Anda di halaman 1dari 135

PENILAIAN KERUSAKAN JALAN DENGAN

PAVEMENT CONDITION INDEX ( PCI )


(Studi Kasus Ruas Jalan Bringin Luanung Kencana)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Teknik (ST) Pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.

Oleh :

ACHMAD FAOJAN
NIM 114130206

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2021
PENILAIAN KERUSAKAN JALAN DENGAN
PAVEMENT CONDITION INDEX ( PCI )
(Studi Kasus Ruas Jalan Bringin Luanung Kencana)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Teknik (ST) Pada
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon.

Oleh :

ACHMAD FAOJAN
NIM 114130206

Cirebon, Agustus 2021


Mengesahkan
Dekan Fakultas Teknik

H. FATHUR ROHMAN, ST., MT.


NIK..............................................
PENILAIAN KERUSAKAN JALAN DENGAN
PAVEMENT CONDITION INDEX ( PCI )
(Studi Kasus Ruas Jalan Bringin Luanung Kencana)

Oleh :

ACHMAD FAOJAN
NIM 114130206

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Martinus Agus S.,Ir.,MT Mira Lestari Hariani.,ST.,MT


Nik. Nik.
iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Permasalahan utama kerusakaan jalan khususnya perkerasan


lentur di Indonesia berdasarkan hasil kajian Direktorat Jendral Bina
marga (Ditjen Bina marga, 2011) bekerja sama dengan Indonesia
Infrastruktur Initiatie (IndII, 2011) adalah muatan berlebih sebesar
47%, kualitis pemeliharaan sebesar 20%, faktor desain sebesar
18%, serta kualitas konstruksi sebesar 15%. Perkerasan jalan
mempunyai umur rencana tertentu sesuai dengan umur desain yang
telah ditetapkan. Umur rencana yang digunakan dalam desain
Indonesia adalah 10 tahun untuk perkerasan lentur. Selama masa
layanan, perkerasan akan mengalami pembebanan berulang. Ruas
jalan dengan arus lalu lintas tinggi tercermin Lalu lintas Harian Rata -
rata Tahunan (LHRT) yang besar, artinya repetisi beban yang terjadi
akan semakin banyak. Kondisi ini perlu diantisipasi dengan langkah -
langkah pencegahan, utamanya dengan pemeliharaan jalan.

Pemeliharaan jalan hendaknya dilakukan secara rutin maupun


berkala untuk menjaga kinerja perkerasan tetap dalam kondisi baik
dan terhindar dari kerusakan dini. Tujuan utama pemeliharaan jalan
adalah mempertahankan prasarana yang telah dibangun agar selalu
dalam kondisi yang mendekati kondisi semula (kondisi mantap yaitu
baik dan sedang) agar mampu memberikan pelayanan yang optimal
untuk menunjang kegiatan sosial dan ekonomi wilayah.

Pemelihraan jalan merupakan kewajiban bagi penyelanggara


jalan sebagai mana tertuang dalam Undang-Undang No. 38 Tahun
2004 tentang jalan. Untuk menyediakan pelayanan bagi pemakai
jalan dan kewajiban mengutamakan pemeliharaan jalan. Mengingat

1
pentingnya pemeliharaan jalan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009
tentang lalulintas dan Angkutan Jalan juga mengatur mengenai
kewajiaban penyelenggara jalan bila terjadi kecelakaan akibat
kerusakan jalan.

Jalan Bringin Luanung Kencana terletak di Desa Bringin,


Kedongdong, Gintung Tengah, Gintung Lord dan Desa Luwung
Kencana Kecamatan Ciwaringin dan Kecamatan susukan Kabupaten
Cirebon. Jalan Bringin Luanung Kencana merupakan jalan utama
yang menghubungkan Kecamatan Ciwaringin dengan Kecamatan
Susukan dan jalur alternatif menuju Kota Cirebon. Kerusakan pada
jalan Bringin Luanung Kencana merupakan permasalahan yang
sangat kompleks. Kerugian yang diderita pengguna jalan akibat
kerusakan ini seperti terjadinya waktu tempuh yang lama,
kecelakaan lalulintas dan mengakibatkan aktivitas sehari-hari sangat
terganggu seperti aktivitas berangkat dan pulang kerja, aktivitas
pertanian, aktivitas ekonomi berlangsung, aktivitas pendidikan dan
aktivitas lainnya. Banyak kritik telah disampaikan kepada instansi
pemerintah dalam upaya penanganan dan pengelolaan jalan agar
berbagai kerusakan yang terjadi segera diatasi.

Berdasarkan keadaan tersebut, maka diperlukan penelitian


untuk menilai kondisi perkerasan jalan sesuai dengan jenis dan
tingkat kerusakan, salah satunya dengan penilaian Pavement
Condition Index (PCI). Pavement Condition Index (PCI) merupakan
salah satu solusi untuk menyelesaikan dan mencari cara perbaikan
pada permasalahan kerusakan jalan. Pavement Condition Index
(PCI) ini merupakan sistem penilaian kondisi perkerasan jalan
berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan.

5
1.2 FOKUS MASALAH

Mengetahui jenis dan tingkat kerusakan jalan untuk


menentukan nilai Pavement Condition Index (PCI) pada ruas jalan
Bringin Luanung Kencana.

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka yang menjadi


masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini :

1. Seberapa besar tingkat kerusakan pada ruas jalan Bringin


Luanung Kencana?

2. Bagaimana penanganannya setelah nilai kerusakan jalan


diketahui?

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui tingkat kerusakan pada ruas jalan Bringin Luanung


Kencana.

2. Menentukan penanganannya yang tepat.

1.5 KEGUNAAN PENELITIAN

1.5.1 Kegunaan Teoritis

1. Memberi referensi pengetahuan dan keilmuan mengenai


penilaian kondisi perkerasan dan penilaian kerusakan jalan
dengan nilai Pavement Condition Index (PCI).

6
2. Sebagai bahan referensi penelitian mengenai penilaian
kerusakan jalan berdasarkan jenis dan tingkat kerusakan,
penilaian kondisi perkerasan dan penanganannya dengan
nilai Pavement Condition Index (PCI).

1.5.2 Kegunaan Praktis

1. Melakukan pemeliharaan jalan yang tepat.

2. Malakukan pemeliharaan perkerasan jalan, dilakukan


penanganan secara berkala.

1.6 KERANGKA PEMIKIRAN

Mulai

Survey Lapangan

Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Analisis Data

Selesai

Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Tinjauan Umum

Kerusakan jalan disebabkan antara lain karena beban lalu


lintas berulang yang berlebih (Overload), panas atau suhu udara dan
air serta mutu awal produk jalan yang jelek. Oleh sebab itu
disamping direncanakan secara tepat jalan harus dipelihara dengan
baik agar dapat melayani lalu lintas selama umur rencana.
Pemeliharaan jalan rutin maupun berkala perlu dilakukan untuk
mempertahankan keamanan dan kenyamanan jalan bagi
pengguna dan menjaga daya tahan atau keawetan sampai umur
rencana. (Suwardo dan Sugiharto, 2004).

Survei kondisi perkerasan perlu dilakukan secara periodik baik


struktural maupun nonstruktural untuk mengetahui tingkat
pelayanan jalan yang ada. Pemeriksaan nonstruktural (fungsional)
antara lain bertujuan untuk memeriksa kerataan (roughness),
kekasaran (texture), dan kekesatan (skidresistance). Pengukuran
sifat kerataan lapis permukaan jalan akan bermanfaat di dalam
usaha menentukan program rehabilitasi dan pemeliharaan jalan. Di
Indonesia pengukuran dan evaluasi tingkat kerataan jalan belum
banyak dilakukan salah satunya dikarenakan keterbatasan
peralatan. Karena kerataan jalan berpengaruh pada keamanan dan
kenyamanan pengguna jalan maka perlu dilakukan pemeriksaan
kerataan secara rutin sehingga dapat diketahui kerusakan yang
harus diperbaiki. (Suwardo dan Sugiharto, 2004).

8
6

Penilaian tipe dan kondisi permukaan jalan yang ada


merupakan aspek yang paling penting dalam penentuan sebuah
proyek, sebab karakteristik inilah yang akan menentukan satuan
nilai manfaat ekonomis yang ditimbulkan oleh adanya perbaikan
jalan.

2.1.2 Jalan

Menurut Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


tentang Jalan No. 34/2006, jalan adalah sebagai salah satu
prasarana transportasi dalam kehidupan bangsa, kedudukan dan
peranan jaringan jalan pada hakikatnya menyangkut hajat hidup
orang serta mengendalikan struktur pengembangan wilayah pada
tingkat nasional terutama yang menyangkut perwujudan
perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-
hasil pembangunan serta peningkatan pertanahan dan keamanan
negara. Jalan yang baik dapat terwujud melalui kegiatan
pemeliharaan jalan. Kegiatan pemeliharaan yang baik adalah
kegiatan pemeliharaan yang tersusun dengan baik sesuai dengan
rencana umum pemeliharaan jalan yang meliputi kegiatan
pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan data, manajemen asset
dan rencana penanganan pemeliharaan jalan.

Pemeliharaan jalan yang merupakan bagian dari pembangunan


jalan menjadi tanggung jawab penyelenggara jalan sebagaimana
tercantum dalam Undang Undang Nomor.38 Tahun 2004 tentang
Jalan. Ketentuan lain mengenai pemeliharaan jalan tercantum dalam
pasal 24 Undang-Undang Nomor.22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas
dan Angkutan Jalan. Proyek-proyek peningkatan jalan umum
biasanya merupakan pengembangan proyek - proyek Departemen
Pekerjaan Umum (Hermawan, 2007).
7

2.1.3 Klasifikasi Jalan

Klasifikasi jalan raya menunjukkan standard operasi yang


dibutuhkan dan merupakan suatu bantuan yang berguna bagi
perencana. Di Indonesia berdasarkan peraturan perencanaan
geometrik jalan raya yang dikeluarkan oleh Bina Marga, jalan dibagi
dalam kelas-kelas yang penetapannya berdasarkan fungsinya.

Menurut fungsinya jalan raya dapat dibagi menjadi tiga bagian


yaitu :

1. Jalan Arteri

Jalan raya selain dibagi dalam kelas menurut fungsinya, juga


dipertimbangkan besarnya volume serta sifat-sifat lalu lintas yang
diharapkan akanmelalui jalan yang bersangkutan. Volume dari lalu
lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (SMP), yang
menunjukkan besarnya jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR)
untuk kedua jurusan. Untuk klasifikasi jalan raya yang didasarkan
pada fungsinya.

Tabel 2.1. Klasifikasi Jalan Raya Menurut Fungsinya

Fungsi Kelas LHR dalam SMP

Arteri I > 20.000

Kolektor IIA 6.000 s/d 20.000

IIB 1.500 s/d 8.000

IIC < 2.000

Lokal III -

Sumber : Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya


(Direktorat Jenderal Bina Marga, 1970)
8

Dalam menghitung besarnya volume lalu lintas untuk keperluan


penetapan kelas jalan kecuali untuk jalan-jalan yang tergolong
dalam kelas II C dan III, kendaraan yang tidak bermotor tak
diperhitungkan dan untuk jalan-jalan kelas II A dan I, kendaraan
lambat tak diperhitungkan. Khusus untuk perencanaan jalan-jalan
kelas I sebagai dasar harus digunakan volume lalu lintas pada
saat-saat sibuk. Sebagai volume waktu sibuk yang digunakan
untuk dasar suatu perencanaan ditetapkan sebesar 15 % dari
volume harian rata-rata.

- Kelas I

Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan


untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam
komposisi lalu lintasnya tak terdapat kendaraan lambat dan
kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan
jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi
perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti tingginya tingkatan
pelayanan terhadap lalu lintas.

- Kelas II

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan sekunder. Dalam


komposisi lalu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelas jalan
ini, selanjutnya berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya,
dibagi dalam tiga kelas, yaitu : II A, II B dan II C.

- Kelas II A

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan


konstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hotmix) atau
yang setarap, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat
kendaraan lambat, tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.
9

- Kelas II B

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi


permukaan dari penetrasi berganda atau yang setarap dimana
dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat tapi
tanpa kendaraan tak bermotor.

- Kelas II C

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi


permukaan jalan dari jenis penetrasi tunggal dimana dalam
komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat dan
kendaraan tak bermotor.

- Kelas III

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan


merupakan konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua.
Konstruksi permukaan jalan yang paling tinggi adalah
pelaburan dengan aspal.

2. Jalan Kolektor

Adalah jalan yang terletak di daerah pusat perdagangan (Central


Business District) yang dapat melayani penampungan dan
pendistribusian transportasi yang memerlukan rute jarak sedang,
kecepatan rata – rata yang sedang dan mempunyai jalan masuk
yang jumlahnya terbatas.

3. Jalan Lokal

Adalah jalan yang terletak di daerah pemukiman yang melayani


transportasi local yang memerlukan rute jarak pendek, kecepatan
rata – rata yang rendah dan mempunyai jalan masuk dalam
jumlah yang tidak terbatas.
1

2.1.4 Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan Sukirman (1999), berdasarkan bahan


pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi:

1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu


perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan
menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement), yaitu perkerasan


yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan
pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di
atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban
lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu


perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur
dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.1.5 Pekerasan Lentur (Flexibel Pavement)

Perkerasan lentur (flexibel pavement), yaitu suatu jenis


perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan
mempuinyai sifat lentur dimana setelah pembenahan berlangsung
perkerasan akanseperti semula. Pada struktur perkerasan lentur,
beban lalulintas distribusikan ketanah dasar secara berjenjang dan
berlapis (Layer system). Dengan sistem ini beban lalulintas
didistribusikan dari lapisan atas ke lapisan bawahnya (Sukirman
1992).
1

Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan


terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan
lapis antara. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri
dari lapisan pondasi atas (base course) dan pondasi bawah
(subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah dasar yang
dipadatkan (subgrade). Masing-masing elemen lapisan di atas
termasuk tanah dasar secara bersama-sama memikul beban lalu
lintas. Tebal struktur perkerasan dibuat sedemikian rupa sampai
batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat
dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada kondisi
atau daya dukung tanah dasar.

Gambar 2.1. Lapis perkerasan

Sumber: Sukirman (2003)

1. Elemen Tanah Dasar (Sub-Grade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat


tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tidak
semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar
pendukung badan jalan secara baik, karena harus
dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan
1

struktur jalan, seperti: daya dukung dan kestabilan tanah yang


cukup, komposisi dan gradasi butiran tanah, sifat kembang susut
tanah, kemudahan untuk dipadatkan, kemudahan meluluskan air
(drainase), plastisitas dari tanah, sifat ekspansif tanah dan lain-
lain. Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar
melalui penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar
akan sangat menentukan tebal lapis perkerasan di atasnya, sifat
fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti
deformasi permukaan, dan sebagainya.

2. Elemen Lapis Pondasi Bawah (Sub-Base Course)

Lapis pondasi bawah (sub-base) adalah suatu lapisan yang


terletak antara lapis tanah dasar dan lapis pondasi atas (base),
yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang meneruskan
beban di atasnya, dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang
terjadi ke lapis tanah dasar. Lapis pondasi bawah dibuat di atas
tanah dasar yang berfungsi di antaranya sebagai:

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung


dan menyebarkan beban roda.

b. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar


lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
(penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Bermacam-macam material setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %)


yang relatif lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai
bahan pondasi bawah. Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah
yang sering dilaksanakan, yaitu:
1

a. Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas


pasir.

b. Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung


sedikit tanah.

c. Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.

d. Pondasi bawah yang menggunakan agregat.

e. Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt


Treated Sub-Base) atau disebut Laston Bawah (Lapis Aspal
Beton Pondasi Bawah).

f. Pondasi bawah yang menggunakan stabilisasi tanah.

3. Elemen Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis Pondasi Atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan


yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah
(sub-base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang
mendukung lapis permukaan dan beban-beban roda yang bekerja
di atasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis
pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar. Lapis pondasi
atas dibuat di atas lapis pondasi bawah yang berfungsi di
antaranya:

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

c. Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50%, PI


<4 %) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara
lain: batu pecah, kerikil pecah, dan/atau stabilisasi tanah dengan
semen atau kapur. Secara umum dapat berupa:
1

a. Pondasi atas yang menggunakan pondasi Telford.

b. Pondasi atas yang menggunakan material agregat.

c. Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt


Treated Base) atau disebut Laston (Lapisan Aspal Beton) Atas.

d. Pondasi atas yang menggunakan stabilisasi material.

4. Elemen Lapis Permukaan (surface course)

Fungsi lapis permukaan antara lain:

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

b. Sebagai lapis kedap air, yaitu lapisan yang melindungi lapisan


di bawahnya dari resapan air yang jatuh di atas permukaan
perkerasan.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course) yaitu lapisan yang


langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga
mudah menjadi aus.

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan


agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi
standar. Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan
pengikat agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di
samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan
tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda lalu lintas. Adapun jenis lapisan permukaan (surface
course) yang umum dipergunakan di Indonesia antara lain:

1. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan


aus dan kedap air yang meliputi:

a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup


yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis
agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
1

b. Burda (lapisan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup


yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat, yang
dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal
maksimum 3,5 cm.

c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup


yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi
menerus, dicampur dihampar dan dipadatkan pada suhu
tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.

d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari


lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum
3/8 inch.

e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis


penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan
pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam
keadaan dingin dengan ketebalan maksimum 1 cm.

f. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot


Rolled Sheet (HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri
dari campuran agregat bergradasi timpang/senjang, filler dan
aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur,
dihampar dan dipadatkan pada suhu panas dengan tebal
padat maksimum 2,5-3 cm.

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang


menahan dan menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:

a. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan


yang terdiri atas agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka seragam yang diikat oleh aspal dengan
cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi
lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm.
1

b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan


yang terdiri atas campuran agregat asbuton dan bahan
pelunak yang dihampar dan dipadatkan dalam keadaan
dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan antara 3-5
cm.

c. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada


konstruksi jalan yang terdiri atas campuran aspal keras dan
agregat bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan
dipadatkan pada suhu panas.

d. Campuran Emulsi bergradasi rapat (CEBR) dan campuran


emulsi bergradasi terbuka (CEBT).

5. Lapis Resap Pengikat (Prime Coat)

Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan


lentur yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai
fungsi yang sangat besar terhadap kekuatan dan keawetan
struktur terutama untuk menahan gaya lateral atau gaya rem.
Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material tidak
beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk
menyelimuti permukaan lapisan tidak beraspal.

6. Lapis Perekat (Tack Coat)

Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat


dilaburkan diantara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal
yang baru (yang akan dihampar diatasnya), yang berfungsi
sebagai perekat diantaranya.
1

2.1.6 Penyebab Kerusakan Jalan

Kerusakan pada konstruksi perkerasan lentur dapat disebabkan


oleh beberapa faktor, antara lain adalah :

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, dan repetisi


beban.

b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang
tidak baik dan naiknya air akibat kapilaritas.

c. Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan


oleh sifat material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh
sistem pengolahan bahan yang tidak baik.

d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah


hujan umumnya tinggi, yang dapat merupakan salah satu
penyebab kerusakan jalan.

e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan


oleh system pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga
disebabkan oleh sifat tanah dasarnya yang memang kurang
bagus.

f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

Umumnya kerusakan-kerusakan yang timbul itu tidak


disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi dapat merupakan gabungan
penyebab yang saling berkaitan. Sebagai contoh, retak pinggir, pada
awalnya dapat diakibatkan oleh tidak baiknya sokongan dari
samping. Dengan terjadinya retak pinggir, memungkinkan air
meresap masuk ke lapis dibawahnya yang melemahkan ikatan
antara aspal dengan agregat, hal ini dapat menimbulkan lubang-
lubang disamping dan melemahkan daya dukung lapisan
dibawahnya.
1

Penyebab kerusakan perkerasan lentur, menurut Sukirman


(1992), kerusakan yang terjadi pada konstruksi jalan banyak
disebabkan oleh meningkatnya beban lalu lintas, air, bahan
konstruksi, keadaan iklim kondosi tanah yang tidak stabil dana
proses pelaksanaan perkerjaan yang kurang baik. Ada beberapa
penyebab yang lain diantaranya adalah kelelahan permukaan
perkerasan, pergeseran, pengembangan yang terjadi didalam
subgrade, sub base, serta base course.

Jenis kerusakan jalan dapat dikelempokkan menjadi 2 macam


yaitu menurut Pustlitbang Prasarana Transportasi (2005) adalah
sebagai berikut ini :

1. Kerusakan struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada ruas jalan, sebagian


atau keseluruhan, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi
mampu mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya
perkuatan struktur dari perkerasan dengan cara pelapisan ulang
(overlay) atau perbaikan kembali terhadap lapisan yang ada.

2. Kerusakan fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan


yang dapat menyebabkan tergantungnya fungsi jalan tersebut.
Kerusakan ini dapat berhubungan atau tidak dengan kerusakan
struktural. Pada kerusakan fungsional perkerasan jalan masih
mampu menahan beban yang bekerja namun tidak memberikan
tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan. Untuk
itu lapis permukaan perkerasan harus dirawat agar permukaan
kembali baik.
1

2.1.7 Jenis – Jenis Kerusakan Jalan

Adapun jenis - jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan


jalan akibat beberapa faktor kerusakan berdasarkan Manual
Pemeliharaan Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga
No.03/MN/B/1983 kerusakan jalan dapat dibedakan kedalam 19
(sembilan belas) jenis kerusakan. Adapun dari ke 19 (sembian belas)
kerusakan perkerasan tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)

Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak


(polygon) kecil Menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih
besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh
kelelahan akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang. Adapun
penyebab dari retak rulit buaya (alligator cracking) yaitu:

a. Bahan perkerasan atau kualitas material yang kurang


baik sehingga menyebabkan perkerasan lemah atau lapis
beraspal yang rapuh (britle).

b. Pelapukan aspal.

c. Penggunaan aspal yang kurang.

d. Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan.

e. Lapis pondasi bawah kurang stabil.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi kerusakan retak


kulit buaya (alligator cracking) guna menentukan level atau
tingkatan kerusakan, adapuntingkat kerusakan berdasarkan
indentifikasi pada retak kulit buaya (alligator cracking) dapat dilihat
pada Table 2.2.
2

Tabel 2.2. Indentifkasi Tingkat kerusakan Retak Kulit Buaya


(Alligator Cracking)

Level Identifikasi Kerusakan

Halus, retak yang membentuk garis halus memanjang


sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa
L
berhubungan satu sama lain. Retakan tidak
mengalami gompal

Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam


M
pola atau jaringan retakan yang diikuti gompal ringan.

Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga


pecahan-pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan
H
terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan
mengalami rocking akibat lalu lintas.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.2. Deduct value Retak Kulit Buaya

Sumber : ASTM internasional, 2007


2

Gambar 2.3. Retak Kulit Buaya (Aligator Cracking)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

2. Kegemukan (Bleeding)

Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya


lapisan tipis aspal (tanpa agregat) pada permukaan perkerasan
dan jika pada kondisi temperatur permukaan perkerasan yang
tinggi (terik matahari) atau pada lalu lintas yang berat, akn terlihat
jejak bekas batik bunga ban kendaraan yang melewatinya. Hal ini
akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan akan
menjadi licin. Adapun penyebab dari kegemukan (bleeding) yaitu:

a. Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan.

b. Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai.

c. Akibat dari keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami


kelebihan aspal.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi kegemukan


(bleeding) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pada
kegemukan (bleeding) dapat dilihat pada Table 2.3.
2

Tabel 2.3. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Kegemukan


(Bleeding/Flushing)

Level Identifikasi kerusakan

Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan


L Nampak hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal
tidak melekat pada sepatu atau roda kendaraan.

Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat


M pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak
beberapa minggu dalam setahun.

Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal


H melekat pada sepatu dan roda kendaraan, paling
tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.4. Deduct Value Kegemukan

Sumber : ASTM internasional, 2007


2

Gambar 2.5. Kegemukan (Bleeding)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

3. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)

Retak kotak-kotak ini berbentuk blok atau kotak pada perkerasan


jalan. Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay),
yang menggambarkan pola retakan perkerasan di bawahnya.
Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm × 200 mm. Adapun
penyebab dari retak kotak-kotak (block cracking) yaitu:

a. Perambatan retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan


di bawahnya.

b. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara


benar sebelum pekerjaan lapisan tambahan (overlay)
dilakukan.

c. . Perbedaan penurunan dari timbunan atau pemotongan badan


jalan dengan struktur perkerasan.

d. Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar.

e. Adanya akar pohon atau utilitas lainnya di bawah lapis


perkerasan.
2

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak kotak-kotak


(block cracking) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan
yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi
pada retak kotak-kotak (block cracking) dapat dilihat pada Table
2.4.

Tabel 2.4. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Kotak-kotak


(Block Cracking)

Level Identifikasi kerusakan

Retak rambut yang membentuk kotak-kotak


L
besar

M Pengembngan lebih lanjut dari retak rambut

Retak sudah membentuk bagian-bagian kotak


H
dengan celah besar
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.6. Deduct value Retak Kotak-Kotak

Sumber : ASTM internasional, 2007


2

Gambar 2.7. Retak Kotak-kotak (Block Cracking)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

4. Cekungan (Bumps and Sags)

Bendul kecil yang menonjol keatas, pemindahan pada lapisan


perkerasan itu disebabkan perkerasan tidak stabil. Adapun
penyebab dari cekungan (bumps and sags) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Bendul atau tonjolan yang dibawah PCC slab pada lapisan AC.

b. Lapisan aspal bergelombang (membentuk lapisan lensa


cembung).

c. Perkerasan yang menjumbul keatas pada material disertai


retakan yang ditambah dengan beban lalu lintas (kadang-
kadang disebut tenda).

Longsor kecil dan retak kebawah atau pemindahan pada lapisan


perkerasan mebentuk cekungan. Longsor itupun terjadi pada area
yang lebih luas dengan banyaknya cekungan dan cembungan
pada permukaan perkerasan biasa disebut gelombang. Pada
penilian metode PCI terdapat identifikasi cekungan (bumps and
sags) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi pada
cekungan (bumps and sags) dapat dilihat pada Table 2.5.
2

Tabel 2.5. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Cekungan

(Bumps and Sags)

Level Identifikasi kerusakan

L Cekungan dengan lembah yang kecil.

Cekungan dengan lembah yang kecil yang


M
disertai dengan retak.

Cekungan dengan lembah yang agak dalam


H
disertai dengan retakan

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.8. Deduct Value Cekungan

Sumber : ASTM internasional, 2007


2

Gambar 2.9. Cekungan (Bumb and Sags)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

5. Keriting (Corrugation)

Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain yaitu,


Ripples.bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis
permukaan, atau dapat dikatakan alur yang arahnya melintang
jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement.

Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya


kendaraan, akibat pengereman kendaraan. Adapun penyebab dari
keriting (corrugation) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :

a. Stabilitas lapis permukaan yang rendah.

b. Penggunaan material atau agregat yang tidak tepat, seperti


digunakannya agregat yang berbentuk bulat licin.

c. Terlalu banyak menggunakan agregat halus.

d. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang.

e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk


perkerasan yang menggunakan aspal cair).
2

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi keriting


(corrugation) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan
yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi
keriting (corrugation) dapat dilihat pada Table 2.6.

Tabel 2.6. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Keriting (Corrugation)

Level Identifikasi kerusakan

L Lembah dan bukit gelombang yang kecil.

Gelombang dengan lembah gelombang yang agak


M
dalam.
Cekungan dengan lembah yang agak dalam
H
disertai denganretakan dan celah yang agak lebar.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.10. Deduct Value Keriting

Sumber : ASTM internasional, 2007


2

Gambar 2.11. Keriting (Corrugation)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

6. Amblas (Depression)

Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas atau turunnya


permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi
tertentu (setempat) dengan atau tanpa retak. Kedalaman
kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung
atau meresapkan air. Adapun penyebab dari amblas (depression)
juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur


bagian bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu
memikulnya.

b. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah


dasar.

c. Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi amblas


(depression) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan
yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi
amblas (depression) dapat dilihat pada Table 2.7.
3

Tabel 2.7. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Amblas (Depression)

Level Identifikasi kerusakan

L dalaman maksimum ambles ½ - 1 in.(13 – 25 mm)

M Kedalaman maksimum ambles 1 – 2 in. (25 – 51mm)

H Kedalaman ambles > 2 in. (51 mm)

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.12. Deduct Value Amblas

Sumber : ASTM internasional, 2007

Gambar 2.13. Amblas (Depression)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983


3

7. Retak Pinggir (Edge Cracking)

Retak pinggir adalah retak yang sejajar dengan jalur lalu lintas dan
juga biasanya berukuran 1 sampai 2 kaki (0,3 – 0,6 m) dari pinggir
perkerasan. Ini biasa disebabkan oleh beban lalu lintas atau
cuaca yang memperlemah pondasi atas maupun pondasi bawah
yang dekat dengan pinggir perkerasan. Diantara area retak pinggir
perkerasan juga disebabkan oleh tingkat kualitas tanah yang
lunak dan kadangkadang pondasi yang bergeser. Adapun
penyebab dari retak pinggir (edge cracking) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).

b. Drainase kurang baik.

c. Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan.

d. Konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak pinggir (edge


cracking) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang
terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi retak
pinggir (edge cracking) dapat dilihat pada Table 2.8.

Tabel 2.8. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Pinggir (Edge


Cracking)

Level Identifikasi kerusakan

Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan


L
atau butiran lepas.
Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran
M
lepas
Banyak pecahan atau butiran lepas di sepanjang tepi
H
perkerasan.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)
3

Gambar 2.14. Deduct Value Retak Samping Jalan

Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.15. Retak Samping Jalan (Edge Cracking)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

8. Retak Sambung (Joint Reflection Cracking)

Kerusakan ini umumnya terjadi pada perkerasan aspal yang telah


dihamparkan di atas perkerasan beton semen portland. Retak
terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan
pola retak dalam perkerasan beton lama yang berbeda di
bawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang,
3

diagonal atau membentuk blok. Adapun penyebab dari (joint


reflection cracking) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :

a. Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis


tambahan, yang timbul akibat ekspansi dan konstraksi saat
terjadi perubahan temperatur atau kadar air.

b. Gerakan tanah pondasi.

c. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya


tinggi.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak sambung


(joint reflection cracking) menentukan level atau tingkatan
kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan
indentifikasi retak sambung (joint reflection cracking) dapat dilihat
pada Table 2.9.

Tabel 2.9. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Sambung (Joint


Reflection Cracking)

Level Identifikasi kerusakan

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


L 1. Retak tak terisi, lebar < 3/8 in. (10 mm)
2. Retak terisi sembarang lebar ( pengisi kondisi bagus).
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 - 76 mm).

M 2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in. (76


mm) dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak
acak ringan
3

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi oleh
retak acak, kerusakan sedang atau tinggi.
H
2. Retak tak terisi lebih dari 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci di
sekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan)
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.16. Deduct Value Retak Sambung

Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.17. Retak Sambung (Joint Reflec Cracking)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983


3

9. Pinggiran Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)

Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian


antara permukaan perkerasan dengan permukaan bahu atau
tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih rendah terhadap
permukaan perkerasan. Penyebab dari pinggiran jalan turun
vertikal (lane/shoulder drop off) juga dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :

a. Lebar perkerasan yang kurang.

b. Material bahu yang mengalami erosi atau penggerusan.

c. Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak


dilaksanakan pembentukan bahu.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pinggiran jalan


turun vertikal (lane/shoulder drop off) guna menentukan level atau
tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan
berdasarkan indentifikasi pinggiran jalan turun vertikal
(lane/shoulder drop off) dapat dilihat pada Table 2.10.

Tabel 2.10. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Pinggiran Jalan Turun


Vertikal (Lane/Shoulder Dropp Off)

Level Identifikasi kerusakan

Beda elevasi antara pinggir perkerasan dan


L
bahu jalan 1 – 2 in. (25

M Beda elevasi > 2 – 4 in. (51 – 102 mm).

H Beda elevasi > 4 in. (102 mm).

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)


3

Gambar 2.18. Deduct Value Pinggiran Jalan Turun Vertikal

Sumber : ASTM internasional,2007

Gambar 2.19. Pinggiran Jalan Turun Vertikal

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

10. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse


Cracking)

Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan


namanya yaitu, retak memanjang dan melintang pada
perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa
celah. Adapun penyebab dari retak memanjang /melintang
3

(longitudinall/trasverse cracking) juga dapat disebabkan oleh


beberapa faktor yaitu :

a. Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan di


bawahnya.

b. Lemahnya sambungan perkerasan.

c. Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi


perubahan volume akibat pemuaian lempung pada tanah
dasar.

d. Sokongan atau material bahu samping kurang baik.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi retak


memanjang/melintang (longitudinal/transverse cracking) guna
menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun
tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi retak memanjang/
melintang (longitudinal/trasverse cracking) dapat dilihat pada
Table 2.11.

Tabel 2.11. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Retak Memanjang/


Melintang (Longitudinal/Trasverse Cracking)

Level Identifikasi kerusakan

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Retak tak terisi, lebar 3/8 in. (10 mm), atau
L
2. Retak terisi sembarang lebar (pengisi kondisi
bagus).
3

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10-76 mm)
2. Retak tak terisi, sembarang lebar sampai 3 in.
M
(76 mm) dikelilingi retak acak ringan.
3. Retak terisi, sembarang lebar dikelilingi retak
agak acak.

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi
oleh retak acak, kerusakan sedang sampai
H tinggi.
2. Retak tak terisi > 3 in. (76 mm).
3. Retak sembarang lebar, dengan beberapa inci
di sekitar retakan, pecah.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.20. Deduct Value Retak Memanjang/Melintang

Sumber : ASTM internasional, 2007


3

Gambar 2.21. Retak Memanjang/Melintang

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

11. Tambalan (Patching and Utility Cut Patching)

Tambalan adalah suatu bidang pada perkerasan dengan tujuan


untuk mengembalikan perkerasan yang rusak dengan material
yang baru untuk memperbaiki perkerasan yang ada. Tambalan
adalah pertimbangan kerusakan diganti dengan bahan yang baru
dan lebih bagus untuk perbaikan dari perkerasan sebelumnya.
Tambalan dilaksanakan pada seluruh atau beberapa keadaan
yang rusak pada badan jalan tersebut. Adapun faktor dari
tambalan (patching and utility cut patching) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan.

b. Penggalian pemasangan saluaran atau pipa.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi tambalan


(patching and utility cut patching) guna menentukan level atau
tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan
berdasarkan indentifikasi tambalan (patching and utility cut
patching) dapat dilihat pada Table 2.12.
4

Tabel 2.12. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Jalan Berupa


Tambalan (Patching and Utility Cut Patching)

Level Identifikasi kerusakan

Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.


L Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu
sedikit atau lebih baik.

Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan


M
kendaraan agak terganggu.

Tambalan sangat rusak dan/atau kenyamanan


H
kendaraan sangat terganggu.

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.22. Deduct Value Tambalan

Sumber : ASTM internasional, 2007


4

Gambar 2.23. Tambalan (Patching end Utiliti Cut Patching)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

12. Pengausan Agregat (Polished Aggregate)

Kerusakan ini disebabkan oleh penerapan lalu lintas yang


berulangulang dimana agregat pada perkerasan menjadi licin
dan perekatan dengan permukaan roda pada tekstur perkerasan
yang mendistribusikannya tidak sempurna. Pada pengurangan
kecepatan roda atau gaya pengereman, jumlah pelepasan
butiran dimana pemeriksaan masih menyatakan agregat itu
dapat dipertahankan kekuatan dibawah aspal, permukaan
agregat yang licin. Kerusakaan ini dapat diindikasikan dimana
pada nomor skid resistence test adalah rendah. Adapun
penyebab dari pengausan agregat (polished aggregate) juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan.

b. Bentuk agregat yang digunakan memeng sudah bulat dan licin


(buakan hasil dari mesin pemecah batu).

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pengausan


agregat (polished aggregate) guna menentukan level atau
tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan
berdasarkan indentifikasi pengausan agregat (polished
aggregate) dapat dilihat pada Table 2.13.
4

Tabel 2.13. Indentifikasi Tingkat Pengausan Agregat (polished


aggregate)

Level Identifikasi kerusakan

L Agregat masih menunjukan kekuatan

M Agregat sedikit mempunyai kekuatan.

H Pengausan tanpa menunjukan kekuatan

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.24. Deduct Value Pengausan Agregat

Sumber : ASTM internasional, 2007


4

Gambar 2.25. Pengausan Agregat (Polised Agregat)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

13. Lubang (Potholes)

Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat


menampung dan meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan
ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang
drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh
air). Adapun penyebab dari lubang (potholes) juga dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:

a. Kadar aspal rendah.

b. Pelapukan aspal.

c. Penggunaan agregat kotor atau tidak baik.

d. Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.

e. Sistem drainase jelek.

f. Merupakan kelanjutan daari kerusakan lain seperti retak dan


pelepasan butir.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi lubang (potholes)


guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi,
adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi lubang
(potholes) dapat dilihat pada Table 2.14.
4

Tabel 2.14. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes)

Diameter rata-rata lubang


Kedalaman 8 – 18 in. 18 – 30 in.
4– 8 in.
Maksimum
(102 –203 mm) (203 – 457 mm) (457– 762 mm)

½ - 1 in.
L L M
(12,7 – 25,4 mm)
>1 – 2 in.
L M H
(25,4 – 50,8 mm)

>2 in.
M M H
(> 50,8 mm)
Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau di
L
seluruh kedalaman
M Penambalan parsial atau di seluruh kedalaman
H Penambalan di seluruh kedalaman
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.26. Deduct Value Lubang

Sumber : ASTM internasional,2007


4

Gambar 2.27. Lubang (Pothole)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

14. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)

Jalan rel atau persilangan rel dan jalan raya, kerusakan pada
perpotongan rel adalah penurunan atau benjol sekeliling atau
diantara rel yang disebabkan oleh perbedaan karakteristik
bahan. Tidak bisanya menyatu antara rel dengan lapisan
perkerasan dan juga bisa disebabkan oleh lalu lintas yang
melintasi antara rel danperkerasan. Adapun faktor dari rusak
perpotongan rel (railroad crossing) juga dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :

a. Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara


permukaan perkerasan dengan permukaan rel.

b. Pelaksanaan konstruksi pekerjaan atau pemasangan rel yang


buruk.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi rusak


perpotongan rel (railroad crossing) guna menentukan level atau
tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan
berdasarkan indentifikasi rusak perpotongan rel (railroad
crossing) dapat dilihat pada Table 2.15.
4

Tabel 2.15. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Akibat Perpotongan


Rel (Railroad Crossing)

Level Identifikasi kerusakan

L Kedalaman 0,25 inch – 0,5 inch (6 mm – 13 mm).

M Kedalaman 0,5 inch – 1 inch (13 mm – 25 mm).

H Kedalaman >1 inch (>25 mm).

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.28. Deduct Value Rusak Perpotongan Rel

Sumber : ASTM internasional,2007


4

Gambar 2.29. Rusak Perpotongan Rel (Railroad Crossing)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

15. Alur (Rutting)

Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan


ini adalah longitudinal ruts, atau channel/rutting. Bentuk
kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan
dan berbentuk alur. Adapun penyebab dari Alur (Rutting) juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Keteblan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk


menahan beban lalu lintas.

b. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat.

c. Lapisan permukaan atau lapisan pondasi memiliki stabilitas


rendah sehingga terjadi deformasi plastis.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi alur (rutting) guna


menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun
tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi alur (rutting) dapat
dilihat pada Table 2.16.
4

Tabel 2.16. Indentifikasi Tingkat Kerusakan Alur (Rutting)

Level Identifikasi kerusakan

L Kedalaman alur rata-rata ¼ - ½ in. (6 – 13 mm)

M Kedalaman alur rata-rata ½ - 1 in. (13 – 25,5 mm)

H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.30. Deduct Value Alur

Sumber : ASTM internasional, 2007


4

Gambar 2.31. Alur (Rutting)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

16. Sungkur (Shoving)

Sungkur adalah perpindahan lapisan perkerasan pada bagian


tertentu yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Beban lalu lintas
akan mendorong berlawanan dengan perkerasan dan akan
menghasilkan ombak pada lapisan perkerasan. Kerusakan ini
biasanya disebabkan oleh aspal yang tidak stabil dan terangkat
ketika menerima beban dari kendaraan. Adapun penyebab dari
sungkur (shoving) juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu :

a. Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah.

b. Daya dukung lapis permukaan yang tidak memadai.

c. Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan.

d. Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat.

e. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi sungkur (shoving)


guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi,
adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi sungkur
(shoving) dapat dilihat pada Table 2.17.
5

Tabel 2.17. Indentifikasi Sungkur (Shoving)

Level Identifikasi kerusakan

Sungkur menyebabkan sedikit gangguan


L
kenyamanan kendaraan.
Sungkur menyebabkan cukup gangguan
M
kenyamanan kendaraan.

H Kedalaman alur rata-rata 1 in. (25,4 mm)

Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.32. Deduct Value Sungkur

Sumber : ASTM internasional,2007


5

Gambar 2.33. Sungkur (Shoving)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

17. Patah Slip (Slippage Cracking)

Patah slip adalah retak yang seperti bulan sabit atau setengah
bulan yang disebabkan lapisan perkerasan terdorong atau
meluncur merusak bentuk lapisan perkerasan. Kerusakan ini
biasanya disebabkan oleh kekuatan dan pencampuran lapisan
perkerasan yang rendah dan jelek. Adapun penyebab dari patah
slip (slippage cracking) juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu :

a. Lapisan perekat kurang merata.

b. Penggunaan lapis perekat kurang.

c. Penggunaan agregat halus terlalu banyak.

d. Lapis permukaan kurang padat.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi patah slip


(slippage cracking)) guna menentukan level atau tingkatan
kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan
indentifikasi patah slip (slippage cracking) dapat dilihat pada
Table 2.18.
5

Tabel 2.18. Indentifikasi Tingkat Patah Slip (Slippage Cracking)

Level Identifikasi kerusakan

L Retak rata-rata lebar < 3/8 in. (10 mm)

Satu dari kondisi berikut yang terjadi :


1. Retak rata-rata 3/8 – 1,5 in. (10 – 38 mm).
M
2. Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan-
pecahan terikat.
Satu dari kondisi berikut yang terjadi :
1. Retak rata-rata > ½ in. (>38 mm).
H 2. Area di sekitar retakan, pecah ke dalam pecahan-
pecahan mudah terbongkar.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.34. Deduct Value Patah Slip

Sumber : ASTM internasional,2007


5

Gambar 2.35. Patah Slip (Slippage Cracking)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

18. Mengembang Jembul (Swell)

Mengembang jembul mempunyai ciri menonjol keluar sepanjang


lapisan perkerasan yang berangsur-angsur mengombak kira-kira
panjangnya 10 kaki (10m). Mengembang jembul dapat disertai
dengan retak lapisan perkerasan dan biasanya disebabkan oleh
perubahan cuaca atau tanah yang menjembul keatas. Adapun
penyebab dari mengembang jembul (swell) Menurut Hary
Christady Hardiyatmo (2005) yaitu :

a. Mengembangnya material lapisan di bawah perkerasan atau


tanah dasar.

b. Tanah das perkerasan mengembang, bila kadar air naik.


Umumnya, hal ini terjadi bila tanah pondasi berupa lempung
yang mudah mengembang (lempung mentmorillonite) oleh
kenaikan kadar air.

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi mengembang


jembul (swell) guna menentukan level atau tingkatan kerusakan
yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi
mengembang jembul (swell) dapat dilihat pada Table 2.19.
5

Tabel 2.19. Indentifikasi Tingkat Mengembang Jembul (Swell)

Level Identifikasi kerusakan

Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan


kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat,
L
tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat.
Gerakan ke atas terjadi bila ada pengembangan.

Perkerasan mengembang dengan adanya


M
gelombang yang kecil.

Perkerasan mengembang dengan adanya


H gelombang besar
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.36. Deduct Value Mengembang Jembul

Sumber : ASTM internasional, 2007


5

Gambar 2.37. Mengembang Jembul (Swell)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

19. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Pelepasan butiran disebabkan lapisan perkerasan yang


kehilangan aspal atau tar pengikat dan tercabutnya partikel-
partikel agregat. Kerusakan ini menunjukan salah satu pada
aspal pengikat tidak kuat untuk menahan gaya dorong roda
kendaraan atau presentasi kualitas campuran jelek. Hal ini dapat
disebabkan oleh tipe lalu lintas tertentu, melemahnya aspal
pengikat lapisan perkerasan dan tercabutnya agregat yang
sudah lemah karena terkena tumpahan minyak bahan bakar.
Adapun penyebab dari pelepasan butir (weathering/raveling)
juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

a. Pelapukan material pengikat atau agregat.

b. Pemadatan yang kurang.

c. Penggunaan material yang kotor.

d. Penggunaan aspal yang kurang memadai.

e. Suhu pemadatan kurang.


5

Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi pelepasan butir


(weathering/raveling) guna menentukan level atau tingkatan
kerusakan yang terjadi, adapun tingkat kerusakan berdasarkan
indentifikasi pelepasan butir (weathering/raveling) dapat dilihat
pada Table 2.20.

Tabel 2.20. Indentifikasi Tingkat Pelepasan Butir


(Weathering/Raveling)

Level Identifikasi kerusakan

Pelepasan butiran yang ditandai lapisan kelihatan


L
agregat.
M Pelepasan agregat dengan butiran-butiran yang lepas
Pelepasan butiran dengan ditandai dengan agregat
H
lepas dengan membentuk lubang-lubang kecil.
Sumber : Shahin(1994)/ Hardiyatmo, H.C, (2007)

Gambar 2.38. Deduct Value Pelepasan Butir

Sumber : ASTM internasional,2007


5

Gambar 2.39. Pelepasan Butir (Weathering/Raveling)

Sumber : Bina marga no.03/MN/B/1983

2.1.8 Teknik Perbaikan Kerusakan Jalan

Perbaikan jalan adalah penanganan jalan yang meliputi:

1. Pemeliharaan Rutin

Pemeliharaan rutin jalan dilakukan pada ruas jalan atau bagian


ruas jalan dan bangunan pelengkap dengan kriteria sebagai
berikut:

a. Ruas jalan dengan kondisi baik dan sedang atau disebut jalan
mantap;

b. Bangunan pelengkap jalan yang mempunyai kondisi baik sekali


dan baik.

2. Pemeliharaan Berkala Jalan

Pemeliharaan berkala jalan dilakukan pada ruas jalan/bagian ruas


jalan dan bangunan pelengkap dengan kriteria sebagai berikut:

a. Ruas jalan yang karena pengaruh cuaca atau karena repetisi


beban lalu lintas sudah mengalami kerusakan yag lebih luas
maka perlu dilakukan pencegahan dengan cara melakukan
pelaburan, pelapisan tipis, penggantian dowel, pengisian
celah/retak, peremajaan/joint,
5

b. Ruas jalan yang sesuai umur rencana pada interval waktu


tertentu sudah waktunya untuk dikembalikan ke kondisi
pelayanan tertentu dengan cara dilapis ulang,

c. Ruas jalan dengan nilai kekesatan permukaan jalan (skid


resistance) kurang dari 0,33 (nol koma tiga puluh tiga),

d. Ruas jalan dengan kondisi rusak ringan,

e. Bangunan pelengkap jalan yang telah berumur paling rendah 3


(tiga) tahun sejak dilakukan pembangunan, penggantian atau
pemeliharaan berkala,

f. Bangunan pelengkap yang mempunyai kondisi sedang.

3. Rehabilitasi Jalan

Rehabilitasi jalan dilakukan pada ruas jalan atau bagian ruas jalan
dan bangunan pelengkap dengan kriteria sebagai berikut:

a. Ruas jalan yang semula ditangani melalui program


pemeliharaan rutin namun karena suatu sebab mengalami
kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang
berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat
tertentu dari suatu ruas dengan kondisi rusak ringan, agar
penurunan kondisi kemantapan tersebut dapat dikembalikan
pada kondsi kemantapan yang sesuai dengan rencana,

b. Bangunan pelengkap yang sudah mempunyai umur pelayanan


paling sedikit 8 (delapan) tahun,

c. Bangunan pelengkap yang sudah mempunyai umur pelayanan


3 (tiga) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun yang memerlukan
penanganan rehabilitasi dan perbaikan besar pada elemen
strukturnya,
5

d. Bangunan pelengkap yang mempunyai kondisi rusak ringan,

e. Bangunan pelengkap yang memerlukan perbiakan darurat atau


penanganan sementara,

f. Bangunan pelengkap jalan berupa jembatan, terowongan,


ponton, lintas atas, lintas bawah, tembok penahan, gorong-
gorong dengan kemampuan memikul beban yang sudah tidak
memenuhi standar sehingga perlu dilakukan perkuatan atau
penggantian.

4. Rekonstruksi Jalan

Rekonstruksi dilakukan pada ruas atau bagian jalan dengan


kondisi rusak berat dengan melakukan peningkatan struktural
jalan pada jalan. Dalam melakukan perbaikan atau penanganan
kerusakan jalan harus sesuai dengan tingkat keparahan dari
kerusakan jalan tersebut. Berdasarkan metode Pavement
Condition Index (PCI) diberikan acuan untuk pengambilan
keputusan dalam penanganan terhadap kerusakan yang terjadi
pada suatu ruas jalan. Acuan tersebut dapat dilihat pada Tabel
2.21 di bawah ini.
6

Tabel 2.21. Acuan Keputusan Penanganan Kerusakan Jalan


menurut indeks kondisi perkerasan (PCI)

PCI

Waktu Perbaikan Jalan Jalan Jalan


Arteri Kolektor Lokal

Belum ada perbaikan > 85 > 80 > 80

6-10 tahun lagi


76-85 71-80 66-88
Pemeliharaan

1-5 tahun lagi


56-75 51-70 46-65
Pemeliharaan

Sekarang Rehabilitasi 50-55 45-50 40-45

Sekarang
< 50 < 45 < 40
Rekonstruksi

Sumber: Shahin (1994)

5. Metode Perbaikan Standar

Penanganan kerusakan jalan pada lapisan lentur menggunakan


metode perbaikan standar Direktorat Jendral Bina Marga 1995.
Jenis-jenis metode penanganan tiap-tiap kerusakan adalah :

1. Metode Perbaikan P1 (Penebaran Pasir)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan


tanjakan.

b. Langkah penanganannya:

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Memberikan tanda pada jalan yang akan diperbaiki.


6

- Membersihkan daerah dengan air compressor.

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus (tebal >


10mm) di atas permukaan yang terpengaruh kerusakan.

- Melakukan pemadatan dengan pemadat ringan (1 - 2) ton


sampai diperoleh permukaan yang rata dan mempunyai
kepadatan optimal (kepadatan 95%).

2. Metode Perbaikan P2 (Pelaburan Aspal Setempat)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal

- Retak buaya < 2mm

- Retak garis lebar < 2mm

- Terkelupas

b. Langkah penanganannya :

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air


compressor, permukaan jalan harus bersih dan kering.

- Menyemprotkan dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2


dan untuk cut back 1 liter/ m2.

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga


rata.

- Melakukan pemadatan mesin pneumatic sampai diperoleh


permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal
(kepadatan 95%).

3. Metode Perbaikan P3 (Pelapisan Retakan)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan < 2mm


6

b. Langkah penanganannya :

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air


compressor, sehingga permukaan jalan bersih dan kering.

- Menyemprotkan tack coat (0,2 liter/ m2 di daerah yang


akan di perbaiki).

- Menebar dan meratakan campuran aspal beton pada


seluruh daerah yang telah diberi tanda.

- Melakukan pemadatan ringan (1 – 2) ton sampai diperoleh


permukaan yang rata dan kepadatan optimum (kepadatan
95%).

4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retak)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

Lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan > 2 mm

b. Langkah penanganannya :

- Memobilisasi peralatan, pekerja dan material ke lapangan.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air


compressor, sehingga permukaan jalan bersih dan kering.

- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 liter/ m2


menggunakan aspal sprayer atau dengan tenaga
manusia.

- Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah diisi


aspal (tebal 10 mm)

- Memadatkan minimal 3 lintasan dengan baby roller.


6

5. Metode Perbaikan P5 (Penambalan Lubang)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

- Lubang kedalaman > 50 mm

- Keriting kedalaman > 30 mm

- Alur kedalaman > 30 mm

- Ambles kedalaman > 50 mm

- Jembul kedalaman > 50 mm

- Kerusakan tepi perkerasan jalan, dan

- Retak buaya lebar > 2mm

b. Langkah penanganannya :

- Menggali material sampai mencapai lapisan dibawahnya.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan


tenaga manusia.

- Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan


takaran 0.5l iter/m2.

- Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton


sampai diperoleh permukaan yang rata.

- Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).

6. Metode Perbaikan P6 (Perataan)

a. Jenis kerusakan yang ditangani :

- Lokasi keriting dengan kedalaman < 30 mm

- Lokasi lubang dengan kedalaman < 50 mm

- Lokasi alur dengan kedalaman < 30 mm

- Lokasi terjadinya penurunan dengan kedalaman < 50 mm

- Lokasi jembul dengan kedalaman < 50 mm


6

b. Langkah penanganannya :

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan


tenaga manusia.

- Melaburkan tack coat 0,5 5l iter/m2.

- Menaburkan campuran aspal beton kemudian


memadatkannya sampai diperoleh permukaan yang rata.

- Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).

2.1.9 Pemeliharaan Perkerasan Jalan

Asphalt Istitute MS-17 mengidentifikasi pemeliharaan sebagai


pekerjaan rutin untuk menjaga kondisi yang memadai perkerasan
agar sedikit mungkin masih dalam tingkat pelayanan yang memadai
sedangkan, rehabilitasi didefinisikan tidak lagi mampu memelihara
pelayanan lalulintas yang memadai.

Pekerjaan pemeliharaan perkerasan jalan meliputi hal-hal


berikut (Hardiyanto,2009).

1. Pemelihraan permukaan perkerasan yang telah ada.

2. Pelapisan tambahan yang kurang dari tebal lapis tambahan


(overlay) nominal.

3. Penambahan dan perbaikan kerusakan kecil.

4. Pengisi rongga di bawah pelat beton (undersealing) dan


sebagainya.

Menurut Direktorat Jenderal Bina Marga (1995), kegiatan


pemeliharaan dibagi menjadi 2 kategori yaitu pemeliharaan rutin dan
pemeliharaan berkala.
6

1. Pemeliharaan rutin mencakup pekerjaan - pekerjaan perbaikan


kecil dan pekerjaan - pekerjaan rutin, yang umum dilaksanakan
pada jangka waktu yang teratur dalam satu tahun, seperti
penambalan permukaan, pemotongan rumput, dan termasuk
pekerjaan - pekerjaan perbaikan untuk menjaga jalan tetap pada
kondisi yang baik.

2. Pemeliharaan berkala merupakan pekerjaan yang mempunyai


frekuensi yang terencana lebih dari satu tahun pada salah satu
lokasi. Untuk jalan-jalan Kabupaten, pekerjaan ini terdiri dari
pembahasan lapis ulang pada jalan - jalan dengan lapis
permukaan dari aspal, dan pemberian lapis ulang kerikil pada
jalan kerikil, termasuk pekerjaan menyiapkan permukaan.

2.1.10 Penilaian Indeks Kondisi Perkerasan Jalan Pavement


Condition Index (PCI)

PCI dikembangkan oleh U.S Army Corp Of Engineer (Shahin et


al., 1976 – 1984) dipakai untuk mengukur tingkat kerusakan suatu
perkerasan bandara, jalan, dan tempat parkir. Nilai PCI diperoleh
berdasarkan pengukuran yang seksama dan survey secara visual.
Nilai PCI ini mempunyai rentang 0 sampai 100 dengan kriteria
sempurna (excellent), sangat baik (verygood), baik (good), sedang
(fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor) dan gagal (failed).
6

PCI RATING

100 EXCELLENT

85 VERY GOOD

70 GOOD

55 FAIR

40 FOOR

25 VERY POOR

10 FAILED

Gambar 2.40. Diagram Nilai Indeks Kondisi Perkerasan (PCI)

Pavement Condition Index (PCI) adalah penilaian kondisi


perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang
terjadi. Rentang nilai yang digunakan yaitu 0 sampai 100, dimana
nilai 0 menandakan perkerasan sudah sangat rusak dan nilai 100
menandakan perkerasan masih sangat baik.

Perhitungan PCI didasarkan atas hasil survei kondisi jalan


secara visual yang teridentifikasi dari tipe kerusakan, tingkat
kerusakan (severity), dan kuantitasnya. Tipe kerusakan jalan
berdasarkan Shahin (1994) berjumlah 19 jenis kerusakan yaitu retak
kulit buaya (alligator cracking), kegemukan (bleeding), retak kotak-
kotak (block cracking), cekungan (bums and sags), keriting
(corrugation), amblas (depression), retak pinggir (edge cracking),
retak sambung (joint reflection), pinggiran jalan turun vertikal
(lane/shoulder drop off), retak memenjang/melintang (longitudinal
and transverse cracking), tambalan (patching and utility cut
patching), pengausan agregat (polished aggregate), lubang
6

(potholes), rusak potongan rel (railroad crossings), alur (rutting),


sungkur (shoving), patah slip (slippage cracking), mengembang
jembul (swell), pelepasan butir (weathering and raveling). Tingkat
kerusakan yang digunakan berjumlah 3 tingkat yaitu Low Severity
Level (L), Medium Severity Level (M), dan High Severity Level (H).
Sedangkan langkah perhitungan nilai PCI berdasar Shain (1994)
yakni:

1. Kerapatan (Density)

Kerapatan adalah nilai persentase antara luasan tipe


kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam
meter persegi. Rumus yang digunakan menggunakan persamaan
berikut :

density =
atau,

density =
keterangan :

Ad = luas total jenis kerusakan untuk tiap

tingkat kerusakan (m2)

Ld = panjang total jenis kerusakan untuk tiap

tingkat kerusakan (m)

As = luas total unit segmen (m2)

2. Deduct Value (DV)

Deduct value adalah nilai pengurangan tiap jenis kerusakan


yang diperoleh dari kurva hubungan antara kerapatan dan deduct
value sesuai dengan jenis kerusakan.
6

3. Total Deduct Value (TDV)

Total deduct value (TDV) adalah nilai total dari masing-


masing nilai deduct value yang sudah diijinkan untuk tiap-tiap jenis
kerusakan, pada pada suatu unit segmen penelitian.

4. Corrected Deduct Value (CDV)

Dari hasil Nilai Pengurang (Deduct value) untuk


mendapatkan Nilai Pengurangan Terkoreksi (Corrected Deduct
Value) dengan cara memasukkan nilai Nilai Pengurang (Deduct
Value) yang lebih dari 2, grafik Nilai Pengurangan Terkoreksi
(Corrected Deduct Value) dengan cara menarik garis vertikal pada
nilai Nilai Pengurang (Deduct value) sampai memotong garis q
kemudian ditarik garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah Nilai
Pengurang (Deduct Value) yang lebih dari 2. Menentukan nilai –
nilai pengurang yang di ijinkan (m), dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

m =

keterangan :
m = nilai izin Nilai Pengurang (Deduct
value) persegmen
HDV = Nilai Pengurang (Deduct value) terbesar
pada segmen tersebut.
6

Gambar 2.41. Nilai Pengurangan Terkoreksi (CDV)

Setelah didapat nilai CDV, maka nilai-nilai PCI untuk tiap unit
dapat dihitung dengan persamaan berikut :

keterangan :

= Pavement Condition Index untuk tiap unit

segmen. CDV = Corrected Deduct Value untuk tiap

unit segmen.

Sedangkan nilai PCI secara keseluruhan menggunakan


persamaan :

PCI =

keterangan :

PCI = nilai PCI perkerasan keseluruhan.

= Pavement Condition Index untuk tiap unit

segmen. N = Jumlah Unit Segmen


7
2.2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Lokasi Penelitian Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Metode Penelitian Persamaan dengan Penelitian Ini Perbedaan Dengan Penelitian Ini
1 APRIYADI DWI Jalan Magelang - Evaluasi Kondisi Mengetahui besaranya kerusakan Sisa prediksi umur layanan akibat Pavement Condition Index Dan Sama - sama Untuk Mengetahui Tingkat dan Tidak Menggunakan Metode Mekanistik
WIDODO Yogyakarta Sta Perkerasan Dan kondisi jalan yang terjadi di deformation pada beban standar Metode Mekanistik-Empirik Jenis Kerusakan Jalan Dengan Metode Empirik Program KENPAVE, Lokasi Studi,
(2018) 11±000 - Sta Prediksi Sisa Umur perkerasan flexibel serta pada tahun ke-1 sebesar 75,86% dan Pavement Condition Index Pada studi Ini Tidak Mengeluarkan Output
UNIVERSITAS ISLAM 12±000 Perkerasan Lentur penanganannya dari nilai kondisi akan tersisa sebesar 16,08% pada Sisa Umur Layanan Perkerasan
INDONESIA Dengan Metode diruas jalan Magelang - pertengahan tahun ke-4. Akibat
APRIYADI DWI Pavement Condition Yogyakarta pada sta 11±000 – rutting pada tahun ke-1 sebesar
WIDODO Index , Bina Marga sta 12±000 dengan metode 91,95% dan akan tersisa umur
(2018) Dan Metode pavement condition index (PCI), layanan sebesar 7,82% pada
UNIVERSITAS ISLAM Mekanistik - Empirik metode Bina Marga Tahun pertengahan tahun ke-8 sebelum
INDONESIA Dengan Program 2011, metode mekanistik terjadi failure pada tahun ke-8.
Kenpave (Studi Kasus empirik program KENPAVE, Analisis prediksi sisa umur layanan
Ruas Jalan Magelang metode mekanistik- empirik perkerasan Bina Marga untuk
– Yogyakarta Sta dengan program KENPAVE dan pekerjaan lapis tambahan (overlay)
11±000 – Sta metode Bina Marga 1987. pada tahun 2017 sebesar 6 cm
12±000) dengan kondisi saat ini sudah
mengalami pengurangan umur aspal
sebesar 21,69 % atau sisa umur
sebesar 78,31 % .
7

No. Peneliti Lokasi Penelitian Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Metode Penelitian Persamaan dengan Penelitian Ini Perbedaan Dengan Penelitian Ini
2 SUTARI SETYOWATI Jalan Lokasi Penilaian Kondisi Mengetahui jenis kerusakan yang Nilai rata-rata PCIpada STA 4+400- Pavement Condition Index ( PCI ) Dalam Studi Pembahasan Tentang Jenis Lokasi Studi, Pada studi ini Tidak
(2011) Jalan Solo - Perkerasan Dengan terjadi pada ruas jalan Solo - 11+050 mempunyai tingkat Kerusakan Jalan ini Sama - Sama Mengeluarkan Output Perhitungan Rencana
UNIVERSITAS Karanganyar Km Metode Pavement Karanganyar KM 4+400-11+050, kerusakan Poor maka menggunakan Menggunakan Metode Pavement Condition Anggaran Biaya Pada Ruas jalan Tersebut
SEBELAS MARET 4+400 - 11+050 Condition Index (Pci), mengetahui kerusakan jalan dengan Pemeliharaan Berkala (Periodic Index ( PCI )
SURAKARTA Peningkatan Jalan metode PCI, menentukan jenis Maintenance). Kegiatan
Dan Perhitungan penanganan kerusakan, mengetahui pemeliharaan yang diperlukan hanya
Rancangan Anggaran biaya pemeliharaan dan pada interval beberapa tahun karena
Biaya Pada Ruas peningkatan jalan. kondisi jalan sudah mulai menurun.
Jalan Solo- Kegiatannya meliputi pelapisan ulang
Karanganyar Km (resealing/ overlaying). Jenis bahan
4+400-11+050 yag dipakai LASTON (MS 744),
Laston Atas, Sirtu / Pitrun Kelas A,
7

No. Peneliti Lokasi Penelitian Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Metode Penelitian Persamaan dengan Penelitian Ini Perbedaan Dengan Penelitian Ini
3 GIYATNO Jalan Ponorogo – Analisis Kerusakan Menganalisis Nilai Kondisi Nilai PCI pada ruas tersebut yaitu 45 Pavement Condition Index ( PCI ) Dalam Studi Pembahasan Ini Sama-Sama Lokasi Studi, Pada studi Ini Tidak
(2016) Pacitan Km 231+000 Jalan Dengan Metode Perkerasan (Pavement Condition dengan kondisi sedang berdasarkan Menganalisa Jenis Dan Tingkat Kerusakan Mengeluarkan Output Rencana
Sampai Dengan Km PCI Kajian Ekonomis Index / PCI), Menganalisis Volume rating. Jumlah anggaran biaya yang Anggaran
UNIVERSITAS 246+000, Dan Strategi kerusakan dan strategi penanganan diperlukan untuk menangani Dengan Metode Pavement Condition Index ( Biaya ( RAB ), Analisa Regresi Linier
antara
Penanganannya (Studi kerusakan sesuai dengan jenis dan kerusakan tersebut adalah Rp.
MUHAMMADIYAH PCI ) Nilai PCI dan Anggaran Biaya
SURAKARTA
Kasus Ruas Jalan tingkat kerusakan, mengetahui 1.068.117.000,00 , nilai kerugian
Ponorogo – Pacitan kerugian yang ditimbulkan akibat yang ditimbulkan pada ruas jalan
Km 231+000 Sampai kerusakan jalan berdasarkan nilai tersebut berdasarkan nilai biaya
Dengan Km 246+000, biaya operasional Kendaraan /BOK, operasional kendaraan adalah Rp.
Km 0+000 Di Menganalisis korelasi antara nilai 18.852.565,17 perhari, serta hasil
Surabaya) PCI dengan anggaran biaya analisa regresi linier antara nilai PCI
perbaikan jalan. dan anggaran biaya pada ruas jalan
tersebut didapat koefisien
determinasi sebesar 0,64 dan
koefisien korelasi sebesar -0,80,
berarti kedua variabel tersebut
memiliki hubungan sedang dan
bentuk hubungannya adalah Linier
Negatif.
7

No. Peneliti Lokasi Penelitian Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Metode Penelitian Persamaan dengan Penelitian Ini Perbedaan Dengan Penelitian Ini
4 IQBAL FIRMANSYAH Jl.Raya Rawajaha, Evaluasi Tingkat Mendapatkan nilai kondisi Jumlah kerusakan jalan yang Pavement Condition Index ( PCI ), Dalam Studi Pembahasan Ini Sama-Sama Lokasi Studi
(2016) Bogor Barat Kondisi Lapisan kerusakan jalan dengan cara terjadi di Jalan Raya Rawajaha AASHTO( 1993) Menganalisa Jenis Dan Tingkat Kerusakan
INSTITUT PERTANIAN Permukaan Jalan menentukan nilai Pavement sebanyak 68 kerusakan. Setelah Dengan Metode Pavement Condition
BOGOR Dengan Menggunakan Condition Index (PCI) dan dilakukan analisa data, didapatkan Index ( PCI )
Metode Pavement mengevaluasi kerusakan jalan, nilai perkerasan jalan pada ruas 1
Condition Index (PCI) Menentukan jenis pemeliharaan sebesar 65, ruas 2
yang sesuai nilai kerusakan jalan sebesar 59 dan ruas 3 sebesar
menurut metode PCI. 57. Rating dari ketiga ruas
tersebut memiliki rating yang
berbeda-beda. Ruas 1 memiliki
rating baik, ruas 2 baik, dan ruas
3 baik. Total nilai PCI yang
terdapat di Jalan Raya
Rawajaha sebesar 60,3 dengan
kategori jalan dalam keadaan baik.
Bentuk pemeliharaan yang sesuai
yaitu pemeliharaan berkala.
7

No. Peneliti Lokasi Penelitian Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian Metode Penelitian Persamaan dengan Penelitian Ini Perbedaan Dengan Penelitian Ini
5 FATHAHILLAH Jalan ruas Jalan Evaluasi Tingkat mengetahui jenis dan tingkat Hasil penelitian ini mengetahui jenis Pavement Condition Index ( PCI ), Dalam Studi Pembahasan Ini Sama-Sama Lokasi Studi, Pada Studi Ini Tidak
SASMITA Yogyakarta-Barongan Kerusakan Jalan kerusakan dengan menggunakan kerusakan yang terjadi pada AASHTO( 1993) Menganalisa Jenis Dan Tingkat Kerusakan Mengeluarkan Output Hasil Uji DCP, Hasil
ASHAKANDARI (STA 10+800 – Sebagai Dasar metode PCI mengetahui kondisi jalan. Kerusakan dominan yaitu Dengan Metode Pavement Condition Index Uji CBR, Hasil LHR
(2016) 12+800) Penentuan Perbaikan perkerasan berdasarkan nilai PCI alligator cracking dengan luas ( PCI )
UNIVERSITAS ISLAM Jalan (Evaluation Of yang terjadi, menentukan tebal lapis 1405,749 m2 atau 12,78% dari luas
INDONESIA Road Damage Level tambah (overlay) dengan metode total ruas jalan Yogyakarta –
As A Basis For AASHTO (1993) pada ruas jalan Barongan dan diperoleh nilai PCI
Determining Road Yogyakarta-Barongan. rata-rata sebesar 48,2 atau kondisi
Maintenance) perkerasan sedang (fair), hasil uji
DCP diperoleh nilai CBR tanah
dasar rata-rata 15,10% dan nilai
CBR yang mewakili tanah dasar
sebesar 7,28%, hasil uji CBR
lapangan lapis pondasi diperoleh
CBR rata-rata sebesar 68,39%,
hasil LHR sebanyak 5849
kendaraan/hari. Apabila dilakukan
pelapisan tambahan dari
analisis tebal lapis tambahan,
dengan umur 10 tahun diperoleh
tebal lapis tambahan 6,4 cm.
75

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 METODE PENELITIAN

Mulai

Identifikasi Masalah

Tinjauan Pustaka

Survei Lapangan

Pengumpulan Data
Data Primer Data Sekunder
 Jenis dan tingkat  Peta jaringan jalan
kerusakan jalan  Karakteristik Jalan :
 Jumlah atau luas 1. Panjang lebar jalan
kerusakan jalan. 2. Kelas jalan

Tidak
Analisis Data dan
Penilaiannya

A
75
76

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian

3.1.1 Desain Penelitian

Penelitian ini sebelumnya diawali dengan melakukan studi


liberatur yang tujuannya untuk mendapatkan gambaran seputar
apa yang akan diteliti. Kemudian menetapkan ruas jalan yang
akan diteliti, melakukan survei penjajagan kondisi jalan untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan. Dari data awal yang
terkumpul peneliti kemudian melakukan observasi ke lapangan
guna mendapatkan data akhir yang lebih falid untuk diolah
menggunakan penilaian indeks kondisi perkerasan.

3.1.2 Metode Penelitian Yang Digunakan

Survey ini menggunakan Penilaian Pavement Condition


Index (PCI) untuk menilai kondisi kerusakan jalan berdasarkan
jenis, tingkat dan luas kerusakan.

76
77

3.1.3 Populasi Dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penulisan skripsi ini meliputi


objek di lokasi penilaian kerusakan jalan ditinjau dari keadaan
ruas jalan. Sedangkan untuk sampel dilakukan dengan cara
penilaian Pavement Condition Index (PCI) pada setiap 200 meter
dan kemudian dikelompokkan menurut jenis, tingkat kerusakan
dan penanganannya dengan Indeks Kondisi Perkerasan
Pavement Condition Index (PCI).

3.1.4 Jenis Dan Sumber Data

Pada penelitian ini dibutuhkan data – data penunjang yaitu data


primer dan sekunder dari berbagai sumber. Data – data terebut
dapat dilihat dalam tabel 3.1 dan tabel 3.2.

DATA PRIMER
No. Jenis Data Sumbernya
1 Tipe Kerusakan Hasil Survey Di Lapangan
2 Tingkat Kerusakan Hasil Survey Di Lapangan
3 Dokumentasi Hasil Survey Di Lapangan

Tabel 3.1 Data Primer

DATA SEKUNDER
No. Jenis Data Sumbernya
1 FORM SURVEY DInas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Cirebon
2 Data Exsisting Jalan DInas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Cirebon
3 Tugas Akhir http://eprints.ums.ac.id/47211/
4 Jurnal https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87011
5 Tugas Akhir https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/4151/04%20abstract.pdf?sequence=4&isAllowed=y
6 Jurnal https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/4151
7 Tugas Akhir file:///C:/Users/USER/Downloads/Sutari%20Setyowati.pdf
Tabel 3.2 Data Sekunder

77
78

3.1.5 Teknik Pengumpulan Data

Agar didapat data yang dapat diuji kebenarannya, relevan, dan


lengkap, maka penulis menggunakan metode atau teknik dalam
pengumpulan data. Metode pengumpulan data tersebut yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Studi Lapangan.

Yaitu meninjau langsung di lapangan agar memperoleh data


dan informasi dengan cara :

a. Observasi yaitu melihat dan mengamati serta mencatat


secara langsung di lapangan untuk mendapatkan data
dan indormasi yang akurat.

b. Mengajukan pertanyaan kepada pihak terkait mengenai


hal – hal yang berkaitan dengan pokok bahasan.

2. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data-data yang relevan secara teoritis


melalui sumber yang berkaitan dengan pokok bahasan.

3. Analisis Data

Yaitu menganalisis data-data yang telah terkumpul


kemudian disusun dan disajikan kembali untuk memberi
gambaran yang jelas mengenai pokok bahasan.

3.1.6 Metode Anlisis Data

Hasil survey yang berupa data jenis kerusakan jalan dan


tingkat kerusakan jalan kemudian dianalisis sehingga dapat
ditentukan Nilai Pavement Condition Index (PCI) suatu ruas jalan
dan kemudian dapat dikategorikan tingkatannya. Setelah itu dapat

78
79

ditentukan jenis penanganan permasalahan tersebut dan dapat


diketahui penyebab kerusakan jalan tersebut.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah pada Ruas Jalan Bringin Luwung


Kencana Kabupaten Cirebon sepanjang 3.000 m, jalan tersebut
merupakan jalan kabupaten yang merupakan jalan alternatif
menuju Kota Cirebon ketika terjadi pasar tumpah tegal gubug
untuk menghindari kemacetan, dan jalur utama untuk lalu lintas
kendaraan yang menuju Kecamatan Ciwaringin maupun
Kecamatan Susukan, seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.3.

Gambar 3.1. Lokasi Pennelitian

79
80

3.2.2 Jadwal Penelitian

Survey dilakukan pada bulan maret sampai dengan bulan


april dengan penilaian Pavement Condition Index (PCI). Lokasi
dan waktu pengambilan data sebagai berikut :

JADWAL PELAKSANAAN

NO. URAIAN MARET WAKTU PELAKSANAAN APRIL


KEGIATAN
1 Pengumpulan Data
2 Survey Awal
3 Pengambilan Data

Tabel 3.3 Jadwal Pelaksanaan

1. Pada ruas jalan Bringin Luwung Kencana kecamatan


Ciwaringin, Kecamatan Susukan Kabupaten Cirebon.

2. Ruas jalan sepanjang 3 km mulai dari pertigaan lapas gintung,


Desa Bringin Kecamatan Ciwaringin Sampai dengan pertigaan

80
81

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA

Data yang di peroleh dari lapangan dalam penelitian ini berupa


data perimer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh berupa
tipe kerusakan, tingkat kerusakan jalan, sedangkan data sekunder
yang di peroleh berupa data jalan.

4.1.1 Kondisi Ruas Jalan Bringin – Luanung Kencana

Data eksisting jalan :

a. Nama Ruas : Jalan Bringin – Luanung Kencana

b. Panjang jalan : 3 km

c. Lebar jalan :6m

d. Fungsi jalan : Lokal

e. Tipe perkerasan : Perkerasan lentur

f. Lokasi : Kecamatan Ciwaringin dan,

Susukan Kabupaten Cirebon

g. Jenis Konstruksi : Perkerasan Lentur

h. Lapis Permukaan : Lapen

Adapun struktur perkerasan ruas Jalan Bringin – Luanung


Kencana, seperti ditunjukan dalam Gambar 4.1.

81
82

Gambar 4.1. Struktur Lapis Perkerasan Ruas Jalan Bringin –


Luanung Kencana

4.2 PENILAIAN KONDISI JALAN

Pengumpulan data kerusakan pada ruas jalan Bringin Luanung


kencana sepanjang 3 km yang dilakukan melalui survei kondisi
kerusakan jalan survei dilakukan secara visual yang dibantu dengan
peralatan sederhana dengan membagi ruas jalan menjadi 15
segmen dan setiap segmen berjarak 200 m.

Bringin Luanung Kencana


1 2 3 4 5

200 m 200 m 200 m 200 m 200 m


6 7 8 9 10

200 m 200 m 200 m 200 m 200 m


11 12 13 14 15

200 m 200 m 200 m 200 m 200 m

Gambar 4.2. Penomoran Segmen Penelitian

82
83

4.2.1 Identifikasi Jenis Kerusakan

Jenis kerusakan yang terjadi pada segmen 1 STA 0+000


sampai denga segmen 15 STA 3+000 secara detail dapat dilihat
pada gambar tabel survey sebagai berikut :

1. Segmen 1 STA 0+000 – 0+200


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
STA 0+000 - 0+200

1M 1.00 0.96 0.67 0.63 2.40 2.50 2.00 10.16 0.85


10 M 1.60 2.50 0.90 1.05 0.60 2.00 1.61 10.26 0.86
2.20 0.35 2.29 4.71 1.09 0.32 0.57
19 H 20.84 1.74
1.63 5.56 0.46 1.66

Gambar 4.3. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 1

2. Segmen 2 STA 0+200 – 0+400


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
13 L 0.32 0.32 0.03
STA 0+200 - 0+400

1.40 0.70 0.07 0.38 1.70 2.00 1.20


19 H 12.57 1.05
3.34 1.10 0.31 0.37
10 M 0.32 1.00 1.43 2.75 0.23
1M 0.60 0.77 0.80 0.53 2.70 0.68

Gambar 4.4. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 2

83
84

3. Segmen 3 STA 0+400 – 0+600

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
13 L 0.30 1.08 0.64 0.22 2.24 0.19
STA 0+400 - 0+600

0.04 0.07 0.53 0.50 0.37 0.67 1.60


19 H 0.40 0.12 0.12 0.02 0.42 0.41 0.31 6.01 0.50
0.43
10 M 2.45 1.35 2.00 1.02 0.70 0.27 0.41 8.20 0.68
1M 0.49 1.80 2.29 0.57

Gambar 4.5. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 3

4. Segmen 4 STA 0+600 – 0+800

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
1M 3.60 2.50 1.17 7.27 0.61
STA 0+600 - 0+800

1.08 0.60 0.66 0.91 0.30 0.48 1.17


19 H 7.44 0.62
0.78 0.20 1.19 0.04 0.03
10 M 3.50 0.27 3.77 0.31
10 H 0.95 0.35 1.30 0.33

Gambar 4.6. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 4

84
85

5. Segmen 5 STA 0+800 – 1+000


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
7.50 6.50 5.04 8.36 0.45 7.50 7.00
19 H 51.85 4.32
5.00 4.50
STA 0+800 -

10 H 1.23 1.23 0.10


1+000

10 M 0.75 0.38 0.50 0.40 0.72 0.18 0.25 3.18 0.80


1M 0.90 0.72 0.35 1.97 0.49

Gambar 4.7. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 5

6. Segmen 6 STA 1+000 – 1+200

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
10 M 1.50 1.06 2.56 0.21
STA 1+000 - 1+200

10 H 2.00 2.80 5.50 11.00 5.70 5.60 32.60 2.72


13 M 0.72 0.44 0.27 0.14 1.57 0.13
13 H 0.80 1.35 0.08 1.40 3.63 0.30
19 H 0.50 0.65 0.34 10.40 7.80 19.69 1.64
1H 3.00 7.50 1.80 0.54 0.80 13.64 3.41
- 0.00

Gambar 4.8. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 6

85
86

7. Segmen 7 STA 1+200 – 1+400


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN

3.00 1.80 10.00 0.77 0.65 2.21 0.89


1H 25.72 2.14
STA 1+200 - 1+400

3.40 3.00
9.00 15.00 18.00 7.50 17.50 8.00 18.00
128.00 10.67
6H 12.00 10.50 12.50
2.80 0.90 0.80 2.10 2.25 0.83 2.45
10 H 14.15 1.18
1.25 0.77
13 H 1.00 0.72 0.92 4.80 3.20 0.90 0.48
15.98 1.33
1.44 1.12 0.20 1.20

Gambar 4.9. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 7

8. Segmen 8 STA 1+400 – 1+600


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
6H 35.50 25.50 12.50 15.50 16.50 105.50 8.79
13 H 0.72 2.40 2.70 4.00 1.62 1.70 1.50 14.64 1.22
STA 1+400 - 1+600

10 H 5.00 3.15 7.35 0.78 12.50 28.78 2.40


1H 25.00 25.00 6.25
6M 2.00 4.00 6.00 1.50
9M 7.50 8.00 15.50 3.88
9H 25.50 17.50 43.00 10.75
13 M 0.27 1.87 2.14 0.54

Gambar 4.10. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 8

86
87

9. Segmen 9 STA 1+600 – 1+800

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
STA 1+600 - 1+800

1M 3.00 3.00 0.25


6H 65.00 25.00 32.50 45.00 167.50 13.96

13 H 3.37 3.37 0.84

9H 23.50 23.50 47.00 11.75

Gambar 4.11. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 9

10. Segmen 10 STA 1+800 – 2+000


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang (m²)
Jembul
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
STA 1+800 - 2+000

6H 8.00 2.00 10.00 0.83


9L 7.50 8.50 16.00 1.33
9M 4.50 5.00 9.50 0.79
9H 12.50 14.00 15.00 9.50 51.00 12.75
10 M 1.45 1.45 0.36
7H 6.10 0.70 0.40 7.20 1.80

Gambar 4.12. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 10

87
88

11. Segmen 11 STA 2+000 – 2+200


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
1H 3.50 5.40 7.50 16.40 1.37
STA 2+000 - 2+200

6H 25.50 14.50 17.50 19.00 55.50 8.04 7.50 147.54 12.30


10 H 3.60 6.90 2.00 3.75 2.70 3.00 21.95 1.83
13 H 2.08 0.90 1.90 1.84 1.28 8.00 2.00
1M 12.50 12.50 3.13
9H 7.60 7.60 12.50 16.50 7.50 8.60 60.30 15.08

Gambar 4.13. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 11

12. Segmen 12 STA 2+200 – 2+400


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
1H 4.20 0.90 2.48 3.00 10.58 0.88
STA 2+200 - 2+400

6.30 15.60 13.50 12.50 21.50 18.00 14.50


6H 136.40 11.37
8.00 11.50 15.00
9H 11.50 12.40 14.50 9.00 12.00 17.00 76.40 6.37
10 H 3.90 3.90 2.45 10.25 2.56
13 H 1.57 0.67 3.40 0.42 0.90 6.96 1.74
7H 4.90 6.10 2.10 13.10 3.28

Gambar 4.14. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 12

88
89

13. Segmen 15 STA 2+400 – 2+600


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
2L 7.20 0.16 7.36 0.61
STA 2+400 - 2+600

13 M 0.49 0.49 0.04


2.40 9.72 0.40 1.05 0.50 0.88 7.36 22.31 1.86
19 M
0.66 1.89 2.55 0.64
19 H 6.60 0.24 33.60 26.00 49.20 11.20 126.84 31.71
19 L 0.80 0.72 1.52 0.38
10 M 1.50 1.50 0.38

Gambar 4.15. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 13

14. Segmen 16 STA 2+600 – 2+800


FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN
UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
6H 8.75 8.75 0.73
7.00 10.80 2.25 3.01 13.00 12.80 9.60
10 H 75.16 6.26
STA 2+600 - 2+800

2.70 6.30 7.70


10 M 31.14 31.14 2.60
19 H 7.20 3.90 3.04 0.63 14.00 28.77 7.19
1H 3.91 0.90 1.89 2.55 13.00 3.50 25.75 6.44
6H 12.50 13.50 12.00 11.50 12.50 62.00 15.50
9H 35.00 18.50 12.00 65.50 16.38
13 H 1.65 0.80 0.42 0.40 0.32 0.90 4.49 1.12

Gambar 4.16. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 14

89
90

15. Segmen 15 STA 2+800 – 3+000

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
Keterangan : L = Low (Kerusakan Ringan) M = Medium (Kerusakan Sedang) H = High (Rusak Berat)
JENIS & KEPARAHAN
STA KUANTITAS TOTAL KERAPATAN (%)
KERUSAKAN
3.23 1.26 2.47 2.25 0.88 7.50 3.48
1H 32.42 2.70
7.20 1.00 3.15
12.00 13.50 8.50 9.50 13.50 8.50 10.00
6H 90.50 7.54
STA 2+800 - 3+000

8.00 7.00
12.00 14.50 13.50 9.00 13.00 14.00 11.50
9H 99.00 8.25
11.50
9.00 10.80 2.25 3.01 6.30 4.69 18.90
10 H 3.90 1.75 3.50 18.90 13.60 20.80 21.00 168.85 14.07
23.25 7.20
0.63 1.04 0.42 0.40 0.32 0.90 0.72
13 H 5.82 0.49
0.56 0.83

Gambar 4.17. Formulir survey jenis dan tingkat kerusakan jalan


pada segmen 15

90
91

4.3 PENILAIAN KERUSAKAN JALAN

Dari hasil pengamatan visual di lapangan diperoleh luas


kerusakan, kedalaman ataupun lebar retak yang nantinya
dipergunakan untuk menentukan kelas kerusakan jalan. Densitas
kerusakan ini dipengaruhi oleh kuantitas tiap jenis kerusakan dan
luas segmen jalan yang ditinjau. Penentuan nilai pengurang (Deduct
Value) dapat segera dihitung setelah kelas kerusakan dan Kerapatan
(Density) diperoleh.

Nilai Pengurang Total (Total Deduct Value) dan Nilai


Pengurang Terkoreksi (Corrected Deduct Value) dapat dihitung
segera setelah tahapan-tahapan di atas sudah diketahui nilainya.
Tahap akhir dari analisis nilai kondisi perkerasan adalah menentukan
Pavement Condition Index (PCI), yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menentukan prioritas penanganan kerusakan. Langkah-
langkah perhitungan dengan PCI adalah sebagai berikut:

1. Membuat Catatan Kondisi Dan Kerusakan Jalan

Catatan kondisi dan kerusakan jalan berupa tabel yang berisi


jenis, dimensi, tingkat dan lokasi terjadinya kerusakan. Tabel
catatan kondisi dan kerusakan jalan merupakan dokumentasi dari
kondisi jalan pada masing-masing segmen dan berguna untuk
lebih memudahkan pada saat memasukkan data-data kerusakan
jalan tersebut ke dalam formulir survey. Dari hasil survey di
lapangan pada ruas Jalan Bringin Luanung Kencana yang
berjarak 3 km, dapat dilihat pada Gambar 4.34 formulir survei
yang di isi adalah sebagai berikut.

91
92

FORMULIR SURVEI KONDISI PERKERASAN JALAN


UNTUK MENENTUKAN UNIT SAMPEL 6M
RUAS JALAN BRINGIN - LUANUNG KENCANA STA 0+000 - 3+000 200 M
1. Retak Buaya (m²) 8. Retak Sambung (m²) 15. Alur (Rutting) (m²)
2. Kegemukan (m²) 9. Pinggir Jalan Turun Vertikal (m²) 16. Sungkur (m²)
3. Retak Kotak - kotak (m²) 10. Retak Memanjang/Melintang (m²) 17. Patah Slip (m²)
4. Cekungan (m²) 11. Tabalan (m²) 18. Mengembang Jembul (m²)
5. Keriting (m²) 12. Pengausan Agregat (m²) 19. Pelepasan Butir (m²)
6. Amblas (m²) 13. Lubang (m²)
7. Retak Pinggir (m²) 14. Perpotongan Rel (m²)
JENIS KERUSAKAN
SEGMEN KEPARAHAN KERUSAKAN LUAS KERUSAKAN KERAPATAN NILAI PENGURANGAN
Retak Buaya Rusak Berat ( High ) 173.00 0.96 30
Kegemukan Rusak Ringan ( Low ) 7.36 0.04 0
SEGMEN 1 - SEGMEN

Amblas Rusak Berat ( High ) 862.19 4.79 29


Retak Pinggir Rusak Berat ( High ) 20.30 0.11 10
Pinggir Jalan Turun Vertikal Rusak Berat ( High ) 483.20 2.68 11
Retak Memanjang/Melintang Rusak Berat ( High ) 419.08 2.33 30
Lubang Rusak Berat ( High ) 69.65 0.39 33
Lepas Butir Rusak Berat ( High ) 275.53 1.53 19
15

JUMLAH 2,310.31 12.84

Gambar 4.33. Formulir rekapitulasi kerusakan ruas jalan


Bringin Luanung Kencana

2. Menentukan Nilai Hasil Total Quantity

A. Menghitung Kerapatan (Density)

Kerapatan (Density) =

atau,

Kerapatan (Density) =

keterangan :

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat

kerusakan (m²)

Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat

kerusakan (m)

As = Luas total unit segmen (m²)

Luas Ruas = 3000 m x 6 m = 18.000 m² = 18 km²

92
93

Retak Buaya (Alligator Cracking) =

= 0.96 %

Kegemukan (Bleeding) =

= 0.04 %

Amblas (Depression) =

= 4.79 %

Retak Pinggir (Edge Cracking) =

= 0.11 %

Pinggir Jalan Turun Vertikal

(Lane/Shoulder Drop Off) =

= 2.68 %

Retak Memanjang/Melintang

(Longitudinal/Transverse Cracking) =

= 2.33 %

Lubang (Potholes) =

= 0,39 %

Lepas Butir (Weathering/Raveling) =

93
94

= 1.53

B. Mencari Nilai Pengurangan (Deduct Value)

Mencari Nilai Pengurangan (Deduct Value) yang berupa grafik


jenis-jenis kerusakan. Adapun cara untuk menentukan Nilai
Pengurangan (Deduct Value), yaitu dengan memasukkan
persentase densitas pada grafik masing-masing jenis
kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong
tingkat kerusakan (Low, Medium, High), selanjutnya pada titik
potong tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat Nilai
Pengurangan (Deduct Value). Mencari Nilai Pengurangan
(Deduct Value) Pada ruas jalan Bringin Luanung Kencana.

1. Retak Buaya (Alligator Cracking)

Gambar 4.34. Nilai Pengurang Retak Buaya

Dari Gambar 4.34 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 30
untuk High Severity Level.

94
95

2. Kegemukan (Bleeding)

Gambar 4.35. Nilai Pengurang Kegemukan

Dari Gambar 4.35 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 0 untuk
Low Severity Level.

3. Amblas (Depression)

Gambar 4.36. Nilai Pengurang Amblas

Dari Gambar 4.36 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 29
untuk High Severity Level.

95
96

4. Retak Pinggir (Edge Cracking)

Gambar 4.37. Nilai Pengurang Retak Pinggir

Dari Gambar 4.37 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 10
untuk High Severity Level.

5. Pinggir Jalan Turun Vertikal (Lane/Shoulder Drop Off)

Gambar 4.38. Nilai Pengurang Pinggir Jalan Turun Vertikal

96
97

Dari Gambar 4.38 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 11
untuk High Severity Level.

6. Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse


Cracking)

Gambar 4.39. Nilai Pengurang Retak Memanjang/Melintang

Dari Gambar 4.39 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 30
untuk High Severity Level.

7. Lubang (Potholes)

97
98

Gambar 4.40. Nilai Pengurang Lubang

Dari Gambar 4.40 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 33
untuk High Severity Level.

8. Lepas Butir (Weathering/Raveling)

Gambar 4.41. Nilai Pengurang Lepasan Butir

Dari Gambar 4.41 berdasarkan Nilai Kerapatan (Density)


diperoleh Nilai Pengurangan (Deduct Value) sebesar 19
untuk High Severity Level.

C. Menjumlah Total Nilai Pengurangan (Total Deduct Value)

Nilai Pengurangan (Deduct value) yang diperoleh pada suatu


segmen jalan yang ditinjau dijumlahkan sehingga diperoleh
Total Nilai Pengurangan (Total Deduct Value).

D. Mencari Nilai Pengurangan Terkoreksi (Corrected Deduct


Value )

98
99

Dari hasil Nilai Pengurang (Deduct value) untuk


mendapatkan Nilai Pengurangan Terkoreksi (Corrected
Deduct Value) dengan cara memasukkan nilai Nilai
Pengurang (Deduct Value) yang lebih dari 2, grafik Nilai
Pengurangan Terkoreksi (Corrected Deduct Value) dengan
cara menarik garis vertikal pada nilai Nilai Pengurang
(Deduct value) sampai memotong garis q kemudian ditarik
garis horizontal. Nilai q merupakan jumlah Nilai Pengurang
(Deduct Value) yang lebih dari 2. Menentukan nilai – nilai
pengurang yang di ijinkan (m), dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

m=
keterangan :

m = nilai izin Nilai Pengurang (Deduct value)

persegmen

HDV = Nilai Pengurang (Deduct value) terbesar

pada segmen tersebut.

Pada ruas jalan Bringin Luanung Kencana segmen 1-15


menggunakan rumus :

M=

m = 9.1

Jumlah individu nilai-nilai pengurang direduksi ke nilai-nilai


pengurang terbesar m, termasuk bagian pecahannya. Pada
Gambar 4.34, nilai-nilai tersebut adalah 33; 30; 30; ; 29; 19;
11 dan 72 (72 diperoleh melalui pengalian 9 dengan (9.1 – 1
= 8.1). Jumlah individu nilai-nilai pengurang adalah 162.

99
10

PENENTUAN NILAI PENGURANGAN TERKOREKSI ( CORRECTED DEDUCT VALUE ) PERKERASAN


LENTUR RUAS JALAN BRINGIN LUANUNG KENCANA
SEGMEN 1 STA 0+000 - SEGMEN 30 STA 3+000
NO NILAI PENGURANGAN (DEDUCT VALUE) TDV Q CDV
SEGMEN 1 - SEGMEN 15

1 33 30 30 29 19 11 10 162 7 72
2 33 30 30 29 19 11 2 154 6 73
3 33 30 30 29 19 2 2 145 5 74
4 33 30 30 29 2 2 2 128 4 72
5 33 30 30 2 2 2 2 101 3 64
6 33 30 2 2 2 2 2 73 2 54
7 33 2 2 2 2 2 2 45 1 46
8
Gambar 4.42. Perhitungan nilai Nilai Pengurang Terkoreksi
(Corrected Deduct Value)

Untuk perhitungan Nilai Pengurang Terkoreksi (Corrected


Deduct Value) baris ke 1 pada Gambar 4.43, Total Nilai
Pengurang (Total Deduct Value) = 162 (karena Total Nilai
Pengurang (Total Deduct Value) mencari nilai terbesar
( Maxs ), maka digunakan Total Deduct Value 145) q = 5,
Nilai Pengurang Terkoreksi (Corrected Deduct Value) = 100.
Tahapan penghitungan Nilai Pengurang Terkoreksi
(Corrected Deduct Value) terlihat pada Gambar 4.44.

100
10

Gambar 4.43. Grafik Nilai Pengurangan Terkoreksi

(Corrected Deduct Value)

E. Menghitung nilai kondisi perkerasan

Nilai kondisi perkerasan, setelah Nilai Pengurangan Terkoreksi


(Corrected Deduct Value) diperoleh, maka PCI untuk semua
segmen dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :

PCI = 100 – CDV maks

Dengan:

PCI = Nilai kondisi perkerasan

CDV = Nilai Pengurangan Terkoreksi (CDV)

Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukkan kondisi


perkerasan pada segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat

101
10

baik atau bahkan buruk sekali dengan menggunakan parameter


PCI. Pada ruas jalan Bringin Luanung Kencana, Nilai
Pengurangan Terkoreksi (Corrected Deduct Value) = 100
maka, PCI = 100 – 74 = 26 Sangat rusak ( VERY POOR )

4.4 KLASIFIKASI KUALITAS PERKERASAN


Dari nilai Indeks Kondisi Perkerasan (PCI) penelitian dapat
diketahui kualitas nilai keseluruhan lapis perkerasan ruas jalan
Bringin Luanung Kencana adalah 26 % berdasarkan klasifikasi yaitu
Rusak Berat ( Very poor ) dapat dilihat pada rating PCI pada gambar
4.44.

100 EXCELLENT
85 VERY GOOD
70 GOOD
55 FAIR
40 FOOR
2 6%
25 VERY POOR
10 FAILED
0

Gambar 4.44. Rating PCI Ruas Jalan Bringin Luanung Kencana

Berikut jenis dan peresentase kerusakan pada Ruas Jalan


Bringin Luanung Kencana dapat dilihat pada gambar 4.45.

102
10

Gambar 4.45. Grafik presentase kerusakan jalan

4.4.1 Teknik Perbaikan Kerusakan Jalan

Melihat kondisi perkerasan yang telah mengalami


kerusakan sebaiknya segera dilakukan perbaikan. Metode
perbaikan yang digunakan harus disesuaikan jenis kerusakan
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kondisi perkerasan
jalan tersebut. Berdasarkan Pavement Condition Index (PCI)
diberikan acuan untuk pengambilan keputusan dalam
penanganan terhadap kerusakan yang terjadi pada suatu ruas
jalan. Pada ruas jalan Bringin Luanung Kencana dengan
klasifikasi jalan lokal untuk nilai Pavement Condition Index
(PCI) adalah 26%, maka untuk perbaikan berdasarkan tabel
2.21 untuk jalan lokal dengan nilai Indeks Kondisi Perkerasan
Pavement Condition Index (PCI) lebih kecil dari 40% maka
dilakukan perbaikan Rekonstruksi dengan waktu perbaikan
secepatnya

103
10

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

1. Dari hasil pengamatan pada ruas jalan Bringin Luanung Kencana


di dapat tingkat kerusakan jalan <40% atau nilai pavement
condition index sama dengan 2%.

2. Berdasarkan tabel 2.21 Acuan Keputusan Penanganan


Kerusakan Jalan Menurut Indeks Kondisi Perkerasan (PCI), maka
solusi penanganannya harus di rekonstruksi.

4.2 SARAN

1. Untuk hasil yang lebih baik maka pada pihak yang terkait
diharapkan secara berkala melakukan penilaian kondisi jalan agar
tidak terjadi hal seperti di atas.
2. Rekonstruksi harus segera dilakukan untuk keamanan dan
kenyamanan pengendara yang melewati ruas jalan tersebut.

104
DAFTAR PUSTAKA

Iqbal Firmansyah. (2016). Evaluasi Tingkat Kondisi Lapisan Permukaan


Jalan Dengan Menggunakan Metode Pavement Condition Index
(PCI).

Institute, A. (2016). Asphalt Pavement Distress Summary. Asphalt


Pavement Distress Summary.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2016).


Penentuan Indeks Kondisi Perkerasan (IKP). SE Menteri PUPR,
19/SE/M/2016.

Mantiri, C. C., Sendow, T. K., & Manoppo, M. R. E. (2019). ANALISA


TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU DENGAN METODE
BINA MARGA 2017 DIBANDINGKAN METODE AASHTO 1993.
Jurnal Sipil Statik.

Mubarak, H., & Abdurrab, U. (2017). Analisa Tingkat Kerusakan


Perkerasan Jalan Dengan Metode Pavement Condition Index ( Pci )
Studi kasus : Jalan Soekarno Hatta Sta.11+150 S/d 12+150. JURNAL
ANALISA TINGKAT KERUSAKAN PERKERASAN JALAN DENGAN
METODE PAVEMENT CONDITION INDEX (PCI).

Nisumanti, S., & Hadiyana, D. (2017). IDENTIFIKASI KERUSAKAN


JALAN (STUDI KASUS RUAS JALAN BATAS KOTA PALEMBANG –
SIMPANG INDERALAYA). TEKNIKA: Jurnal Teknik.
https://doi.org/10.35449/teknika.v3i2.49
Indonesia, R. (2004). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN. Pemerintah
Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah Nomor 34


Tahun 2006 Tentang Jalan. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 86.

Perhubungan, K. (2009). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN DENGAN. Journal of Human Development.
https://doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.34

Ramli, Y., Isya, M., & Saleh, S. M. (2018). Evaluasi Kondisi Perkerasan
Jalan Dengan Menggunakan Metode Pavement Condition Index (Pci)
(Studi Kasus Ruas Jalan Beureunuen – Batas Keumala). Jurnal
Teknik Sipil, 1(3), 761–768. https://doi.org/10.24815/jts.v1i3.10037

Shahin 1994. (2008). Shahin 1994, Pavement for Airports, Roads, Parking
Lots, Chapman and Hall, Dept. BC., New York. Civil Engineering
Forum Teknik Sipil.

Sukirman, S. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. In NOVA Bandung.

Suroso, T. W. (2008). Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Dini Pada


Perkerasan Jalan. Puslitbang Jalan Dan Jembatan.

Suwardo, & Sugiharto. (2004). Tingkat Kerataan Jalan Berdasarkan alat


Rolling Straight Edge untuk Mengestimasi Pelayanan Jalan. Prosiding
Simposium VII FSTPT.

Yudaningrum, F., & Ikhwanudin, I. (2017). IDENTIFIKASI JENIS


KERUSAKAN JALAN (Studi Kasus Ruas Jalan Kedungmundu-
Meteseh). Teknika. https://doi.org/10.26623/teknika.v12i2.638
Agusmaniza, R., & Fadilla, F. D. (2019). Analisa Tingkat Kerusakan Jalan
Menggunakan Metode Bina Marga (Studi Kasus Jalan Ujung
Beurasok STA 0+000 S/D STA 0+700). VOCATECH: Vocational
Education and Technology Journal.
https://doi.org/10.38038/vocatech.v1i0.7

Asphalt Institute MS-17, Asphalt Overlay for Highwayand Street


Rehabilitation, Asphalt Institute (Manual Seriesno. 17), Second
Edition, Kentucky, USA.

Asphalt Institute. (1996). Asphalt in pavement maintenance: MS-16 . In


Manual Series No. 16 (MS-16).

ASTM Internasional. (2009). ASTM C-29/C29M-09 Standard Test Method


for Bulk Density (Unit Weight) and Voids in Aggregate. ASTM
International.

Bethary, R. T., Pradana, M. F., & Indinar, M. B. (2016). PERENCANAAN


GEOMETRIK JALAN ALTERNATIF PALIMA-CURUG (Studi Kasus :
Kota Serang). Jurnal Fondsi.

Dumin, L., Liem, F. N., & Maridi, A. S. S. (2018). KOMPARASI HASIL


PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE
AASHTO ’93 DAN METODE Pd T-14-2003 PADA RUAS JALAN W. J.
LALAMENTIK KOTA KUPANG. JUTEKS - Jurnal Teknik Sipil.
https://doi.org/10.32511/juteks.v3i1.208-214

Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik


Indonesia Nomor 13/Prt/M/2011 Tentang Tata Cara Pemeliharaan
Dan Penilikan Jalan. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ACHMAD FAOJAN


NPM 114130206
Program Studi : Teknik Sipil
Fakultas : Teknik

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Karya tulis Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Swadaya Gunung
Jati Cirebon maupun Perguruan Tinggi Lainnya.
2. Karya tulis Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian sendiri
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing.
3. Dalam karya Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang
telah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis dengan jelas dicantumkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Cirebon, Agustus 2021


Yang membuat Pernyataan,

ACHMAD FAOJAN
NPM 114130206
Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang Jenis Kerusakan Retak Buaya

Jenis Kerusakan Pelepasan Butir


Jenis Kerusakan Lubang Jenis Kerusakan Pelepasan Butir
Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang Jenis Kerusakan Retak Buaya
Jenis Kerusakan Lubang Jenis Kerusakan Pelepasan Butir

Jenis Kerusakan Lubang Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang


Jenis Kerusakan Retak Buaya Jenis Kerusakan Pelepasan Butir

Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang


Jenis Kerusakan Pelepasan Butir Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Melintang

Jenis Kerusakan Retak Buaya


Jenis Kerusakan Lubang Jenis Kerusakan Amblas

Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Vertikal Jenis Kerusakan Amblas


Jenis Kerusakan Retak Buaya Jenis Kerusakan Amblas
Jenis Kerusakan Retak Memanjang/Vertikal Jenis Kerusakan Lubang
Jenis Kerusakan Pinggir jalan Turun Vertikal Jenis Kerusakan Lubang
Jenis Kerusakan Amblas
Jenis Kerusakan Pinggir jalan Turun Vertikal Jenis Kerusakan Amblas

Jenis Kerusakan Amblas


Jenis Kerusakan Amblas

Jenis Kerusakan Lubang Jenis Kerusakan Pinggir jalan Turun Vertikal


Jenis Kerusakan Pinggir jalan Turun Vertikal Jenis Kerusakan Memanjang/Melintang

Jenis Kerusakan Amblas Jenis Kerusakan Kulit Buaya


Jenis Kerusakan Memanjang/Melintang Jenis Kerusakan Amblas
Jenis Kerusakan Kulit Buaya Jenis Kerusakan Pinggir Jalan Turun Vertikal
Jenis Kerusakan Pelepasan Butir Jenis Kerusakan Memanjang/Melintang

Jenis Kerusakan Lubang


Jenis Kerusakan Amblas
Jenis Kerusakan Amblas

Anda mungkin juga menyukai