Anda di halaman 1dari 11

I.

MATERI WAWASAN KEBANGSAAN


Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945,
merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi, kandungan
cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu
tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD
1945 maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan atau
mungkin dibuat. Norma- norma dasar yang merupakan cita-cita luhur bagi Republik Indonesia
dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan UUD
1945 tersebut yang terdiri dari empat (4) alinea.
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation character) dan
kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI
Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara :
1. Pancasila
Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalamarti sebagai dasar
ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan PeraturanPerundang-undangan sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara. Artinya, setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945,
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2. Undang-Undang Dasar 1945
Kepustakaan hukum di Indonesia menjelaskan istilah Negara hukum sudah sangat popular.
Pada umumnya istilah tersebut dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari dua istilah
yaitu rechtstaat dan the rule of law. Istilah Rechstaat (yang dilawankan dengan Matchstaat)
memang muncul di dalam penjelasan UUD 1945 yakni sebagai kunci pokok pertama dari
system Pemerintahan Negara yang berbunyi “Indonesia ialah Negara yang berdasar atas
hukum (rechstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)”. Kalau kita lihat di
dalam UUD 1945 BAB I tentang Bentuk dan Kedaulatan pasal 1 hasil Amandemen yang
ketiga tahu 2001, berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Dari teori mengenai
unsur-unsur Negara hukum, apabila dihubungkan dengan Negara hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Bhinneka Tunggal Ika
Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh Mpu Tantular pada
dasarnya adalah sebuah pernyataan daya kreatif dalam paya mengatasi keanekaragaman
kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan usaha bina negara kerajaan Majapahit kala
itu. Di kemudian hari, rumusan tersebut telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap
sistem pemerintahan pada masa kemerdekaan, dan bahkan telah berhasil menumbuhkan rasa
dan semangat persatuan masyarakat indonesia. Itulah sebab mengapa akhirnya Bhinneka
Tunggal Ika – Kakawin Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi semboyan yang diabadikan
lambang NKRI Garuda Pancasila.
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia
Ditinjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna sebagai negara, mengingat saat itu
Negara Kesatuan Republik Indonesia baru sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya
negara. Untuk itu PPKI dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi
persyaratan berdirinya 16 negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara. Disamping
itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan tujuannya.

II. MATERI ANALISIS ISU KONTEMPORER


Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari, menjadi bagian yang selalu
menyertai perjalanan peradaban manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal
yang menjadi faktor pembeda yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan
tersebut, baik pada perubahan lingkungan individu, keluarga (family), Masyarakat pada level
lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global).
a. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis
Modal insani yang dimaksud, disini istilah modal atau capital dalam konsep modal manusia
(human capital concept). Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan
suatu bentuk modal yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas,
keterampilan, dan produktivitas kerja. Modal manusia adalah komponen yang sangat penting
di dalam organisasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya
akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia
(Ancok, 2002), yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Modal Intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan peluang dan
mengelola perubahan organisasi melalui pengembangan Sumber Daya Manusia nya. Hal
ini didasari bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat dasar curiosity, proaktif dan
inovatif yang dapat dikembangkan untuk mengelola setiap perubahan lingkungan strategis
yang cepat berubah. Penerapannya dalam dunia birokrasi/pemerintahan adalah, hanya
pegawai yang memiliki pengetahuan yang luas dan terus menambah pengetahuannya yang
dapat beradaptasi dengan kondisi perubahan lingkungan strategis.
2. Modal Emosional
Goleman, et. al. (2013) menggunakan istilah emotional intelligence untuk
menggambarkan kemampuan manusia untuk mengenal dan mengelola emosi diri sendiri,
serta memahami emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai dalam
berinteraksi dengan orang lain.
Bradberry & Greaves (2006) membagi kecerdasan emosi ke dalam empat dimensi
kecerdasan emosional yakni: Self Awareness yaitu kemampuan untuk memahami emosi
diri sendiri secara tepat dan akurat dalam berbagai situasi secara konsisten; Self
Management yaitu kemampuan mengelola emosi secara positif dalam berhadapan 14
dengan emosi diri sendiri; Social Awareness yaitu kemampuan untuk memahami emosi
orang lain dari tindakannya yang tampak (kemampuan berempati) secara akurat;, dan
Relationship Management yaitu kemampuan orang untuk berinteraksi secara positif pada
orang lain.
3. Modal Sosial
Modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang memfasilitasi
pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka. (rasa percaya, saling pengertian
dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat anggota dalam sebuah jaringan kerja dan
komunitas). Modal sosial ditujukan untuk menumbuhkan kembali jejaringan kerjasama
dan hubungan interpersonal yang mendukung kesuksesan.
4. Modal Ketabahan
Konsep modal ketabahan berasal dari Paul G. Stoltz (1997). Ketabahan adalah modal
untuk sukses dalam kehidupan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sebuah
organisasi birokrasi. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung, Stoltz
membedakan tiga tipe manusia:
a) Quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah memilih untuk melarikan
diri dari masalah dan tidak mau menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah.
b) Camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila dia menghadapi
sesuatu tantangan dia berusaha untuk mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi
persoalan.
c) Climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam menyelesaikan masalah.
Tipe orang ini adalah pantang menyerah, sesulit apapun situasi yang dihadapinya.
5. Modal Etika/Moral
Kecerdasan moral sebagai kapasitas mental yang menentukan prinsip-prinsip universal
kemanusiaan harus diterapkan ke dalam tata-nilai, tujuan, dan tindakan kita atau dengan
kata lain adalah kemampuan membedakan benar dan salah.
6. Modal Kesehatan (Kekuatan) Fisik / Jasmani
Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung manifestasi semua modal insani yang
dibahas sebelumnya, Badan yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak
muncul dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari modal manusia
agar dia bisa bekerja dan berpikir secara produktif.

III. MATERI KESIAPANSIAGAAN BELA NEGARA


Pembangunan Karakter Bangsa diselenggarakan salah satunya melalui pembinaan kesadaran
bela negara bagi setiap warga negara Indonesia dalam rangka penguatan jati diri bangsa yang
berdasarkan kepribadian dan berkebudayaan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945.
Komitmen dan kepatuhan seluruh warga negara dalam membangun kekuatan bangsa dengan
segenap pranata, prinsip dan kondisi yang diyakini kebenarannya serta digunakan sebagai
instrumen pengatur kehidupan moral, identitas, karakter serta jatidiri bangsa yang berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara RI 1945 merupakan modali dasar yang mampu mendinamisasikan
pembangunan nasional di segala bidang.
Menurut asal kata, kesamaptaan sama maknanya dengan kata kesiapsiagaan yang berasal dari
kata: Samapta, yang artinya: siap siaga atau makna lainnya adalah siap siaga dalam segala
kondisi. Dari makna ini dapat diartikan dan kita samakan bahwa makna kesamptaan sama
dengan makna kesiapsiagaan. Selanjutnya menurut Sujarwo (2011:4) “Samapta yang artinya
siap siaga”. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesiapsiagaan merupakan suatu
keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam
menghadapi situasi kerja yang beragam.
Manfaat Kesiapsiagaan Bela Negara
Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik, maka dapat diambil
manfaatnya antara lain:
1. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan.
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi
Team Building.
6. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu.
7. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan kegiatan.
9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin.
10. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

IV. MATERI BERORIETASI PELAYANAN


Memberikan layanan yang bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan customer sudah
dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang
diberikan dapat melebihi harapan customer. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and
better).” Berorientasi Pelayanan merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values
ASN BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan
gambaran bagaimana panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang semestinya dipahami dan
dimplementasikan oleh setiap ASN di instansi tempatnya bertugas, yang terdiri dari:
a. memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan; dan
c. melakukan perbaikan tiada henti.

Penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib mendengar dan memenuhi tuntutan


kebutuhan warga negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik
yang mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan,
jam pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat,
birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.

Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum,
menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat
waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih layanan yang
tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan
pelayanan yang prima.

Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan
dapat melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and better).

V. MATERI AKUNTABEL
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami.
Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas adalah sesuatu yang sangat
penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata
akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu, sedangkan
akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat.
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu, kelompok atau institusi untuk
memenuhi tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan kepadanya. Amanah seorang
ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core
Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
1) Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi
2) Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien
3) Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan berintegritas tinggi
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
1) Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship) Hubungan yang
dimaksud adalah hubungan dua pihak antara individu/kelompok/institusi dengan negara
dan masyarakat.
2) Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented) Hasil yang
diharapkan dari akuntabilitas adalah perilaku aparat pemerintah yang bertanggung
jawab, adil dan inovatif.
3) Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers reporting) Laporan
kinerja adalah perwujudan dari akuntabilitas. Dengan memberikan laporan kinerja
berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan hasil yang telah dicapai oleh
individu/kelompok/institusi.
4) Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless without
consequences) Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab, dan tanggungjawab
menghasilkan konsekuensi.
5) Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance) Tujuan
utama dari akuntabilitas adalah untuk memperbaiki kinerja ASN dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang berlaku pada setiap level/unit
organisasi sebagai suatu kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban
laporan kegiatan kepada atasannya.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
1) Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
2) Untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional);
3) Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
4. Tingkatan Akuntabilitas
1) Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
2) Akuntabilitas Individu
3) Akuntabilitas Kelompok
4) Akuntabilitas Organisasi
5) Akuntabilitas Stakeholder

VI. MATERI KOMPETEN


Kompetensi merupakan perpaduan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
terindikasikan dalam kemampuan dan perilaku seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.
Pengertian yang sama juga digunakan dalam konteks ASN, kompetensi adalah deskripsi
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan
(Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan kompetensi menjadi faktor penting untuk
mewujudkan pegawai profesional dan kompetitif. Dalam hal ini ASN sebagai profesi memiliki
kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi dirinya, termasuk mewujudkannya
dalam kinerja.
Sesuai prinsip Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 ditegaskan bahwa ASN merupakan
jabatan profesional, yang harus berbasis pada kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan berkinerja
serta patuh pada kode etik profesinya.
Berkinerja dan BerAkhlak :
1) Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja. Selain
ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi sebagai pelayan publik. Perilaku etika
profesional secara operasional tunduk pada perilaku BerAkhlak.
2) Meningkatkan kompetensi diri:
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah adalah
keniscayaan. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut
juga sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari Internet. Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan
konektivitas dalam basis online network. Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat
memanfaatkan sumber keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja
atau instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain. Pengetahuan juga dihasilkan oleh
jejaring informal (networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai
dalam organisasi dan atau luar organisasi.
3) Membantu Orang Lain Belajar:
Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di kafetaria kantor termasuk morning
tea/coffee sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan. Perilaku berbagi pengetahuan
bagi ASN pembelajar yaitu aktif dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka
(Knowledge Fairs and Open Forums). Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang
terkandung dalam dokumen kerja seperti laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan
memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat dengan mudah, disimpan dan diambil
(Knowledge Repositories). Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access
and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network),
pendokumentasian pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat pengetahuan bersumber
dari refleksi pengalaman (lessons learned).
4) Melakukan kerja terbaik:
Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan berkembang melalui berbagai
perubahan lingkungan dan karya manusia. Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan
selayaknya tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam hidup seseorang.

VII. MATERI HARMONIS


1. Pengertian Harmonis
Harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor dengan sedemikian rupa hingga faktor-
faktor tersebut dapat menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Keharmonisan dapat tercipta
secara individu, dalam keluarga, lingkungan bekerja dengan sesama kolega dan pihak
eksternal, serta dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Semoga kita semua dapat
menerapkan dan meciptakan keharmonisan tersebut bersama kolega rekan sejawat, saat
memberikan pelayanan public, dan kehidupan bermasyarakat.
2. Pentingnya Suasana Harmonis
Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana tempat kerja. Energi
positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi karyawan yang
akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan internal, dan kinerja
secara keseluruhan.
3. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis
Dalam mewujudkan suasana harmoni maka ASN harus memiliki pengetahuan tentang
historisitas ke-Indonesia-an sejak awal Indonesia berdiri, sejarah proses perjuangan dalam
mewujudkan persatuan bangsa termasuk pula berbagai macam gerakan gerakan separatism
dan berbagai potensi yang menimbulkan perpecahaan dan menjadi ancaman bagi persatuan
bangsa.
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut:
1) Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap netral dan adil. Netral dalam
artian tidak memihak kepada salah satu kelompok atau golongan yang ada.
2) PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok kelompok minoritas, dengan
tidak membuat kebijakan.
3) PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang sikap netral
dan adil.
4) Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus memiliki suka menolong
baik kepada pengguna layanan.
5) PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya.

VIII. MATERI LOYAL


Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN
menuju pemerintahan berkelas dunia (World Class Government), pemerintah telah meluncurkan
Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga Melayani
Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core values yang
harus dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN dikarenakan oleh faktor
penyebab internal dan eksternal. Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa
Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil,
kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan
lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur
loyalitas pegawainya, antara lain:
1) Taat pada Peraturan.
2) Bekerja dengan Integritas
3) Tanggung Jawab pada Organisasi
4) Kemauan untuk Bekerja Sama.
5) Rasa Memiliki yang Tinggi
6) Hubungan Antar Pribadi
7) Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8) Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9) Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa
setiap ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan
panduan perilaku:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah.
2) Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara;
3) Menjaga rahasia jabatan dan negara
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku
loyal tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan
pengabdian. Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia (loyal) pegawai
terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut dilakukan:
1) Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki.
2) Meningkatkan Kesejahteraan.
3) Memenuhi Kebutuhan Rohani.
4) Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir.
5) Melakukan Evaluasi secara Berkala

IX. MATERI ADAPTIF


Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan hidup dan
menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Kebutuhan kemampuan
beradaptasi ini juga berlaku juga bagi individu dan organisasi dalam menjalankan fungsinya.
Organisasi maupun individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi
tuntutan perubahan. Di dunia usaha hal ini lebih mudah dimengerti ketika terjadi perubahan
pada selera pasar akan memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan produk mereka agar sesuai
dengan apa yang menjadi keinginan pasar. Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya
inovasi dan kreativitas yang ditumbuh kembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di
dalamnya dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus
berpikir kreatif. Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik
individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau
mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA (Volatility,
Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility dengan Vision, hadapi uncertainty
dengan understanding, hadapi complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Di sektor publik, budaya adaptif dalam pemerintahan ini dapat
diaplikasikan dengan tujuan untuk memastikan serta meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Adapun ciri-ciri penerapan budaya adaptif dalam lembaga pemerintahan antara lain sebagai
berikut:
a. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan;
b. Mendorong jiwa kewirausahaan;
c. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah

X. MATERI KOLABORATIF
Menurut Gray (1989) Kolaborasi adalah suatu proses di mana pihak-pihak yang memiliki
keahlian berbeda, yang melihat aspek-aspek berbeda dari sebuah permasalahan, dapat secara
konstruktif mengeksplorasi perbedaan-perbedaan tersebut dan menemukan solusi-solusi baru
terhadap permasalahan-permasalahan yang akan lebih sulit diselesaikan tanpa perspektif pihak
lain.
Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan
institusi pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata
kelola kolaboratif, serangkaian aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan
strategi dan berbagi tanggung jawab dan sumber daya.

Whole-of-Government (WoG) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang


menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang
lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayanan publik.
Dalam banyak literatur lainnya, WoG juga sering disamakan atau minimal disandingkan dengan
konsep policy integration, policy coherence, cross-cutting policy- making, joined-up
government, concerned decision making, policy coordination atau cross government. WoG
memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep-konsep tersebut, terutama karakteristik
integrasi institusi atau penyatuan pelembagaan baik secara formal maupun informal dalam satu
wadah. Ciri lainnya adalah kolaborasi yang terjadi antar sektor dalam menangani isu tertentu.
Namun demikian terdapat pula perbedaannya, dan yang paling nampak adalah bahwa WoG
menekankan adanya penyatuan keseluruhan (whole) elemen pemerintahan, sementara konsep-
konsep tadi lebih banyak menekankan pada pencapaian tujuan, proses integrasi institusi, proses
kebijakan dan lainnya, sehingga penyatuan yang terjadi hanya berlaku pada sektor-sektor
tertentu saja yang dipandang relevan.

XI. SMART ASN


1. LITERASI DIGITAL
a. Pengertian Literasi Digital
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan (affordances)
yang dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi, diskusi, dan evaluasi
opini publik melalui cara tekstual (Barton dan Lee, 2013). Affordance berarti alat yang
memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal baru, berpikir dengan cara baru,
mengekspresikan jenis makna baru, membangun jenis hubungan baru dan menjadi tipe
orang baru. Affordance dalam literasi digital adalah akses, perangkat, dan platform digital.
Sementara pasangannya yaitu kendala (constraint), mencegah kita dari melakukan hal-hal
lain, berpikir dengan cara lain, memiliki jenis lain dari hubungan. Constraint dalam literasi
digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan minimnya penguatan literasi
digital (Jones dan Hafner, 2012).
b. Peta Jalan Literasi Digital
Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu masyarakat digital yang
dibarengi pula dengan pemerintah digital dan ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi
aktivitas, penggunaan aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital.Pemerintah digital
meliputi regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital. Sementara itu, ekonomi
digital meliputi aspek SDM digital, teknologi penunjang, dan riset inovasi digital.
c. Lingkup Literasi Digital
Dalam mencapai target program literasi digital, perlu diperhitungkan estimasi jumlah
masyarakat Indonesia yang telah mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII
dan BPS. Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk menentukan
target spesifik program literasi digital. Saat ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia
sebesar 73,7%.
d. Tantangan Kesenjangan Digital
Pada awal mulanya, konsep kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan memiliki
(ekonomi) dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses (Internet).
e. Penguatan Literasi Digital
Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian
penting di bangku sekolah menengah dan atas.
f. Penguatan Literasi Digital
Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan literasi digital. Pada Kurikulum
2006, mata pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian
penting di bangku sekolah menengah dan atas. Namun dihapus pada kurikulum 2013.
g. Implementasi Literasi Digital
Sejalan dengan perkembangan ICT (Information, Communication and Technology),
muncul berbagai model pembelajaran secara daring. Selanjutnya, muncul pula istilah
sekolah berbasis web (web-school) atau sekolah berbasis internet (cyber-school). Bermula
dari kedua istilah tersebut, munculah berbagai istilah baru dalam pembelajaran yang
menggunakan internet, seperti online learning, distance learning, web-based learning, dan
elearning (Kuntarto dan Asyhar, 2016). Gerakan Literasi Nasional dalam Materi
Pendukung Literasi Digital dari Kemendikbud 2017 (Kemendikbud, 2017) juga telah
menggariskan beberapa indikator terkait penguatan literasi digital di basis sekolah,
masyarakat dan keluarga.

XII. MANAJEMEN ASN


Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang
professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi
pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang
unggul selaras dengan perkembangan jaman.
1. Peran, Tugas dan Kode Etik ASN antara lain :
a. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan.
b. Memberikan Pelayanan Publik yang Profesional dan Berkualitas.
c. Mempererat Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kode Etik ASN : Kode Etik dan Kode Prilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan
Kehormatan ASN Perencana, Pelaksana dan Pengawas Penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan pelayanan publik
yang profesional, bebas dari intervensi politik serta bersih dari praktik korupsi, kolusi dan
nepotisme.
2. Fungsi Kode Etik ASN
 sebagai pedoman, panduan birokrasi publik/aparatur sipil negara dalam menjalank tugas
dan kewenangan agar tindakannya dinilai baik.
 Sebagai standar penilaian sifat, perilaku dan tindakan birokrasi publik/aparatur sipil negara
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya,
 Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi aparat birokrasi dalam menjalankan
tugas pelayanan pada masyarakat dan menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan
pribadi.

Anda mungkin juga menyukai