Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami pamjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan
Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Migrain Aura”. Laporan pendahuluan
ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Keperawatan terutama mengenai Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan Migrain.

Terselesaikannya tugas ini tidak terlepas dari peranan pihak-pihak yang membantu
dalam proses bimbingan. Untuk itu kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Pembimbing Akademik Ns. Yana Hendriana, S.Kep, M.Kep, Ns. Aria Pranatha, S.Kep.,
M.Kep, Ns. Heri Hermansyah, S.Kep., M.Kep, kepada Pembimbing Klinik RSU Kuningan
Medical Center Luragung dan juga untuk teman-teman dan orang tua yang selalu
memberikan dukungan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat sederhana dan masih mempunyai
banyak kekurangan. Maka dari itu, besar harapan kami agar tulisan ini dapat diterima dan
nantinya dapat berguna bagi semua pihak. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat positif membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Kuningan, 04 Februari 2021

Penulis

1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. K. DENGAN MIGRAIN AURA DI
RUANG PENYAKIT DALAM (RUANG TULIP 2 KAMAR 5) RSU KUNINGAN
MEDICAL CENTER LURAGUNG 2021

A. Konsep Dasar Migrain

1. Definisi
Migrain adalah suatu penyakit yang ditandai dengan episode nyeri kepala berulang,
seringkali unilateral, namun dapat juga bilateral, dan dalam beberapa kasus disertai dengan
gangguan visual atau sensorik yang dikenal sebagai aura. Aura seringkali timbul sebelum
nyeri kepala muncul, namun dapat terjadi selama atau setelah nyeri kepala (Burstein, 2015).
Migrain adalah nyeri kepala berulang yang idiopatik, dengan serangan nyeri yang
berlangsung 4-27 jam, biasanya sesisi, sifatnya berdenyut, intensitas nyeri sedang-berat, di
perhebat oleh aktivitas fisik rutin, dapat disertai nausea, fotofobia dan fonofobia. Migrain
dapat terjadi pada anak-anak dengan lokasi nyeri lebih sering bifrontal. Migrain merupakan
suatu kondisi yang kronis dan kumat-kumatan (Nurarif, Amin Huda Kusuma, Hardhi,Definis
Migrain adalah gejala kompleks yang mempunyai karakteristik pada waktu dari
serangan sakit kepala berat yang berulang-ulang. Migrain merupakan salah satu bentuk sakit
kepala yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah (Price & Wilson, 2007 dalam Giyanti
2018).

2. Anatomi Fisiologi Otak


Anatomi Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak terdiri dari
sel-sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi
meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi kemampuan adaptif atau
plastisitas. Pada otak dalam. situasi tertentu bagian- -bagian otak dapat dapat mengambil alih
fungsi dari bagian- bagian yang rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini
merupakan mekanisme paling penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Syaifuddin,
2016)
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistern saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla spinalis. Sistem saraf
disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan
informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh lainnya (Syaifuddin, 2016). Otak
merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen bagiannya adalah:
a. Cerebrum

2
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu
1) Lobus Frontalis Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat
penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada
lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur
gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Syaifuddin, 2016)
2) Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam pembentukan dan perkembangan
emosi.
3) Lobus Parietalis Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus post
sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran (Syaifuddin, 2016)
4) Lobus Oksipitalis Lobus eksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi asi
penglihatan: pengli menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus
optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori
(Syaifuddin, 2016) 5) Lobus Limbik Lobus limbik untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian atas susunan
endokrin dan susunan autonom (Syaifuddin, 2016)

b. Cerebellum

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron


dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting dalam fungsi
motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima inputnya 40 kali lebih
banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang berbeda
yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan

3
kontraksi otot-otot volunter secara optimal. Bagian- an-hagian dari cerebellum adalah lobus
anterior, lobus medialis dan lobus fluccolenodularis (Syaifuddin, 2016)
c. Brainstem

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses kehidupan
yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis
dibawahnya. Struktur uktur-struktur fungsional batang otak yang penting adalah jaras
asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak,
anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga
segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata.
Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi
fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital, sehingga aliran
darah yang konstan harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu
jalinan pembuluh - pembuluh darah yang bercabang cabang, berhubungan erat satu dengan
yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
a. Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri
karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arten
serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri
serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri communicans
anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteria
subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui
foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arten basilaris.
b. Peredaran Darah Vena

4
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus. siman duramater, suatu saluran
pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna yang
mengalir r ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir
ke dalam sinus transversus. Vena -vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal
ganglia (Syaifuddin, 2016)

Sistem Sensorik Menurut (Syaifuddin, 2016), tentang sistem kontrol sensorik menjelaskan
bahwa dengan indera yang kita miliki, kita mampu menerima sejumlah besar informasi dari
lingkungan. Rangsangan mencapai tubuh dalam berbagai bentuk energi seperti
elektromagnetik (rangsangan visual) atau energi mekanik (rangsangan taktil). Berbagai
reseptor sensorik atau sensor untuk ini secara klasik terdapat pada organ mata, telinga, kulit,
lidah, dan hidung sedangkan pada permukaan tubuh maupun didalam tubuh terdapat pada
propiosensor dan organ vestibular (keseimbangan). Jalur sistem sensorik ini memiliki empat
elemen stimulasi yaitu modalitas, intensitas, durasi dan lokalisasi. Setiap jenis sensor adalah
memiliki stimulus unik yang spesifik atau mampu membangkitkan modalitas sensorik
tertentu seperti penglihatan, suara, sentuhan, getaran, suhu, nyeri, rasa, hau, juga posisi tubuh
dan gerakan lain- lain. Masing -masing modalitas memiliki submodalitas seperti rasa yang
bisa manis atau pun pahit dan lain-lain. Menurut (Syaifuddin, 2016), System sensorik
somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif. Didapatkan
4 subkelas mayor dari sensasi somatik, yaitu:

1) Sensasi nyeri, yang dicetuskan oleh rangsang yang dapat menciderai (noxious)
2) Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin
3) Rasa (sensasi) sikap, dicetuskan och perubahan mekanis di otot dan persendian serta
mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak (kinesthesia)
4) Sensasi (rasa) tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada
permukaan tubuh.

Sistem Motorik
Menurut Guyton Guyton dan Hall (2006), tentang bagian motorik dari sistem saraf
(efektor) menjelaskan bahwa peran terakhir yang paling penting dari sistem saraf adalah
untuk mengontrol berbagai kegiatan tubuh. Hal ini dicapai dengan mengendalikan kontraksi
yang tepat dari kerangka otot-otot pada seluruh. Tubuh, kontraksi dari otot polos dalam organ
internal, dan sekresi zat kimia aktif oleh kedua kelenjar eksokrin dan endokrin di banyak
bagian tubuh. Kegiatan ini secara kolektif disebut fungsi motorik dari sistem saraf, otot dan
kelenjar yang disebut sebagai efektor karena mereka merupakan struktur anatomi yang
sebenarnya melakukan fungsi yang didikte oleh sinyal saraf.
3. Etiologi
Lebih dari separuh penderita memiliki keluarga dekat yang juga menderita migrain,
sehingga diduga ada kecenderungan bahwa penyakit ini diturunkan secara genetik. Selain itu,
migrain diduga disebabkan oleh campuran faktor lingkungan (Piane et al., 2007). Sekitar dua

5
pertiga kasus migrain memiliki riwayat keluarga dengan migrain (Potter & Perry, 2005).
Perubahan kadar hormon juga berperan terhadap migrain dimana migrain sedikit lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan sebelum pubertas,
namun setelah pubertas terjadi 2-3 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan (Potter &
Perry, 2005). Migrain terjadi jika arteri yang menuju ke otak menjadi sempit (konstriksi,
mengkerut) dan kemudian melebar (dilatasi), yang akan mengaktifkan reseptor nyeri di
dekatnya (Piane et al., 2007).
Migrain dengan atau tanpa aura pada umumnya menunjukkan pola pewarisan yang bersifat
multifaktorial, namun sifat spesifik dari pengaruh genetik belum sepenuhnya dipahami. Stadi
asosiasi genom terbaru menunjukkan
Terdapat 4 regio di gio di mana polimorfisme nukleotida tunggal mempengaruhi risiko
menderita migrain (Piane et al., 2007). Berbagai faktor pencetus serangan migrain telah
diidentifikasi, sebagai berikut
a. Kekurangan nutrisi dan kurang tidur
b. Terkena cahaya yang terlalu terang atau suara yang terlalu bising e. Berubahnya
hormon saat menstruasi
c. Stress
d. Perubahan cuaca yang drastis
e. Banyak mengkonsumsi minuman berkafein, dan beralkohol
f. Merokok
g. Memakan makanan yang mengandung MSG atau nitrat

4. Klasifikasi
Migrain di klasifikasikan menjadi migrain tanpa aura (common migrain) dan migrain dengan
aura (classic migrain) (Piane et al, 2007).
a. Migrain tanpa mura (common migrain)
Migrain tanpa aura adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan
yang berlangsung selama 4-72 jam. Karakteristik khasnya adalah lokasi unilateral,
kualitas berdenyut, intensitas sedang atau berat, diperbenat oleh aktivitas fisik rutin dan
berhubungan dengan mual dan atau fotofobia dan fonofobia
Kriteria diagnosisnya, terdiri dari:
1) paling 5 kali serangan memenuhi Kriteria B-D
2) Nyeri kepala berlangsung selama 4-27 jam (tidak di terapi atau terapi yang salah)
3) ) Nyeri kepala paling sedikit memiliki dua karakteristik dibawah ini:

a) Lokasi unilateral
b) Berdenyut
c) Intensitas sedang sampai berat
d) Diperberat oleh aktivitas fisik rutin atau menyebabkan hambatan aktifitas fisik
rutin (contohnya berjalan atau menaiki tangga)
4) Saat nyeri kepala, paling sedikit diikuti satu karakteristik dibawah ini:
a) Mual dan atau muntah

6
b) Fotofobia dan fonefobia
5) Tidak berkaitan dengan penyakit lain
Migrain tanpa aura adalah subtipe migrain yang paling sering terjadi dan memiliki
rata-rata frekuensi serangan yang lebih tinggi serta lebih menyebabkan disabilitas jika
dibandingkan dengan migrain dengan aura.

b. Migrain dengan aura (classic migrain)


Migrain dengan aura adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi gejala
neuralogis reversible yang biasanya berkembang secara bertahap selama 5-20 menit dan
berlangsung selama kurang dari 60 menit. Kriteria diagnosis, terdiri dari:

a. Paling sedikit 2 kali serangan dan memenuhi kriteria B


b. Migrain aura memenuhi kriteria B dan C dari salah satu sub-bagian (aura
tipikal dengan migrain, aura tipikal tanpa migrain, aura tipikal migrain,
basilar-type migrain)
c. Tidak berkaitan dengan penyakit lain.
Aura adalah gejala neurologis kompleks yang terjadi sebelum atau awal terjadinya
migrain. Penderita migrain yang mengalami serangan migrain dengan aura juga sering
mengalarni serangan tanpa aura.
Gejala prodromal, timbul dalam hitungan jam sampai satu atau dua hari sebelum
serangan migrain (dengan atau tanpa aura). Gejala gejala tersebut terdiri dari kelelahan,
kesulitan berkonsentrasi, kaku leher, sensitivitas terhadap cahaya atau suara, mual,
penglihatan kabur, menguap dan pucat.
Aura biasanya muncul selama 10-30 menit. Gangguan visual merupakan gangguan
yang paling banyak ditemukan. Selain itu juga terdapat gangguan sensorik dan motorik.
Gangguan visual dapat berupa gejala visual seperti homonymous hemianopic atau quadrantic
field defect, central scotomaa, tunnel vision atau scintillating acotoma.
Selain migrain dengan aura atau tanpa aura masih ada klasifikasi migrain yang lain
seperti childhood periodic syndrome, retinal migrain dan probable migrain, akan tetapi
klasifikasi migrain tersebut tidak dibahas lebih lanjut disini.

5. Patofisiologi dan Pathway

Mekanisme migrain sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Penelitian biokimia
membuktikan bahwa beberapa karakteristik fisiologis pada migrain, telah diusulkan menjadi
faktor predisposisi dari migrain. Karakteristik tersebut terdiri dari metabolisme serotonin (5-
HT), aktivasi trombosit, peningkatan sensitifitas kepada nitric oxide, penurunan level dari
metabolisme enzim, fungsi reseptor opiat yang tidak normal dan abnormalitas dari electro-
encephalographic (EEG) (Silberstein, 2002 dalam Wastu 2020),
Dibawah ini merupakan beberapa teori yang dikemukakan dari beberapa studi, antara
lain (Hoffiman, 2018):

a. Teori vaskular

7
Teori ini berkaitan dengan perubahan-perubahan sifat pembuluh darah. Sebelum suatu
serangan, pembuluh darah intrakranial mengalami vasokonstriksi, menyebabkan penurunan
aliran darah ke korteks penglihatan, yang disusul dengan vasodilatasi, terutama pembuluh
darah ektraserebral kulit kepala dan duramater. Rasa nyeri pada migrain disebabkan oleh
vasodilatasi dari pembuluh darah tersebut.

b. Genetik

Salah satu aspek penting dari patofisiologi migrain adalah kelainan yang secara alami
diturunkan. Hasil studi migrain yang diturunkan dari orang tua ke anak telah dilaporkan
bahwa riwayat keluarga memiliki hasil positif berhubungan dengan migrain (Piane et al.,
2007)
Berdasarkan survei epidemiologi, menyatakan bahwa migrain tanpa aura merupakan
kelainan multifaktorial yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Dengan
penjelasan yang kurang jelas, tapi secara epidemiologi migrain dengan aura berhubungan
dengan methyltetrahydrofolate reductase gene mutation C677T (Piane et al,2007)
Selain itu, migrain berhubungan dengan mutasi kromosom 19 termasuk Cav21 (PQ)
type voltage-gate calcium channel CACNALA gene. Sekarang dikenal dengan FHM-I,
mutasi ini bertanggung jawab sebanyak 50% dari keluarga yang diidentifikasi serta
menyebabkan pengeluaran dari glutamat (Piane et al., 2007).

c. Cortical Spreading Depression (CSD)

Cortical Spreading Depression sudah cukup merangsang aktivasi dari saraf trigeminal,
meskipun masih kontroversial. Perubahan struktur di duramater terlihat setelah ganglion
trigeminal dirangsang, selain itu juga terjadi degranulasi sel mast, perubahan venula pasca
kapiler, dan aggregasi trombosit. Semua perubahan tersebut mengawali respon inflamasi
yang menyebabkan nyeri pada migrain (Hoffman, 2018).
Studi pada aliran darah menunjukkan adanya hiperemia fokal cenderung mendahului
penyebaran oligemia. Hal ini mirip dengan apa yang terjadi pada keadaan depresi Oligemia
akan merespon cerebrovaskular untuk hiperkapnia (peningkatam karbon dioksida di darah)
dan sementara autoregulasi tetap akan utuh. Jadi, pola membuktikan terjadinya depresi secara
eksperimental (Hoffman, 2018).

d. Aktivasi saraf trigeminal


Secara biologik, migrain merangsang korteks serebri secara berlebihan, yang mungkin
mendasari terjadinya migrain dengan aura dan sering meningkatkan komorbiditas depresi,
mania dan anxietas. Rasa nyeri yang timbul berhubungan dengan sensitisasi dari ujung saraf
perifer di sekitar pembuluh darah, mungkin menjadi penyebab pelebaran dari pembuluh darah
meningeal, yang menyebabkan sistem sentral trigeminal teraktivasi dan tersensitisasi.
Pengeluaran neuropeptida menyebabkan inflamasi neurogenik dari pembuluh darah
meningeal yang nantinya akan mengaktivasi serabut sensorik trigeminal. Neuropeptida
seperti substance P dan calcitonin gene- related peptide (CGRP), mengawali respon inflamasi
tersebut (Akbar, 2012).

e. Serotonin

8
Teori serontonin telah mengobservasi bahwa serangan migrain berhubungan dengan
peningkatan dari metabolisme serotonin. Pelepasan serotonin dari hipersensitivitas trombosit
menjadi salah satu penyebab pada migrain (Hoffman, 2018).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Bahrudin (2013), pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui diagnosa migrain,


yaitu:

a. Elektoensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui lokasi dari proses, bukan untuk
mengetahui etiologisnya. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan serial, dan biaya masih
dapat dijangkau oleh sebagaian besar masyarakat. Indikasi untuk EEG:
1) Bila terdapat gangguan lapangan penglihatan.
2) Bila terdapat gangguan fungsi saraf otak
3) Bila pasien mengeluh black-out (epilepsi?, sinkope?).
4) Nyeri kepala yang menetap pada satu sisi disertai dengan gangguan saraf otak
ringan.
5) Perubahan dari lamanya dan sifat nyeri kepala.
6) Bila setelah diberikan pengobatan tidak ada perbaikan dari nyeri kepala.

b. CT scan

Menurut Bahrudin (2013), dengan pemeriksaan ini dapat diketahui tidak hanya
letak dari proses tapi sering juga etiologi dari proses tersebut. Sayangnya, biaya
pemeriksaan masih mahal.

9
7. Manifestasi Klinis

Seluruh perawatan klinis pada penderita migraine berbeda pada tiap individu.
Ada 4 fase umum yang umumnya terjadi pada penderita migraine, nantun tidak
semuanya bisa dialami pada tiap individu (Suharjanti., 2013):

a. Fase Prodormal
Fase prodormal dialami sekitar 40-60% penderita migraine. Memiliki
gejala. diantaranya perubahan mood, menjadi irritable, mudah menjadi depresi
atau euphoria, memiliki perasaan lemah, kebiasaan tidur berlebihan serta
menginginkan jenis makanan tertentu. Gejala tersebut muncul beberapa jam
bahkan beberapa hari sebelum nyeri kepala.

b. Fase Aura
Fase aura merupakan gejala neurologis fokal kompleks yang terjadi lebih.
Dulu atau menyertai serangan migraine. Fase aura muncul bertahap yaitu selama
5-20 menit. Aura bisa berupa sensasi motorik, sensasi sensorik, visual atau
gabungan diantaranya. Pada aura visual 64% muncul pada pasien dan itu
merupakan gejala neurologis paling umum. Fase aura pada migraine umumnya
hilang beberapa menit kemudian muncul nyeri kepala.

c. Fase Nyeri Kepala


Migraine umumnya unilateral, berdenyut, dan biasanya dimulai di daerah.
Frontotemporalis dan ocular. Selanjutnya menychar setelah 1-2 jam secara difus
kearah posterior. Serangan nyeri kepala dapat berlangsung kurang lebih selama 4-

72 jam pada orang dewasa dan pada anak-anak biasanya 1- 48 jam. Intensitas
nyeri kepala sedang sampai berat yang dapat menggangu aktivitas sehari-hari.

d. Fase Postdormal atau Pemulihan

10
Penderita biasanya merasa mudah lelah, menjadi irritable, konsentrasi
yang mudah turun dan terjadinya perubahan mood. Penderita dapat tertidur dalam
jangka waktu panjang.

8. Penatalaksanaan

a. Non Farmakologi
Pengobatan tanpa obat biasanya dilakukan untuk meringankan gejala migrain
dan untuk pencegahan. Relaksasi dipercaya mampu mencegah timbulnya serangan
migrain bila dilakukan saat gejala pendahuluan. Jika memungkinkan, tidur merupakan
obat yang paling mujarab (Hoffinan, 2018). Untuk mencegah timbulnya migrain,
pasien dapat dimotivasi untuk mengubah pola hidup yang selama ini dicurigai dapat
mencetuskan timbulnya migrain. Hal ini termasuk menghentikan kebiasaan merokok,
menghindari makanan yang banyak mengandung tiramin seperti keju, hindari pula
makanan yang mengandung nitrat tinggi seperti kacang kacangan. Selain itu harus
segera melakukan apa yang disebut pola hidup sehat seperti makan makanan yang
bergizi, minum yang cukup, tidur yang cukup, dan olah raga yang teratur
(International Headache Society, 2013).

b. Farmakologi

Penderita migrain yang ketika serangan terjadi tidak terlalu mempengaruhi


aktifitasnya sehari hari cukup diberikan obat penghilang nyeri (analgetik) yang
banyak dijual di warung warung. Walaupun demikian, penggunaan obat ini harus
selalu memperhatikan aturan pakai yang tertera di bungkus obat tersebut guna
mencegah hal hal yang tidak diingini (Hoffman, 2018)..
Terdapat dua golongan obat analgetik yang umum digunakan yaitu
Acetaminophen (Paracetamol) dan NSAID atau Non-Steroidal Anti- Inflammatory
Drugs. Obat NSAID dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu aspirin dan non-aspirin. Yang
termasuk ke dalam golongan NSAID non- aspirin antara lain ibuprofen dan naproxen.
Beberapa jenis dari obat NSAID ini dapat diperoleh dengan menggunakan resep
dokter. Selain untuk migrain, obat NSAID juga digunakan untuk mengobati radang
sendi, radang tendon dan lain lain...
Acetaminophen atau paracetamol bekerja di pusat nyeri otak untuk
mengurangi rasa nyeri dan demam. Acetaminophen mempunyai efek samping yang
sangat minim terutama pada lambung bila dibandingkan dengan obat NSAID.
Meskipun demikian, hila digunakan secara serampangan dan melebihi dosis yang
dianjurkan, acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan hati yang lumayan berat.
Pada pasien yang suka minum alkohol, acetaminophen dapat menyebabkan kerusakan
hati walau diberikan pada dosis yang rendah. Kesimpulannya, selalulah membaca.
aturan pakai obat yang tertera di label obat untuk mencegah keracunan atau kelebihan
dosis
Obat NSAID mengurangi nyeri dengan cara mengobati reaksi inflamasi yang
menyebabkan terjadinya nyeri. Obat ini disebut non steroid karena memang berbeda
dari obat steroid walaupun sama sama mempunyai efek mencegah terjadinya reaksi
inflamasi. Obat obat yang termasuk ke dalam golongan steroid (kortikosteroid) tidak

11
dipergunakan karena mempunyai efek samping yang kurang bagus bila digunakan
dalam jangka waktu yang lama. Efek samping ini tidak ditemukan pada obat NSAID.
Untuk mengobati sakit kepala, beberapa dokter menggunakan kombinasi
antara aspirin, acetaminophen, dan kafein. Ketiga obat ini mempunyai efek sinergis
untuk meringankan gejala sakit kepala.

9. Pencegahan

Migrain tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, tetapi kita dapat mengurangi


frekuensi serangan penyakit ini semaksimal mungkin. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan migrain adalah (Alodocter, 2018):

a. Mengidentifikasi dan mencegah pemicu migrain


Mengindentifikasi pemicu migrain dapat dilakukan dengan membuat catatan
setelah terserang migirain. Pasca serangan migrain, penderita dapat membuat catatan
mengenai tanggal dan jam serangan terjadi, tanda- gejala yang muncul, obat yang
dikonsumsi, serta kapan gejala berakhir. Dari catatan tesebut, dokter dapat membantu
mengidentifikasi pemicunya dan memberi penanganan yang tepat. Contohnya,
migrain yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tertentu atau terjadi saat kondisi
stress, upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari konsumsi
makanan tersebut atau mengendalikan stres agar tidak sampai menimbulkan serangan
migrain.

b.Buat jadwal kegiatan harian yang konsisten


Mengatur pola tidur dan makan yang teratur serta mengendalikan tekanan atau
stres dapat mencegah timbulnya serangan migrain. Selain itu, dianjurkan untuk
berolahraga secara teratur agar stres dapat berkurang sehingga dapat mencegah
serangan migrain.

c. Konsumsi obat atau suplemen


Biasanya, dokter akan meresepkan obat jika ada kemungkinan penderita
terserang kembali migrain atau jika serangan migrain sering terjadi. Obat pencegah
serangan migrain diberikan sesuai pemicunya. Contoh obat-obatan tersebut adalah
flunarizin, propranolol untuk mengatasi angina dan hipertensi, serta terapi
penggantian hormon (contohnya estrogen) untuk mencegah serangan migrain yang
berkaitan dengan hormon.

10. Komplikasi
Sakit kepala sebelah (migrain) juga mungkin menderita sebagian kerusakan
otak karena sel-sel otak menggembung dan menjadi haus akan oksigen Temuan yang
membantu menjelaskan mengapa penderita migrain memiliki resiko lebih tinggi untuk
terserang stroke, menurut beberapa peneliti Ahad. Kerusakan otak serupa dapat terjadi
akibat gegar otak dan kondisi pasca- stroke, menurut peneliti tersebut dalam jurnal
Nature Neuroscience.

12
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. K
DENGAN MIGRAIN DI RUANG PENYAKIT DALAM (TULIP 2/5) RSU KMC
LURAGUNG

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Migrain

1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada aruhan keperawatan klien dengan migrain,
diantaranya:

a. Biodata

1) Data Pasien

Nama

Jenis Kelamin

Umur

Alamat

Tanggal Masuk RS Tanggal Pengkajian

Diagnosa Medis

2) Duta Penanggungjawab

Nama

Jenis Kelamin

Umur

13
Alamat

Migrain Aurs

Hubungan dengan Klien

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan

1) Keluhan utama

Klien mengolah sakit kepala

2) Riwayat kesehatan sekarang

Klien akan mengeluh sakit kapala yang tidak kunjung sembuh, biasanya sakit
dirasakan pada salah satu sisi dan akan menjalar kesisi yang lainnya, sakit kepala skan
dirasakan selama 5-10 menit dan didahului dengan perubahan persepsi dan sensori
seperti klien mengig

3) Riwayat kesehatan yang lalu

a) Apakah sebelumnya klien pernah diawat dirumah sakit?)


b) Apakah sebelumnya klien pemah mengalami penyakit yang sama seperti
saat ini?
c) Apakah selama beberapa bulan terakhir klien sakit?

4) Riwayat kesehatan keluarga


a. Apakah tendapat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien
b. Apakah dikeluarga terdapat anggota yang menderita penyakit menular,
kronis dan menahun?

5) Riwayat Alergi

a. Apakah klien alergi surhadap makanan b) Apakah klien alergi urhadap


chat
b. Apakah klien memiliki alergi? Jika YA, alergi terhadap apa?
c. Apakah klien memiliki alergi? Jika YA, alergi terhadap apa?

6) Aktivitas Dasar

14
c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum
2) Kesadaran
3) GCS
4) Tanda-Tanda Vital

a) Tokanan Darah
b) Nadi
c) Respirami
d) Suhu

15

Anda mungkin juga menyukai