Anda di halaman 1dari 6

TEORI MODERN KIMIA KOORDINASI

1. TEORI IKATAN VALENSI (VBT)


Teori Ikatan Valensi atau Valence Bond Theory (VBT) didasarkan pada pembentukan
ikatan hibrida dari orbital hibrida.

Bilangan Koordinasi Struktur Hibridisasi


2 Linear sp
3 Segitiga datar/Trigonal sp2
4 Tetrahedral sp3
4 Bujursangkar/segi empat plannar dsp2
5 Trigonal bipiramida dsp3
6 Octahedral d2sp3 / sp3d2

Pada senyawa kompleks, atom pusat menyediakan orbital hibrida yang kosong elektron,
sedangkan ligan menyediakan sepasang elektron yang digunakan untuk mengisi orbital
hibrida yang kosong tersebut sehingga terbentuklah ikatan kovalen koordinasi antara atom
pusat dengan ligan
Besarnya momen magnetic teoritik senyawa dapat ditentukan dengan rumus:

μ= n(n  2) BM (Bohr Magneton), n = jumlah elektron yang tidak berpasangan

Contoh Fakta:
Senyawa Kompleks μ pengukuran Bentuk Molekul
[Fe(CN)6]3- 2,3 BM Oktahedral
[FeF6]3- 6,0 BM Oktahedral
[Ni(CN)4]2- 0 BM Bujursangkar

 [Fe(CN)6]3- dan [FeF6]3-


Kedua senyawa ini sama-sama memiliki bilangan koordinasi 6 dan atom pusat Fe3+, namun
berbeda harga momen magnetiknya hasil pengukuran
Penjelasan:
2 6
26 Fe = [Ar] 4s 3d

 Fe3+ keadaan dasar = [Ar] 3d5


3d 4s 4p
↑ ↑ ↑ ↑ ↑

Pada keadaan dasar ini, μ = n(n  2) = 5(5  2) = 35 = 5,92 BM


Harga μ teori 5,92 BM mendekati harga μ pengukuran 6,0 BM, dengan demikian ini terjadi
pada senyawa kompleks [FeF6]3-.
[FeF6]3- bersifat paramagnetik (dapat ditarik oleh medan magnet) karena memiliki elektron (5
elektron) tidak berpasangan, sehingga harga momen magnetiknya (μ) tidak sama dengan 0
Fe3+ mengikat 6 ligan F  , dengan demikian Fe3+ harus menyediakan 6 orbital kosong
sehingga melibatkan 1 orbital 4s, 3 orbital 4p, dan 2 orbital 4d membentuk 6 orbital hybrid
sp3d2
[FeF6]3- :
4s 4p 4d
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
F F F F F F

Hibridsasi sp3d2 ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
6 orbital hybrid sp3d2

 Keadaan lain adalah elektron pada ion Fe3+ dapat mengalami eksitasi berikut:
3d 4s 4p
↑↓ ↑↓ ↑

Pada keadaan eksitasi ini, μ = n(n  2) = 1(1  2) = 3 = 1,73 BM


Harga μ teori 1,73 BM mendekati harga μ pengukuran 2,3 BM, dengan demikian ini terjadi
pada senyawa kompleks [Fe(CN)6]3-.
[Fe(CN)6]3- bersifat paramagnetik (dapat ditarik oleh medan magnet) karena memiliki
elektron (1 elektron) tidak berpasangan, sehingga harga momen magnetiknya (μ) tidak sama
dengan 0
Fe3+ mengikat 6 ligan CN  , dengan demikian Fe3+ harus menyediakan 6 orbital kosong
sehingga melibatkan 2 orbital 3d, 1 orbital 4s, dan 3 orbital 4p membentuk 6 orbital hybrid
d2sp3
[Fe(CN)6]3- :
3d 4s 4p
↑↓ ↑↓ ↑ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
    
CN CN CN CN CN CN 

Hibridsasi d2sp3 ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
6 orbital hybrid d2sp3

 [Ni(CN)4]2- terdiri dari atom pusat Ni2+ dan 4 ligan CN 


2 8
28 Ni = [Ar] 4s 3d
Ni2+ keadaan dasar = [Ar] 3d8
3d 4s 4p
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑ ↑

μ pengukuran = 0 BM, artinya bersifat diamagnetik (tidak dapat ditarik oleh medan magnet),
dengan demikian tidak ada elektron yang tidak berpasangan (semua elektron berpasangan),
maka terjadi eksitasi elektron sebagai berikut:

3d 4s 4p
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
Ni2+ mengikat 4 ligan CN  , dengan demikian Ni2+ harus menyediakan 4 orbital kosong
sehingga melibatkan 1 orbital 3d, 1 orbital 4s, dan 2 orbital 4p membentuk 4 orbital hybrid
dsp2
3d 4s 4p
↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
  
CN CN CN CN 

Hibridsasi dsp2 ↑↓ ↑↓ ↑↓ ↑↓
2
4 orbital hybrid dsp

2. TEORI MEDAN KRISTAL (CFT)


Hal-hal penting menurut teori medan kristal/crystal field theory (CFT)
a. Ikatan antara atom pusat dengan ligan merupakan ikatan ion, hingga gaya-gaya yang ada
hanya berupa gaya elektrostatik. Ion kompeks tersusun dari ion pusat yang dikelilingi
oleh ion-ion lawan atau molekul-molekul polar
b. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan-ligan sekelilingnya, sedang medan
gabungan dari ligan-ligan akan mempengaruhi elektron-elektron dari ion pusat terutama
elektron pada orbital d. Pengaruh ligan tergantung pada kekuatan medan listrik dan
kedudukan geometri ligan-ligan dalam kompleks
c. Di dalam ion bebas kelima orbital d bersifat degenerate (mempunyai energy yang sama).
Pengaruh ligan menyebabkan orbital d mengalami splitting (mengurai) menghasilkan
orbital eg atau dj (dX2Y2, dZ2) dan t2g atau de (dXY, dXZ, dYZ)
d. Medan listrik dari ligan akan menolak elektron terutama elektron d dari ion pusat, karena
elektron d terdapat di orbital paling luar dari ion pusat. Penolakan ini menyebabkan
tingkat energy orbital d bertambah yang kemudian mengalami splitting
e. Splitting orbital d oleh ligan tergantung dari strukturnya dan berbeda untuk struktur
oktahedral, tetrahedral, dan bujursangkar

Penjelasan orbital d:
dXY = artinya berada diantara sumbu X dan Y
dXZ = artinya berada diantara sumbu X dan Z
dYZ = artinya berada diantara sumbu Y dan Z
dX2Y2 = artinya berada pada symbu X dan Y
dZ2 = artinya berada pada sumbu z dan mengelilingi inti sumbu z

Medan Oktahedral
Pada struktur oktahedral (mengikat 6 ligan), ligan-ligan berada pada sumbu X, Y, dan Z.
Sehingga terjadi tolak menolak antara ligan dengan elektron-elektron pada orbital eg (dX2Y2, dZ2),
akibatnya tingkat energy orbital eg lebih tinggi daripada orbital t2g. Pada pengisian elektron,
orbital t2g akan diisi lebih dahulu daripada orbital eg.
Perbedaan energy antara orbital t2g dengan eg dinyatakan sebagai Δo atau 10 Dq. Karena
pada splitting tidak terjadi kehilangan energy maka energy orbital eg menjadi 0,6 Δo lebih tinggi,
sedang orbital t2g menjadi 0,4 Δo lebih rendah. Harga Δo berkisar 30 – 60 kkal/mol.
Medan Tetrahedral
Pada struktur tetrahedral (mengikat 4 ligan), ligan-ligan berada diantara sumbu X, Y, dan Z.
Sehingga terjadi tolak menolak antara ligan dengan elektron-elektron pada orbital t2g (dXY, dXZ,
dYZ), akibatnya tingkat energy orbital t2g lebih tinggi daripada orbital eg. Perbedaaan energinya
dilambangkan dengan Δt yang harganya lebih kecil dari Δo. Hak ini dikarenakan pada medan
tetrahedral hanya ada 4 ligan sedang pada medan octahedral ada 6 ligan, ditambah lagi tidak ada
ligan yang berada pada sumbu orbital d.
Besarnya Δt ≈ 4/9 Δo. Maka pada medan tetrahedral, besarnya energy orbital t2g = 4 x 0,4 / 9
Δo = 0,18 Δo. Sedangkan energy eg = 4 x 0,6 / 9 Δo = 0,27 Δo

Medan Bujursangkar
Pada struktur bujursangkar, keempat ligan berhadapan langsung dengan orbital d X2Y2,
sehingga tingkat energy orbital dX2Y2 paling tinggi. Orbital dXY terletak sebidang dengan ligan
sehingga tingkat energy orbital dXY juga meningkat, sedangkan 3 orbital d yang lain tingkat
energinya menurun
Pada medan bujursangkar, energy dX2Y2 = 0,994 Δo, dXY = 0,23 Δo, dZ2 = 0,43 Δo, dan dXZ,
dYZ = 0,08 Δo

