. Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan

pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus

diganti popoknya.

d. Pola tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.

C. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum

Umumnya bayi dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak nafas,

tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai, dan pernapasan tidak teratur

2. Tanda-tanda vital

Umumnya (nadi, pernafasan, suhu) tidak normal. TTV normal pada

neonatus :

a. Nadi : 100-165 x/menit

- Takikardia adalah nadi lebih dari normal (nadi cepat).

- Bradikardia adalah nadi kurang dari normal (nadi lambat).

b. Pernafasan : 30-55 x/menit

- Bradipnea : Nafas teratur namun lambat secara tidak normal

(pernafasan kurang dari 30x/menit).

- Takipnea : Nafas teratur namun cepat secara tidak normal

(pernafasan lebih dari 55x/menit).

- Hipernea : Nafas sulit, dalam, lebih dari 20x/menit. Secara

normal terjadi setelah olahraga.

- Apnea : Nafas berhenti untuk beberapa detik.

- Hiperventilasi : Frekeunsi dan kedalaman nafas meningkat.


24

- Hipoventilasi : Frekuensi nafas abnormal dalam kecepatan dan

kedalaman.

- Pernafasan Cheyne stokes : Frekuensi dan kedalaman nafas yang

tidak teratur ditandai dengan periode apnea dan hiperventilasi

yang berubah ubah.

- Pernafasan Kussmaul : pernafasan dalam secara tidak normal

dalam frekuensi nafas yang meningkat.

- Pernafasan Biot : Nafas dangkal secara tidak normal diikuti oleh

periode apnea (henti nafas) yang tidak teratur

c. Suhu : 36 °C -37,5°C

- Hipotermia yaitu suhu tubuh kurang dari normal

- Hipertermia yaitu suhu tubuh lebih dari normal

d. Saturasi oksigen : 95% - 100%

Pada asfiksia nadi menurun < 100 x/menit, suhu tubuh menurun

35,3oC, dan pernapasan meningkat > 60x/menit.

3. Kulit

Pucat/sianosis dan ada tanda-tanda syok

4. kepala

Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung, sutura

belum menutup dan kelihatan masih bergerak.

5. Mata

Pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.

6. Hidung
25

Terdapat mukosa dan pergerakan cuping hidung, dan terdapat deformitas

akibat tekanan jalan lahir.

7. Telinga

Simetris kanan dan kiri, tulang rawan padat dengan bentuk yang baik,

berespon terhadap suara dan bunyi lain.

8. Mulut

Bibir simetris, sianosis, dan terdapat lender

9. Dada

Dibagian dada biasanya ditemukan pernapasan yang ireguler, frekuensi

pernapasan yang cepat dan retraksi dinding dada.

10. Abdomnen

Pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran hati, limpa, tumor aster),

scaphoid (kemungkinan bayi menderita diafragmatika).

11. Ekstremitas

Inspeksi : warna kulit kebiruan, gerak tidak aktif

12. Genetalia

13. Refleks

a. Refleks menggenggam (phalmal grap reflek) adalah bila telapak tangan

memberi rangsangan akan memberi reaksi seperti menggenggam.

b. Reficka leher (tonik neck reflek) pada bayi dalam keadaan tertidur

menunjukkan reflek dengan cepat putar kearah satu sisi respon yang

khas jika bayi menghadap kekiri lengan dan kaki pada sisi itu

sedangkan lengan dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi


26

(putar kepala kearah kanan dan ekstremitas akan mengambil postur

yang berlawanan).

c. Refleks menghisap dan membuka mulut (rooting refleks)

menimbulkan reflek sentuhan bibir, pipi atau sudut mulut bayi dengan

puting. Respon yang khas bayi menoleh kearah stimulus, membuka

mulut, memasukkan puting dan menghisap.

d. Refleks moro adalah bila di beri rangsangan yang mengagetkan akan

terjadi reflek lengan dan tangan terbuka serta kemudian diakhiri

dengan aduksi lengan.

D. Pemeriksaan Khusus

APGAR SKORE

Nilai APGAR menurut Maryunani (2014) dapat membantu untuk menilai

keseriusan dari depresi bayi baru lahir yang terjadi serta langkah segera

diambil Jumlah nilai seturuhnya didapat dengan cara mengevaluasi kelime

tanda. Yaitu:

A : Appearance (penampakan/kelainan warna)

P : Pulse (nadi atas detak jantung)

G : Grimance (ringisan atau respon wajah bayi ketika kakinya disentuh)

A : Activity (aktivitas tonus otot lengan dan kaki)

R : Respiration (pernapasan).

Tabel 3.1 Memeriksa APGAR pada bayi


yang mengalami asfiksia neonatorum

Tanda-tanda 0 1 2
Rupa/warna (penampakan Pucat dan biru Tubuh merah, Seluruhnya merah
tangan dan kaki
biru
27

Nadi/detak jantung Tidak terdapat Kurang dari Lebih dari


detak jantung 100x/menit. 100x/menit, detak
Detak jantung jantung kuat
lemah
Wajah menyeringai / respon Tidak ada Menyeringai atau Menangis, batuk
terhadap sentuhan respon/reaksi wajah tampak atau bersin
kecut
Aktivitas/ tonus otot Tangan dan kaki Ada sedikit Pergerakan aktif
lumpuh (tidak ada pergerakan kaki dan tangan
gerakan) sebagai reaksi bergerak
terhadap
rangsangan
Upaya bernapas Tidak ada Pernapasan Menangis kuat
pernapasan, tidak perlahan/tidak
ada tangis teratur. Dinding
dada tertarik,
merintih atau
tangisannya
lemah

3.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menurut Budiono (2015) adalah suatu pertanyaan yang

menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola

interaksi aktual / potensial) dari individu atau kelompok tempat anda secara

legal mengidenfikasi dan anda dapat memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan atau mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah

perubahan. Menurut Nuranf, Amin Huda (2015) diagnosa pada pasien dengan

Asfiksia Neonatorum adalah sebagai berikut :

1. Bersihkan jalan napas tidak efektif

2. Pola napas tidak efektif


28

3. Gangguan pertukaran gas

4. Hipotermi (SDKI, 2018).

3.3. Intervensi Keperawatan

Tabel 3.2. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1 Bersihan jalan Tujuan : Observasi
nafas tidak efektif Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi, kedalaman,
asuhan keperawatan dan usaha napas
selama 1x24 jam, jalan 2. Monitor adanya sumbatan
napas kembali paten. jalan napas
3. Auskultasi bunyi napas
Kriteria hasil : 4. Monitor bunyi napas tambahan
- Batuk efektif (gurgling, mengi,wheezing,
meningkat ronkhi).
- Produksi sputum 5. Monitor saturasi oksigen
menurun
Terapeutik
- Mengi menurun
6. Pertahankan kepatenan jalan
- Wheezing menurun
napas dengan headtilt dan
- Dispneu Menurun
chin-lift
- Sianosis menurun
7. Lakukan fisiotrapi dada
- Gelisah menurun.
8. Lakukan penghisapan lendir
- Frekuensi napas
kurang dari 15 detik
membaik
9. Berikan oksigen, bila
- Pola napas membaik
diperlukan
10. Dokumentasikan hasil
pemantauan
29

Edukasi
11. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

2 Pola Napas tidak Tujuan : Observasi


efektif Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi, kedalaman,
asuhan keperawatan dan usaha napas
selama 1x24 jam, pola 2. Monitor pola napas
napas kembali normal. (bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul).
Kriteria hasil : 3. Auskultasi bunyi napas
- Dyspnea menurun 4. Monitor saturasi oksigen.
5. Monitor bunyi napas tambahan
- Penggunaan otot
(gurgling, mengi,wheezing,
bantu pernapasan
ronkhi)
menurun
- Pernapasan cuping Terapeutik.
hidung menurun 6. Pertahankan kepatenan jalan
- Frekuensi napas napas dengan head-tilt dan
membaik chin-lift
- Kedalaman napas 7. Posisikan semi fowler atau
membaik fowler
8. Berikan terapi oksigen
9. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi.
10. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.

