Anda di halaman 1dari 6

Tugas Mata Kuliah Pancasila

Nama : Siti Khodijah


NIM : 233111135
Kelas : PAI 2D
Mata Kuliah : Pancasila

Analisis Putusan Hak Asuh Anak


Nomer Putusan 110/Pdt.G/2020/PA.Pst
Penggugat Perempuan, umur 36 tahun, lahir di Pematangsiantar 21 Juli
1984, agama islam, WNI, karyawan swasta, bertempat
tinggal di Permatangsiantar.
Tergugat Laki-laki, umur 38 tahun, lahir di Tebing tinggi 18 September
1982, agama islam, WNI, wiraswasta, beralamat di Tebing
tinggi.
Duduk Perkara 1. Penggugat merupakan istri sah dari tergugat yang menikah
pada 7 Novermber 2015 di KUA Kecamatan Siantar Utara
Kota Pematangsiantar.
2. Setelah menikah penggugat dan tergugat tinggal dirumah
orangtua tergugat yang beralamat di Tebing Tinggi, pada
mulanya rumah tangga penggugat dan tergugat rukun dan
harmonis.
3. Dalam pernikahan tersebut, penggugat dengan tergugat
telah dikaruniai 1 orang anak yang berjenis perempuan yang
lahir pada tanggal 22 Juli 2016.
4. Keharmonisan kehidupan rumah tangga penggugat dan
tergugat kiranya tidak bertahan lama, dimana antara
penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran, yang penyebabnya antara lain adalah tergugat
sering keluar malam, dimana ketika ditanyakan oleh
penggugat, tergugat selalu marah-marah dengan suara keras
dan mengeluarkan kata-kata kasar.
5. Penyebab pertengkaran lainnya adalah dimana ketika
tergugat kembali dari merantau bekerja di Kalimantan sekira
awal bulan Januari 2020, tergugat lebih sering menghabiskan
waktu dengan berkumpul bersama teman-temannya hingga
larut malam bahkan tidak pulang, dimana tergugat
menghabiskan uang hasil kerjannya selama merantau
tersebut namun itupun tidak cukup, sampai tergugat meminta
emas milik anaknya untuk dijual.
6. Dengan demikian jelaslah tidak ada kesepahaman lagi
antara penggugat dan tergugat sebagai suami istri untuk
membina kehidupan yang layak dan harmonis, karena
kondisi tersebut penggugat tidak sanggup mempertahankan
keutuhan rumah tangga, maka perceraian lah yang menjadi
alternatif terbaik bagi penggugat.
Pertimbangan Hukum 1. Penggugat dan tergugat telah dipanggil secara resmi dan patut
sesuai pasal 145 R.Bg jo Pasal 26 ayat (1), (3), (4) dan (5)
Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975, oleh karenanya
majelis hakim menilai perkara ini telah dapat diperiksa dan
dilanjutkan.
2. Sikap tergugat yang tidak hadir dan tidak mengutus orang lain
sebagai wakil/kuasannya yang sah untuk hadir di persidangan
dengan demikian telah terpenuhi ketentuan Pasal 149 ayat (1)
RBg, oleh karenanya majelis hakim menilai perkara ini telah
dapat diperiksa dan diputus tanpa hadir tegugat (verstek)
3. Perkara ini tidak dilakukan proses mediasi sebagaimana
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf b PERMA
Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 tentang prosedur
mediasi di pengadilan, disebabkan tergugat tidak pernah
mengadap di persidangan.
4. Untuk membuktikan kebenaran gugatannya, penggugat
telah menghadirkan 2 sanksi dengan tidak mengajukan orang
yang dilarang sebagai saksi, diperiksa satu persatu ke
ruangan sidang, sudah dewasa, dan sudah disumpah menurut
agama dan kedua saksi telah memenuhi syarat formil
sebagimana diatur dalam Pasal 171, 171, dan 175 R.Bg
5. Dalam mewujudkan tujuan perkawinan suami istri harus
memikul kewajiban luhur antara lain wajib saling mencintai,
menghormati,setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lainnya, seusai dengan Pasal 77 ayat (1) dan (2)
Komplimasi hukum. Dan berdasarkan fakta yang diperoleh
bahwa antara penggugat dan tergugat terjadi perselisihan dan
pertengkaran yang sudah sulit di perbaiki. Hal ini sejalan
dengan yurisprudensi putusan mahkamah agung RI Nomor
360.K/AG/1998 tanggal 12 Maret 1999.
6. Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan tersebut
majelis berpendapat bahwa penggugat telah berhasil
membuktikan kebenaran posita gugatannya bahwa antara
penggugat dan tergugat terjadi perselisihan yang terus
menerus yang tidak ada harapan lagi untuk dapat rukun
dalam sebuah rumah tangga. Oleh karena itu terpenuhilah
unsur-unsur alasan percerian sebagaimana disebutkan pada
Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam.
7. Pengadilan mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa
kedua anak Penggugat dan Tergugat secara hukum berhak
dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Selain itu,
pengadilan juga merujuk pada ketentuan Pasal 156 huruf (a)
Kompilasi Hukum Islam yang menetapkan bahwa ibu
merupakan orang yang paling berhak terhadap pengasuhan anak
yang belum mumayyiz, selama tidak ada halangan yang
mencegahnya atau alasan hukum yang dapat menggugurkan hak
asuhnya.
8. Pengadilan juga mempertimbangkan bahwa selama proses
pemeriksaan tidak ditemukan fakta atau indikasi bahwa anak
Penggugat dengan Tergugat mengalami gangguan pertumbuhan
baik dari segi fisik maupun psikologis selama dalam pengasuhan
atau perawatan, dan bahwa anak tersebut telah tumbuh dan
berkembang secara wajar dan normal. Dengan
mempertimbangkan berbagai faktor hukum dan fakta yang ada,
pengadilan kemudian menyimpulkan bahwa hadhanah
merupakan sebuah hak, dan Penggugat (selaku ibu) merupakan
orang yang paling diprioritaskan memiliki hak tersebut.
Putusan Mengingat segala dalil hukum syara’ dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dengan berkaitan dengan perkara ini
pengadilan memutuskan:
1. Menyatakan tergugat yang telah dipanggil secara resmi dan
patut untuk menghadap dipersidangan, tidak hadir
2. Mengabulkan gugatan penggugat dengan verstek
3. Menjatuhkan talak satu ba’in shughra tergugat terhadap
penggugat
4. Menetapkan penggugat sebagai pemegang hak asuh anak
5. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya
perkara sejumlah Rp 506.000,00 (lima ratus enam ribu rupiah
).
Analisis dari Teori Keadilan Dalam kasus antara penggugat dan tergugat dapat dilihat dari
perspektif A.Mukti Arto, penting bagi hakim untuk
memastikan bahwa putusan yang diambil dapat merangkul
dan menyatukan rasa keadilan secara bersama-sama antara
penggugat dan tergugat. Hal ini menunjukkan hakim harus
mampu mencerminkan keadilan yang diterima oleh keuda
pihak. Seperti halnya hakim sudah memanggil tergugat
secara resmi dan patut untuk menghadap dipersidangan agar
dapat membela dirinya.
Berdasarkan teori keadilan Aristoteles salah satu tokoh filsuf
Yunani yang merupakan murid Plato ketika berada di Athena
ini memahami sebuah keadilan dalam pengertian kesamaan.
Dalam kesamaan yang dimaksud, manusia disamakan dalam
satu unit. Misalnya semua orang sama dihadapan hukum.
Kemudian kesamaan adalah memberikan kepada setiap orang
apa yang menjadi haknya. Sepertihalnya Penggugat
mendapatkan haknya berupa pengabulan gugatannya serta
mendapatkan kembali haknya berupa kehidupan yang tenang
tanpa ada perselisihan maupun pertengkaran dengan
Tergugat.
Dr. John Gottman adalah seorang psikolog yang terkenal
dengan penelitiannya tentang hubungan pernikahan. Menurut
Gottman, faktor-faktor seperti komunikasi yang buruk,
perselisihan yang tidak terselesaikan, dan ketidaksetiaan
dapat menjadi indikator kehancuran pernikahan. Dalam
kasus ini, perilaku tergugat yang termasuk sering keluar
malam, menghabiskan uang tanpa perhitungan, dan bahkan
meminta emas anaknya untuk dijual, bisa menjadi tanda-
tanda yang serius untuk keselamatan hubungan tersebut.
Mungkin penggugat merasa bahwa perceraian adalah
langkah yang diperlukan untuk menghindari konsekuensi
lebih lanjut dari perilaku tergugat yang merugikan.
Menurut John Struat Mill memanandang keadilan
utilitarianisme sebagai tindakan atau kebijakan yang
meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan terbesar bagi
sebanyak mungkin individu. Dalam hak asuh anak, hal ini
dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk memastikan
kesejahteraan dan kebahagiaan anak menjadi prioritas utama
dalam pengambilan keputusan.Maka dalam kasus ini
pengadilan mengambil putusan hak asuh anak diberikan oleh
penggugat karna penggugat selama ini dapat mengasuh anak
tersebut dengan baik disebabkan penggugat sehat jasmani
dan rohani dan penggugat juga bekerja sebagai karyawan
swasta sehingga mempunyai penghasilan setiap bulan.
Jika dilihat dari teori Aristoteles dan Majid Khadduri, hasil
putusan tersebut sudah terselip keadilan di dalamnya.
Namun, teori keadilan Thomas Hobbes memaknai sebuah
keadilan ialah suatu perbuatan yang dapat dikatakan adil
apabila didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
Realitanya, Tergugat seringkal tidak hadir pada sidang
sehingga ketidakhadiran tersebut mengakibatkan Tergugat
dianggap menyetujui segala putusan yang ditetapkan oleh
pengadilan. Pada hakikatnya, belum tentu Tergugat sepakat
dengan putusan tersebut. Cukup adil apabila hakim membuat
putusan yang bertujuan mengedepankan kepentingan dan
kesejahteraan, akan tetapi berdasarkan teori keadilan Thomas
Hobbes apabila disandingkan dengan pertimbangan hukum
nomor 3 di atas, masih terselip ketidakadilan dikarenakan
belum ada kesepakatan antara kedua pihak secara langsung,
terkhususnya dari Tergugat.

Anda mungkin juga menyukai