_O___
dX2Y2

_O O__eg
dX2Y2 dZ2 0,994 Δo

0,6 Δo _O___
O O O_ dXY
dXY dXZ dYZ 0,23 Δo
OOOOO_ 0,18 Δo
0,27 Δo
0,4 Δo
O O__ 0,43 Δo
_O O O__t2g dX2Y2 dZ2
dXY dXZ dYZ _O___
dZ2 0,08 Δo
_O_O__
dXZ dYZ

ENERGI STABILISASI MEDAN KRISTAL (CFSE)


CFSE medan octahedral = (0,4 x – 0,6 y) Δo
CFSE medan tetrahedral = (0,27 y – 0,18 x) Δo
CFSE medan bujursangkar = (0,08 a + 0,43 b) Δo – (0,23 c + 0,994 d) Δo
Keterangan:
x = jumlah elektron pada orbital t2g
y = jumlah elektron pada orbital eg
a, b, c, d = jumlah elektron pada orbitalnya masing-masing

KEKUATAN MEDAN LIGAN


Umumnya ligan yang memiliki 1 PEB > 2 PEB > 3 PEB > 4 PEB
(ligan medan kuat) (ligan medan lemah)

Berikut deret kekuatan beberapa medan ligan:


CO, CN  > fosfina > NO 2 > dipy, phen > en > NH3, py > CH3CN > NCS  > H2O >

1 PEB 2 PEB
      
RCO , OH > F > NO > Cl > SCN > S2- > Br > I
2 3

3PEB 4 PEB

PENGISIAN ELEKTRON PADA ORBITAL d


Pengisian elektron pada orbital d dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Ligan yang
kekuatan medannya besar (strong ligand field) mengakibatkan perbedaan energy yang besar pada
splitting yang terjadi, akibatnya elektron akan mengisi penuh orbital yang rendah energinya
sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi

 Contoh pada ion kompleks [FeF6]3- dan [Fe(CN)6]3-


Konfigurasi elektron ion Fe3+ = [Ar] 3d5
Ligan CN  merupakan ligaan medan kuat, sedang F  ligan medan lemah, akibatnya ligan
CN  memberikan perbedaan energy yang lebih besar pada splitting orbital d, sehingga
3-
pengisian elektron orbital d pada senyawa kompleks [Fe(CN)6] mengisi penuh dulu pada
orbital t2g. Sedangkan pada [FeF6]3- elektron mengisi paralel orbital t2g dan eg sesuai
dengan kaidah Hund

eg

↑ ↑
eg

Δo Δo
↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Fe3+

↑ ↑ ↑
3-
[FeF6] t2g

↑↓ ↑↑ ↑
[Fe(CN)6]3- t2g
Dengan demikian:
CFSE [FeF6]3- = (3x0,4 – 2x0,6) Δo = (1,2 – 1,2) Δo = 0 Δo
3-
CFSE [Fe(CN)6] = (5x0,4 – 0) Δo = 2 Δo

 [Ni(CN)4]2- dengan struktur tetrahedral


Ligan CN  merupakan ligaan medan kuat akibatnya perbedaan energy besar pada splitting
-
orbital d, sehingga elektron mengisi penuh dulu orbital eg.

↑↓ ↑ ↑
t2g

↑ ↑ ↑ ↑ ↑
Ni2+

↑↓ ↑↓
[Ni(CN)4]2- eg

CFSE [Ni(CN)4]2- = (4x0,27 – 4x0,18) Δo = 4(0,27 – 0,18) Δo = 4x0,09 Δo = 0,36 Δo

3. TEORI ORBITAL MOLEKUL (MOT)


Teori orbital molekul/moleculer orbital theory (MOT) merupakan teori yang paling lengkap
karena menyangkut baik interaksi elektrostatik maupun interaksi kovalen. Sayangnya teori ini
merupakan teori yang rumit. Berdasarkan teori MOT, orbital-orbital atom pusat dengan orbital-
orbital ligan akan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul berdasarkan pendekatan
kombinasi linier (Linear Combination Atomic Orbital, LCAO). Orbital molekul yang dihasilkan
berupa orbital ikatan (σ) dan orbital anti ikatan (σ *). Orbital atom yang tidak ikut berinteraksi
menghasilkan orbital molekul non ikatan/non bonding (σ nb).
Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan dan tingkat energinya lebih rendah daripada
orbital anti ikatan, sedangkan orbital anti ikatan menentang pembentukan ikatan dan tingkat
energinya lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai