Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul

3.3 Pengelolaan Program yang


Berpihak pada Murid
01 Jun @Opini

WENNY ARIE PUJI SUSANTI, S.Pd., M.Pd.

CGP ANGKATAN 7 KELAS 125

SMP NEGERI 1 TAMAN

SIDOARJO

JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERPIHAK PADA MURID

Berikut pengalaman saya selama mengikuti pembelajaran


modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak pada
Murid. Jurnal refleksi ini saya tulis sebagai media untuk
mendokumentasikan perasaan, gagasan dan pengalaman serta
praktik baik yang telah saya lakukan. Model refleksi yang saya
pakai adalah Model 1: 4F (Facts, Feelings, Findings, Future)/4P
(Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, Penerapan).

1. Peristiwa (Fact)

Di Modul 3.3 ini, saya dibekali pengetahuan mengenai


Pengelolaan Program yang Berpihak pada Murid. Kegiatan
pengkajian LMS ini menggunakan Alur Merdeka. Diawali
dengan Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi 1,
Ruang Kolaborasi 2, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi
Pemahaman, Koneksi Antar Materi dan diakhiri dengan Aksi
Nyata.
Pada kegiatan alur merdeka pertama, saya disajikan pada
tema “Mulai dari Diri” yang memuat pertanyaan-pertanyaan
pemantik antara lain:

Apa yang dimaksud dengan program yang berdampak pada


murid? Bagaimana kaitan antara program yang berdampak
pada murid dengan kepemimpinan murid (student agency)?

Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan


program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan
menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam
struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini dilakukan oleh
guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan
untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran
dalam kurikulum. Sementara itu,
program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan
yang dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman
kegiatan intrakurikuler. Program/kegiatan ini meliputi kegiatan
pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan
seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat
menguatkan karakter murid. Sedangkan
program/kegiatan ekstrakurikuler adalah program/kegiatan
yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan
intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan
dan pengawasan sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan
untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan,
kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid.

Selanjutnya melakukan refleksi dengan menjawab pertanyaan-


pertanyaan berikut ini:

Apa kegiatan/programnya? Siapa yang memprakarsai atau


menggagas program tersebut? Berperan sebagai apa Ibu/Bapak
saat itu? Bagaimana perasaan Ibu/Bapak saat itu? Mengapa
pengalaman tersebut berkesan untuk Ibu/Bapak? Apa
pembelajaran yang Ibu/Bapak ambil dari kegiatan/ program
tersebut? Bagaimana pengalaman tersebut berdampak pada
Ibu/Bapak sekarang? Apakah berdampak positif atau negatif?

Kegiatan selanjutnya adalah Ekplorasi Konsep


tentang Kepemimpinan Murid (Student Agency). Kita semua
tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih
dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara
natural adalah seorang pengamat, penjelajah, yang memiliki
rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa
ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan
orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian
membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang
lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan
kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan
atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam
proses belajar mereka sendiri. Namun, terkadang guru
memperlakukan murid-murid seolah-olah mereka tidak mampu
membuat keputusan, pilihan atau memberikan pendapat terkait
dengan proses belajar mereka. Kadang-kadang kita bahkan
tanpa sadar membiarkan murid-murid kita secara sengaja
menjadi tidak berdaya (learned helplessness), dengan secara
sepihak memutuskan semua yang harus murid pelajari dan
bagaimana mereka mempelajarinya, tanpa melibatkan peran
serta mereka dalam proses pengambilan keputusan tersebut.

2. Perasaan (Feelings)

Pada awal sebelum mempelajari modul, masih merasa bingung


dengan pengelolaan sumber daya yang berpihak pada murid.
Namun, setelah mengikuti alur ekplorasi konsep, ditambah,
alur ruang kolaborasi. Saya menjadi jelas bahwa pengelolaan
sumber daya yang berpihak pada murid dilakukan dengan
menjadikan murid sebagai student agency/kepemimpinan
murid.
Selanjutnya saya merasa semakin tercerahkan, saat alur
presentasi ruang kolaborasi, semakin paham bahwa agar kita
dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses
pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan
kesempatan kepada murid untuk mengembangkan
kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri,
sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan
baik.

Modul ini menampilkan beberapa situasi yang memberikan


inspirasi bagi saya mengenai kegiatan yang mengandung
kepemimpinan murid. Gambaran situasi ini memberikan
inspirasi bagi saya untuk menciptakan kepemimpinan murid
dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler ataupun
ekstrakurikuler. Karakteristik lingkungan yang dapat
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

3. Pembelajaran (Findings)

Dalam Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak


pada Murid saya peroleh antara lain:

Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi


proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan
kesempatan kepada murid untuk mengembangkan
kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri,
sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan
baik. Peran kita adalah:

1. Mendampingi murid agar pengembangan potensi


kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks
dan kebutuhannya.

2. Mengurangi kontrol kita terhadap mereka

Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa
bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi
inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan
“agency”. Agency berasal dari bahasa inggris yang diartikan
sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi
dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan yang
dibuatnya. Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika
mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri,
membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan
pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi
dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan
pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan
tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran


mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid
memiliki agency, maka mereka sebenarnya
memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka.
Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian
mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik
bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru
sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang
menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan,
dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang
mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat
mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan
mereka.

Lalu, Apa sebenarnya yang dimaksud dengan suara, pilihan,


dan kepemilikan murid? Mari kita bahas satu persatu ketiga
aspek tersebut:

1. Suara Murid (Voice)


Ketika kita berbicara tentang “suara” murid, maka kita
sebenarnya bukan hanya berbicara tentang memberi murid
kesempatan untuk mengomunikasikan ide dan pendapat. Lebih
luas dari ini, mempertimbangkan suara murid adalah tentang
bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki
kekuatan untuk memengaruhi perubahan. Suara murid yang
otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk
berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa
seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana
pembelajaran mereka dinilai.

Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat


dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan
melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi
pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan
sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh
mempromosikan “suara murid”:

a. Membangun budaya saling mendengarkan.

b. Membangun kepercayaan diri murid bahwa setiap suara


berharga dan layak didengar.

c. Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan


pendapat, berdiskusi.

d. Mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan


kelas.

e. Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap


proses belajar yang telah dilakukan.

f. Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.

g. Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.


h. Membentuk dewan murid atau komite-komite yang
anggotanya adalah murid untuk memberikan masukan kepada
sekolah tentang berbagai hal.

i. Membuat daftar rutinitas bersama murid. Mintalah masukan


murid untuk mengembangkan rutinitas seputar apa yang harus
dilakukan saat tiba di kelas, saat berganti/transisi antar
pelajaran, sinyal-sinyal komunikasi yang disepakati, rapat
kelas, dsb.

j. Melakukan survei untuk mengetahui alat permainan apa yang


mereka inginkan ada di halaman sekolah.

2. Pilihan Murid (Choice)

Pendapat beberapa para ahli:

a. Aiken, Heinze, Meuter, & Chapman, (2016) dan Thibodeaux


et al. (2017)

Jika kita menginginkan murid-murid kita mengambil peran


tanggung jawab untuk pembelajaran mereka, maka kita harus
memberikan murid kesempatan untuk memilih apa dan
bagaimana mereka akan belajar.

b. Aiken et al, 2016

Memberikan pilihan pada murid dapat memberdayakan murid,


mendorong keterlibatan dalam pembelajaran, dan
mengenalkan pada minat pribadi dalam pengalaman belajar.

c. Bandura, 1997

Memberikan murid pilihan juga meningkatkan motivasi dan


otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada
efikasi diri dan motivasi murid.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat
memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar
mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini
adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan
menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.

a. Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau


alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum
menentukan sebuah keputusan.

b. Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih


bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya
tentang apa yang telah mereka pelajari.

c. Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran


yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.

d. Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.

e. Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan


kegiatan.

f. Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan,


atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk
memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya.
Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat
mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang
dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk
memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.

g. Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan


memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang
ingin mereka lakukan di tahun ajaran ini.
h. Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri
bentuk penugasan yang mereka inginkan.

i. memberikan kesempatan pada murid untuk


mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya ,
minat dan bakat mereka

j. memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-


sumber belajar sesuai minat mereka.

k. memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi


pembelajarannya.

l. memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan


rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan
pembelajarannya.

3. Kepemilikan Murid (Ownership)

Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat


murid berada dalam kursi kemudian proses belajar mereka,
maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan
yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.

Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang


berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching
Exceptional Children (1993;25(4):18-22) menjelaskan bahwa
kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya
mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan
minat pribadi seseorang dalam proses belajar. Jadi dengan
kata lain, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif,
sosial emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat
aktif dan menunjukkan minat dalam proses belajarnya, maka
kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan
mereka terhadap proses belajar tinggi.

Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan


“kepemilikan murid”:

· Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.

· Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk


penugasan.

· Merespon umpan balik yang diberikan murid.

· menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat


menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka
sendiri, dan memantau dan menyesuaikan pembelajaran
mereka..

· Memulai pembelajaran dengan menanyakan kepada murid apa


yang mereka ketahui tentang topik tersebut dan
mendiskusikan tentang pengalaman murid tentang topik ini
serta apa yang mereka minati tentang pembelajaran.

· Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari


menghargai dan menghormati kepemilikan murid )

· Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung


kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat
digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang
pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.

· Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.

· Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.


· Melakukan self assessment

· Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian


memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan
sesuatu di sudut tersebut.

· Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber


pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta
mereka berbagi.

Untuk menumbuhkan kepemimpinan murid dalam proses


belajar, ketiga aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan
baik oleh guru. Pilihan murid menjadi penting agar murid
dapat mengambil kepemilikan atas pembelajaran mereka.
Melalui pilihan dan kepemilikan, suara mereka dapat
diwujudkan. Perlu diperhatikan bahwa ketiga aspek ini tidak
dapat berada di lingkungan yang tidak terstruktur Ketiga aspek
ini harus disematkan dengan hati-hati dalam lingkungan belajar
yang menumbuhkembangkan elemen-elemen tersebut secara
otentik. Lingkungan belajar yang seperti ini akan mensyaratkan
seluruh anggota komunitas untuk ikut terlibat dalam
prosesnya.

Guru perlu membangun kolaborasi dengan berbagai pihak,


membuat inovasi dalam kegiatan, membangun agency murid
dengan menciptakan lingkungan belajar yang menunjang. Saya
memahami beberapa hal diantaranya yaitu:

· Kepemimpinan murid merupakan sesuatu yang dapat kita


dorong, bukan sesuatu yang bisa kita berikan atau ambil dari
murid.

· Murid mengambil kepemimpinan dan tanggung jawab atas


proses pembelajaran mereka sendiri. Kepemimpinan murid
bukan berarti bebas sepenuhnya bagi murid, murid tetap
membutuhkan bimbingan guru.
· Murid memiliki suara dan pilihan atas apa yang akan
dipelajari, bagaimana mereka belajar dan mengorganisir
pembelajaran mereka. Kepemimpinan murid bukan berarti
tidak ada akuntabilitas murid. Murid tetap harus menunjukan
penguasaan pengetahuan, konsep dan keterampilan.

· Murid dapat memilih arah dan cara mencapai tujuan


pembelajaran sendiri. Kepemimpinan murid bukan berarti
mengganti peran guru. Murid justru menumbuhkan umpan
balik, negosiasi, beradu argumen, tuntunan, coaching dari
gurunya sepanjang proses pembelajaran.

4. Penerapan

Dari Modul 3.3 tentang Pengelolaan Program yang Berpihak


pada Murid yang saya pelajari, saya akan memiliki caara
pandang saya terhadap agency atau kepemimpinan
murid. Agency bisa ditumbuhkan melalui kegiatan sederhana
yang memberikan keleluasaan bagi murid untuk memberikan
suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership).
Selanjutnya perlu menciptakan lingkungan yang dapat
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Menjalin
kolaborasi dengan banyak pihak untuk membangun lingkungan
yang dapat menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.
Menggali impian dengan menggunakan BAGJA untuk membuat
program yang berdampak pada murid. Buat pertanyaan kritis
yang bisa menggali impian untuk membuat program yang dapat
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid. Tantangan
selanjutnya adalah membangun kolaborasi dengan banyak
pihak. Membangun relasi membutuhkan usaha yang cukup
besar untuk meyakinkan orang lain mengenai program yang
telah direncanakan. Tidak semua orang memiliki pendapat
yang sama mengenai pembelajaran atau pun program yang
berpihak pada murid. Perlu memberikan pemahaman mengenai
kepemimpinan murid, lingkungan positif yang
menumbuhkembangkan kepemimpinan murid untuk
menyamakan persepsi. Sumber-sumber dukungan yang saya
miliki untuk membantu saya menyusun program yang
berdampak pada murid. Sumber yang dimiliki untuk menyusun
program yang berdampak pada murid yaitu tujuh modal utama
sumber daya yang dimiliki sekolah. Ketujuh modal utama
tersebut bisa digunakan secara maksimal untuk mendukung
kegiatan yang bermanfaat bagi sekolah.

Anda mungkin juga menyukai