Kolaborasi
Terapi pemberian obat dengan
tepat dan sesuai prosedur
30

3 Gangguan Tujuan : Observasi


pertukaran gas Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi, kedalaman,
asuhan keperawatan dan usaha napas
selama 3x24 jam bayi 2. Monitor pola napas
tidak mengalami (bradipnea, takipnea,
gangguan pertukaran hiperventilasi, kussmaul).
gas. 3. Monitor adanya sumbatan
jalan napas.
Kriteria Hasil : 4. Monitor kecepatan aliran
- Tingkat kesadaran oksigen.
meningkat 5. Monitor posisi alat terapi
- Dyspnea menurun - oksigen.
bunyi napas 6. Monitor efektifitas terapi
tambahan menurun oksigen.
- Diaphoresis menurun 7. Monitor integritas mukosa
- Gelisah menurun hidung akibat pemasangan
- Takikardi membaik oksigen.
- Sianosis membaik 8. Auskultasi bunyi napas.

- Warna kulit 9. Monitor saturasi oksigen

membaik Terapeutik
10. Bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea.
11. Pertahankan kepatenan jalan
napas
12. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Kolaborasi
31

Kolaborasi penentuan dosis


oksigen

4 Hipotermi Tujuan : Observasi


Setelah diberikan 1. Monitor suhu tubuh
asuhan keperawatan 2. Identifikasi penyebab
selama 1x24 jam bayi hipotermia
tidak mengalami 3. Monitor tanda dan gejala
hipotermi. akibat hipotermia

Kriteria Hasil : Terapeutik


- Kekuatan nadi 4. Sediakan lingkungan yang
meningkat hangat
- Saturasi oksigen 5. Ganti pakaian / linen yang
meningkat basah
- Akral dingin 6. Lakukan penghangatan pasif
menurun dan aktif
- Berat badan 7. Lakukan terapi paparan panas.
meningkat
Observasi
1. Identifikasi kontraindikasi
penggunaan terapi.
2. Monitor suhu alat terapi.
3. Monitor kondisi umum,
kenyamanan dan keamanan
selama terapi
4. Monitor respon pasien
terhadap terapi
Terapeutik
5. Pilih metode stimulasi yang
nyaman dan mudah didapatkan
6. Tentukan durasi terapi sesuai
32

dengan respon pasien


BAB 4
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa beberapa masalah keperawatan atau diagnose

keperawatan pada neonatus yang mengalami asfiksia antara lain :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif

3. Gangguan pertukaran gas

4. hipotermi

4.2. Saran

1. Bagi masyarakat

Makalah ini dapat menambah wawasan masyarakat mengenai masalah

yang muncul pada neonates yang mengalami asfiksia.

2. Bagi profesi keperawatan

Makalah ini dapat menambah wawasan perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan pada neonates yang mengalami asfiksi.

3. Bagi intansi pendidikan

Makalah ini kiranya dapat dipublikasikan kepada mahasiswa dalam

menambah referensi mahasiwa tentang asuhan keperawatan pada

neonates yang mengalami asfiksia.


34

DAFTAR PUSTAKA

Diana, Wulan. (2019). Endorphin Massage Efektif Menurunkan Nyeri Punggung


Ibu Hamil Trimester III. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol. 12. No. 2 (online)
https://journal2.unusa.ac.id/index.php/JHS/article/download/1128/853/2
Medri, Ni Ketut dan Agus. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan
Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Nurarif, H. A. & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawtan Praktis AplikasiAsuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Jogjakarta : Medi Action.
Nurviyanti & Sri, S (2021). Efektifitas terapi oksigen terhadap downes score
pada pasien asfiksia neonatus di ruang perinatology.
Sondakh Jenny J.S. (2013). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Erlangga.
Sudarti, & Fauziah A. (2013). Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Jogjakarta : Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai